Oleh:
Tim Kajian Pengembangan Produk Syariah
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan
karunia dan anugerah-Nya sehingga pelaksanaan dan penulisan laporan hasil kajian mengenai
Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal (Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna) dapat
diselesaikan.
Latar belakang dilakukannya kajian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa produk
syariah di pasar modal Indonesia sampai dengan saat ini masih sangat terbatas dibandingkan
dengan produk konvensional. Terbatasnya produk syariah tersebut mengakibatkan alternatif
investasi dan pembiayaan berbasis syariah menjadi sangat minim. Salah satu produk syariah
di pasar modal Indonesia yang masih terbatas dari sisi jumlah maupun jenis akad adalah sukuk.
Sukuk yang diterbitkan di Indonesia saat ini baru menggunakan 2 (dua) akad yaitu akad
mudharabah dan akad ijarah. Adanya alternatif penerbitan sukuk dengan menggunakan akad
musyarakah dan akad istishna diharapkan dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi
perusahaan dan juga sarana investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal
yang lebih beragam.
Seluruh anggota Tim menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu untuk menyelesaikan kajian ini. Dengan
segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, Tim berharap semoga hasil kajian ini bisa
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkan dan dapat digunakan oleh regulator dan
para pelaku pasar modal Indonesia dalam rangka mengembangkan pasar modal syariah. Tim
menyambut dengan tangan terbuka segala kritik dan saran membangun terhadap hasil kajian
ini.
Jakarta,
Desember 2009
EXECUTIVE SUMMARY
Salah satu produk syariah di pasar modal Indonesia yang masih terbatas namun
berpotensi untuk dikembangkan baik dari sisi jumlah maupun jenis akad adalah sukuk.
Sukuk yang diterbitkan di Indonesia saat ini baru menggunakan 2 (dua) akad, yaitu akad
mudharabah dan akad ijarah. Sedangkan beberapa negara di kawasan Timur Tengah, Asia
dan Eropa, struktur penerbitan sukuk telah menggunakan akad yang lebih beragam antara
lain akad ijarah, mudharabah, musyarakah, istishna, murabahah, salam, dan hybrid sukuk.
Dalam rangka memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana
investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal, Tim melakukan kajian
terkait kemungkinan penggunaan alternatif akad dalam struktur penerbitan sukuk di
Indonesia, yaitu akad musyarakah dan akad istishna. Penentuan pemilihan kajian terhadap
akad musyarakah dan akad istishna dilatarbelakangi bahwa kedua akad tersebut telah
banyak digunakan dalam penerbitan sukuk di pasar modal internasional. Kajian ini
dilakukan dengan cara melakukan penelaahan berbagai literatur mengenai pengertian,
bentuk, karakteristik, pengaturan, pengawasan, mekanisme dan praktik penerbitan sukuk
yang telah dilakukan di beberapa negara serta kemungkinan, potensi dan penerapannya di
Indonesia.
Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa sukuk dapat
menggunakan berbagai macam akad sesuai dengan kebutuhan pendanaan dan karakteristik
underlying asetnya seperti akad ijarah, mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna,
salam, muzaraa, musaqa, dan mugharasa. Di Indonesia sukuk dengan menggunakan akad
musyarakah, berpotensi untuk diterapkan oleh perusahaan di berbagai sektor bidang usaha.
Sedangkan sukuk dengan menggunakan akad istishna untuk perusahaan di sektor
infrastruktur.
Hal lain yang dapat disimpulkan dari kajian ini adalah pada umumnya sukuk yang
diterbitkan di luar negeri menggunakan entitas yang bertujuan khusus atau Special
Purpose Vehicle/Company/Entity. Sebagai alternatif jika tidak menggunakan entitas yang
bertujuan khusus atau Special Purpose Vehicle/Company/Entity tersebut, sukuk dengan
menggunakan akad musyarakah dan akad istishna dapat juga diterbitkan dengan
menggunakan konsep wakalah. Dari aspek akuntansi, saat ini belum ada standar akuntansi
keuangan yang mengatur secara khusus tentang sukuk yang dikeluarkan baik oleh IAI
maupun badan internasional penyusun standar akuntansi. Praktik selama ini, penerbit
sukuk musyarakah dan istishna menggunakan perlakuan akuntansi obligasi dalam
perlakuan akuntansi sukuk.
Tim merekomendasikan perlunya dilakukan revisi Peraturan Nomor IX.A.14
tentang Akad-Akad yang Digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal,
dengan menambahkan pengaturan mengenai akad musyarakah dan akad istishna.
