Terapi FDC Paa Orang TBC
Terapi FDC Paa Orang TBC
Pada Pasien TB
Posted on December 23, 2007 | 3 Comments
nafsu makan menurun, berat badan turun, berkeringat di waktu malam walaupun tidak
beraktivitas, demam meriang lebih dari 1 bulan.
Sasaran
Adapun yang menjadi sasaran terapi penyakit TB adalah kuman penyebab penyakit tersebut
yaitu Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang, tahan terhadap asam oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Selain itu kuman ini hidup di
daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi sehingga tempat utamanya adalah paru.
Tujuan
Dengan memberikan FDC kepada pasien TB diharapkan pasien akan lebih mudah dalam
minum OAT karena jumlah tabletnya lebih sedikit. Selain itu dapat meminimalkan efek
samping OAT. Hal ini karena formula dosis FDC disesuaikan dengan berat badan pasien dan
jumlah komponen obat yang harus diminum pasien. Dengan adanya FDC, tingkat kepatuhan
pasien dalam minum obat akan lebih tinggi karena pengaruh psikis pasien dari melihat
jumlah tablet yang harus diminum, tidak sebanyak dibandingkan dengan pemberian OAT
dalam tablet yang terpisah.
Strategi Terapi
Strategi terapi untuk penyakit TB dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed
Treatment Short-course). Strategi terapi ini direkomendasikan oleh WHO pada tahun 1995
sebagai penganggulangan TB. DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu (a) komitmen politis, (b)
pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya, (c) pengobatan jangka pendek yang
standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan
langsung pengobatan, (d) jaminan ketersediaan OAT yang bermutu, (e) sistem pencatatan dan
pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
program secara keseluruhan. Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien,
prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan
TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat.
Dalam strategi DOTS, pengobatan TB dilakukan baik dengan pemberian OAT dalam
bentuk tablet terpisah maupun dengan pemberian OAT-FDC. Kedua jenis OAT ini dapat
diperoleh pada unit pelayanan kesehatan meliputi puskesmas, rumah sakit pemerintah dan
swasta, rumah sakit paru, Balai Pengobatan Penyakit Paru (BP4), klinik pengobatan lain serta
dokter praktek swasta. Di Indonesia OAT tersebut diberikan secara cuma-cuma dan dijamin
ketersediannya oleh pemerintah. Selain itu pasien TB juga diharuskan memiliki PMO
(Pengawas Minum Obat) sehingga dapat menjamin kepatuhan pasien dalam minum OAT.
Setiap pasien TB harus memiliki kartu pengobatan dan kartu identitas pasien. Kedua kartu
tersebut diperoleh saat pasien berobat di unit pelayanan kesehatan. Adapun fungsi kedua
kartu tersebut yaitu sebagai laporan terhadap hasil pengobatan pasien sehingga jalannya
pengobatan dapat terkontrol dengan baik.
Obat Pilihan
Jenis-jenis tablet FDC dikelompokkan menjadi 2, yaitu: FDC untuk dewasa dan FDC
untuk anak-anak. Tablet FDC untuk dewasa terdiri tablet 4FDC dan 2FDC. Tablet 4FDC
mengandung 4 macam obat yaitu: 75 mg Isoniasid (INH), 150 mg Rifampisin, 400 mg
Pirazinamid, dan 275 mg Etambutol. Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari
dalam tahap intensif dan untuk sisipan. Tablet 2 FDC mengandung 2 macam obat yaitu: 150
mg Isoniasid (INH) dan 150 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu dalam tahap lanjutan. Baik tablet 4FDC maupun tablet 2FDC
pemberiannya disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk melengkapi paduan obat
kategori II tersedia obat lain yaitu: tablet etambutol @400 mg dan streptomisin injeksi (vial
@750 mg).
