Anda di halaman 1dari 77

KAJIAN

PENGEMBANGAN PRODUK SYARIAH DI PASAR MODAL


(SUKUK MUSYARAKAH DAN SUKUK ISTISHNA)

Oleh:
Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
TAHUN 2009

KATA PENGANTAR

Asalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
karunia dan anugerah-Nya sehingga pelaksanaan dan penulisan laporan hasil kajian mengenai
Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal (Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna) dapat
diselesaikan.
Latar belakang dilakukannya kajian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa produk
syariah di pasar modal Indonesia sampai dengan saat ini masih sangat terbatas dibandingkan
dengan produk konvensional. Terbatasnya produk syariah tersebut mengakibatkan alternatif
investasi dan pembiayaan berbasis syariah menjadi sangat minim. Salah satu produk syariah
di pasar modal Indonesia yang masih terbatas dari sisi jumlah maupun jenis akad adalah sukuk.
Sukuk yang diterbitkan di Indonesia saat ini baru menggunakan 2 (dua) akad yaitu akad
mudharabah dan akad ijarah. Adanya alternatif penerbitan sukuk dengan menggunakan akad
musyarakah dan akad istishna diharapkan dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi
perusahaan dan juga sarana investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal
yang lebih beragam.
Seluruh anggota Tim menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan kajian ini. Dengan
segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, Tim berharap semoga hasil kajian ini bisa
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat digunakan oleh regulator dan
para pelaku pasar modal Indonesia dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah. Tim
menyambut dengan tangan terbuka segala kritik dan saran membangun terhadap hasil kajian
ini.

Jakarta,

Desember 2009

Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah


di Pasar Modal

EXECUTIVE SUMMARY
Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih terbatas namun
berpotensi untuk dikembangkan baik dari sisi jumlah maupun jenis akad adalah sukuk.
Sukuk yang diterbitkan di Indonesia saat ini baru menggunakan 2 (dua) akad, yaitu akad
mudharabah dan akad ijarah. Sedangkan beberapa negara di kawasan Timur Tengah, Asia
dan Eropa, struktur penerbitan sukuk telah menggunakan akad yang lebih beragam antara
lain akad ijarah, mudharabah, musyarakah, istishna, murabahah, salam, dan hybrid sukuk.
Dalam rangka memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana
investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal, Tim melakukan kajian
terkait kemungkinan penggunaan alternatif akad dalam struktur penerbitan sukuk di
Indonesia, yaitu akad musyarakah dan akad istishna. Penentuan pemilihan kajian terhadap
akad musyarakah dan akad istishna dilatarbelakangi bahwa kedua akad tersebut telah
banyak digunakan dalam penerbitan sukuk di pasar modal internasional. Kajian ini
dilakukan dengan cara melakukan penelaahan berbagai literatur mengenai pengertian,
bentuk, karakteristik, pengaturan, pengawasan, mekanisme dan praktik penerbitan sukuk
yang telah dilakukan di beberapa negara serta kemungkinan, potensi dan penerapannya di
Indonesia.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa sukuk dapat
menggunakan berbagai macam akad sesuai dengan kebutuhan pendanaan dan karakteristik
underlying asetnya seperti akad ijarah, mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna,
salam, muzaraa, musaqa, dan mugharasa. Di Indonesia sukuk dengan menggunakan akad
musyarakah, berpotensi untuk diterapkan oleh perusahaan di berbagai sektor bidang usaha.
Sedangkan sukuk dengan menggunakan akad istishna untuk perusahaan di sektor
infrastruktur.
Hal lain yang dapat disimpulkan dari kajian ini adalah pada umumnya sukuk yang
diterbitkan di luar negeri menggunakan entitas yang bertujuan khusus atau Special
Purpose Vehicle/Company/Entity. Sebagai alternatif jika tidak menggunakan entitas yang
bertujuan khusus atau Special Purpose Vehicle/Company/Entity tersebut, sukuk dengan
menggunakan akad musyarakah dan akad istishna dapat juga diterbitkan dengan
menggunakan konsep wakalah. Dari aspek akuntansi, saat ini belum ada standar akuntansi
keuangan yang mengatur secara khusus tentang sukuk yang dikeluarkan baik oleh IAI
maupun badan internasional penyusun standar akuntansi. Praktik selama ini, penerbit
sukuk musyarakah dan istishna menggunakan perlakuan akuntansi obligasi dalam
perlakuan akuntansi sukuk.
Tim merekomendasikan perlunya dilakukan revisi Peraturan Nomor IX.A.14
tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal,
dengan menambahkan pengaturan mengenai akad musyarakah dan akad istishna.
Selanjutnya, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi mengenai hal tersebut kepada pelaku
pasar khususnya Emiten, Penjamin Emisi Efek, Wali Amanat dan Profesi Penunjang Pasar
Modal serta pelaku pasar modal lainnya yang turut terlibat dalam penerbitan sukuk. Selain
itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai entitas yang bertujuan khusus
seperti Special Purpose Vehicle/Company/Entity agar penerbitan sukuk di Indonesia
memiliki skema yang sama (compatible) dengan penerbitan sukuk di luar negeri. Dari
aspek akuntansi, perlu disusun standar akuntansi yang mengatur tentang sukuk, termasuk
sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna, sehingga dapat
memberikan pedoman yang jelas dan baku sesuai dengan karakteristik sukuk sebagai efek
syariah bagi Emiten penerbit sukuk dan investor sukuk.

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i
EXECUTIVE SUMMARY .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN. ........................................................................................................ v
BAB I

PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan Kajian .................................................................................................. 2
C. Metodologi Penelitian ...................................................................................... 2

BAB II

LANDASAN TEORI ........................................................................................... 3


A. Gambaran Umum Sukuk . .............................................................................. 3
1. Sukuk ........................................................................................................ 3
2. Sukuk Musyarakah ................................................................................... 6
3. Sukuk Istishna .......................................................................................... 8
B. Aspek Hukum Sukuk Musyarakah Dan Istishna ........................................... 11
C. Aspek Akuntansi Sukuk Musyarakah Dan Istishna ....................................... 13

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN... .............................................................. ...17


A. Praktik Sukuk Musyarakah Dan Sukuk Istishna Di Luar Negeri ............... 17
1. Sukuk Musyarakah ................................................................................. 17
2. Sukuk Istishna ........................................................................................ 27
B. Potensi Penerapan Sukuk Musyarakah Dan Sukuk Istishna Di Indonesia.... 41
1. Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah ................................................... 42
2. Skema Penerbitan Sukuk Istishna........................................................... 51
C. Aspek Hukum Dan Akuntansi Di Indonesia ................................................ 57
1. Aspek Hukum Sukuk Musyarakah dan Istishna ..................................... 57
2. Aspek Akuntansi Sukuk Musyarakah dan Istishna ................................ 64
3. Akuntansi Sukuk Musyarakah dan Istishna Dalam Praktik ................... 66

BAB IV

SIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................ 68


A. Simpulan ....................................................................................................... 68
B. Rekomendasi ................................................................................................. 69

DAFTAR KEPUSTAKAAN70
LAMPIRAN............................I
iii

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1

Skema Penerbitan Sukuk Menggunakan SPV ........................... 12

Gambar 2

Skema Penerbitan Sukuk Emirates Airlines .............................. 18

Gambar 3

Skema Penerbitan Sukuk Matang Highway ..............................

Gambar 4

Skema Penerbitan Musyarakah One Sukuk ............................... 21

Gambar 5

Skema Penerbitan Sukuk The East Cameron Gas


(Tahap Pembentukan) 24

Gambar 6

Skema Penerbitan Sukuk The East Cameron Gas


(Tahap Transaksi) ......................................................................

25

Skema Penerbitan Sukuk The East Cameron Gas


(Tahap Pembayaran Imbal Hasil dan Pelunasan) ......................

26

Gambar 7

20

Gambar 8

Skema Penerbitan Sukuk Durrat Al Bahrain . 27

Gambar 9

Skema Penerbitan Sukuk Tabreed . 30

Gambar 10

Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Tahap Istishna) .. 31

Gambar 11

Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Tahap Ijarah) .....................

32

Gambar 12

Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Tahap Kesanggupan


Pembelian saat default dan Jatuh Tempo) .................................

33

Gambar 13

Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Fitur Tambahan) ................ 34

Gambar 14

Mekanisme Penerbitan Sukuk Istishna ...................................... 36

Gambar 15

Skema Penerbitan Sukuk Istishna Penang Bridge Sdn. Bhd......

38

Gambar 16

Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL .....................................

39

Gambar 17

Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL (Tahap Pertama) .........

40

Gambar 18

Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah (Tahap Kedua) .............

40

Gambar 19

Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL (Tahap Ketiga) ............ 41

Gambar 20

Mekanisme Penerbitan Sukuk Musyarakah ..............................

45

Gambar 21

Contoh Alternatif Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah


Menggunakan SPV di Indonesia ...............................................

46
48

Gambar 22

Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah Menggunakan SPV ......

Gambar 23

Skema Penerbitan Sukuk Istishna .............................................. 55

Gambar 24

Contoh Alternatif Skema Penerbitan Sukuk Istishna


di Indonesia ................................................................................ 56

Gambar 25

Contoh Alternatif Skema Penerbitan Sukuk Menggunakan


SPV di Indonesia .......................................................................

60

Contoh Alternatif Skema Penerbitan Sukuk Menggunakan


KIK di Indonesia .......................................................................

62

Gambar 26

iv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1

Daftar Anggota Tim Kajian

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi global yang terjadi saat ini telah berdampak pada negara-negara
di kawasan Amerika dan Eropa. Hal ini menyebabkan terjadinya kesulitan likuiditas
sektor keuangan di negara-negara tersebut. Sementara itu, negara-negara Timur Tengah
sebagai penghasil minyak, saat ini masih menjadi area yang mengalami surplus
likuiditas. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi negara-negara yang menginginkan
aliran dana dari Timur Tengah masuk ke negara tersebut, termasuk Indonesia. Salah
satu cara untuk menarik minat investor dari luar negeri adalah melalui investasi pada
produk-produk syariah di pasar modal. Kegiatan pasar modal syariah dipercaya dapat
memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam industri keuangan secara umum
dan dapat menjadi salah satu pilar dalam pembangunan perekonomian negara,
termasuk Indonesia. Di satu sisi kondisi tersebut merupakan hal yang sangat
menggembirakan, namun di sisi lain menghadirkan tantangan baru berupa masih
terbatasnya produk syariah yang lebih beragam di pasar modal.
Sebagaimana diketahui saat ini produk syariah di pasar modal Indonesia masih
sangat terbatas baik dari segi jumlah maupun variasi produknya dan jenis akadnya jika
dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang konvensional, misalnya sukuk. Jika
dilihat dari sisi jumlah penerbitan dan nilai emisi, penerbitan sukuk di pasar modal
Indonesia relatif masih sangat minim jika dibandingkan dengan penerbitan obligasi.
Berdasarkan data statistik pasar modal per Desember 2009 penerbitan sukuk (obligasi
syariah korporasi), baru mencapai 41 sukuk (obliasi syariah) atau 12% dari total
penerbitan obligasi dengan total nilai emisi sebesar Rp 6,71 triliun atau 4% dari total
nilai emisi obligasi.
Demikian pula dari sisi akad yang digunakan dalam struktur penerbitan sukuk,
saat ini baru ada 2 (dua) akad, yaitu akad mudharabah dan akad ijarah. Sementara di
negara lain, telah digunakan beberapa akad seperti Musyarakah, Istishna, Murabahah,
Salam, dan Hybrid Sukuk.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan kajian terkait
kemungkinan penggunaan alternatif akad yang dapat digunakan dalam struktur
penerbitan sukuk di Indonesia yaitu akad musyarakah dan akad istishna. Hal ini

dimaksudkan agar dalam struktur penerbitan sukuk, akad yang digunakan tidak terbatas
hanya pada 2 (dua) akad yang telah ada. Selain itu, akad musyarakah dan akad istishna
telah digunakan dalam penerbitan sukuk di pasar modal internasional sehingga
diharapkan dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana
investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal yang lebih beragam.
Sejalan dengan pemikiran diatas, Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan
melakukan kajian mengenai pengembangan produk syariah di pasar modal khususnya
yang berkaitan dengan akad yang digunakan dalam struktur penerbitan sukuk yaitu
akad musyarakah dan akad istishna.
Kajian ini meliputi hal-hal antara lain sebagai berikut:
1. Pengaturan, pengawasan, mekanisme dan praktik struktur penerbitan sukuk dengan
menggunakan akad musyarakah dan akad istishna yang telah dilakukan di beberapa
negara seperti Timur Tengah, Asia Eropa dan Amerika.
2. Kemungkinan/peluang dan potensi serta kendala dan alternatifnya terkait penerapan
penerbitan sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna di
Indonesia baik yang menyangkut aspek hukum maupun akuntansi dan aspek terkait
lainnya.
B. Tujuan Kajian
Tujuan dari kegiatan kajian ini adalah:
1. Untuk memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi
investor terhadap produk syariah di pasar modal yang lebih beragam.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi regulator dalam menyusun peraturan terkait
dengan produk syariah tersebut.
C. Metodologi Penelitian
Kajian ini menggunakan metode studi kepustakaan melalui:
1. Pengumpulan data/informasi dan penelaahan materi-materi kajian mengenai sukuk
musyarakah dan sukuk istishna yang bersumber dari pencarian data dan informasi
di internet maupun penelaahan literatur-literatur yang ada, baik yang menyangkut
aspek hukum, akuntansi dan aspek terkait lainnya.
2. Diskusi dengan narasumber terkait penerbitan sukuk dengan menggunakan akad
musyarakah dan akad istishna yang menyangkut pengaturan, pengawasan,
mekanisme dan praktik yang telah dilakukan di beberapa negara

serta

kemungkinan, potensi serta kendala dan alternatif penerbitan di Indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Sukuk
1. Sukuk
a. Pengertian Sukuk
Istilah Sukuk secara terminologi merupakan merupakan bentuk jamak
dalam bahasa arab yang berasal dari kata sakk yang berarti sertifikat atau
bukti kepemilikan (www.wikipedia.or.id).
Dalam Sharia Standard No.17 tentang Investment Sukuk, Accounting and
Auditing

Organization

for

Islamic

Financial

Institutions

(AAOIFI)

mendefinisikan Sukuk sebagai berikut:


Investment Sukuk are certificates of equal value representing
undivided share in ownership of tangible assets, usufructs and
services, or (in the ownership of) the assets of particular projects or
special investment activity, however, this is true after receipt of the
value of the sukuk, the closing of subscription and the employment of
funds received for the purpose for which the sukuk were issued.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sukuk merupakan sertifikat
bernilai sama yang mewakili bagian tak terpisahkan dalam kepemilikan suatu
aset berwujud, manfaat atau jasa, atau kepemilikan dari aset suatu proyek atau
aktivitas investasi tertentu, yang terjadi setelah adanya penerimaan dana sukuk,
penutupan pemesanan dan dana yang diterima dimanfaatkan sesuai dengan
tujuan penerbitan sukuk.
Sementara itu, definisi sukuk menurut Peraturan Bapepam dan LK
Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah memberikan definisi Sukuk
sebagai berikut :
Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai
sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu (tidak terpisahkan atau
tidak terbagi (syuyu/undivided share)) atas:
a) aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
b) nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang
sudah ada maupun yang akan ada;
c) jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada

d) aset proyek tertentu (maujudat masyru muayyan); dan atau


e) kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin
khashah)
Adapun Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI)
belum menggunakan istilah sukuk dan masih menggunakan istilah obligasi
syariah. Dalam fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
DSN-MUI mendefinisikan obligasi syariah sebagai:
... suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah
yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang
mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang
Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar
kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
b. Karakteristik Sukuk
Keunggulan sukuk terletak pada strukturnya yang berdasarkan aset nyata.
Hal ini memperkecil kemungkinan terjadinya fasilitas pendanaan yang melebihi
nilai dari aset yang mendasari transaksi sukuk. Pemegang sukuk berhak atas
bagian pendapatan yang dihasilkan dari aset sukuk di samping hak dari
penjualan aset sukuk. Ciri khas lain sukuk adalah, jika sertifikat tersebut
mencerminkan kewajiban kepada pemegangnya, maka sertifikat tersebut tidak
dapat diperjualbelikan pada pasar sekunder sehingga menjadi instrumen jangka
panjang yang dimiliki hingga jatuh tempo atau dijual pada nilai nominal.
Perbedaan sukuk dengan obligasi dan saham adalah sebagai berikut:
Deskripsi
Prinsip Dasar

Klaim

Penggunaan
Dana
Jenis
Penghasilan

Sukuk

Obligasi

Saham

Bukan merupakan
surat utang,
melainkan
kepemilikan
bersama atas suatu
aset/proyek
Klaim kepemilikan
didasarkan pada
asset/proyek yang
spesifik
Harus digunakan
untuk kegiatan
usaha yang halal
Imbalan, bagi hasil,
margin, capital gain