Selanjutnya, perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi mengenai hal tersebut kepada pelaku
pasar khususnya Emiten, Penjamin Emisi Efek, Wali Amanat dan Profesi Penunjang Pasar
Modal serta pelaku pasar modal lainnya yang turut terlibat dalam penerbitan sukuk. Selain
itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam mengenai entitas yang bertujuan khusus
seperti Special Purpose Vehicle/Company/Entity agar penerbitan sukuk di Indonesia
memiliki skema yang sama (compatible) dengan penerbitan sukuk di luar negeri. Dari
aspek akuntansi, perlu disusun standar akuntansi yang mengatur tentang sukuk, termasuk
sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna, sehingga dapat
memberikan pedoman yang jelas dan baku sesuai dengan karakteristik sukuk sebagai efek
syariah bagi Emiten penerbit sukuk dan investor sukuk.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. i
EXECUTIVE SUMMARY .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN. ........................................................................................................ v
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Tujuan Kajian .................................................................................................. 2
C. Metodologi Penelitian ...................................................................................... 2
BAB II
BAB III
BAB IV
DAFTAR KEPUSTAKAAN70
LAMPIRAN............................I
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
25
26
Gambar 7
20
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
32
Gambar 12
33
Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
38
Gambar 16
39
Gambar 17
40
Gambar 18
40
Gambar 19
Gambar 20
45
Gambar 21
46
48
Gambar 22
Gambar 23
Gambar 24
Gambar 25
60
62
Gambar 26
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis ekonomi global yang terjadi saat ini telah berdampak pada negara-negara
di kawasan Amerika dan Eropa. Hal ini menyebabkan terjadinya kesulitan likuiditas
sektor keuangan di negara-negara tersebut. Sementara itu, negara-negara Timur Tengah
sebagai penghasil minyak, saat ini masih menjadi area yang mengalami surplus
likuiditas. Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi negara-negara yang menginginkan
aliran dana dari Timur Tengah masuk ke negara tersebut, termasuk Indonesia. Salah
satu cara untuk menarik minat investor dari luar negeri adalah melalui investasi pada
produk-produk syariah di pasar modal. Kegiatan pasar modal syariah dipercaya dapat
memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam industri keuangan secara umum
dan dapat menjadi salah satu pilar dalam pembangunan perekonomian negara,
termasuk Indonesia. Di satu sisi kondisi tersebut merupakan hal yang sangat
menggembirakan, namun di sisi lain menghadirkan tantangan baru berupa masih
terbatasnya produk syariah yang lebih beragam di pasar modal.
Sebagaimana diketahui saat ini produk syariah di pasar modal Indonesia masih
sangat terbatas baik dari segi jumlah maupun variasi produknya dan jenis akadnya jika
dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang konvensional, misalnya sukuk. Jika
dilihat dari sisi jumlah penerbitan dan nilai emisi, penerbitan sukuk di pasar modal
Indonesia relatif masih sangat minim jika dibandingkan dengan penerbitan obligasi.
Berdasarkan data statistik pasar modal per Desember 2009 penerbitan sukuk (obligasi
syariah korporasi), baru mencapai 41 sukuk (obliasi syariah) atau 12% dari total
penerbitan obligasi dengan total nilai emisi sebesar Rp 6,71 triliun atau 4% dari total
nilai emisi obligasi.
Demikian pula dari sisi akad yang digunakan dalam struktur penerbitan sukuk,
saat ini baru ada 2 (dua) akad, yaitu akad mudharabah dan akad ijarah. Sementara di
negara lain, telah digunakan beberapa akad seperti Musyarakah, Istishna, Murabahah,
Salam, dan Hybrid Sukuk.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan kajian terkait
kemungkinan penggunaan alternatif akad yang dapat digunakan dalam struktur
penerbitan sukuk di Indonesia yaitu akad musyarakah dan akad istishna. Hal ini
dimaksudkan agar dalam struktur penerbitan sukuk, akad yang digunakan tidak terbatas
hanya pada 2 (dua) akad yang telah ada. Selain itu, akad musyarakah dan akad istishna
telah digunakan dalam penerbitan sukuk di pasar modal internasional sehingga
diharapkan dapat memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana
investasi bagi investor terhadap produk syariah di pasar modal yang lebih beragam.
Sejalan dengan pemikiran diatas, Biro Standar Akuntansi dan Keterbukaan
melakukan kajian mengenai pengembangan produk syariah di pasar modal khususnya
yang berkaitan dengan akad yang digunakan dalam struktur penerbitan sukuk yaitu
akad musyarakah dan akad istishna.
Kajian ini meliputi hal-hal antara lain sebagai berikut:
1. Pengaturan, pengawasan, mekanisme dan praktik struktur penerbitan sukuk dengan
menggunakan akad musyarakah dan akad istishna yang telah dilakukan di beberapa
negara seperti Timur Tengah, Asia Eropa dan Amerika.
2. Kemungkinan/peluang dan potensi serta kendala dan alternatifnya terkait penerapan
penerbitan sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna di
Indonesia baik yang menyangkut aspek hukum maupun akuntansi dan aspek terkait
lainnya.
B. Tujuan Kajian
Tujuan dari kegiatan kajian ini adalah:
1. Untuk memperluas alternatif pembiayaan bagi perusahaan dan sarana investasi bagi
investor terhadap produk syariah di pasar modal yang lebih beragam.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi regulator dalam menyusun peraturan terkait
dengan produk syariah tersebut.
C. Metodologi Penelitian
Kajian ini menggunakan metode studi kepustakaan melalui:
1. Pengumpulan data/informasi dan penelaahan materi-materi kajian mengenai sukuk
musyarakah dan sukuk istishna yang bersumber dari pencarian data dan informasi
di internet maupun penelaahan literatur-literatur yang ada, baik yang menyangkut
aspek hukum, akuntansi dan aspek terkait lainnya.