Tablet FDC untu anak-anak terdiri dari tablet 3FDC dan 2FDC. Kedua jenis tablet
diberikan kepada pasien TB anak yang berusia 0 14 tahun. Tablet 3FDC mengandung 3
macam obat antara lain: 30 mg INH, 60 mg Rifampisin, dan 150 mg Pirazinamid. Tablet ini
digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif. Tablet 2FDC mengandung 2
macam obat yaitu: 30 mg INH dan 600 mg Rifampisin. Tablet ini digunakan untuk
pengobatan setiap hari dalam tahap lanjutan. Sama halnya dengan pemberian pada pasien
dewasa, pemberian jumlah FDC pada pasien anak juga disesuaikan dengan berat badan anak.
Dosis dan aturan pakai FDC disesuaikan dengan berat badan pasien. Untuk pasien TB
dewasa yang masuk dalam kategori I dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Berat Badan
selama 56 hari
30 37 kg
2 tablet 4FDC
2 tablet 2FDC
38 54 kg
3 tablet 4FDC
3 tablet 2FDC
55 70 kg
4 tablet 4FDC
4 tablet 2FDC
71 kg
5 tablet 4FDC
5 tablet 2FDC
Sedangkan untuk pasien TB dewasa yang masuk dalam kategori II, dosis dan aturan pakai
FDC yang harus diberikan yaitu:
30 37 kg
Selama 56 hari
Selama 28 hari
2 tab 4FDC
2 tab 4FDC
Tahap Lanjutan 3
kali seminggu
selama 20 minggu
+ 500 mg Streptomisin
Inj.
Etambutol
38 54 kg
3 tab 4FDC
55 70 kg
4 tab 4FDC
71 kg
5 tab 4FDC +
Streptomisin Inj.
5 tab 4FDC
Catatan:
Setiap vial Streptomisin mengandung 750 mg dilarutkan dalam 3 ml aquabidest. Dosis
ini dapat dianggap sebagai 3 dosis @ 250 mg yang digunakan untuk kelompok pasien
dengan BB 38 54 kg. Untuk kelompok pasien dengan BB lain, dosisnya disesuaikan
dengan jumlah tablet yang diminum, misalnya untuk pasien yang memerlukan hanya 2
tablet, juga hanya memerlukan 2 ml suntikan sterptomisisn (1 ml = 250 mg. Untuk
pasien berumur lebih dari 60 tahun diberikan suntikan streptomisin maksimum 500
mg/hari. Injeksi streptomisin diberikan setelah pasien selesai menelan obat.
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan pada pasien TB BTA positif tidak terjadi konversi
maka diberikan OAT sisipan berupa tablet 4FDC setiap hari selama 28 hari.
Dosis dan aturan pakai FDC untuk anak-anak yaitu:
Berat Badan
selama 2 bulan
selama 4 bulan
7 kg
1 tablet 3FDC
1 tablet 2FDC
8 9 kg
10 14 kg
2 tablet 3FDC
2 tablet 2FDC
15 19 kg
3 tablet 3FDC
3 tablet 2FDC
20 24 kg
4 tablet 3FDC
4 tablet 2FDC
25 29 kg
5 tablet 3FDC
5 tablet 2FDC
OAT-FDC tersedia dalam kemasan blister. Tiap blister terdapat 28 tablet. Tablet 4FDC
dan 2FDC dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @28 tablet. Untuk tablet etambutol 400
mg dikemas dalam dos yang berisi 24 blister @ 28 tablet. Streptomisisn injeksi dikemas
dalam dos berisi 50 vial @ 750 mg. Untuk penggunaan streptomisin injeksi diperlukan
aquabidest dan disposable syringe 5 m l dan jarum steril. Aquabidest tersedia dalam kemasan
vial @ 5 ml dalam dos yang berisi 100 vial.
Efek samping dari OAT-FDC umumnya sama dengan efek samping dari penggunaan
OAT yang dalam tablet terpisah. Beberapa efek samping yang muncul berupa hilangnya nafsu
makan, mual kadang disertai muntah, sakit perut, nyeri sendi, gatal dan kemerahan pada kulit,
kesemutan hingga rasa terbakar di kaki, gangguan keseimbangan. Selain itu efek samping
hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena kelebihan dosis. Efek
samping dari OAT tersebut diperkirakan terjadi pada sekitar 3 6 % pasien yang mendapat
pengobatan dengan FDC. Bila diketahui dengan pasti bahwa FDC penyebab efek samping
seperti yang disebutkan sebelumnya dan obat tersebut tidak dapat diberikan kembali, maka
pasien diberikan OAT yang dalam bentuk tablet terpisah (OAT kombipak).