Surat pernyataan
utang dari issuer

Kepemilikan
saham dalam
perusahaan

Emiten
menyatakan
sebagai pihak
peminjam
Dapat digunakan
untuk apa saja

Menyatakan
kepemilikan
terhadap
perusahaan
Dapat digunakan
untuk apa saja

Bunga/kupon,
capital gain

Dividen / capital
gain

Underlying
Asset
Syariah
Endorsement

Perlu

Tidak Perlu

Tidak Perlu

Perlu

Tidak Perlu

Tidak Perlu

c. Jenis Sukuk
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang
Investment Sukuk, terdiri dari :
1) Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
2) Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe :
Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat
kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas
jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
3) Sertifikat salam.
4) Sertifikat istishna.
5) Sertifikat murabahah.
6) Sertifikat musyarakah.
7) Sertifikat muzaraa.
8) Sertifikat musaqa.
9) Sertifikat mugharasa.
Sementara itu Academy for International Modern Studies (AIMS)
mengklasifikasikan jenis sukuk sebagai berikut:
1) Sukuk mudharabah
2) Sukuk musyarakah
3) Sukuk ijarah
4) Sukuk murabahah
5) Sukuk salam
6) Sukuk istishna
7) Sukuk hybrid
Di samping itu, AIMS juga membagi sukuk menjadi empat kelompok
berdasarkan aset atau proyek yang menjadi dasar transaksinya, sebagai berikut:
1) Sukuk yang mewakili kepemilikan pada aset berwujud (sebagian besar
berupa transaksi sale and lease back atau direct lease);

2) Sukuk yang mewakili kemanfaatan atau jasa (mendasarkan pada transaksi


sub lease atau penjualan jasa/sale of service);
3) Sukuk yang mewakili bagian ekuitas dalam usaha atau portofolio investasi
tertentu (berdasarkan akad musyarakah atau mudharabah);
4) Sukuk yang mewakili piutang atau barang yang diterima di masa depan
(berdasarkan murabahah, salam, atau istishna).
Atas dasar proyek atau aset yang mendasarinya tersebut di atas, sukuk
dapat juga dikelompokkan menjadi dua yaitu sukuk yang dapat diperdagangkan
dan sukuk yang tidak dapat diperdagangkan. Sukuk yang dapat diperdagangkan
(tradable sukuk) adalah sukuk yang mewakili aset berwujud atau porsi
kepemilikan dari usaha atau portofolio investasi tertentu. Contohnya : sukuk
ijarah, sukuk mudharabah, atau sukuk musyarakah. Sementara sukuk yang
mewakili

piutang

dalam

bentuk

uang

maupun

barang

tidak

dapat

diperdagangkan (non-tradable sukuk). Contohnya : sukuk salam, sukuk istishna,


atau sukuk murabahah.
Di Indonesia, fatwa DSN MUI baru mengatur beberapa jenis Obligasi
Syariah yaitu Obligasi Syariah Mudharabah (fatwa Nomor 33/DSNMUI/IX/2002), Obligasi Syariah Ijarah (fatwa Nomor 41/DSN-MUI/III/2004)
dan Obligasi Syariah Mudharabah Konversi (fatwa Nomor 59/DSNMUI/V/2007). Jenis-jenis sukuk yang dimungkinkan untuk diterbitkan
berdasarkan Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad
yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal adalah sukuk
Mudharabah dan sukuk Ijarah.
2. Sukuk Musyarakah
a. Pengertian Sukuk Musyarakah
Berdasarkan pendapat M. Taqi Usmani dalam bukunya An introduction to
Islamic Finance dinyatakan bahwa musyarakah merupakan suatu kata dalam
bahasa Arab yang berarti membagi (sharing). Dalam

kontek bisnis dan

perdagangan sharing berarti suatu usaha bersama di mana semua partner


membagi keuntungan dan kerugian dari perusahaan patungan tersebut.
Berdasarkan AAOIFI dijelaskan bahwa musyarakah yang dikenal saat ini
merupakan contractual partnership atau sering disebut sebagai sharika al-aqd
(AAOIFI

Sharia Standard No. 12). Sharika al-aqd berarti suatu perjanjian

antara dua atau lebih pihak untuk menggabungkan aset, tenaga kerja atau
kewajiban-kewajibannya untuk tujuan memperoleh keuntungan.
Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, sukuk yang diterbitkan
berdasarkan akad musyarakah memiliki ciri-ciri sebagaimana dijelaskan oleh M.
Taqi Usmani.
Di samping itu, definisi sukuk Musyarakah dari beberapa sumber adalah
sebagai berikut:
1) Berdasarkan UU No 19 tahun 2008 tentang SBSN, sukuk dapat diterbitkan
berdasarkan

akad

musyarakah,

yang

dalam

pasal

musyarakah

didefinisikan sebagai berikut:


akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan
modal, baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya, dengan tujuan
memperoleh keuntungan, yang akan dibagikan sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian yang timbul
akan ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal
masing-masing pihak.
2) Menurut Securities Commission Malaysia (guidelines on the offering of
islamic securities), sukuk dapat diterbitkan berdasarkan akad musyarakah,
yang didefinisikan sebagai suatu perjanjian persekutuan (partnership) antara
dua pihak atau lebih untuk membiayai usaha patungan (business venture) di
mana semua pihak memberikan kontribusi modal baik dalam bentuk kas
maupun barang untuk membiayai bisnis tersebut. Dengan ketentuan setiap
keuntungan dari usaha tersebut akan didistribusikan dibagikan berdasarkan
rasio pembagian keuntungan yang telah disepakati di awal dan setiap
kerugian akan dibebankan kepada para pihak berdasarkan partisipasi
ekuitasnya.
3) Menurut AAOIFI:
These are certificates of equal value issued with the aim of using the
mobilized funds for establishing a new project, developing an existing
project or financing a business activity on the basis of any partnership
contracts so that the certificate holders become the owners of the
project or assets of the activity as per their respective shares, with the
Musharaka certificates being managed on the basis of participation or
Mudaraba or an investment agency
Menurut definisi di atas, sukuk musyarakah yaitu sertifikat yang
menyatakan nilai yang sama yang diterbitkan untuk membiayai proyek baru,

mengembangkan proyek yang sudah ada atau membiayai suatu aktifitas


bisnis berdasarkan kontrak kerjasama sehingga pemegang sertifikat
merupakan pemilik proyek atau aset dari kegiatan tersebut sesuai dengan
saham mereka masing-masing, dengan sertifikat musyarakah yang dikelola
berdasarkan partisipasi atau mudharabah atau suatu agen investasi.
b. Karakteristik Sukuk Musyarakah
Sesuai dengan definisinya, maka salah satu karakteristik sukuk
musyarakah terkait konsep pembagian keuntungan dan kerugian adalah setiap
keuntungan

yang

diperoleh

dari

kegiatan

usaha

musyarakah

akan

didistribusikan kepada setiap pihak yang berserikat sesuai dengan rasio


keuntungan (nisbah) yang telah disepakati sebelumnya, begitu juga apabila
terjadi kerugian maka akan ditanggung bersama oleh para pihak sesuai dengan
kontribusi modal masing-masing. Hal ini menunjukkan adanya unsur keadilan
diantara para pihak yang berserikat dalam usaha musyarakah. Konsep tersebut
sering dikenal sebagai profit and loss sharing.
Karakteristik tersebut sejalan dengan kegiatan investasi di mana masih
terdapat hal-hal yang belum dapat diprediksikan antara lain berapa keuntungan
yang akan diperoleh. Hal ini dapat dikatakan bahwa Sukuk musyarakah
merupakan salah satu bentuk pembiayaan syariah yang dalam strukturnya
terkandung dengan jelas konsep syariah yaitu untung muncul bersama risiko (al
ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi
dhaman).
3. Sukuk Istishna
Pemesanan barang menurut mayoritas ulama termasuk salah satu aplikasi jual
beli as-Salm. Sehingga berlaku baginya seluruh syarat-syarat jual beli as-Salm yang
telah disinggung sebelumnya. Kemungkinan yang terpenting dan terkuat di
antaranya adalah harus didahulukan pembayaran, mengetahui barang yang akan
diserahterimakan nanti baik jenis, ukuran maupun waktu penyerahannya. Menurut
kalangan Hanafiyah pemesanan adalah perjanjian tersendiri yang memiliki hukumhukum tersendiri pula. Mereka berbeda pendapat, apakah bentuk ini merupakan
perjanjian atau transaksi biasa. Yang benar menurut mereka bahwa pemesanan
adalah perjanjian di mana pembelinya memiliki hak pilih, bukan semacam
perjanjian

(yang

harus

ditepati).

Sandaran

kalangan

Hanafiyah

tentang

disyariatkannya pemesanan barang itu adalah berdasarkan konsep istihsan. Istihsan


menurut mereka adalah beralihnya seorang mujtahid dari satu hukum dalam satu
perkara yang status hukumnya sama dengan perkara sejenis karena alasan yang
lebih kuat yang mengharuskan ia meninggalkan pendapat pertama. Sedangkan
konsekuensi qiyas pada perjanjian ini menetapkan tidak dibolehkannya sistem
pemesanan karena sama dengan menjual barang yang tidak/belum ada, namun tidak
mengikuti cara jual beli as-Salm. Padahal Nabi telah melarang menjual sesuatu
yang tidak dimiliki, namun jual beli as-Salm masuk dalam pengecualian. Namun
perjanjian ini pada akhirnya dibolehkan karena terbiasanya umat manusia
melakukan jual beli itu tanpa ada ulama yang menyalahkannya di berbagai tempat
dan di segala masa, karena umat amat membutuhkannya. Karena terkadang
seseorang membutuhnya barang dengan kriteria dan bentuk special, baik itu
perhiasan, sepatu, perkakas rumah tangga dan sejenisnya. Jarang sekali secara
kebetulan kriteria tersebut sudah diproduksi, sehingga membutuhkan pemesanan,
sehingga adanya kebutuhan itu menyebabkan cara ini dibolehkan. Kalangan
Hanafiyah menetapkan syarat dibolehkannya peme-sanan itu beberapa persyaratan
khusus berikut, selain persyaratan jual beli secara umum: Penjelasan tentang jenis
pesanan, macam, ukuran dan kriterianya. Barang pesanan harus merupakan barang
yang menurut kebiasaan sudah biasa dipesan, seperti memesan bejana, sepatu,
senjata dan sejenisnya. Karena dikecualikannya pemesanan ini dari menjual barang
yang tidak ada adalah karena keterbiasaan masyarakat melakukan pemesanan
tersebut. Selama masyarakat tidak terbiasa melakukan pemesanan barang tertentu,
hukumnya kembali kepada asalnya, yakni dilarang. Karena kebiasaan masyarakat
menjadi dalil dan hujjah akan kebutuhan. Tidak boleh ada penanggalan waktu.
Kalau pemesanan itu dengan penanggalan waktu, menjadi jual beli as-salm
menurut Abu Hanifah, sehingga harus memenuhi persyaratan jual beli tersebut,
seperti pembayaran dimuka, tidak adanya hak pilih bagi masing-masing pihak,
kalau penjual telah menyerahkan barang pesanan sesuai dengan kriterianya.
Selanjutnya,

menurut Abu Yusuf dan Muhammad persyaratan ini tidak

diberlakukan, pokoknya hanya pemesanan saja.

a. Pengertian Sukuk Istishna


1) Berdasarkan UU No 19 tahun 2008 tentang SBSN, sukuk dapat diterbitkan
berdasarkan akad istishna, yang dalam pasal 1 Istishna didefinisikan sebagai
berikut:
Istishna adalah akad jual beli aset berupa obyek pembiayaan antara para
pihak di mana spesifikasi, cara dan jangka waktu penyerahan, serta harga
aset tersebut ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak
2) Berdasarkan terminologi ilmu fiqih menurut Prof. Dr. Abdullah al Mushlih
dan Shalah ash shawi, istishna berarti perjanjian jual beli berdasarkan
pemesanan terhadap barang jualan yang berada dalam kepemilikan penjual
dengan syarat dibuatkan oleh penjual, atau pemesan dengan cara khusus
sementara bahan bakunya dari pihak penjual.
3) Menurut AAOIFI:
These are certificates of equal value issued with the aim of mobilising
funds to be employed for the production of goods so that the goods
produced come to be owned by the certificate holders.
Dari definisi di atas, sukuk Istishna adalah sertifikat yang menyatakan nilai
yang sama yang diterbitkan dengan tujuan untuk mendanai pembuatan suatu
produk sehingga produk tersebut menjadi milik pemegang sertifikat.

b. Karakteristik Sukuk Istishna


Pemesanan menurut mayoritas pendapat ulama hukumnya adalah seperti
jual beli as-Salm, dilihat dari syarat-syarat atau komitmen dari perjanjian.
Adapun pendapat Abu Hanifah dan Muhammad adalah sebagai berikut: 1.
Pemesanan adalah perjanjian non permanen sebelum kepentingan kedua belah
pihak (pemesan dan pembuat) terlaksana, tanpa perlu diperselisihkan. Jadi
masing-masing di antara kedua belah pihak mempunyai hak pilih untuk
membatalkan perjanjian sebelum itu. 2. Kalaupun pihak pembuat telah selesai
mengerjakan barang pesanan, ia tetap memiliki hak pilih sebelum hasil
buatannya itu dilihat oleh pemesan. Bahkan ia boleh menjualnya kepada siapa
saja yang dia kehendaki. 3. Namun jika pihak pembuat telah berhasil
membuatkan pesanan sesuai dengan kriteria yang diminta lalu pihak pemesan
melihatnya, pihak pembuat sudah tidak memiliki pilihan lain. Hak pilih tinggal

10

dimiliki oleh pihak pemesan. Dalam hal pihak pemesan setuju, pihak pemesan
bisa membelinya, dan kalau tidak, pihak pemesan bisa membatalkannya.
Karena kedudukannya seperti menjual barang yang tidak tampak.
Menurut Abu Yusuf dalam pemesanan sama sekali tidak ada hak pilih.
Karena pemesanan itu adalah menjual barang yang tidak hadir namun dalam
kepemilikan, seperti jual beli as-salm.

B. Aspek Hukum Sukuk Musyarakah dan Istishna


Salah satu aspek hukum yang perlu mendapat perhatian dalam praktik penerbitan
sukuk musyarakah dan sukuk istishna adalah struktur dan skema yang menggunakan
Special Purpose Vehicle/Entity (SPV/E) sebagai pihak penerbit. Di luar negeri, praktik
penerbitan sukuk tersebut sering kali dilakukan oleh entitas yang dibentuk khusus
untuk tujuan penerbitan sukuk yang dikenal dengan sebutan SPV/E atau lembaga
trustee. Sistem hukum di Indonesia lebih memungkinkan diterapkannya penggunaan
SPV.
SPV merupakan badan hukum yang memiliki tujuan, pekerjaan tertentu dan
bersifat sementara. Oleh karena itu kewenangan SPV terbatas pada hal-hal yang
diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu tersebut dan jangka waktunya akan berakhir
ketika tujuan tersebut telah tercapai. Umumnya, SPV digunakan perusahaan untuk
mengisolasi perusahaanya dari risiko keuangan atas suatu proyek. SPV dapat dimiliki
oleh satu atau lebih pihak meskipun beberapa yurisdiksi mensyaratkan adanya
pembatasan kepemilikan untuk setiap pihak. SPV diberikan kemampuan untuk
menerima peralihan, memiliki, dan mengalihkan aset.
SPV pada umumnya dikenal di negara-negara dengan tradisi hukum Eropa
Kontinental, hal ini karena dalam negara dengan tradisi hukum Eropa Kontinental tidak
memungkinkan terjadinya pembentukan Trustee. Trustee dibentuk atas dasar adanya
penyerahan kepemilikian atau manfaat atas suatu aset dari settlor (pihak yang
menyerahkan aset) kepada trustee melalui kuasa mutlak. Hal ini mengakibatkan
kekayaan tersebut dikuasai dan dikelola oleh trustee dan aset tersebut tidak dapat
ditarik kembali oleh settlor. Harta kekayaan (asset) yang diletakkan dalam Trusts
menjadi harta yang terpisah dari harta kekayaan Trustee. Kepailitan Trustee tidak
menjadikan aset yang berada dalam Trusts menjadi harta atau budel pailit Trustee.