2. Diskusi dengan narasumber terkait penerbitan sukuk dengan menggunakan akad
musyarakah dan akad istishna yang menyangkut pengaturan, pengawasan,
mekanisme dan praktik yang telah dilakukan di beberapa negara
serta
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Sukuk
1. Sukuk
a. Pengertian Sukuk
Istilah Sukuk secara terminologi merupakan merupakan bentuk jamak
dalam bahasa arab yang berasal dari kata sakk yang berarti sertifikat atau
bukti kepemilikan (www.wikipedia.or.id).
Dalam Sharia Standard No.17 tentang Investment Sukuk, Accounting and
Auditing
Organization
for
Islamic
Financial
Institutions
(AAOIFI)
Klaim
Penggunaan
Dana
Jenis
Penghasilan
Sukuk
Obligasi
Saham
Bukan merupakan
surat utang,
melainkan
kepemilikan
bersama atas suatu
aset/proyek
Klaim kepemilikan
didasarkan pada
asset/proyek yang
spesifik
Harus digunakan
untuk kegiatan
usaha yang halal
Imbalan, bagi hasil,
margin, capital gain
Surat pernyataan
utang dari issuer
Kepemilikan
saham dalam
perusahaan
Emiten
menyatakan
sebagai pihak
peminjam
Dapat digunakan
untuk apa saja
Menyatakan
kepemilikan
terhadap
perusahaan
Dapat digunakan
untuk apa saja
Bunga/kupon,
capital gain
Dividen / capital
gain
Underlying
Asset
Syariah
Endorsement
Perlu
Tidak Perlu
Tidak Perlu
Perlu
Tidak Perlu
Tidak Perlu
c. Jenis Sukuk
Jenis sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang
Investment Sukuk, terdiri dari :
1) Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan.
2) Sertifikat kepemilikan atas manfaat, yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe :
Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset yang telah ada, Sertifikat
kepemilikan atas manfaat aset di masa depan, sertifikat kepemilikan atas
jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas jasa di masa depan.
3) Sertifikat salam.
4) Sertifikat istishna.
5) Sertifikat murabahah.
6) Sertifikat musyarakah.
7) Sertifikat muzaraa.
8) Sertifikat musaqa.
9) Sertifikat mugharasa.
Sementara itu Academy for International Modern Studies (AIMS)
mengklasifikasikan jenis sukuk sebagai berikut:
1) Sukuk mudharabah
2) Sukuk musyarakah
3) Sukuk ijarah
4) Sukuk murabahah
5) Sukuk salam
6) Sukuk istishna
7) Sukuk hybrid
Di samping itu, AIMS juga membagi sukuk menjadi empat kelompok
berdasarkan aset atau proyek yang menjadi dasar transaksinya, sebagai berikut:
1) Sukuk yang mewakili kepemilikan pada aset berwujud (sebagian besar
berupa transaksi sale and lease back atau direct lease);
piutang
dalam
bentuk
uang
maupun
barang
tidak
dapat
antara dua atau lebih pihak untuk menggabungkan aset, tenaga kerja atau
kewajiban-kewajibannya untuk tujuan memperoleh keuntungan.
Sesuai dengan pendapat tersebut di atas, sukuk yang diterbitkan
berdasarkan akad musyarakah memiliki ciri-ciri sebagaimana dijelaskan oleh M.
Taqi Usmani.
Di samping itu, definisi sukuk Musyarakah dari beberapa sumber adalah
sebagai berikut:
1) Berdasarkan UU No 19 tahun 2008 tentang SBSN, sukuk dapat diterbitkan
berdasarkan
akad
musyarakah,
yang
dalam
pasal
musyarakah
yang
diperoleh
dari
kegiatan
usaha
musyarakah
akan
(yang
harus
ditepati).
Sandaran
kalangan
Hanafiyah
tentang
10
dimiliki oleh pihak pemesan. Dalam hal pihak pemesan setuju, pihak pemesan
bisa membelinya, dan kalau tidak, pihak pemesan bisa membatalkannya.
Karena kedudukannya seperti menjual barang yang tidak tampak.
Menurut Abu Yusuf dalam pemesanan sama sekali tidak ada hak pilih.
Karena pemesanan itu adalah menjual barang yang tidak hadir namun dalam
kepemilikan, seperti jual beli as-salm.
11
Dengan tidak dikenalnya konsep trustee sebagaimana tersebut diatas, maka untuk
mengeluarkan hak milik dari pemilikan Settlor dalam proses pengalihan asset
diperlukan suatu lembaga independen (SPV) yang menerima pengalihan aset-aset dari
settlor yang kemudian menjadi pemilik sah dari aset-aset tersebut.