Pengobatan TB perlu diperhatikan untuk pasien yang berada dalam kondisi khusus
misalnya pasien wanita hamil, pasien dengan penyakit tertentu seperti DM, gagal ginjal,
memiliki kelainan hati kronik. Untuk pengobatan TB pada wanita hamil perlu diperhatikan
pada penggunaan streptomisin. Streptomisin tidak dapat digunakan pada kehamilan. Hal ini
karena streptomisin bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier plasenta.
Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
Pasien DM harus selalu dikontrol dalam pengobatannya. Jika pasien juga menderita
TBC perlu diperhatikan dalam penggunaan rifampisin, karena rifampisin dapat mengurangi
efektivitas antidiabetika oral gol sulfonil urea sehingga perlu peningkatan dosis antidiabetika
tersebut. Pasien DM yang memperoleh pengobatan insulin seringkali terjadi komplikasi
retinopathy diabetika, oleh karena itu perlu diperhatikan untuk pemberia etambutol karena
dapat memperparah kejadian tersebut.
Pasien TB dengan gagal ginjal sebaiknya tidak menggunakan streptomisin dan
etambutol dalam pengobatannya. Hal ini karena kedua obat tersebut diekskresi melalui ginjal.
Jika tetap diberikan memungkinkan obat tersebut tidak dapat dieksresikan dari dalam tubuh
karena ketidakmampuan ginjal. Akibatnya akan menimbulkan efek toksik dalam tubuh. Oleh
karena itu dapat diberikan pengobatan dengan INH, rifampisin, dan pirazinamid untuk pasien
TB dengan gagal ginjal. Ketiga obat tersebut diekskresi melalui empedu dan dapat diubah
menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien
TB dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
Pengobatan TB pada pasien dengan kelainan hati kronik dapat dilakukan jika pasien
sudah melakukan pemeriksaan hati. Jika nilai SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali
maka OAT tidak diberikan dan bila sudah dalam pengobatan maka harus dihentikan. Jika
peningkatannya kurang dari 3 kali maka pengobatan tetap dapat dilakukan dengan
pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati tidak boleh diberikan pirazinamid. Paduan
OAT yang dianjurkan untuk pasien TB dengan kelainan hati yaitu 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
Pencegahan terhadap penyakit TB dapat dilakukan dengan hidup sehat dengan makan
makanan bergizi dan teratur, istirahat yang cukup, olah raga teratur, hindari rokok, minuman
beralkohol, obat bius, hindari stress. Kemudian untuk mencegah terjadinya penularan TB,
maka para pasien TB diharapkan menutup mulut saat batuk dan tidak meludah di sembarang
tempat. Usaha pencegahan lainnya yaitu dengan melakukan imunisasi BCG (Bacillus
Calmette-Guerin) yang akan memberikan kekebalan aktif pada penyakit TB. Selain itu
menjaga daya tahan tubuh juga penting dalam mengantisipasi penyakit TB. Dengan daya
tahan tubuh yang kuat maka tidak mudah untuk terserang infeksi oportunistik (TB).
Tidak hanya AIDS yang memiliki hari peringatan tetapi TB pun memiliki hari
peringatan yang jatuh pada tanggal 24 Maret. Tahun ini peringatan hari TB sedunia
bertemakan Every Breath Counts, Stop TB now!. Tema ini menekankan pada kata breath
yang tidak hanya berarti pernafasan tetapi juga merupakan pusat dari segala aktivitas
manusia. Jadi, jika breath manusia rusak karena TB maka akan merusak juga seluruh
aktivitas manusia. Tema ini mengingatkan akan bahaya TB dan urgensi pemberantasannya.