11

Dengan tidak dikenalnya konsep trustee sebagaimana tersebut diatas, maka untuk
mengeluarkan hak milik dari pemilikan Settlor dalam proses pengalihan asset
diperlukan suatu lembaga independen (SPV) yang menerima pengalihan aset-aset dari
settlor yang kemudian menjadi pemilik sah dari aset-aset tersebut.
Berbeda dengan status dalam Trusts, pembelian atau pengalihan harta kekayaan
(asset) dari settlor kepada SPV akan menjadikan harta kekayaan tersebut sebagai harta
kekayaan SPV. Oleh karena harta kekayaan tersebut menjadi harta kekayaan SPV,
maka kepailitan SPV mengakibatkan harta kekayaan tersebut menjadi objek budel
pailit. Hal ini menjadi masalah mengingat SPV sering digunakan dalam penerbitan
surat berharga di mana adanya peralihan kekayaan dari settlor kepada SPV. Oleh
karena itu, agar Investor pembeli surat berharga (termasuk Sukuk) merasa aman
dengan asset atau harta kekayaan yang menjadi dasar atau jaminan penerbitan surat
berharga (sukuk) tersebut, maka SPV haruslah menjadi lembaga yang sulit untuk
dipailitkan atau jika mungkin merupakan lembaga yang tidak dapat dipailitkan
(bankruptcy remote).
Berikut adalah mekanisme penggalangan dana investor dengan menggunakan
konsep SPV:

Menerbitkan
Global Note

True Sale
Originator

SPV

Aset sbg
Jaminan

Indenture Trustee

Trustee bagi
(Perwakilan)

Investor
Gambar 1 : Skema Penerbitan Sukuk Menggunakan SPV
Mekanisme penerbitan surat berharga dengan skema di atas didahului
penjualan oleh originator dengan prinsip jual putus kepada SPV. Hal ini berarti
terjadi pengalihan atau pemindahan hak milik atas harta kekayaan tersebut kepada

12

SPV, sehingga harta kekayaan ini dengan penjualan tersebut akan berada di luar
harta kepailitan Originator apabila Originator dinyatakan pailit.
Kemudian setelah adanya peralihan harta kekayaan tersebut, SPV akan
menerbitkan surat berharga dan menjualnya kepada investor serta wajib
menyerahkan penyimpanan dan pemeliharaannya kepada Indenture Trustee yang
mewakili kepentingan seluruh Investor. Dengan demikian berarti masing-masing
Investor hanya mewakili bagian yang ekuivalen dengan penyertaan mereka dalam
surat berharga yang disimpan, dan dipelihara oleh Indenture Trustee, bersama-sama
dengan seluruh harta kekayaan yang menjadi dasar penjaminan pemenuhan
kewajiban yang lahir dari penerbitan Surat berharga tersebut. Jadi dengan demikian
SPV hanya memiliki satu orang kreditor saja, yang dalam hal ini diwakili oleh
Indenture Trustee, yang merupakan pemegang kuasa dari seluruh Investor
pemegang sukuk yang dipelihara oleh Indenture Trustee (untuk kepentingan
seluruh Investor atau menurut syarat-syarat Perjanjian Perwaliamanatan
(Indenture Trusts Agreement).

C. Aspek Akuntansi Sukuk Musyarakah dan Istishna


Sampai dengan saat ini, belum terdapat standar akuntansi yang mengatur secara
khusus mengenai sukuk baik di dalam negeri maupun di luar negeri meskipun telah
banyak sukuk yang diterbitkan. Namun demikian, standar akuntansi mengenai
musyarakah dan istishna telah diatur antara lain oleh AAOIFI dalam accounting
standar AAOIFI dan oleh Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK (Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan). Berikut akan dibahas standar akuntansi mengenai musyarakah
dan istishna berdasarkan AAOIFI dan PSAK.
1.

Akuntansi Transaksi Musyarakah dan Istishna menurut AAOIFI


Perlakuan akuntansi dan pengungkapan transaksi musyarakah diatur dalam
AAOIFI Financial Accounting Standards (FAS) No. 4 Musharaka Financing.
Standar tersebut mengatur pembiayaan musyarakah dalam lembaga keuangan
syariah. Modal yang ditanamkan dalam transaksi tersebut dicatat pada akun
musharakah financing.
Sedangkan untuk transaksi istishna diatur FAS No. 10 Istishnaa and
Parallel Istishnaa. Standar tersebut mengatur perlakuan akuntansi untuk
kontrak istishna dan istishna paralel untuk lembaga keuangan syariah.

13

Perlakuan tersebut mengatur tentang pengakuan, pengukuran biaya dan


pendapatan, serta penyajian dan pengungkapan dalam laporan keuangan
lembaga keuangan syariah. Pengungkapan yang diperlukan dalam standar
tersebut mengacu pada FAS No. 1: General Presentation and Disclosure in the
Financial Statements of Islamic Banks and Financial Institutions.
Sementara itu dari sisi investor, perlakuan akuntansi diatur dalam FAS No.
17 tentang Investments. Dalam FAS tersebut diatur tentang investasi yang
dilakukan entitas baik dalam bentuk investasi langsung, investasi portofolio,
sukuk, saham, maupun real estat bagi investor. Investasi tersebut diakui pada
saat tanggal akuisisi dan diukur at cost. Khusus untuk Investasi dengan tujuan
untuk diperdagangkan dan tersedia untuk dijual, pada akhir periode laporan
keuangan diukur kembali dengan nilai wajar (fair value).
2.

Akuntansi Transaksi Musyarakah dan Istishna dalam PSAK


Akuntansi untuk transaksi musyarakah diatur dalam PSAK No. 106 tentang
Akuntansi Musyarakah. PSAK tersebut mengatur mengenai pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi musyarakah oleh entitas
yang melakukan transaksi musyarakah, baik yang bertindak sebagai mitra aktif
maupun mitra pasif. Namun demikian, PSAK tersebut tidak memberikan
ketentuan mengenai perlakuan akuntansi atas sukuk yang diterbitkan dengan
menggunakan akad musyarakah.
Keuntungan usaha musyarakah dibagi antara para mitra secara proporsional
sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset non-kas) atau
sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan kerugian dibebankan
secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun
aset non-kas).
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi
tidak terbatas pada:
a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah seperti porsi dana, pembagian hasil
usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain;
b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif;
c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK No. 101 tentang Penyajian
Laporan Keuangan Syariah

14

Adapun akuntansi transaksi istishna diatur dalam PSAK No. 104 tentang
Akuntansi Istishna. Standar tersebut bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi Istishna. PSAK tersebut
diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang
melakukan transaksi Istishna, baik sebagai penjual maupun pembeli. Pernyataan
ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk)
yang menggunakan akad istishna.
Dalam PSAK 104 dinyatakan bahwa entitas dapat bertindak sebagai
pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna. Jika entitas bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau kontraktor) untuk
membuat barang pesanan juga dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna
paralel. Istishna paralel ini dapat dilakukan dengan syarat akad pertama antara
entitas dan pembeli akhir tidak bergantung (muallaq) dari akad kedua, antara
entitas dan pihak lain.
Bagi penjual, pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode
persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses
pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli. Jika metode
persentase penyelesaian digunakan, maka:
a. bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan
dalam periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna pada periode yang
bersangkutan
b. bagian margin keuntungan istishna yang diakui selama periode pelaporan
ditambahkan kepada aset istishna dalam penyelesaian
c. pada akhir periode harga pokok istishna diakui sebesar biaya istishna yang
telah dikeluarkan samapai dengan periode tersebut.
Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya
tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka
digunakan metode akada selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak ada pendapatan istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut
selesai
b. tidak ada harga pokok istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut
selesai

15

c. tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna dalam penyelesaian
sampai dengan pekerjaan tersebut selesai
d.

pengakuan pendapatan istishna, harga pokok istishna dan keuntungan hanya


dilakukan pada saat penyelesaian pekerjaan.
Bagi pembeli, pembeli akan mengakui aset istishna dalam penyelesaian

sebesar jumlah termin yang ditagiholeh penjual dan sekligus mengakui utang
istishna kepada penjual. Jika barang pesanan terlambat diserahkan oleh penjual
dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari
garansi penyelsaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut
melebihi garansi, mka selisihnya akan diakui sebgai piutang jatuh tempo kepada
penjual.
Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan
spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah
dibayarkan kepada penjual, mka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui
sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual. Jika pembeli menerima barang
pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi maka barang pesanan tersebut dikur
dengan nilai yang lebih rendah anatara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih
yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam istishna paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan
karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan
diukur dengan nilai yang lebih rendah anatar nilai wajar dan harga pokok istishna.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam neraca penjual, piutang istishna yang berasal dari transaksi istishna
disajikan sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir, sedangkan
termin istishna yang bersal dari transaksi istishna disajikan sebesar jumlah
tagihan termin penjual kepada pembeli akhir. Di sisi lain, dalam neraca pembeli,
utang istishna disajikan sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum
dilunasi dan aset istishna dalam penyelesaian disajikan sebesar persentase
penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir jika istishna
paralel atau kapitalisasi biaya perolehan jika istishna.

16

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Praktik Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna di Luar Negeri
1. Sukuk Musyarakah
Sebagai bahan referensi dalam rangka penerbitan sukuk musyarakah di
Indonesia, berikut ini diuraikan beberapa struktur penerbitan sukuk musyarakah di
luar negeri antara lain di negara-negara kawasan Timur Tengah, Asia Tenggara dan
Amerika.
a. Timur Tengah
Salah satu praktek penerbitan Sukuk Musyarakah di kawasan Timur
Tengah adalah di Uni Emirat Arab yaitu Sukuk Emirates Airlines yang
diterbitkan pada bulan Juni tahun 2005, dengan jumlah emisi US$550.000.000
dan memiliki tenor 7 tahun. Sukuk tersebut memberikan tingkat return sebesar
0,75% + LIBOR (London Interbank Offered Rate) yang dibayar setiap bulan.
Lead manager dalam penerbitan sukuk ini adalah Dubai Islamic Bank yang
bekerjasama dengan Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC),
Standard Chartered Bank, National Bank of Abu Dhabi, Gulf International
Bank BSC dan Union Bank of Switzerland (UBS). Sukuk ini dicatatkan di
Bursa Efek Luxembourg dan merupakan Sukuk pertama yang diterbitkan oleh
sebuah perusahaan penerbangan serta mengalami oversubscribed sekitar 50%
hingga mencapai US$824.000.000.

17

Berikut skema penerbitan sukuk Emirates Airlines:

Gambar 2 : Skema Penerbitan Sukuk Emirates Airlines

Struktur sukuk di atas berdasarkan akad musyarakah-ijarah. Pada skema


di atas dapat dijelaskan tahap-tahap transaksi akad musyarakah sebagai berikut:
1) Dilakukan perjanjian musyarakah antara Wings FZCO dengan Emirates di
mana Wings FZCO (SPV) menyetorkan modal dalam bentuk uang sebesar
USD 550 juta dan Emirates menyetorkan modal dalam bentuk sebidang
tanah senilai USD 100 juta untuk tujuan pembangunan fasilitas kantor pusat
Emirates Airlines.
2) Untuk pemenuhan setoran modal tersebut Wings FZCO menerbitkan Sukuk
Musyarakah kepada Investor.
3) Usaha musyarakah yang dilakukan adalah menjual sebagian unit bangunan
serta menyewakan sebagian unit bangunan lainnya kepada pihak-pihak
dalam Emirates group.
4) Keuntungan musyarakah kemudian dibagikan berdasarkan porsi yang
disepakati kepada Wings FZCO dan Emirates sebagai pihak yang

18

bermusyarakah. Bagian keuntungan Wings FZCO kemudian didistribusikan


kepada investor pemegang sukuk.
5) Tenor sukuk sesuai dengan jangka waktu kesepakatan musyarakah. Pada
saat kesepakatan musyarakah berakhir, maka setoran modal masing masing
pihak musyarakah (Wings FZCO dan Emirates) akan dikembalikan.
Pengembalian modal yang diperoleh Wings FZCO akan didistribusikan
kepada investor pemegang sukuk.
b. Asia Tenggara (Malaysia)
Pada saat ini struktur Sukuk dengan akad Musyarakah merupakan pilihan
utama bagi penerbit sukuk di Malaysia. Berdasarkan Securities Commission
Annual Report 2006 terlihat bahwa penerbitan sukuk di Malaysia 70%
menggunakan akad musyarakah. Sedangkan sampai dengan tahun 2004 belum
satupun penerbit sukuk di Malaysia menggunakan akad musyarakah. Struktur
sukuk yang menggunakan akad musyarakah di Malaysia diterbitkan untuk
membiayai proyek di sektor jasa dan sektor riil di negara tersebut. Berikut
beberapa contoh struktur sukuk di Malaysia yang menggunakan akad
musyarakah.
1) Sukuk Matang Highway
Sukuk Matang Highway diterbitkan untuk membiayai pembangunan
jalan tol. Berikut skema yang digunakan dalam penerbitan sukuk tersebut:

19

Gambar 3 : Skema Penerbitan Sukuk Matang Highway

Berdasarkan hasil analisis atas Sukuk Matang Highway, dapat


dijelaskan bahwa pada dasarnya skema sukuk ini dapat dibagi menjadi 3
(tiga) tahapan yaitu tahap pertama (tahap musyarakah venture), tahap kedua
(tahap mudharabah venture), dan tahap ketiga (tahap bagi hasil), yaitu:
1. Tahap musyarakah venture
Para investor melakukan syirkah dengan Matang yang bertindak sebagai
SPV penerbit yang kepemilikan sahamnya dimiliki 100% oleh Zecon.
Selanjutnya, Matang melakukan penerbitan Sukuk Musyarakah sebesar
RM 70 juta dengan jangka waktu 3 tahun kepada para investor.
2. Tahap mudharabah venture
Pada tahap ini Matang bertindak sebagai agen atau wakil dari investor
untuk melakukan akad mudharabah dengan Zecon. Matang bertindak
sebagai rabbul mal menyerahkan dana tersebut kepada Zecon yang
bertindak sebagai mudharib. Dana yang diperoleh dari penerbitan sukuk
tersebut digunakan untuk membiayai kembali utang Zecon dan modal
kerja berdasarkan kontrak yang diberikan JKR Sarawak kepada Zecon
20

untuk mendesain dan membangun jalan tol antara kota Kuching dan
Sarawak atas perintah FAC (Federal Administrative Centre).
3. Tahap bagi hasil
Pada tahap ini Matang sebagai wakil dari para investor dan sebagai
rabbul mal dalam tahap mudharabah venture akan memperoleh bagi
hasil atas proyek jalan tol tersebut. Selanjutnya, dana tersebut akan
digunakan sebagai imbal hasil kepada investor (pemegang sukuk
Musyarakah) berdasarkan designed account yang telah disepakati di
muka. Matang memberikan keuntungan dari proyek yang dilakukan
dalam skema Mudarabah venture dan membayarkan kembali setoran
modal pemegang Sukuk.
2) Musyarakah One Sukuk

Gambar 4 : Skema
Penerbitan Sukuk Musyarakah One

Gambar 4 : Skema Penerbitan Musyarakah One Sukuk


Penerbitan sukuk ini mempunyai nilai nominal sebesar RM 2.5 Juta
dengan jangka waktu 5 tahun. Berdasarkan program sukuk musyarakah,
piutang pemerintah Malaysia yang dihasilkan dari kontrak pengadaan Time
Systems Integrators (TSI) yang dijual kepada Musyarakah One melalui
perjanjian yang legal dan mutlak, serta berbasis periodik. Sedangkan
investor sukuk musyarakah merupakan pemilik manfaat dari piutang

21

tersebut. Dalam struktur ini syirkah dilakukan di antara investor sebagai


pemegang sukuk.
Tahap-tahap transaksi dan aliran dana pada struktur sukuk dengan
akad musyarakah Musyarakah One
1. Tahap pembentukan SPV Musyarakah One.
Pada tahap ini TSI membuat Musyarakah One sebagai wahana untuk
menerbitkan sukuk kepada para investor. Dengan terbentuknya SPV
tersebut, TSI akan melakukan penjualan kepada Musyarakah One atas
piutang atau tagihan pembayaran kepada pemerintah atas penyediaan
jasa dan perlengkapan kegiatan belajar mengajar berupa komputer.
2. Tahap Akad atau perjanjian musyarakah di antara para investor dan
akad wakalah antara investor dan Musyarakah One.
Para investor melakukan syirkah atau kerja sama dalam rangka
pengumpulan dana musyarakah.

Berdasarkan musyarakah

yang

dilakukan oleh para investor, Musyarakah One menerbitkan sukuk


dengan akad musyarakah kepada para investor. Pada saat bersamaan,
investor melakukan akad wakalah dengan Musyarakah One, yang
menyatakan bahwa investor memberikan kuasa kepada Musyarakah
One untuk membeli piutang atau tagihan kepada pemerintah atas
penyediaan jasa dan perlengkapan kegiatan belajar mengajar tersebut.
3. Tahap aliran dana.
Pertama kali Musyarakah One akan memperoleh dana segar dari para
investor melalui penerbitan sukuk musyarakah. Dana

tersebut akan

digunakan untuk membeli tagihan atau piutang atas penyediaan jasa dan
perlengkapan kegiatan belajar mengajar yang dimiliki oleh TSI secara
tunai. Nilai transaksi pembelian tagihan tersebut biasanya lebih kecil
dari nilai tagihan sebenarnya TSI kepada pemerintah (discount).
Sehubungan dengan hal tersebut, tagihan tersebut akan menjadi milik
Musyarakah One. Hal ini mengandung arti bahwa Musyarakah One
mempunyai tagihan langsung kepada pemerintah yang pada gilirannya dana
tersebut akan digunakan sebagai pembayaran ( berupa profit dan nilai pokok
sukuk) kepada para pemegang sukuk.