Berbeda dengan status dalam Trusts, pembelian atau pengalihan harta kekayaan
(asset) dari settlor kepada SPV akan menjadikan harta kekayaan tersebut sebagai harta
kekayaan SPV. Oleh karena harta kekayaan tersebut menjadi harta kekayaan SPV,
maka kepailitan SPV mengakibatkan harta kekayaan tersebut menjadi objek budel
pailit. Hal ini menjadi masalah mengingat SPV sering digunakan dalam penerbitan
surat berharga di mana adanya peralihan kekayaan dari settlor kepada SPV. Oleh
karena itu, agar Investor pembeli surat berharga (termasuk Sukuk) merasa aman
dengan asset atau harta kekayaan yang menjadi dasar atau jaminan penerbitan surat
berharga (sukuk) tersebut, maka SPV haruslah menjadi lembaga yang sulit untuk
dipailitkan atau jika mungkin merupakan lembaga yang tidak dapat dipailitkan
(bankruptcy remote).
Berikut adalah mekanisme penggalangan dana investor dengan menggunakan
konsep SPV:
Menerbitkan
Global Note
True Sale
Originator
SPV
Aset sbg
Jaminan
Indenture Trustee
Trustee bagi
(Perwakilan)
Investor
Gambar 1 : Skema Penerbitan Sukuk Menggunakan SPV
Mekanisme penerbitan surat berharga dengan skema di atas didahului
penjualan oleh originator dengan prinsip jual putus kepada SPV. Hal ini berarti
terjadi pengalihan atau pemindahan hak milik atas harta kekayaan tersebut kepada
12
SPV, sehingga harta kekayaan ini dengan penjualan tersebut akan berada di luar
harta kepailitan Originator apabila Originator dinyatakan pailit.
Kemudian setelah adanya peralihan harta kekayaan tersebut, SPV akan
menerbitkan surat berharga dan menjualnya kepada investor serta wajib
menyerahkan penyimpanan dan pemeliharaannya kepada Indenture Trustee yang
mewakili kepentingan seluruh Investor. Dengan demikian berarti masing-masing
Investor hanya mewakili bagian yang ekuivalen dengan penyertaan mereka dalam
surat berharga yang disimpan, dan dipelihara oleh Indenture Trustee, bersama-sama
dengan seluruh harta kekayaan yang menjadi dasar penjaminan pemenuhan
kewajiban yang lahir dari penerbitan Surat berharga tersebut. Jadi dengan demikian
SPV hanya memiliki satu orang kreditor saja, yang dalam hal ini diwakili oleh
Indenture Trustee, yang merupakan pemegang kuasa dari seluruh Investor
pemegang sukuk yang dipelihara oleh Indenture Trustee (untuk kepentingan
seluruh Investor atau menurut syarat-syarat Perjanjian Perwaliamanatan
(Indenture Trusts Agreement).
13
14
Adapun akuntansi transaksi istishna diatur dalam PSAK No. 104 tentang
Akuntansi Istishna. Standar tersebut bertujuan untuk mengatur pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi Istishna. PSAK tersebut
diterapkan untuk lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang
melakukan transaksi Istishna, baik sebagai penjual maupun pembeli. Pernyataan
ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk)
yang menggunakan akad istishna.
Dalam PSAK 104 dinyatakan bahwa entitas dapat bertindak sebagai
pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna. Jika entitas bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau kontraktor) untuk
membuat barang pesanan juga dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna
paralel. Istishna paralel ini dapat dilakukan dengan syarat akad pertama antara
entitas dan pembeli akhir tidak bergantung (muallaq) dari akad kedua, antara
entitas dan pihak lain.
Bagi penjual, pendapatan istishna diakui dengan menggunakan metode
persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad adalah selesai jika proses
pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli. Jika metode
persentase penyelesaian digunakan, maka:
a. bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan
dalam periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna pada periode yang
bersangkutan
b. bagian margin keuntungan istishna yang diakui selama periode pelaporan
ditambahkan kepada aset istishna dalam penyelesaian
c. pada akhir periode harga pokok istishna diakui sebesar biaya istishna yang
telah dikeluarkan samapai dengan periode tersebut.
Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya
tidak dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka
digunakan metode akada selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak ada pendapatan istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut
selesai
b. tidak ada harga pokok istishna yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut
selesai
15
c. tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna dalam penyelesaian
sampai dengan pekerjaan tersebut selesai
d.
sebesar jumlah termin yang ditagiholeh penjual dan sekligus mengakui utang
istishna kepada penjual. Jika barang pesanan terlambat diserahkan oleh penjual
dan mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari
garansi penyelsaian proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut
melebihi garansi, mka selisihnya akan diakui sebgai piutang jatuh tempo kepada
penjual.
Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan
spesifikasi dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah
dibayarkan kepada penjual, mka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui
sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual. Jika pembeli menerima barang
pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi maka barang pesanan tersebut dikur
dengan nilai yang lebih rendah anatara nilai wajar dan biaya perolehan. Selisih
yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam istishna paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan
karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan
diukur dengan nilai yang lebih rendah anatar nilai wajar dan harga pokok istishna.
Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
Dalam neraca penjual, piutang istishna yang berasal dari transaksi istishna
disajikan sebesar jumlah yang belum dilunasi oleh pembeli akhir, sedangkan
termin istishna yang bersal dari transaksi istishna disajikan sebesar jumlah
tagihan termin penjual kepada pembeli akhir. Di sisi lain, dalam neraca pembeli,
utang istishna disajikan sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum
dilunasi dan aset istishna dalam penyelesaian disajikan sebesar persentase
penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir jika istishna
paralel atau kapitalisasi biaya perolehan jika istishna.