22

c. Amerika Serikat
The East Cameron Gas Sukuk merupakan sukuk yang diterbitkan oleh
sebuah Special Purpose Vehicle (SPV) yang berkedudukan di Cayman Island
dengan menggunakan akad musyarakah antara SPV penerbit (Issuer SPV) dan
East Cameron Gas Partner (ECP). Penerbitan Sukuk ini diatur, dikelola, dan
diadministrasikan oleh Bemo Securitization Company Sal (BSEC) yang
berkedudukan di Lebanon. Sebagai tambahan, sukuk ini diterbitkan oleh ECP
sebagai upaya untuk membayar kembali utangnya kepada Macquarie Bank of
Australia sebesar US$45 M. Hal ini dilakukan karena pembiayaan melalui bank
tersebut dinilai sangat mahal karena sebagai bagian dari skema pembiayaan
utang tersebut, Macquarie mengambil bagian 50% dari ekuitas ECP.
Penerbitan sukuk ini dilakukan oleh East Cameron Gas Company dengan
nilai nominal sebanyak-banyaknya US$165.67M dengan jangka waktu 13 tahun
dari waktu penerbitan Juli 2006, pemeringkatan dilakukan oleh Standard and
Poors (S&P) dengan peringkat CCC+, pembayaran periodik dilakukan
kuartalan dan didasarkan pada volume produksi yang dihasilkan, dan imbalan
yang diberikan adalah 11,25%. Sukuk ini diterbitkan berdasarkan hukum yang
berlaku di Amerika Serikat.
Transaksi ini melibatkan sekuritisasi penjualan hydrocarbon dari blok
EC71/72 di mana ECP mempunyai 100% hak sewa pada EC72 dan 100%
kepentingan pengoperasian dalam porsi tertentu dari blok E71 dan ECP
memegang 100% kepentingan penggunaan (working interest) pada kedua blok
dimaksud.
Sukuk yang diterbitkan merupakan musyarakah antara dua pihak yaitu
ECP dan Issuer SPV. Transaksi ini didasarkan pada akuisisi dari aset fisik. SPV
Pembeli (Purchaser SPV) melakukan pembelian sebuah aset fisik pada basis
true sale (jual putus). Perjanjian pembiayaan yang menghubungkan Issuer SPV
kepada Purchaser SPV (Louisiana Offshore Holdings) adalah instrumen sesuai
dengan shariah pada (i) perwujudan kontribusi Issuer SPV sebagai Musharek
dan (ii) memberikan Issuer SPV risiko tertentu dan profil reward yang
selanjutnya dialihkan ke pemegang sukuk. Sukuk ini telah memperoleh
pernyataan kesesuaian syariah berdasarkan fatwa Sheikh Youssef Delorenzo
and by Sheikh Nizam Yacoubi.
23

Struktur sukuk dengan akad musyarakah East Cameroon Gas secara garis
besar dapat dibagi menjadi 2 tahapan yaitu tahap pertama (pembentukan
musyarakah) dan tahap kedua (aliran dana)
1. Tahap pertama (Tahap Pembentukan Musyarakah)

Gambar 5 : Skema Penerbitan Sukuk musyarakah The East Cameron Gas


(Tahap Pembentukan)
Pada tahap pertama, musyarakah dilakukan antara ECP dengan East Cameron
Gas Company (Issuer SPV) di mana ECP memberikan kontribusi berupa hak ijin
pengelolaan blok EC71/72 dan Issuer SPV memberikan kontribusi berupa sebuah
Over Collateralized Overiding Royalty Interest (ORRI). Atas dasar musyarakah
tersebut Issuer SPV menerbitkan Sukuk Musyarakah kepada investor yang
nantinya sebagai pemegang sukuk. Pembentukan musyarakah dan penerbitan sukuk
The East Cameron Gas ini dilakukan di Cayman Islands.
2. Tahap kedua (aliran dana)
Tahap aliran dana dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu aliran penggunaan
dana serta aliran pembayaran hasil dan pelunasan sukuk.

24

a) penggunaan dana yang diperoleh dari pemegang sukuk

Gambar 6 : Skema Penerbitan Sukuk musyarakah The East Cameron Gas


(Tahap Transaksi)
Berdasarkan skema di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Issuer SPV yang berkedudukan di Cayman Islands memperoleh dana sukuk
sebesar US$165,67M dari para pemegang sukuk. Kemudian dana tersebut
diterima Purchaser SPV yang berkedudukan di Amerika Serikat (angka 1
dan 2).
2. Dana tersebut digunakan untuk mendanai pembelian ORRI yang dilakukan
oleh Purchaser SPV yang berkedudukan di Amerika Serikat sebesar
US$117M dari ECP (angka 3).
3. Sisa dari dana hasil penerbitan Sukuk tersebut digunakan oleh Purchaser
SPV untuk mendanai rekening pembayaran (angka 4) rekening cadangan,
(angka 5), pembayaran rekening lainnya (angka 6).

25

b) Pembayaran Imbal Hasil dan Pelunasan Sukuk

Gambar 7 : Skema Sukuk Musyarakah The East Cameron Gas


(Tahap Pembayaran Imbal Hasil dan Pelunasan)
Dana yang digunakan sebagai pembayaran imbal hasil dan pelunasan
sukuk berasal dari hasil penjualan hydrocarbon yang dilakukan oleh ECP
yang berkedudukan di Amerika Serikat.
1. Operator dalam hal ini ECP atau yang mewakili, melakukan pengiriman
hasil hydrocarbon kepada off-taker (angka 1).
2. Off-taker sebagai pembeli dari hydrocarbon tersebut akan melakukan
pembayaran atas pembelian hydrocarbon kepada sebuah allocation
account/rekening alokasi (angka 2).
3. Pengalokasian dana yang diperoleh dari hasil penjualan hydrocarbon
tersebut kepada US Goverment, ECP dan Purchaser SPV (angka 3, 4,
dan 5).
4. Purchaser SPV akan melakukan pembayaran imbal hasil dan nilai
pokok sukuk kepada Issuer SPV yang berkedudukan di Cayman Islands
(angka 6).
5. Selanjutnya, Issuer SPV melakukan pembayaran imbal hasil dan nilai
pokok sukuk tersebut kepada pemegang sukuk (angka 7).

26

2. Sukuk Istishna
a. Timur Tengah
Penerbitan sukuk dengan menggunakan akad istishna telah dilakukan oleh
beberapa negara di Timur Tengah, yaitu:
1) Bahrain

Gambar 8 : Skema Penerbitan Sukuk Durrat Al Bahrain


Struktur sukuk di atas berdasarkan akad istishna-ijarah. Pada skema di
atas, dapat digambarkan bahwa Issuer (durrat sukuk company B.S.C, sebuah
SPV yang didirikan oleh LMC dan KFH) menerbitkan sertifikat sukuk kepada
investor dan menerima uang dari investor dengan akad atau perjanjian istishna.
Selanjutnya, dana yang diperoleh dari penerbitan sukuk tersebut akan
digunakan untuk membiayai reklamasi tanah dan pembangunan infrastruktur
dasar (untuk pembangunan perumahan kelas dunia dan tempat liburan yang
dikenal sebagai Durrat Al Bahrain).
Penjelasan strukturnya sebagai berikut,
1.

Durrat Khaleej Al Bahrain memiliki real property (sea bed).

2.

Kemudian Durrat Khaleej Al Bahrain memberikan licence (dalam rangka


mengamankan property) kepada issuer (sebuah SPV) untuk reklamasi
tanah dan membangun infrastruktur dasar seperti pipa, kabel, kawat,
jalan-jalan dan taman-taman (A dan B).

3.

Dalam rangka reklamasi tanah dan membangun infrastruktur dasar


tersebut, issuer melakukan perjanjian dengan akad istishna dan bertindak

27

sebagai mustashni (pemesan) sedangkan kontraktor sebagai shani


(pembuat).
4.

Durrat Sukuk company sebagai issuer (SPV) dalam penerbitan sukuk ini
bertindak atas nama pemegang sukuk untuk pengawasan proyek.

5.

Selanjutnya setelah proyek tersebut selesai dikerjakan oleh kontraktor,


issuer akan menerima proyek tersebut.

6.

Kemudian issuer akan memberikan notice kepada perusahaan proyek


(kontraktor) berdasarkan perjanjian akad ijarah,

7.

Issuer akan menyewakan infrastruktur dasar kepada Durrat Khaleej Al


Bahrain/lease to own (C).

8.

Durrat Khaleej Al Bahrain membayar uang sewa kepada issuer (D).

9.

Issuer menyerahkan proyek tersebut kepada Durrat Khaleej Al Bahrain


(E).

10.

Durrat Khaleej Al Bahrain menjual vila-vila pemukiman, apartemen, mall,


dll kepada pembeli akhir (konsumen), konsumen dapat membeli unit-unit
yang dibangun pada fase I pembangunan proyek (berupa 300 villa di atoll
1 dan 2), dengan kontrak bahwa akan diserahkan setelah 3 bulan. Pada
bulan Februari 2005 akan dilakukan penjualan unit-unit tersebut dan unitunit tersebut akan siap diserahkan kepada pembeli pada pertengahan tahun
2007, sukuk ini sendiri diterbitkan pada bulan Januari 2005. Hasil
penjualan unit-unit tersebut digunakan untuk membayar fee kepada sukuk
holder.
Pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sukuk ini antara lain

Liquidity Management Centre (LMC) yang diberikan amanat oleh the Project
Company (durrat khaleej al Bahrain) dan Kuwait Finance House (Bahrain)
untuk bertindak sebagai arranger dan placement agent. Durrat Khaleej Al
Bahrain (the project company) yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah
Bahrain dan anak perusahaan dari KFH. Durrat al Bahrain merupakan proyek
dari Durrat Khaleej Al Bahrain.
Sukuk ini distruktur berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang telah
disahkan oleh dewan syariah LMC dan KFH. Transaksi struktur Sukuk ini juga
disahkan oleh International Islamic Financial Market (IIFM). Jumlah emisi
sukuk ini yaitu US$120 Milyar yang mengalami oversubscribed sebanyak

28

US$ 32,5 Milyar, penerbitannya dimulai awal Januari tahun 2005. Sedangkan,
tingkat return sukuk ini adalah 125 basis poin di atas 3 bulan LIBOR yang
dibayar triwulanan, dengan keseluruhan tenor sukuk selama 5 tahun dan
terdapat opsi untuk redemption dini. Jika sukuk ini listed di bursa selama
periode istishna, piutang istishna sebaiknya diperdagangkan pada par value.
Sukuk ini listed di Bahrain Stock Exchange untuk dapat diperdagangkan
kepada para investor di pasar sekunder. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
sukuk istishna tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan oleh hukum Islam.
Oleh karena itu sebelum penerbitan sukuk ini, issuer telah melakukan
kerjasama dengan kontraktor untuk reklamasi tanah dan membangun
infrastruktur dasar, serta telah melakukan pembangunan proyek tersebut.
Sehingga, pada saat penerbitan sukuk dan diperdagangkan di bursa, underlying
assetnya (proyek tersebut) dapat mempunyai nilai serta memenuhi ketentuan
untuk diperdagangkan yaitu 51% dari market value. Setiap kenaikan dan
penurunan nilai sukuk ini akan mempresentasikan setiap perubahan yang relatif
dari nilai infrastruktur dasarnya.
Dalam rangka keamanan pembayaran kepada pemegang sukuk, project
company segera melakukan kerjasama dengan menggunakan akad ijarah,
kemudian menjaminkan property-nya (yaitu sea bed) di mana beberapa bagian
tertentu dari infrastruktur dasar tersebut telah dibangun oleh kontraktor.
Berdasarkan akad ijarah, project company bisa mengakhiri perjanjian ijarah
dengan melakukan pembayaran di muka, sehingga property yang sesuai dengan
infrastruktur dasar yang telah dibangun dapat dijual bersamaan dengan
beberapa infrastruktur dasar yang ada kepada pihak ketiga (konsumen).
Hal tersebut diantisipasi di mana project company akan menjual
infrastruktur dengan basis retail baik secara langsung kepada konsumen retail,
atau investor intitusional, baik untuk membangun rumah hunian yang sesuai
dengan infrastruktur yang ada atau masuk menjadi bagian dari transaksi akad
ijarah dan atau istishna, dengan beberapa penyewa ritel yang potensial.
Misalnya, segera setelah setiap penjualan beberapa bagian infrastruktur,
kemudian project company memperoleh uang dari konsumen, uang hasil
penjualan itu digunakan untuk memenuhi kewajiban semua pembayaran yang
berdasarkan akad ijarah, serta untuk memenuhi percepatan pembayaran serta

29

pembayaran final kepada pemegang sukuk. Infrastruktur (property, sea bed)


tersebut akan dibebaskan dari jaminan akad ijarah, dan hak atas infrastruktur
tersebut akan berpindah kembali kepada project company baik melalui pembeli
langsung atau tetap untuk kepentingan project company itu sendiri.
2) Uni Emirat Arab

Gambar 9 : Skema Penerbitan Sukuk Tabreed


Sukuk ini diterbitkan pada bulan Juni tahun 2006, dengan jumlah emisi
US$200.000.000 dan tingkat return 1.25 % + LIBOR yang dibayar setiap bulan
januari dan juli. Tenor sukuk ini adalah selama 7 tahun, yaitu sampai dengan
tahun 2013. mengenai Tabreeds ini dapat dijelaskan bahwa Tabreeds
merupakan suatu perusahaan yang terdiri dari beberapa anak perusahaan antara
lain Qatar Central Cooling Company (Qatar Cool), Bahrain District Cooling
Company (Tabreed Bahrain), Tabreed District Cooling Company (Tabreed
Saudi), Summit District Cooling Company (SDCC), Industrial City Cooling
Company (ICCC), National Central Cooling Company Ras Al Khaimah
(Tabreed RAK).
Sukuk ini diterbitkan dengan menggunakan dua akad yaitu akad istishna
dan akad ijarah. Adapun skema dan penjelasan tiap tahapnya adalah sebagai
berikut:

30

1. Tahap Istishna

TABREED
3

Istishna

Harga pemb.
Istishna

SPV
Penerbitan
Sukuk

Sukuk Proceed

SUKUK HOLDER
Gambar 10 : Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Tahap Istishna)

Penjelasan skema di atas adalah sebagai berikut:


1. SPV menerbitkan sukuk kepada investor (Sukuk holders) dan menyatakan
dirinya sebagai trustee untuk sukuk holders. Hasil penerbitan dibayar ke
rekening SPV atau rekening lainnya yang disepakati
2. SPV melakukan perjanjian istishna dengan Tabreed untuk membangun dan
mengirimkan Speficied Cooling Plants. SPV akan membayar Tabreed harga
pembelian. Istishna secara cicilan dan waktu yang telah ditentukan
3. Selama periode pembangunan. Tabreed, sebagai kontraktor istishna, akan
membayar SPV garansi tunai penyelesaian yang setara dengan pembayaran
periodik kepada sukuk holder sampai pembangunan diselesaikan atau
Apabila pembangunan cooling plants tidak diselesaikan dalam waktu yang
ditentukan dalam akad istishna,

31

2. Tahap Ijarah

TABREED
2

Lease of
Assets

Pembayaran
Periodik lease
rental

SPV

Penerbitan Sukuk

Sukuk Proceed

SUKUK HOLDER

Gambar 11 : Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Tahap Ijarah)


Skema di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tabreed akan secara bersamaan dengan pelaksanaan perjanjian istishna
melakukan perjanjian sewa (lease agreement). Ketika cooling plants
diselesaikan dan dikirimkan ke SPV berdasarkan perjanjian istishna, lease
agreement akan efektif dilaksanakan
2. Tabreed akan membayar SPV lease rentals yang dihitung berdasarkan
formula penghitungan sewa di awal
3. Pembayaran rental akan dilakukan selama periode distribusi kepada
pemegang sukuk

32

3. Purchase Undertaking Upon Default/Maturity

TABREED

Purchase
undertaking

SPV

SUKUK HOLDER
Gambar 12

: Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Tahap Kesanggupan


Pembelian saat default dan Jatuh Tempo)

Skema diatas dapat dijelaskan:


1. Tabreed akan menerbitkan kesanggupan pembelian di mana ia akan
melakukan pembelian :
a. Selama tahap istishna default, sejumlah porsi dari cooling plants yang
telah dibangun dan dikirimkan kepada SPV, pada harga yang sesuai
dengan nilai cooling plant tsb.
b. Selama tahap ijarah default, nilai cooling plant sama dengan jumlah
agregat nilai nominal sukuk yang beredar
2. Hal sama akan dilakukan pada saat jatuh tempo sukuk

33

4. Fitur Tambahan

HSBC/
BROKER

TABREED
1

2
Sells palladium
to SPV

SPV

HSBC

SUKUK
HOLDERS
Gambar 14 : Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Fitur Tambahan)

Skema diatas dapat dijelaskan:


1. Tabreed akan membeli paladium senilai USD 26m dari HSBC (Pihak
ketiga)
2. Tabreed kemudian menjual palladium kepada SPV dengan nilai yang sama.
SPV membayar Tabreed sejumlah USD 26m dan selanjutnya Tabreed
membayar HSBC senilai tersebut.
3. Sampai dengan jatuh tempo dari periode yang ditentukan (6-10 bln), SPV
akan menjual palladium ke HSBC pada harga yang telah disepakati. Hal ini
didokumentasikan dalam bentuk kesanggupan pembelian yang diberikan
oleh HSBC
Tujuan fitur tambahan:
Dalam rangka sukuk dapat diperdagangkan, paling kurang 1/3 dari nilai
sukuk harus dalam bentuk aset berwujud. Untuk memenuhi hal tersebut, maka
dilakukan transaksi pembelian paladium.
b. Asia
Malaysia merupakan negara yang menjadi pusat industri Sukuk di dunia.
Menurut beberapa survei dinyatakan bahwa 70% sukuk yang beredar di dunia
34

dicatatkan di negara ini, sehingga tidak mengherankan jika berbagai proyek


untuk membangun negara malaysia melalui penerbitan Sukuk.
Banyaknya jumlah penerbitan sukuk di Malaysia memang masih
didominasi melalui penerbitan sukuk dengan akad ijarah, namun hal ini tidak
mengakibatkan perkembangan penerbitan sukuk diluar ijarah termasuk Sukuk
Istishna. Beberapa proyek yang dibangun dengan pembiayaan melalui
penerbitan sukuk berdasarkan akad istishna antara lain : SKS Power Tanjung
Bin, Sukuk Istishna Penang Bridge, Sukuk Konsorsium Lebuhraya utara
timur.
1) Sukuk Istishna SKS Tanjung Bin Sdn. Bhd.
SKS Power Snd Bhd merupakan perusahaan yang didirikan pada tahun
1998 yang diberikan tugas untuk membangun, mengembangkan, membiayai,
mengoperasioan dan menjaga Pembangkit Listrik yang berkapasitas 2.100
MW didaerah tanjung bin, Johor. Pada tahun 2002, SKS dan Tenaga
Nasional Berhad menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) yang
berlaku selama 25 tahun dan dapat diperpanjang 15 tahun lagi.
Untuk memenuhi kontrak tersebut, SKS memerlukan biaya proyek sebesar
7,7 Milyar Ringgit di mana dana sebesar 5,6 Milyar Ringgit diperoleh
melalui penerbitan Sukuk Istihsna dengan coupon antara 6,3% - 8,9% yang
dibayarkan 6 bulanan dengan masa tenor maksimal 12,5 tahun dari tanggal
penerbitan.

Dalam

pelaksanaannya,

SKS

menunjuk

Commercial

International Merchant Bankers (CIMB) dan lima perusahaan lainnya untuk


mempersiapkan

dan

mengatur

proses

pengumpulan

dana

melalui

mekanisme pasar modal. Berikut adalah detail Sukuk SKS Power Tanjung
Bin:

35

Komposisi
Nilai Emisi
Emiten/Penerbit
Penggunaan Dana
Hasil Emisi
Peringkat
Jatuh Tempo
Pokok Pinjaman
Waktu Kupon

Pengembalian

Tenor/ Jangka
Waktu

Keterangan/Penjelasan
RM.7.774 milyar
SKS Power Sdn Bhd (sekarang didikenal sebagai
Tanjung Bin Power Snd Bhd).
Pembayaran
dengan
Fasilitas
Talangan;
Pembiayaan akuisisi; Konstruksi; Transaksi; dan
Kebutuhan Modal Kerja Awal.
AA3 (RAM)
5-12,5 tahun
RM 5,6 milyar dalam lima porsi meliputi satu porsi
spot dan empat porsi forward
Antara 6,30 persen dan 8,90 persen per amount
dibayarkan setiap setengah tahun dalam arrears
dengan
pembayaran
keuntungan
pertama
dibayarkan enam bulan sejak tanggal penerbitan
Kecuali dibatalkan, pembelian dan pembatalan oleh
Penerbit, Istishnaa jatuh tempo pada tanggal
pengembalian
Jangka waktu maksimal adalah 12,5 tahun dari
penerbitan

Mekanisme penerbitan Sukuk Istishna adalah sebagai berikut :

Gambar 14 : Mekanisme Penerbitan Sukuk Istishna

36

Dari skema tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Tahap Pertama
Issuer dan Financier bersepakat dalam Perjanjian Pembelian dengan
akad istishna, di mana issuer setuju untuk membangun, menyerahkan
dan menjual kepada Financier aset tertentu.
2. Tahap Kedua
Harga Pembelian Istishna akan senilai dengan 5,6 Milyar ringgit, dan
akan dibayarkan dalam 1 tahapan.
3. Tahap Ketiga
Financier dan Issuer akan melaksanakan perjanjian penjualan dengan
akad istishna di mana financier setuju untuk membangun dan
memberikan aset tersebut kepada issuer dengan penyerahan aset kepada
issuer akan dilakukan saat financier melakukan penyerahan aset sesuai
dengan perjanjian pembelian istishna
4. Tahap Keempat
Harga Penjualan dengan akad istishna akan sebanding dengan
keseluruhan dari harga pembelian istishna dan untung yg disepakati.
Harga Penjualan akan dibayarkan berdasarkan jadwal pembayaran yg
disepakati.
Issuer menerbitkan Sukuk Istishna sebagai bukti pembayaran harga jual
istishna di masa depan
2) Sukuk Istishna Penang Bridge Sdn. Bhd.
Penang Bridge Sdn. Bhd. (PBSB) adalah pengelola jembatan Penang yang
sepenuhnya dimiliki oleh kerajaan Malaysia di bawah UEM Builder Bhd
dengan Khazanah Nasional memegang sebanyak 51,7 % saham. Pada
tanggal 31 Maret 2006 PBSB menerbitkan sukuk Istishna (Redeemable
Secured Serial Sukuk Istishna) senilai RM 695 juta berjangka waktu 13
tahun dengan jatuh tempo masing-masing seri berbeda. Sukuk yang
diterbitkan dengan zero coupon basis ini mendapatkan peringkat AA2
(stable outlook) dari Rating Agency Malaysia Berhad (RAM). Dalam
dokumentasi yang dipublikasikan oleh Suruhanjaya Sekuriti Securities
Commision Malaysia, Commerce International Merchant Bankers Berhad

37

(CIMB) bertindak sebagai Primary Subscirber sekaligus lead manager.


Sukuk ini diterbitkan dalam rangka pembiayaan pelebaran jembatan Penang.

Lead Manager
(CIMB)

Adapun skema dari penerbitan sukuk adalah sebagai berikut :

Contractor
(UEMC)

Issuer
(PBSB)
3

1
4
Gambar 15 : Skema Penerbitan Sukuk Istishna Penang Bridge Sdn. Bhd.
Dari skema di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Pertama
PBSB akan melakukan kontrak istishna dengan Lead Manager (Kontrak
Istishna Pertama), di mana lead manager sepakat untuk membangun dan
menyerahkan aset kepada PBSB sejumlah harga jual istishna, yang sama
dengan jumlah nominal sukuk. Harga jual istishna akan dibayar menurut
jadwal pembayaran yang disepakati dan PBSB menerbitkan sukuk
sebagai bukti kewajibannya membayar harga jual istishna kepada Lead
Manager.
2. Tahap Kedua
Lead Manager kemudian melakukan kontrak Istishna dengan PBSB
(Kontrak Istishna Kedua) di mana PBSB sepakat untuk membangun dan
menyerahkan aset istishna kepada Lead Manager sejumlah harga beli
istishna, yang sama dengan jumlah bersih yang diperoleh dari
penerbitan sukuk

dengan perhitungan yang ditentukan (prescribed

formula).

38

3. Tahap Ketiga
Dalam transaksi ini, aset istishna dibangun berdasarkan kontrak
konstruksi antara PBSB dan UEM Construction Sdn. Bhd (UEMC).
4. Tahap Keempat
Penyerahan istishna aset kepada PBSB dilakukan bersamaan dengan
saat Lead Manager menerima penyerahan aset yang sama berdasarkan
Kontrak Istishna Kedua.
Kontrak Istishna Pertama dan Kedua dilakukan dengan dasar paralel
(parallel basis).
3) Pakistan
Implementasi penggunaan akad Istishna di Pakistan diwujudkan dengan
adanya Hibrid Sukuk Sitara Chemical Industries Limited (SCIL) sebesar
PKR 650 Juta. Hibrid Sukuk ini merupakan penerbitan Sukuk dengan
kombinasi 3 akad sekaligus meliputi Akad Istishna, Akad Musyarakah dan
Akad Ijarah. Penerbitan Hybrid Sukuk ini dilatarbelakangi dengan rencana
SCIL untuk membangun pembangkit listrik berkapasitas 24 Mega Watt
(MW). Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL ini dapat dijelaskan melalui
skema sebagai berikut :

Gambar 16 : Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL


Dari skema di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Pertama
SCIL dan IFIs (Islamic Financial Institution) bersepakat untuk
bermusyarakah dalam pembangunan Pembangkit listrik. IFIs setuju

39

untuk berkontribusi berupa modal uang sedangkan SCIL setuju


berkontribusi semua aset selain uang. SCIL sebagai agen dari
Musyarakah kemudian akan menerbitkan

Sukuk untuk IFIs atas

kontribusi yang berupa uang tersebut.

Gambar 17 : Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL


(Tahap Pertama)
2. Tahap Kedua
Perjanjian SCIL dan dengan IFIs selaku pemegang Sukuk kemudian
bersepakat untuk membentuk Musyarakah Trustee di mana Musyarakah
Trustee

tersebut

membuat

kontrak

istishna

(pemesanan)

dan

memerintahkan kepada SCIL untuk membangun pembangkit listrik dan


menyerahkannya sesuai dengan tenggat waktu yang disepakati.

Gambar 18 :

Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL


(Tahap Kedua)

40

3. Tahap Ketiga
Setelah pembangunan pembangkit listrik selesai, maka SCIL kemudian
menyerahkan asset tersebut kepada musyarakah trustee sesuai dengan
tenggat waktu yang disepakati. Kemudian pemegang sukuk yang
merupakan

pemilik asset tersebut sepakat

untuk menyewakan

pembangkit listrik tersebut kepada SCIL selama waktu dan nilai sewa
tertentu sesuai kesepakatan. SCIL akan membayar sewa tersebut secara
periodik.

Gambar 19 : Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL


(Tahap Ketiga)
4. Tahap Keempat
SCIL akan membayar sewa dari Sukuk secara periodik kepada
pemegang sukuk, selanjutnya di lain pihak SCIL akan mencicil pokok
penerbitan Sukuk kepada pemegang sukuk sampai dengan tanggal
pencairan sukuk yang telah disepakati bersama.
B. Potensi Penerapan Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna di Indonesia
Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna saat ini masih belum populer digunakan
sebagai sarana pembiayaan oleh Emiten. Namun demikian terdapat peluang bagi
Emiten tertentu untuk dapat menggunakan skema sukuk dengan basis akad musyarakah
dan istishna tersebut.
Dibeberapa negara kawasan Timur Tengah, sukuk musyarakah dan sukuk
istishna telah banyak diterbitkan oleh perusahaan. Di kawasan Asia, Malaysia dan
Pakistan juga telah menggunakan sukuk musyarakah dan sukuk istishna untuk sumber
pembiayaan perusahaan.

41

Bagian ini akan membahas tentang potensi penerapan sukuk musyarakah dan
sukuk istishna sebagai instrumen pembiayaan di pasar modal bagi Emiten.
1. Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, berdasarkan beberapa literatur dan
pendapat ulama bahwa secara umum musyarakah dapat didefinisikan sebagai
perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal,
baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya, untuk melakukan suatu usaha
bersama dengan tujuan memperoleh keuntungan, yang kemudian keuntungan
tersebut akan dibagikan sesuai dengan rasio/nisbah yang telah disepakati para pihak
sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung bersama
sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
Konsep dasar musyarakah adalah bahwa para pihak melakukan suatu usaha dan
jika usaha mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut akan dibagi
berdasarkan rasio/nisbah yang telah disepakati oleh para pihak. Sebaliknya, jika
usaha tersebut mengalami kerugian maka kerugian tersebut akan dibebankan
kepada para pihak sesuai dengan porsi penyertaan modalnya. Konsep ini sangat
mengedepankan unsur keadilan diantara para pihak yang berserikat dalam usaha
musyarakah. Konsep tersebut sering dikenal sebagai profit and loss sharing.
Konsep ini sesuai diterapkan dalam kegiatan investasi, di mana dalam kegiatan
tersebut masih terdapat hal-hal yang belum dapat diprediksikan antara lain berapa
keuntungan yang akan diperoleh. Hal ini dapat dikatakan bahwa sukuk musyarakah
merupakan bentuk pembiayaan syariah yang paling ideal karena dalam struktur ini
terkandung dengan jelas konsep syariah yaitu untung muncul bersama risiko (al
ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman).
a. Akad
Dari pengertian umum Musyarakah tersebut di atas terdapat beberapa unsur
yang harus terpenuhi ketika akan menyusun perjanjian atau akad dalam
penerbitan sukuk dengan menggunakan akad Musyarakah:
1) Terdapat 2 (dua) pihak atau lebih sebagai partner usaha dalam
bermusyarakah;
2) Masing-masing pihak turut menyertakan modal, baik berupa uang maupun
aset lain yang dapat dinilai dengan uang;

42

3) Tanggung jawab para pihak untuk menjalankan usaha secara bersama-sama;


4) Tujuan untuk mendapatkan keuntungan (tijarah) bukan tolong menolong
(tabarru);
5) Keuntungan dibagikan berdasarkan rasio/nisbah yang telah disepakati
sebelumnya oleh para pihak yang berserikat;
6) Jika terjadi kerugian maka beban kerugian akan ditanggung bersama sesuai
dengan proporsi atau partisipasi penyertaan modalnya.
Dari unsur-unsur di atas jika diterapkan dalam penerbitan sukuk dapat jelaskan
sebagai berikut:
1) Pihak-pihak yang melakukan kerjasama dalam rangka penerbitan sukuk
Pihak yang melakukan kerjasama musyarakah dalam penerbitan sukuk
adalah Emiten dan investor. Emiten dalam hal ini adalah pihak yang
memerlukan dana untuk melakukan atau mengembangkan suatu kegiatan
usahanya. investor adalah pihak yang memiliki dana yang mempunyai
keinginan atau tujuan dalam melakukan kegiatan usaha yang akan
dikembangkan oleh Emiten. Pada praktik yang selama ini berlaku di
industri pasar modal Indonesia, investor dalam hal ini diwakili oleh wali
amanat untuk melakukan perjanjian dengan Emiten. Namun demikian,
terdapat kemungkinan lain untuk membentuk sebuah entitas investasi
kolektif guna mengumpulkan dana investor yang akan disertakan dalam
sebuah musyarakah. Bentuk akhir perikatan atau akad dalam penerbitan
sukuk musyarakah adalah dapat berupa perjanjian kerjasama penyertaan
modal untuk pengembangan usaha antara Emiten dengan investor yang
diwakili oleh wali amanat, atau perjanjian kerjasama penyertaan modal
untuk pengembangan usaha antara Emiten dengan entitas investasi kolektif.
Untuk lebih jelas skema atau struktur penerbitan sukuk dapat dilihat dalam
bagan.
2) Penyertaan modal:
dalam musyarakah masing-masing pihak wajib turut menyertakan modal.
Pada umumnya investor sebagai pihak yang memiliki dana menyertakan
modalnya berupa sejumlah uang. Di sisi lain, Emiten sebagai pihak yang
bermaksud mengembangkan suatu usaha menyertakan modalnya berupa

43

aset non uang. Emiten dapat menyertakan modalnya berupa tanah atau
gedung, peralatan, atau aset lainnya yang dapat digunakan sebagai modal
usaha yang akan dilakukan dalam perjanjian musyarakah tersebut.
3) Tanggung jawab para pihak untuk menjalankan usaha secara bersama-sama:
pada dasarnya dalam musyarakah setiap pihak memiliki tanggungjawab
untuk aktif terlibat menjalankan usaha secara bersama-sama. Namun
demikian, dimungkinkan juga bahwa ada pihak yang menjadi mitra yang
tidak aktif terlibat dalam menjalankan usaha. Untuk itu, dalam kaitannya
dengan penerbitan sukuk musyarakah dimungkinkan terdapat pihak yang
aktif dan pihak yang tidak aktif terlibat dalam menjalankan usaha. Investor
pada umumnya tidak akan secara aktif terlibat dalam menjalankan usaha
yang menjadi dasar penerbitan sukuk musyarakah, di sisi lain Emiten akan
menjadi mitra yang aktif menjalankan usaha tersebut.
4) Pembagian keuntungan
Dalam musyarakah pembagian keuntungan didasarkan pada rasio/nisbah
yang telah disepakati oleh para pihak. Terkait dengan penerbitan sukuk
maka kesepakatan pembagian keuntungan dapat ditentukan ketika pertama
kali perjanjian perwaliamanatan dibuat.
5) Pembebanan kerugian
Dalam musyarakah jika terjadi kerugian maka dibebankan kepada para
pihak sesuai dengan porsi peyertaan modal dalam usaha musyarakah.
Terkait dengan penerbitan sukuk maka jika terjadi kerugian atas usaha
musyarakah maka kerugian akan menjadi beban para pihak.
Pengaturan tambahan dalam musyarakah yang dibolehkan adalah, bahwa
musyarakah dapat dibatasi dengan waktu. Jika musyarakah dibatasi dengan
waktu maka pada saat musyarakah diakhiri modal dari para pihak dapat
dikembalikan.
b. Struktur
1) Struktur Musyarakah Tanpa SPV
Emiten sukuk dapat menggunakan berbagai struktur transaksi sesuai dengan
kebutuhan. Namun, pemilihan struktur tersebut harus memperhatikan batas-

44

batas yang ditetapkan dalam hukum syariah, sehingga kesyariahan dari


sukuk yang diterbitkannya tetap terjaga.