16
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Praktik Sukuk Musyarakah dan Sukuk Istishna di Luar Negeri
1. Sukuk Musyarakah
Sebagai bahan referensi dalam rangka penerbitan sukuk musyarakah di
Indonesia, berikut ini diuraikan beberapa struktur penerbitan sukuk musyarakah di
luar negeri antara lain di negara-negara kawasan Timur Tengah, Asia Tenggara dan
Amerika.
a. Timur Tengah
Salah satu praktek penerbitan Sukuk Musyarakah di kawasan Timur
Tengah adalah di Uni Emirat Arab yaitu Sukuk Emirates Airlines yang
diterbitkan pada bulan Juni tahun 2005, dengan jumlah emisi US$550.000.000
dan memiliki tenor 7 tahun. Sukuk tersebut memberikan tingkat return sebesar
0,75% + LIBOR (London Interbank Offered Rate) yang dibayar setiap bulan.
Lead manager dalam penerbitan sukuk ini adalah Dubai Islamic Bank yang
bekerjasama dengan Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC),
Standard Chartered Bank, National Bank of Abu Dhabi, Gulf International
Bank BSC dan Union Bank of Switzerland (UBS). Sukuk ini dicatatkan di
Bursa Efek Luxembourg dan merupakan Sukuk pertama yang diterbitkan oleh
sebuah perusahaan penerbangan serta mengalami oversubscribed sekitar 50%
hingga mencapai US$824.000.000.
17
18
19
untuk mendesain dan membangun jalan tol antara kota Kuching dan
Sarawak atas perintah FAC (Federal Administrative Centre).
3. Tahap bagi hasil
Pada tahap ini Matang sebagai wakil dari para investor dan sebagai
rabbul mal dalam tahap mudharabah venture akan memperoleh bagi
hasil atas proyek jalan tol tersebut. Selanjutnya, dana tersebut akan
digunakan sebagai imbal hasil kepada investor (pemegang sukuk
Musyarakah) berdasarkan designed account yang telah disepakati di
muka. Matang memberikan keuntungan dari proyek yang dilakukan
dalam skema Mudarabah venture dan membayarkan kembali setoran
modal pemegang Sukuk.
2) Musyarakah One Sukuk
Gambar 4 : Skema
Penerbitan Sukuk Musyarakah One
21
Berdasarkan musyarakah
yang
tersebut akan
digunakan untuk membeli tagihan atau piutang atas penyediaan jasa dan
perlengkapan kegiatan belajar mengajar yang dimiliki oleh TSI secara
tunai. Nilai transaksi pembelian tagihan tersebut biasanya lebih kecil
dari nilai tagihan sebenarnya TSI kepada pemerintah (discount).
Sehubungan dengan hal tersebut, tagihan tersebut akan menjadi milik
Musyarakah One. Hal ini mengandung arti bahwa Musyarakah One
mempunyai tagihan langsung kepada pemerintah yang pada gilirannya dana
tersebut akan digunakan sebagai pembayaran ( berupa profit dan nilai pokok
sukuk) kepada para pemegang sukuk.
22
c. Amerika Serikat
The East Cameron Gas Sukuk merupakan sukuk yang diterbitkan oleh
sebuah Special Purpose Vehicle (SPV) yang berkedudukan di Cayman Island
dengan menggunakan akad musyarakah antara SPV penerbit (Issuer SPV) dan
East Cameron Gas Partner (ECP). Penerbitan Sukuk ini diatur, dikelola, dan
diadministrasikan oleh Bemo Securitization Company Sal (BSEC) yang
berkedudukan di Lebanon. Sebagai tambahan, sukuk ini diterbitkan oleh ECP
sebagai upaya untuk membayar kembali utangnya kepada Macquarie Bank of
Australia sebesar US$45 M. Hal ini dilakukan karena pembiayaan melalui bank
tersebut dinilai sangat mahal karena sebagai bagian dari skema pembiayaan
utang tersebut, Macquarie mengambil bagian 50% dari ekuitas ECP.
Penerbitan sukuk ini dilakukan oleh East Cameron Gas Company dengan
nilai nominal sebanyak-banyaknya US$165.67M dengan jangka waktu 13 tahun
dari waktu penerbitan Juli 2006, pemeringkatan dilakukan oleh Standard and
Poors (S&P) dengan peringkat CCC+, pembayaran periodik dilakukan
kuartalan dan didasarkan pada volume produksi yang dihasilkan, dan imbalan
yang diberikan adalah 11,25%. Sukuk ini diterbitkan berdasarkan hukum yang
berlaku di Amerika Serikat.
Transaksi ini melibatkan sekuritisasi penjualan hydrocarbon dari blok
EC71/72 di mana ECP mempunyai 100% hak sewa pada EC72 dan 100%
kepentingan pengoperasian dalam porsi tertentu dari blok E71 dan ECP
memegang 100% kepentingan penggunaan (working interest) pada kedua blok
dimaksud.