Penerbitan Sukuk
Investor

Laba dibagi
berdasarkan rasio
yang sudah
disepakati atau
rasio modal.

Emiten
Kontrak Musyarakah
Kontribusi Modal X%:Y%

Modal
Y%

Rugi dibagi
berdasarkan rasio
kontribusi modal

X%

Laba dari
Proyek

Investasi Proyek

Gambar 20 : Mekanisme Penerbitan Sukuk Musyarakah


Struktur ini merupakan bentuk paling sederhana atau bentuk dasar
dalam penerbitan sukuk musyarakah.
Penjelasan dari struktur penerbitan sukuk musyarakah adalah sebagai
berikut:
a) Penerbitan sukuk didahului dengan adanya proyek (yang akan dijadikan
underlying asset) atau rencana proyek tertentu yang memerlukan
pendanaan lewat penerbitan sukuk musyarakah.
b) Emiten kemudian menghitung nilai proyek tersebut dan menawarkan
persentase tertentu dalam kepemilikan proyek kepada investor. Bukti
kepemilikan tersebut dibuat dalam bentuk sertifikat sukuk musyarakah.
c) Emiten akan berkontribusi sejumlah X% dari modal yang dibutuhkan
untuk melaksanakan proyek, sedangkan Y% sisanya ditawarkan kepada
investor, dengan cara menerbitkan sukuk. Dana yang dihasilkan dari
penerbitan sukuk dan penyertaan Emiten digunakan untuk membiayai
pelaksanaan proyek.

45

d) Laba yang dihasilkan dari proyek tersebut akan didistribusikan kepada


Emiten dan pemegang sukuk berdasarkan rasio yang telah diperjanjikan
dalam kontrak penerbitan sukuk, atau dapat menggunakan rasio
kontrbusi modal secara pro rata. Sedangkan jika pelaksanaan proyek
terebut mengalami kerugian, maka kerugian tersebut harus ditanggung
secara prorata berdasarkan kontribusi Emiten dan pemgang sukuk dalam
permodalan.
Keuntungan dari struktur ini adalah kesederhanaan prosesnya.
Emiten menerbitkan sukuk secara langsung kepada investor, sedangkan
investor menerima manfaat dari investasinya pada sukuk secara langsung
dari Emiten. Namun demikian, struktur ini mempunyai kelemahan yang
terkait dengan administrasi sukuk, misalnya pengelolaan dana, pelunasan,
dan pembayaran bagian laba pemegang sukuk. Dalam hal manajemen
proyek, Emiten juga mempunyai fleksibilitas yang lebih terbatas jika
organisasinya cukup besar.
Skema di bawah ini merupakan contoh alternarif Penerbitan Sukuk
dengan menggunakan akad Musyarakah Tanpa SPV:
Sukuk
Musyarakah
Modal Uang melalui
pembelian sukuk

2
PT A
(Pengembang)

Investor
1
Bagi Hasil Keuntungan

Modal Lahan

3
Wali
Amanat

Proyek Rusunami

4
Dijual ke
Konsumen

Gambar 21 :

Spesifikasi Proyek

Jlh Rusunami : 10 Tower


Nilai Proyek : 1 Triliun
Tenor
: 5 Tahun

Contoh Alternatif Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah


Menggunakan SPV di Indonesia
46

Penjelasan Struktur:
Sukuk musyarakah dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang di
semua sektor industri antara lain bidang infrastruktur, property, transportasi,
perkebunan.
Ilustrasi:
a) PT A, sebuah perusahaan yang bergerak di sektor property akan
melakukan pembangunan proyek 10 Tower Rusunami di wilayah
Jabotabek.
b) PT A memiliki lahan tanah seluas 10 ha yang dapat digunakan untuk
membangun 10 tower rusunami.
c) Untuk pembangunan rusunami tersebut PT A misalnya membutuhkan
dana sebesar Rp 1 triliun.
Struktur Sukuk:
1. PT A melakukan perjanjian kerja sama menggunakan akad musyarakah
bersama dengan para investor yang diwakili Wali Amanat dalam rangka
pengumpulan dana musyarakah untuk membiayai pembangunan
rusunami.
2. PT A menerbitkan sukuk musyarakah sebesar Rp 3 triliun dengan
jangka waktu 5 tahun kepada para investor sebagai implementasi akad
musyarakah.
3. dana hasil penerbitan sukuk akan digunakan oleh PT A untuk
membangun rusunami.
4. Pada saat bersamaan, investor melakukan akad wakalah dengan PT A
yang menyatakan bahwa investor memberikan kuasa kepada PT A
untuk melakukan penjualan rusunami kepada konsumen.
5. Keuntungan yang berasal dari hasil penjualan rusunami akan dibagikan
kepada para investor dan PT A sesuai dengan kesepakatan.
6. Pada

saat

berakhirnya

perjanjian

musayrakah

PT

akan

mengembalikan modal dana investor.


2) Struktur Musyarakah Dengan Menggunakan SPV
Dalam struktur yang lebih kompleks, Emiten dapat membentuk
perusahaan khusus SPV untuk pengelola aset/proyek dan sukuk yang
diterbitkan terkait dengan aset tersebut.

47

Emiten
(originator)

Penjualan aset

aset
Penjualan aset

5
Penerbitan
sukuk

Investor

2
3

SPV
Arus kas

6
Gambar 22 : Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah Menggunakan SPV
Penjelasan dari struktur penerbitan sukuk musyarakah dengan
menggunakan SPV adalah sebagai berikut:
a) Emiten sebagai originator, menjual aset atau proyek yang akan didanai
dengan sukuk kepada SPV.
b) SPV menerbitkan sukuk dan menawarkannya kepada investor, dan
menerima dana hasil penjualan sukuk.
c) Hasil penjualan sukuk tersebut digunakan untuk membiayai proyek
yang menjadi underlying asset.
d) Laba atau penghasilan yang diperoleh dari pelaksanaan proyek diterima
oleh SPV, dan distribusikan kepada pemegang sukuk berdasarkan
nisbah yang telah diperjanjikan sebelumnya, atau berdasarkan rasio
kontribusi permodalan yang dilakukan.
Keuntungan dari struktur ini adalah adanya fleksibilitas yang lebih
tinggi yang dinikmati oleh Emiten selaku originator, karena tidak harus
terlibat secara operasional sehari pengelolaan proyek maupun administrasi
sukuk. Kekurangannya, antara lain, adalah perlakukan pajak yang
memberatkan atas transaksi penjualan aset dari Emiten kepada SPV.

48

c. Underlying Aset
Aset yang dijadikan underlying dalam penerbitan sukuk musyarakah secara
umum sama dengan sukuk jenis lain, yaitu aset yang dapat memberikan
penghasilan.
Berdasarkan pengalaman penerbitan sukuk berbagai negara, underlying asset
sukuk musyarakah sangat beragam. Cagamas sukuk, misalnya menerbitkan
sukuk musyarakah dengan underlying asset berupa commodity palm oil. Aset
lainnya yang pernah digunakan sebagai underlying asset berupa aset properti,
proyek pengadaan alat bantu mengajar, serta penjualan produk-produk
hydrocarbon.
d. Potensi Emiten
Berdasarkan pengalaman penerbitan sukuk ijarah dan mudharabah di Indonesia,
dapat dilihat bahwa pendanaan proyek dengan menggunakan sukuk dapat
dilakukan oleh semua sektor usaha, walaupun dengan intensitas yang berbeda.
Hal yang sama sangat mungkin terjadi juga dengan sukuk musyarakah.
Saat ini terdapat 402 Emiten saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yang
merupakan potensi Emiten sukuk musyarakah (data terlampir). Dari data
Emiten yang ada tersebut komposisinya tersebar pada 9 (sembilan) sektor
industri yakni sektor pertanian sebanyak 14 Emiten, sektor pertambangan
sebanyak 20 Emiten, sektor industri dasar dan kimia sebanyak 58 Emiten,
sektor aneka industri sebanyak 50 Emiten, sektor industri barang konsumsi
sebanyak 35 Emiten, sektor properti dan real estate sebanyak 46 Emiten, sektor
infrastruktur, utilitas dan transportasi sebanyak 29 Emiten, sektor keuangan
sebanyak 67 Emiten serta sektor pedagangan, jasa, dan investasi sebanyak 83
Emiten.
Jika dibagi ke dalam sektor kegiatan usahanya, perusahaan yang telah
menerbitkan sukuk tersebut tersebar sebagai berikut:

49

Sektor

Perusahaan terbuka

Pertanian
pertambangan

Aneka Gas Industri

industri dasar dan kimia

Berlina

aneka industri

Ricky Putra Globalindo

industri barang konsumsi

Mayora Indah

properti dan real estat

- Adhi Karya
- Summarecon Indah

infrastruktur,
transportasi

utilitas

dan

Keuangan
pedagangan,
investasi

Perusahaan Tertutup
- PTPN VII
- Ciliandra

jasa,

dan

- Humpuss Intermoda Trans


- Indosat
- Berlian Laju Tanker

- Indorent
- Apexindo Pratama Duta
- PLN
- Citra Sari Makmur

- Bank Muamalat
- Bank Bukopin

- Bank Syariah Mandiri

- Matahari Putra Prima


- Sona Topas Tourism Industri
- Metrodata Electronics

Sesuai dengan kondisi Indonesia, Emiten tersebut dapat menjalin kerjasama


dengan investor baik yang ada dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi
dengan menerbitkan sukuk musyarakah. Pada saat ini tingginya minat para
investor terhadap instrumen investasi syariah yang menyebabkan banyak negara
berlomba-lomba untuk memperkuat basis ekonomi syariah mereka, bahkan di
negara mayoritas non-muslim sekalipun untuk menggaet dana-dana segar dari
Timur Tengah.
Di Asia Tenggara dan Dunia, Malaysia masih yang dominan dalam hal
penerbitan sukuk. Pemerintah Malaysia sukses menerbitkan sukuk pada
denominasi ringgit senilai US$ 39,548 miliar antara tahun 2002 dan Oktober
2008. Ini belum termasuk sukuk yang diterbitkan dalam denominasi dolar AS.
Berdasarkan kenyataan tersebut, sukuk memiliki potensi yang sangat besar
sebagai alat investasi dan pembiayaan, dilihat dari besarnya dana yang dimiliki
oleh negara-negara Timur Tengah. Meskipun sukuk di Indonesia sering
terkendala peraturan dan perpajakan.
Penerbitan sukuk di masa depan diperkirakan akan semakin banyak, terutama
melihat tingginya permintaan baik lokal maupun internasional dalam
penerbitannya Dengan memanfaatkan momentum kesuksesan sukuk ritel dan

50

sukuk global tersebut sektor korporasi di Indonesia juga bisa memfokuskan


sukuk untuk pembiayaan dibandingkan obligasi konvensional.
Peran aktif pemerintah dan swasta sangat diperlukan untuk mengoptimalkan
potensi sukuk untuk dapat menyerap lebih banyak dana lagi. Sehingga sukuk di
Indonesia nantinya akan semakin dominan di pasar obligasi Indonesia.
2. Skema Penerbitan Sukuk Istishna
Berdasarkan contoh struktur sukuk istishna yang ada di beberapa negara,
penyusunan struktur sukuk istishna biasanya terlebih dahulu disusun Perjanjian
Pembelian Istishna (Istishna Purchase Agreement) antara penyandang dana dalam
hal ini bisa lembaga keuangan atau investor dan pihak penerbit dalam hal ini bisa
Perseroan atau SPC. Dalam perjanjian tersebut antara lain diatur bahwa penerbit
setuju untuk membangun dan menyerahkan serta menjual kepada investor atau
lembaga keuangan suatu aset istishna. Harga pembelian istishna dengan nilai
tertentu akan dibayarkan secara lump sum sekali kepada penerbit.
Selanjutnya akan dilakukan Perjanjian Penjualan Istishna (Istishna selling
agreement) di mana investor atau lembaga keuangan menyetujui untuk membangun
dan menyerahkan kepada penerbit aset istishna. Penyerahan tersebut dilakukan
setelah investor atau lembaga keuangan menerima aset istishna sebagaimana telah
ditentukan dalam perjanjian pembelian istishna. Harga penjualan istishna tersebut
merupakan jumlah antara harga pembelian istishna dan keuntungan yang ada.
Harga penjualan merupakan utang yang akan dibayarkan kepada investor atau
lembaga keuangan secara periodik sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Perseroan atau SPC menerbitkan sukuk
istishna sebagai bukti pembayaran yang akan datang dari harga penjualan istishna.
Mengingat sampai dengan saat ini struktur sukuk yang ada di Indonesia masih
terbatas pada struktur mudharabah dan ijarah, maka masih dimungkinkan untuk
mengembangkan struktur sukuk yang lain, antara lain struktur sukuk istishna.
Struktur yang dikembangkan dapat dikategorikan ke dalam struktur istishna murni
dan struktur istishna campuran (hybrid).
a. Akad
Dalam suatu struktur sukuk istishna murni, akad pokok yang digunakan
hanyalah akad istishna yaitu akad jual beli antara pihak pemesan (pembeli,
mustashni) dan pihak penjual (pembuat, shani) dalam bentuk pemesanan

51

pembuatan barang tertentu (objek istishna) dengan kriteria dan persyaratan yang
disepakati kedua belah pihak.
Dalam suatu struktur sukuk istishna campuran, akad pokok istishna dapat
diawali dan diakhiri dengan akad lainnya. Sebagai contoh, akad musyarakah
dilakukan di antara sesama investor dan menunjuk SPC sebagai agen untuk
melakukan akad istishna dengan Perseroan atau pihak lain untuk membangun suatu
aset atau proyek tertentu, dan setelah aset atau proyek tersebut telah selesai
dikerjakan dan diserahkan kepada investor selanjutnya investor menyewakan
kepada pihak lain atau Perseroan dengan akad ijarah untuk memperoleh
pembayaran periodik.
Berdasarkan pengertian umum istishna, terdapat beberapa unsur yang harus
terpenuhi ketika akan menyusun perjanjian atau akad dalam penerbitan sukuk
dengan menggunakan akad istishna:
1) Persyaratan pihak yang dapat menjadi pemesan (pembeli, mustashni) dan
pihak penjual (pembuat, shani) wajib memiliki kecakapan dan kewenangan
untuk melakukan perbuatan hukum menurut ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Hak dan kewajiban pemesan dan pihak penjual
a) Hak dan kewajiban pemesan adalah :
(1) Melakukan pembayaran (pokok dan/atau

biaya lain) atas objek

istishna sesuai dengan kesepakatan,


(2) Mengetahui secara jelas objek Istishna.
(3) Menerima objek istishna dalam keadaan baik dan siap dioperasikan
sesuai spesifikasi yang diperjanjikan
(4) Menerima objek istishna sesuai dengan waktu dan tempat yang
disepakati
(5) Pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad apabila terdapat cacat atau barang yang tidak
sesuai dengan kesepakatan
b) Hak dan Kewajiban penjual adalah:
(1) Memperoleh pembayaran dengan jumlah dan cara sesuai yang
diperjanjikan
(2) Mengetahui secara jelas objek istishna

52

(3) Menyediakan objek istishna sesuai dengan spesifikasi sesuai


kesepakatan.
(4) Menjamin objek istishna tidak cacat dan/atau tidak berfungsi
(5) Menyediakan objek istishna sesuai dengan waktu yang diperjanjikan
3) Persyaratan akad istishna
Perjanjian istishna wajib memuat sekurang-kurangnya hal sebagai berikut:
a) Identitas pemesan dan penjual
b) Spesifikasi objek istishna (mashnu) meliputi nama, jenis, jumlah, ukuran,
tipe dan kualitas objek istishna
c) Harga jual dan cara pembayarannya
d) Ketentuan jaminan dan asuransi
e) Jangka waktu istishna
f) Tempat dan waktu penyerahan
g) Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi yang belum jatuh tempo
h) Ketentuan mengenai biaya-biaya yang ditanggung oleh masing-masing
pihak apabila terdapat kerusakan, kehilangan atau tidak berfungsinya
objek istishna (mashnu) dan
i) Hak dan tanggung jawab masing-masing pihak
4) Persyaratan Objek Istishna
Objek istishna adalah barang yang memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a) Tidak bertentangan dengan prinsip syariah
b) Ciri dan spesifikasi harus jelas dan dapat diakui sebagai utang serta
wajib dituangkan secara tertulis dalam akad.
c) Penyerahan barang baik seluruh maupun sebagian dari penjual kepada
pemesan wajib dituangkan secara tertulis dalam akad meliputi waktu,
tempat dan cara penyerahan. Penyerahan dimaksud dilakukan setelah
waktu akad berdasarkan kesepakatan.
d) Pemesan tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.
e) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan,
pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
membatalkan akad

53

f) Harga jual objek istishna ditetapkan secara tertulis dalam akad Istishna
dan tidak boleh berubah selama masa istishna
5) Pembayaran Objek Istishna
a) Pembayaran objek istishna dapat dilakukan secara tunai dan atau cicilan
sejak akad ditandatangani atau dengan cara pembayaran lain sesuai
kesepakatan.
b) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang
c) Pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik dalam bentuk
uang, barang atau manfaat sesuai dengan kesepakatan
6) Selain wajib memenuhi hal-hal diatas dalam peraturan ini, dalam Istishna
dapat disepakati antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) Dalam memenuhi kewajibannya kepada pemesan, Penjual dapat
melakukan istishna lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama,
dengan syarat istishna pertama tidak bergantung (muallaq) pada istishna
kedua.
b) pembeli tidak diperkenankan untuk memungut MDC (margin during
construction) dari nasabah (shani) karena hal ini tidak sesuai dengan
prinsip syariah.
c) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.