Sukuk yang diterbitkan merupakan musyarakah antara dua pihak yaitu
ECP dan Issuer SPV. Transaksi ini didasarkan pada akuisisi dari aset fisik. SPV
Pembeli (Purchaser SPV) melakukan pembelian sebuah aset fisik pada basis
true sale (jual putus). Perjanjian pembiayaan yang menghubungkan Issuer SPV
kepada Purchaser SPV (Louisiana Offshore Holdings) adalah instrumen sesuai
dengan shariah pada (i) perwujudan kontribusi Issuer SPV sebagai Musharek
dan (ii) memberikan Issuer SPV risiko tertentu dan profil reward yang
selanjutnya dialihkan ke pemegang sukuk. Sukuk ini telah memperoleh
pernyataan kesesuaian syariah berdasarkan fatwa Sheikh Youssef Delorenzo
and by Sheikh Nizam Yacoubi.
23
Struktur sukuk dengan akad musyarakah East Cameroon Gas secara garis
besar dapat dibagi menjadi 2 tahapan yaitu tahap pertama (pembentukan
musyarakah) dan tahap kedua (aliran dana)
1. Tahap pertama (Tahap Pembentukan Musyarakah)
24
25
26
2. Sukuk Istishna
a. Timur Tengah
Penerbitan sukuk dengan menggunakan akad istishna telah dilakukan oleh
beberapa negara di Timur Tengah, yaitu:
1) Bahrain
2.
3.
27
Durrat Sukuk company sebagai issuer (SPV) dalam penerbitan sukuk ini
bertindak atas nama pemegang sukuk untuk pengawasan proyek.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Liquidity Management Centre (LMC) yang diberikan amanat oleh the Project
Company (durrat khaleej al Bahrain) dan Kuwait Finance House (Bahrain)
untuk bertindak sebagai arranger dan placement agent. Durrat Khaleej Al
Bahrain (the project company) yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah
Bahrain dan anak perusahaan dari KFH. Durrat al Bahrain merupakan proyek
dari Durrat Khaleej Al Bahrain.
Sukuk ini distruktur berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang telah
disahkan oleh dewan syariah LMC dan KFH. Transaksi struktur Sukuk ini juga
disahkan oleh International Islamic Financial Market (IIFM). Jumlah emisi
sukuk ini yaitu US$120 Milyar yang mengalami oversubscribed sebanyak
28
US$ 32,5 Milyar, penerbitannya dimulai awal Januari tahun 2005. Sedangkan,
tingkat return sukuk ini adalah 125 basis poin di atas 3 bulan LIBOR yang
dibayar triwulanan, dengan keseluruhan tenor sukuk selama 5 tahun dan
terdapat opsi untuk redemption dini. Jika sukuk ini listed di bursa selama
periode istishna, piutang istishna sebaiknya diperdagangkan pada par value.
Sukuk ini listed di Bahrain Stock Exchange untuk dapat diperdagangkan
kepada para investor di pasar sekunder. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
sukuk istishna tidak diperbolehkan untuk diperdagangkan oleh hukum Islam.
Oleh karena itu sebelum penerbitan sukuk ini, issuer telah melakukan
kerjasama dengan kontraktor untuk reklamasi tanah dan membangun
infrastruktur dasar, serta telah melakukan pembangunan proyek tersebut.
Sehingga, pada saat penerbitan sukuk dan diperdagangkan di bursa, underlying
assetnya (proyek tersebut) dapat mempunyai nilai serta memenuhi ketentuan
untuk diperdagangkan yaitu 51% dari market value. Setiap kenaikan dan
penurunan nilai sukuk ini akan mempresentasikan setiap perubahan yang relatif
dari nilai infrastruktur dasarnya.
Dalam rangka keamanan pembayaran kepada pemegang sukuk, project
company segera melakukan kerjasama dengan menggunakan akad ijarah,
kemudian menjaminkan property-nya (yaitu sea bed) di mana beberapa bagian
tertentu dari infrastruktur dasar tersebut telah dibangun oleh kontraktor.
Berdasarkan akad ijarah, project company bisa mengakhiri perjanjian ijarah
dengan melakukan pembayaran di muka, sehingga property yang sesuai dengan
infrastruktur dasar yang telah dibangun dapat dijual bersamaan dengan
beberapa infrastruktur dasar yang ada kepada pihak ketiga (konsumen).
Hal tersebut diantisipasi di mana project company akan menjual
infrastruktur dengan basis retail baik secara langsung kepada konsumen retail,
atau investor intitusional, baik untuk membangun rumah hunian yang sesuai
dengan infrastruktur yang ada atau masuk menjadi bagian dari transaksi akad
ijarah dan atau istishna, dengan beberapa penyewa ritel yang potensial.
Misalnya, segera setelah setiap penjualan beberapa bagian infrastruktur,
kemudian project company memperoleh uang dari konsumen, uang hasil
penjualan itu digunakan untuk memenuhi kewajiban semua pembayaran yang
berdasarkan akad ijarah, serta untuk memenuhi percepatan pembayaran serta
29
30
1. Tahap Istishna
TABREED
3
Istishna
Harga pemb.
Istishna
SPV
Penerbitan
Sukuk
Sukuk Proceed
SUKUK HOLDER
Gambar 10 : Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Tahap Istishna)
31
2. Tahap Ijarah
TABREED
2
Lease of
Assets
Pembayaran
Periodik lease
rental
SPV
Penerbitan Sukuk
Sukuk Proceed
SUKUK HOLDER
32
TABREED
Purchase
undertaking
SPV
SUKUK HOLDER
Gambar 12
33
4. Fitur Tambahan
HSBC/
BROKER
TABREED
1
2
Sells palladium
to SPV
SPV
HSBC
SUKUK
HOLDERS
Gambar 14 : Skema Penerbitan Sukuk Tabreed (Fitur Tambahan)
Dalam
pelaksanaannya,
SKS
menunjuk
Commercial
dan
mengatur
proses
pengumpulan
dana
melalui
mekanisme pasar modal. Berikut adalah detail Sukuk SKS Power Tanjung
Bin:
35
Komposisi
Nilai Emisi
Emiten/Penerbit
Penggunaan Dana
Hasil Emisi
Peringkat
Jatuh Tempo
Pokok Pinjaman
Waktu Kupon
Pengembalian
Tenor/ Jangka
Waktu
Keterangan/Penjelasan
RM.7.774 milyar
SKS Power Sdn Bhd (sekarang didikenal sebagai
Tanjung Bin Power Snd Bhd).
Pembayaran
dengan
Fasilitas
Talangan;
Pembiayaan akuisisi; Konstruksi; Transaksi; dan
Kebutuhan Modal Kerja Awal.
AA3 (RAM)
5-12,5 tahun
RM 5,6 milyar dalam lima porsi meliputi satu porsi
spot dan empat porsi forward
Antara 6,30 persen dan 8,90 persen per amount
dibayarkan setiap setengah tahun dalam arrears
dengan
pembayaran
keuntungan
pertama
dibayarkan enam bulan sejak tanggal penerbitan
Kecuali dibatalkan, pembelian dan pembatalan oleh
Penerbit, Istishnaa jatuh tempo pada tanggal
pengembalian
Jangka waktu maksimal adalah 12,5 tahun dari
penerbitan
36
37
Lead Manager
(CIMB)
Contractor
(UEMC)
Issuer
(PBSB)
3
1
4
Gambar 15 : Skema Penerbitan Sukuk Istishna Penang Bridge Sdn. Bhd.
Dari skema di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap Pertama
PBSB akan melakukan kontrak istishna dengan Lead Manager (Kontrak
Istishna Pertama), di mana lead manager sepakat untuk membangun dan
menyerahkan aset kepada PBSB sejumlah harga jual istishna, yang sama
dengan jumlah nominal sukuk. Harga jual istishna akan dibayar menurut
jadwal pembayaran yang disepakati dan PBSB menerbitkan sukuk
sebagai bukti kewajibannya membayar harga jual istishna kepada Lead
Manager.
2. Tahap Kedua
Lead Manager kemudian melakukan kontrak Istishna dengan PBSB
(Kontrak Istishna Kedua) di mana PBSB sepakat untuk membangun dan
menyerahkan aset istishna kepada Lead Manager sejumlah harga beli
istishna, yang sama dengan jumlah bersih yang diperoleh dari
penerbitan sukuk
formula).
38
3. Tahap Ketiga
Dalam transaksi ini, aset istishna dibangun berdasarkan kontrak
konstruksi antara PBSB dan UEM Construction Sdn. Bhd (UEMC).
4. Tahap Keempat
Penyerahan istishna aset kepada PBSB dilakukan bersamaan dengan
saat Lead Manager menerima penyerahan aset yang sama berdasarkan
Kontrak Istishna Kedua.
Kontrak Istishna Pertama dan Kedua dilakukan dengan dasar paralel
(parallel basis).
3) Pakistan
Implementasi penggunaan akad Istishna di Pakistan diwujudkan dengan
adanya Hibrid Sukuk Sitara Chemical Industries Limited (SCIL) sebesar
PKR 650 Juta. Hibrid Sukuk ini merupakan penerbitan Sukuk dengan
kombinasi 3 akad sekaligus meliputi Akad Istishna, Akad Musyarakah dan
Akad Ijarah. Penerbitan Hybrid Sukuk ini dilatarbelakangi dengan rencana
SCIL untuk membangun pembangkit listrik berkapasitas 24 Mega Watt
(MW). Skema Penerbitan Hybrid Sukuk SCIL ini dapat dijelaskan melalui
skema sebagai berikut :
39
tersebut
membuat
kontrak
istishna
(pemesanan)
dan
Gambar 18 :
40
3. Tahap Ketiga
Setelah pembangunan pembangkit listrik selesai, maka SCIL kemudian
menyerahkan asset tersebut kepada musyarakah trustee sesuai dengan
tenggat waktu yang disepakati. Kemudian pemegang sukuk yang
merupakan
untuk menyewakan
pembangkit listrik tersebut kepada SCIL selama waktu dan nilai sewa
tertentu sesuai kesepakatan. SCIL akan membayar sewa tersebut secara
periodik.