54

d) Struktur:
2

Investor

Proceed
of Funds

Financier
(an.Inves-

Issuer
3

tor)

Gambar 23 : Skema Penerbitan Sukuk Istishna


Step 1 :

Issuer dan Financier bersepakat dalam Perjanjian Pembelian dengan akad


istishna, di mana issuer setuju untuk membangun , menyerahkan dan menjual
kepada financier aset tertentu

Step 2 :

Harga Pembelian Istishna akan senilai dg Rp xxx, dan akan dibayarkan dalam 1
tahapan (lump sum).

Step 3 :

Financier dan issuer akan melaksanakan perjanjian penjualan dg akad istishna


di mana financier setuju untuk membangun dan memberikan aset tersebut
kepada issuer. penyerahan aset kepada issuer akan dilakukan saat financier
melakukan penyerahan aset sesuai dengan perjanjian pembelian istishna

Step 4 :

Harga Penjualan dengan akad istishna akan sebanding dengan keseluruhan dari
harga pembelian istishna dan untung yg disepakati. Harga Penjualan akan
dibayarkan berdasarkan jadwal pembayaran yg disepakati

Step 5 :

Issuer menerbitkan sukuk istishna sebagai bukti pembayaran harga jual istishna
di masa depan

55

Contoh proposal alternatif struktur penerbitan sukuk istishna bagi Emiten di


Indonesia
1

investor

Issuer
(PT A)
3

Kontraktor
(PT B)

Proyek
Issuer
Kontraktor
Nominal
Tenor

: Jembatan Merak Bakauheni


: PT A
: PT B
: 5 Triliun
: 5 Tahun

Gambar 24 : Contoh Alternatif Skema Penerbitan Sukuk Istishna


di Indonesia
Penjelasan struktur istishna:
1. Investor memesan pembuatan jembatan kepada PT B melalui PT A selaku
wakil dengan nilai sebesar harga pembelian (Rp 5 triliun) istishna yang
disepakati dengan jangka waktu 5 tahun. Setelah selesai, jembatan menjadi
milik investor (Istishna pertama)
2. PT A sebagai pihak pengelola akhir jembatan berjanji akan membeli
jembatan melalui akad istishna kedua (PT A memesan jembatan ke
investor, setelah jadi jembatan milik PT A)
3. Untuk meralisasikannya, pihak PT A mengkuasakan dengan akad wakalah
pembuatan jembatan tersebut kepada PT B sebagai kontraktor.
b. Underlying Aset:
Sebagaimana telah diuraikan di atas, underlying asset yang biasanya
digunakan dalam struktur sukuk Istishna adalah proyek-proyek infrastruktur,
maupun barang-barang hasil manufaktur dari pabrik. Oleh karena itu,

56

pengembangan struktur sukuk Istishna di Indonesia sangat dimungkinkan


dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang kegiatan usaha utamanya di bidang
manufaktur maupun infrastruktur.
c. Potensi Emiten
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pengembangan struktur sukuk
Istishna di Indonesia sangat dimungkinkan dilakukan oleh perusahaanperusahaan yang kegiatan usaha utamanya di bidang manufaktur maupun
infrastruktur. Pendanaan untuk pembangunan infrastruktur melalui optimalisasi
dana domestik, BUMN memiliki potensi dan peran strategis yang diharapkan
dapat memberikan konstribusi bagi pembangunan infrastruktur tersebut. BUMN
yang memiliki potensi untuk menerbitkan sukuk dengan akad istishna adalah
BUMN yang bergerak langsung di sektor pembangunan dan penyelenggaraan
jasa infrastruktur dengan cakupan bidang usaha yang sangat luas seperti jalan
tol, telekomunikasi, bendungan, pelabuhan, kelistrikan, transportasi darat, laut,
udara, konsultan konstruksi dan lain sebagainya.
Harapan ini didasari oleh potensi besar yang dimiliki oleh BUMN infrastruktur
tesebut terutama dalam aspek keuangan misalnya nilai laba, penjualan dan aset
yang dimiliki BUMN-BUMN tersebut cukup signifikan termasuk beberapa
BUMN yang secara tidak langsung atau secara tidak dominan terlibat di dalam
pembangunan infrastruktur seperti PT Pertamina, PT Tambang Batu Bara Bukit
asam Tbk.

C. Aspek Hukum dan Akuntansi di Indonesia


1. Aspek Hukum Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna
Penerbitan sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan sukuk istishna
telah dilakukan di beberapa negara. Sampai saat ini penerbitan sukuk dengan
menggunakan kedua akad tersebut digunakan terutama untuk membiayai proyek
pembangunan infrastruktur, telekomunikasi dan sektor lainnya. Penerbitan sukuk
dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna merupakan peluang yang
sangat baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengingat
proyek yang menjadi dasar underlying penerbitan sukuk akan menggairahkan
sektor riil yang berkaitan dengan proyek tersebut.

57

Tidak seperti penerbitan sukuk musyarakah dan sukuk istishna di luar negeri,
dalam penerbitan sukuk musyarakah dan sukuk istishna di Indonesia terdapat
beberapa tantangan antara lain mengenai status hukum penerbitnya. Sebagian
besar penerbitan sukuk di luar negeri dilakukan oleh SPV, sedangkan SPV tidak
lazim digunakan dalam penerbitan sukuk korporasi di Indonesia. Hal ini
dikarenakan belum adanya dasar hukum yang mengatur SPV.
Dalam pandangan investor khususnya investor luar negeri, penggunaan SPV
dalam penerbitan sukuk merupakan hal yang penting. Dengan adanya SPV, maka
aset yang menjadi underlying penerbitan sukuk menjadi aset SPV yang terpisah
dari aset perusahaan. Oleh karena itu apabila sukuk diterbitkan tanpa menggunakan
SPV, maka aset yang menjadi underlying sukuk dapat setiap saat dijadikan aset
yang dapat dieksekusi jika perusahaan mengalami kebangkrutan (pailit). Hal ini
mengakibatkan perlindungan pemegang sukuk (sukuk holders/investor) menjadi
berkurang atas jaminan dari aset yang menjadi underlying sukuk.
a. Implementasi Special Purpose Vehicle (SPV) Di Indonesia
Di Indonesia penerapan penggunaan entitas semacam SPV telah ada. Hal
ini dapat dilihat dari beberapa landasan hukum, yaitu antara lain:
1) Undang-undang No. 19 tahun 2008 mengenai Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN). Pasal 6 ayat 1 menjelaskan bahwa penerbitan SBSN oleh
Perusahaan Penerbit SBSN dilakukan hanya dalam hal struktur SBSN
memerlukan adanya SPV. Dengan adanya undang-undang ini penerbit
SBSN dibebaskan dari persyaratan ketentuan dalam Undang-undang
Perseroan Terbatas.
2) Undang-undang 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 18 mengatur
mengenai entitas khusus berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dalam
rangka penerbitan reksa dana.
3) Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1999 tentang Badan Penyehatan
Perbankan Nasional sebagai dasar hukum pemerintah dalam melakukan
penyelamatan dan penyehatan perbankan Indonesia melalui pendirian
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
4) Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden No 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.
Dalam peraturan ini, SPV didefinisikan sebagai Perseroan Terbatas yang

58

ditunjuk oleh lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk membeli Aset
Keuangan dan menerbitkan Efek Beragun Aset. Dalam penjelasan pasal 6
peraturan tersebut dijelaskan bahwa SPV merupakan perseroan terbatas
yang khusus didirikan untuk mendukung satu transaksi sekuritisasi, SPV
tidak bersifat permanen namun hanya sementara waktu sampai berakhirnya
fungsi dan tugas SPV dalam transaksi sekuritisasi tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa salah satu alternatif


bentuk hukum SPV adalah Perseroan Terbatas yang terikat kepada ketentuan
mengenai syarat, tata cara pendirian dan kewajiban Perseroan Terbatas sebagai
badan hukum. Sedangkan alternatif bentuk SPV lainnya adalah entitas yang
tidak berbentuk Perseroan Terbatas sepanjang ada dasar hukum yang
mengaturnya.

b. Penerbitan Sukuk dengan menggunakan SPV berbentuk Perseroan


Terbatas, Persekutuan Komanditer (CV) atau Firma
Penerbitan Sukuk dengan menggunakan mekanisme SPV yang berbentuk
Perseroan Terbatas, CV atau Firma memiliki beberapa tujuan. Pertama, SPV
dapat lebih mengefesiensikan pencapaian tujuan dari penerbitan sukuk. Kedua,
SPV juga dapat menghindari risiko bagi originator dalam hal terjadinya
permasalahan terkait sukuk yang bukan disebabkan oleh kelalaian originator.
Ketiga, melindungi kepentingan pemegang sukuk atas aset yang menjadi
underlying sukuk

dari kemungkinan pailitnya originator. Alternatif teknis

pelaksanaan penerbitan sukuk apabila menggunakan SPV berbentuk Perseroan


Terbatas dapat diilustrasikan dalam skema berikut:

59

investor

Originator

investor

investor

SPV
(Issuer)

Wali Amanat

Project

Gambar 25 : Contoh Alternatif Skema Penerbitan Sukuk Menggunakan SPV


di Indonesia
Dari skema diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Originator membentuk SPV berbentuk Perseroan Terbatas dengan tujuan
penerbitan sukuk.
b. SPV memiliki tugas khusus untuk menjalankan proyek sebagai dasar
penerbitan sukuk serta mengelola aset yang menjadi underlying sukuk.
c. Dana yang diperoleh dari pemodal dalam penerbitan sukuk digunakan untuk
membiayai proyek.
d. Originator menunjuk Wali Amanat sebagai pihak yang mewakili
kepentingan investor terhadap sukuk yang diterbitkan.

Dalam hal struktur sukuk yang diterbitkan menggunakan akad


musyarakah dimana terjadi syirkah antara originator dengan investor maka
originator wajib menyerahkan penyertaannya kepada SPV. Konstribusi
penyertaan dapat berupa aset tetap ataupun uang terhadap proyek tersebut.
Sedangkan dalam hal struktur sukuk yang diterbitkan menggunakan akad
istishna, dimana terjadi pemesanan barang oleh investor kepada originator maka
originator akan membentuk SPV sebagai penerbit sukuk. Pembayaran oleh
investor kepada originator secara lumpsum. Setelah barang yang dipesan selesai,
akan diserahkan kepada investor. Investor menjual kembali barang tersebut

60

kepada originator dengan harga jual ditambah margin. Pembayaran oleh


originator kepada investor dilakukan dengan cara diangsur.

c. KIK Sukuk
Alternatif lain bentuk SPV dalam penerbitan Sukuk yaitu Kontrak
Investasi Kolektif (KIK) yang difungsikan sebagai SPV. KIK saat ini lazim
digunakan dalam reksadana, EBA dan REITs. KIK merupakan perjanjian antara
Manajer Investasi dengan Bank Kustodian yang mengikat kedua belah pihak,
dan para investor. Sebagai sebuah kontrak, KIK bukan merupakan badan
hukum Perseroan Terbatas dan bukan pula merupakan persekutuan perdata
(maatschap), CV ataupun Firma sebagaimana diatur dalam hukum perdata.
Oleh karena itu, berdasarkan hukum perdata maka dengan sendirinya KIK
bukan merupakaan subyek hukum mandiri (persona standia in iudicio),
sehingga KIK tidak dapat tampil dimuka pengadilan sebagai penggugat ataupun
tergugat. Kondisi ini mengakibatkan KIK tidak dapat dimohonkan pailit atau
disebut bankruptcy proof (kebal terhadap permohonan pernyataan pailit).
Alternatif penerbitan sukuk dengan menggunakan KIK sebagai SPV dapat
dilakukan dengan pendekatan konsep yang terdapat dalam KIK-EBA. Manajer
Investasi (MI) dan Bank Kustodian (BK) yang mengikatkan diri dalam KIK
EBA memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. MI bertugas untuk
mengelola portfolio investasi kolektif yang terdiri dari aset keuangan berupa
tagihan atau piutang yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu
kredit dan tagihan yang timbul dikemudian hari, pemberian kredit termasuk
kredit pemilikan rumah atau apartment, efek bersifat utang yang dijamin oleh
pemerintah, dan lain-lain.
Sedangkan BK bertugas dan berwenang untuk melaksanakan penitipan
kolektif atas aset keuangan yang tercakup dalam portfilio investasi kolektif
untuk kepentingan dan manfaat para pemegang efek. Selain MI dan BK,
terdapat pihak lain yaitu pemegang unit penyertaan yang masuk dan terikat
dalam kontrak KIK.
Sebagaimana diatur dalam KIK-EBA, Kreditur awal (originator) akan
menjual atau mengalihkan dengan cara lain sejumlah aset keuangan yang
kemudian dicatat atas nama BK untuk kepentingan pemegang EBA. Dengan
61

demikian titel hukum (Legal Title) atas aset keuangan tersebut dialihkan kepada
KIK-EBA yang menerimanya semata-mata untuk kepentingan pemegang EBA
sebagaimana diatur dalam pasal 56 ayat (3) UUPM. Aset KIK-EBA yang
dititipkan pada BK, bukan merupakan bagian dari harta BK. Dalam hal BK
mengalami kepailitan maka aset tersebut bukan menjadi budel pailit BK dan
BK wajib mengalihkan kepada para pemegang EBA melalui BK pengganti.
Konsep di atas mengindikasikan bahwa sekalipun sistem hukum indonesia
tidak mengenal lembaga trust sebagaimana dikenal dalam common law
system, namun pengalihan aset keuangan KIK-EBA menyerupai konsep
transfer of legal title dalam common law system.
Penggunaan konsep KIK-EBA yang telah ada saat ini sedikit berbeda
terhadap konsep KIK Sukuk ini. Alternatif konsep KIK dalam penerbitan sukuk
(KIK Sukuk) dapat digambarkan sebagai berikut :
Proyek

Pihak III

KIK
(MI+BK)

Originator

Sukuk

Investor

Gambar 26 : Contoh Alternatif Skema Penerbitan Sukuk Menggunakan


KIK di Indonesia
Skema untuk Sukuk Musyarakah

Skema untuk Sukuk Istishna

1. Originator membentuk SPV berbentuk 1. Originator membentuk SPV berbentuk


KIK dengan tujuan penerbitan sukuk.

KIK dengan tujuan penerbitan sukuk.

2. KIK memiliki tugas khusus untuk 2. KIK selaku kuasa investor memesan
menjalankan

pembangunan

suatu

penerbitan sukuk serta mengelola aset

originator.

Uang

yang menjadi underlying sukuk.

pemesanan

3. Originator
modal

proyek

sebagai

menyerahkan

untuk

dasar

penyertaan

pelaksanaan

proyek.

proyek

kepada

Pembayaran

pembangunan

proyek

tersebut berasal dari penerbitan sukuk


diberikan secara cash kepada originator

Penyertaan modal dapat berupa uang 3. Originator kemudian akan membeli

62

atau modal lain yang dapat dihitung


dengan nilai uang.
4. Investor

membeli

proyek kepada KIK secara bertahap.


4. Nilai pembelian proyek dari originator

sukuk

yang

diterbitkan KIK berupa unit penyertaan.

kepada KIK sebesar nilai penerbitan


sukuk ditambah margin bagi hasilnya.

Uang hasil penerbitan sukuk digunakan


bersama dengan modal originator untuk
pembangunan proyek.
5. KIK dapat memberi kuasa kepada
originator

dalam

pelaksanaan

pembangunan proyek

Penerapan penerbitan sukuk melalui mekanisme KIK Sukuk memang


membutuhkan perluasan fungsi beberapa komponen KIK pada umumnya, fungsi
MI pada KIK Sukuk tidak terbatas kepada aset keuangan saja akan tetapi bisa saja
portfolio yang bukan aset keuangan seperti tanah dan bangunan.
Hal ini pada dasarnya sejalan dengan pengertian Manajer Investasi dalam
Undang-Undang Pasar Modal (UU No 8 tahun 1995) di mana manajer investasi
adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portpolio efek untuk para
nasabah atau mengelola portfolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah,
kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri
kegiatan uashanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu dalam konsep KIK Sukuk pula terdapat pengembangan fungsi Bank
Kustodian yang sebelumnya hanya bertugas mengadministrasikan dana EBA,
dalam KIK sukuk fungsi tersebut ditambah dengan fungsi pengawasan pelaksanana
proyek sukuk sebagai wakil investor sukuk. Disisi lain, karena sukuk yang
diterbitkan KIK merupakan unit penyertaan kepemilikan atas proyek sukuk, maka
untuk menghindari kegagalan proyek sukuk, investor dilarang menjual unit
penyertaan sukuknya sebelum proyek sukuk menghasilkan return.
Konsep KIK Sukuk memiliki beberapa tantangan antara lain:
1) Tantangan dalam underlying asetnya, di mana aset yang menjadi objek
dalam KIK selama ini baru berupa aset keuangan, sedangkan aset yang
dimaksud dalam sukuk lebih luas termasuk kepada aset tanah dan bangunan
yang merupakan lingkup hukum agraria. Disisi lain, instansi yang

63

menangani permasalahan agraria seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN)


belum memiliki pengaturan mengenai konsep KIK.
2) KIK Sukuk memiliki ciri konsep yang berbeda dengan KIK yang ada saat ini.
KIK saat ini merupakan hasil serkuritisasi dari aset keuangan yang telah
berjalan (seperti saham, obligasi, EBA) dan telah menghasilkan return
sedangkan KIK dalam penerbitan sukuk dapat berupa pembangunan suatu
proyek yang menjadi underlying sukuk yang belum terlihat hasilnya saat ini.
Hal ini meningkatkan risiko investor terhadap kegagalan pembangunan
proyek karena bisa terjadi nilai aset proyek menjadi lebih kecil dari nilai
nominal sukuk. Oleh karena itu kami menyarankan dana yang diperoleh
untuk pembangunan proyek sebagian bersasal dari sumber internal
perusahaan yang membutuhkan pembangunan proyek tersebut sehingga
resiko dapat di bagi bersama.
3) Sulit untuk dapat menyisipkan fungsi wali amanat sebagai pengawas
pelaksanaan pembangunan objek sukuk ke dalam bank kustodian, demikian
juga dengan sulitnya menyisipkan fungsi pengelolaan aset tetap kedalam
fungsi Manajer Investasi yang selama ini hanya melakukan pengelolaan aset
keuangan. Sebaliknya, penggunaan konsultan dan kontraktor yang dapat
membantu

manajer

investasi

dalam

pengelolaan

aset

tetap

akan

meningkatkan cost of fund KIK Sukuk.


4) Mengingat dana hasil penerbitan Sukuk digunakan untuk pembangunan
suatu aset tetap, maka pemegang sukuk tidak boleh menjual sukuk sebelum
aset tetap yang menjadi underlying sukuk tersebut jadi.
5) Penerbitan Sukuk melalui mekanisme KIK akan menghasilkan unit
penyertaan sukuk dan bukannya Sertifikat Sukuk.

2. Aspek Akuntansi Sukuk Musyarakah dan Istishna


Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, sampai dengan saat ini belum
ditemukan adanya standar akuntansi khusus tentang sukuk, baik di Indonesia
maupun di luar negeri. Namun demikian, informasi yang diperoleh Tim, saat ini
Ikatan Akuntansi Indonesia melalui Komite Akuntansi Syariah sedang menyusun
standar akuntansi tentang sukuk.

64

Dalam penerbitan sukuk saat ini, nama sukuk selalu diikuti dengan akad-akad
penerbitannya seperti: mudharabah, musyarakah, ijarah, istishna dan sebagainya,
baik menggunakan satu akad maupun gabungan dari akad-akad tersebut. Akadakad tersebut untuk memperjelas bagaimana struktur sukuk tersebut dibuat dan
skema imbal hasil yang harus dibayar kepada investor. Oleh karena itu, setiap
penerbitan sukuk pasti menggunakan nama gabungan sukuk dan akad yang
mengikutinya seperti sukuk musyarakah, sukuk mudharabah, sukuk istishna, sukuk
ijarah, sukuk musyarakah wal ijarah dan sebagainya.
Meskipun standar akuntansi tentang sukuk belum ada di Indonesia, standar
akuntansi yang mengatur akad-akad telah ada di Indonesia, yaitu standar akuntansi
murabahah, salam, istishna, mudharabah, musyarakah, dan ijarah. Dalam standarstandar tersebut telah diatur secara lengkap mengenai pengakuan dan pengukuran,
penyajian serta pengungkapan baik dari sisi pembeli atau pemilik dana maupun dari
sisi penjual atau pengelola dana.
Permasalahan pokok dalam aspek akuntansi sukuk, baik sukuk dengan akad
istishna maupun akad musyarakah, yaitu apakah sukuk hanya produk dari akad
yang mendasari atau suatu transaksi yang berbeda terlepas dari akadnya? Jawaban
pertanyaan pokok tersebut sangat berpengaruh terhadap perlakuan akuntansinya.
Jika sukuk adalah produk dari akad yang mendasari, maka perlakuan akuntansi
mengikuti akadnya dan telah diatur dalam standar akuntansi syariah yang telah ada,
Namun jika sukuk adalah transaksi tersendiri, maka perlakuan akuntansi bisa
berbeda dengan akadnya dan diperlakukan sebagai sebagai efek.
Apabila sukuk diperlakukan sebagai efek, maka perlakuan akuntansi relatif
sederhana sebagaimana perlakukan akuntansi untuk efek konvensional. Dari sisi
Emiten atau issuer, maka penerbitan sukuk istishna maupun sukuk musyarakah
dicatat sebagai efek utang untuk Emiten entitas bukan syariah dan dicatat sebagai
dana syirkah temporer untuk entitas syariah sedangkan dari investor dicatat sebagai
investasi efek (marketable securities). Pencatatan oleh investor tersebut sejalan
dengan pencatatan sukuk yang telah diatur dalam Financial Accounting Standard
(FAS) nomor 17 AAOIFI tentang Investments. Dalam FAS nomor 17, investasi
dalam sukuk diklasifikasikan sebagai investasi untuk tujuan perdagangan, tersedia
untuk dijual dan dipegang sampai jatuh tempo. Perlakuan akuntansi untuk ketiga

65

klasifikasi tersebut sama seperti investasi pada efek tertentu yang telah diatur dalam
PSAK no. 51 tentang Investasi Efek Tertentu.

3.

Akuntansi Sukuk Musyarakah dan Istishna dalam Praktik


Perlakuan akuntansi bagi sukuk dari sudut pandang penerbit belum diatur
baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Terkait dengan penerbitan sukuk,
perlakuan akuntansi untuk obligasi dapat dipakai sebagai pedoman, namun dalam
pelaksanaannya harus disesuaikan dengan prinsip dan ketentuan akuntansi syariah.
Pada penerbitan sukuk, Emiten menjual sukuk tersebut kepada investor harus
dengan nilai nominal. Hal tersebut untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya
riba dan kezaliman serta maysir akibat penjualan yang berbeda dengan nilai
nominal, baik di atas maupun di bawah nilai nominal, sehingga dalam Sukuk tidak
diperbolehkan penjualan Sukuk yang nilainya berbeda dengan nilai nominal.
Biaya emisi sukuk merupakan biaya transaksi yang harus dikurangkan
langsung dari hasil emisi (proceed) untuk menentukan hasil emisi neto sukuk
tersebut. Selisih antara hasil emisi neto dengan nilai nominal merupakan diskonto
yang harus diamortisasi selama jangka waktu sukuk tersebut. Amortisasi yang
dilakukan untuk sukuk adalah amortisasi atas diskonto yang berasal dari biaya
emisi.
Sampai saat ini belum terdapat penerbit sukuk dengan akad musyarakah dan
istishna di Indonesia, oleh karena itu akan diambil beberapa praktik dari penerbit
sukuk musyarakah dan istishna di luar negeri.
Penerbitan Sukuk musyarakah dan istishna di luar negeri dilakukan dengan
membentuk Special Purpose Vehicle (SPV) sebagai entitas yang menerbitkan
Sukuk. Laporan keuangan SPV dikonsolidasikan dalam laporan keuangan
perusahaan induk sehingga tetap muncul informasi yang berkaitan dengan Sukuk.
Dalam praktik beberapa negara yang terdapat entitas yang menerbitkan sukuk,
terdapat perbedaan nama akun dalam menyajikan di laporan keuangannya. TID
Global Sukuk Limited Kuwait menyajikan sukuk musyarakah sebagai akun Islamic
Sukuk. Dubai Islamic, PLUS EXPRESSWAYS BERHAD dan SARAWAK
ENERGY BERHAD Malaysia menyajikan sukuk musyarakah yang diterbitkan
dalam akun pinjaman (borrowings) pada sisi kewajiban. Entitas tersebut tidak
memisahkan antara sukuk dengan surat utang lain, namun keterangan lebih lanjut

66

mengenai jenis-jenis kewajibannya diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan


Keuangan, sedangkan AmIslamic Bank Berhad Malaysia menyajikannya sebagai
subordinated Sukuk Musyarakah.

National Central Cooling Company PJSC

menyajikan sukuk istishna dalam laporan keuangannya dengan akun Islamic


Financing arrangement di pos Kewajiban.
Entitas yang menerbitkan sukuk musyarakah dan istishna mencatat
perlakuan akuntansinya sesuai dengan International Financial Reporting Standards
(IFRS) atau dengan memakai standar akuntansi konvensional yang berlaku di
masing-masing negara yang telah diselaraskan dengan IFRS.

67

BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. SIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab
sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Sukuk dapat menggunakan berbagai macam akad sesuai dengan kebutuhan
pendanaan dan karakteristik underlying asetnya. Akad-akad tersebut antara lain
akad ijarah, mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna, salam, muzaraa,
musaqa, dan mugharasa. Di Indonesia hingga saat ini penerbitan sukuk baru
menggunakan akad ijarah dan mudharabah sebagai akad utama. Sementara praktik
di pasar modal internasional selain kedua akad tersebut juga telah digunakan akad
lain termasuk akad musyarakah dan istishna.
2. Pada praktik di luar negeri sukuk dengan akad musyarakah telah digunakan oleh
perusahaan di beberapa sektor usaha antara lain sektor infrastruktur, pertambangan,
dan jasa. Sedangkan untuk sukuk dengan akad istishna, telah pula digunakan oleh
perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur seperti pembangunan jembatan,
pembangkit listrik, real estate, dan pembangunan pabrik.
3. Sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna berpotensi untuk
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sukuk dengan akad
musyarakah dapat digunakan oleh perusahaan dari berbagai sektor bidang usaha.
Sedangkan sukuk dengan akad istishna dapat digunakan oleh perusahaan dari
sektor infrastruktur.
4. Sukuk yang diterbitkan di luar negeri pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan

entitas

yang bertujuan khusus seperti Special

Purpose

Vehicle/Company/Entity. Penerapan entitas yang bertujuan khusus tersebut di


Indonesia dapat diakomodasi melalui beberapa alternatif badan hukum seperti
Perseroan Terbatas, Firma, CV atau bentuk hukum KIK, akan tetapi seluruh entitas
tersebut harus dipastikan dapat berfungsi sebagai bankcruptcy remote.
5. Sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna dapat juga
diterbitkan

menggunakan

konsep

wakalah

sebagai

menggunakan entitas yang bertujuan khusus seperti

alternatif
Special

jika

tidak

Purpose

Vehicle/Company/Entity.

68

6. Saat ini belum ada standar akuntansi keuangan yang mengatur secara khusus
tentang sukuk yang dikeluarkan baik oleh IAI maupun badan internasional
penyusun standar akuntansi. Dalam praktik selama ini, penerbit sukuk musyarakah
dan istishna menggunakan perlakuan akuntansi obligasi dalam perlakuan akuntansi
sukuk.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan

pembahasan

dan

simpulan

yang

telah

diuraikan

maka

direkomendasikan beberapa hal sebagai berikut:


1. Perlu dilakukan revisi Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-Akad yang
Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal, dengan menambahkan
pengaturan mengenai akad musyarakah dan akad istishna. Hal ini dimaksudkan
untuk mengakomodasi perusahaan-perusahaan di Indonesia yang memiliki potensi
untuk menerbitkan sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan istishna.
2. Perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi mengenai penerbitan sukuk dengan
menggunakan akad musyarakah dan akad istishna kepada pelaku pasar khususnya
Emiten. Sosialisasi dan edukasi untuk sukuk dengan menggunakan akad
musyarakah difokuskan kepada Emiten di sektor infrastruktur, pertambangan, dan
jasa. Sedangkan untuk sukuk dengan menggunakan akad istishna, sosialisasi dan
edukasi difokuskan kepada Emiten yang bergerak di bidang infrastruktur seperti
pembangunan jembatan, pembangkit listrik, real estate, dan pembangunan pabrik.
3. Sosialisasi dan edukasi mengenai sukuk dengan menggunakan akad musyarakah
dan akad istishna perlu juga dilakukan kepada Penjamin Emisi Efek, Wali Amanat
dan Profesi Penunjang Pasar Modal serta pelaku pasar modal lainnya yang turut
terlibat dalam penerbitan sukuk.
4. Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai entitas yang bertujuan
khusus seperti Special Purpose Vehicle/Company/Entity agar penerbitan sukuk di
Indonesia memiliki skema yang sama (compatible) dengan penerbitan sukuk di luar
negeri termasuk sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna.
5. Diperlukan standar akuntansi yang mengatur tentang sukuk, termasuk sukuk
dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna, sehingga dapat
memberikan pedoman yang jelas dan baku sesuai dengan karakteristik sukuk
sebagai efek syariah bagi Emiten penerbit sukuk dan investor sukuk.

69

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal

2.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas

3.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga


Syariah Negara

4.

Peraturan Pemerintah No, 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Di


Bidang Pasar Modal

5.

Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah

6.

Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad Yang Digunakan Dalam Penerbitan


Efek Syariah di Pasar Modal

7.

Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah

8.

Peraturan Bapepam dan LK di http://www.bapepam.go.id

9.

Accounting and Auditing Organization For Islamic Financial Institutions (AAOIFI)

10.

Dewan Syariah Nasional MUI, (2006). Himpunan Fatwa. Jakarta, Dewan Syariah
Nasional MUI dan Bank Indonesia, Edisi Revisi 2006

11.

M. Taqi Usmani, An introduction to Islamic Finance

12.

Sukuk untuk besarkan jambatan pulau, (2006) di http://www. blogspot.com

13.

http://www.learnislamicfinance.com/Sukuk_Islamic_Bonds.pdf

14.

Statistik Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Tahun 2009

70

Lampiran 1

DAFTAR ANGGOTA TIM KAJIAN


TIM KAJIAN PENGEMBANGAN PRODUK SYARIAH DI PASAR MODAL
(SUKUK MUSYARAKAH DAN SUKUK ISTISHNA)

Fadilah Kartikasasi
Muhammad Touriq
Arif Machfoed
Kiagus M. Zainudin
Bimahyunaidi Umayah
M. Mukhtar
Halim Haryono
M. Arif Budiman
Abdul Hanan
Royani
Yunaldi Boer
Andry Wicaksono
Mar'atush Shalihah
Riwayati
Biger A.M.
Darwin Nasution
Pujiastuti

Anda mungkin juga menyukai