41
Bagian ini akan membahas tentang potensi penerapan sukuk musyarakah dan
sukuk istishna sebagai instrumen pembiayaan di pasar modal bagi Emiten.
1. Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II, berdasarkan beberapa literatur dan
pendapat ulama bahwa secara umum musyarakah dapat didefinisikan sebagai
perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk menggabungkan modal,
baik dalam bentuk uang maupun bentuk lainnya, untuk melakukan suatu usaha
bersama dengan tujuan memperoleh keuntungan, yang kemudian keuntungan
tersebut akan dibagikan sesuai dengan rasio/nisbah yang telah disepakati para pihak
sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung bersama
sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
Konsep dasar musyarakah adalah bahwa para pihak melakukan suatu usaha dan
jika usaha mendapat keuntungan maka keuntungan tersebut akan dibagi
berdasarkan rasio/nisbah yang telah disepakati oleh para pihak. Sebaliknya, jika
usaha tersebut mengalami kerugian maka kerugian tersebut akan dibebankan
kepada para pihak sesuai dengan porsi penyertaan modalnya. Konsep ini sangat
mengedepankan unsur keadilan diantara para pihak yang berserikat dalam usaha
musyarakah. Konsep tersebut sering dikenal sebagai profit and loss sharing.
Konsep ini sesuai diterapkan dalam kegiatan investasi, di mana dalam kegiatan
tersebut masih terdapat hal-hal yang belum dapat diprediksikan antara lain berapa
keuntungan yang akan diperoleh. Hal ini dapat dikatakan bahwa sukuk musyarakah
merupakan bentuk pembiayaan syariah yang paling ideal karena dalam struktur ini
terkandung dengan jelas konsep syariah yaitu untung muncul bersama risiko (al
ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman).
a. Akad
Dari pengertian umum Musyarakah tersebut di atas terdapat beberapa unsur
yang harus terpenuhi ketika akan menyusun perjanjian atau akad dalam
penerbitan sukuk dengan menggunakan akad Musyarakah:
1) Terdapat 2 (dua) pihak atau lebih sebagai partner usaha dalam
bermusyarakah;
2) Masing-masing pihak turut menyertakan modal, baik berupa uang maupun
aset lain yang dapat dinilai dengan uang;
42
43
aset non uang. Emiten dapat menyertakan modalnya berupa tanah atau
gedung, peralatan, atau aset lainnya yang dapat digunakan sebagai modal
usaha yang akan dilakukan dalam perjanjian musyarakah tersebut.
3) Tanggung jawab para pihak untuk menjalankan usaha secara bersama-sama:
pada dasarnya dalam musyarakah setiap pihak memiliki tanggungjawab
untuk aktif terlibat menjalankan usaha secara bersama-sama. Namun
demikian, dimungkinkan juga bahwa ada pihak yang menjadi mitra yang
tidak aktif terlibat dalam menjalankan usaha. Untuk itu, dalam kaitannya
dengan penerbitan sukuk musyarakah dimungkinkan terdapat pihak yang
aktif dan pihak yang tidak aktif terlibat dalam menjalankan usaha. Investor
pada umumnya tidak akan secara aktif terlibat dalam menjalankan usaha
yang menjadi dasar penerbitan sukuk musyarakah, di sisi lain Emiten akan
menjadi mitra yang aktif menjalankan usaha tersebut.
4) Pembagian keuntungan
Dalam musyarakah pembagian keuntungan didasarkan pada rasio/nisbah
yang telah disepakati oleh para pihak. Terkait dengan penerbitan sukuk
maka kesepakatan pembagian keuntungan dapat ditentukan ketika pertama
kali perjanjian perwaliamanatan dibuat.
5) Pembebanan kerugian
Dalam musyarakah jika terjadi kerugian maka dibebankan kepada para
pihak sesuai dengan porsi peyertaan modal dalam usaha musyarakah.
Terkait dengan penerbitan sukuk maka jika terjadi kerugian atas usaha
musyarakah maka kerugian akan menjadi beban para pihak.
Pengaturan tambahan dalam musyarakah yang dibolehkan adalah, bahwa
musyarakah dapat dibatasi dengan waktu. Jika musyarakah dibatasi dengan
waktu maka pada saat musyarakah diakhiri modal dari para pihak dapat
dikembalikan.
b. Struktur
1) Struktur Musyarakah Tanpa SPV
Emiten sukuk dapat menggunakan berbagai struktur transaksi sesuai dengan
kebutuhan. Namun, pemilihan struktur tersebut harus memperhatikan batas-
44
Penerbitan Sukuk
Investor
Laba dibagi
berdasarkan rasio
yang sudah
disepakati atau
rasio modal.
Emiten
Kontrak Musyarakah
Kontribusi Modal X%:Y%
Modal
Y%
Rugi dibagi
berdasarkan rasio
kontribusi modal
X%
Laba dari
Proyek
Investasi Proyek
45
2
PT A
(Pengembang)
Investor
1
Bagi Hasil Keuntungan
Modal Lahan
3
Wali
Amanat
Proyek Rusunami
4
Dijual ke
Konsumen
Gambar 21 :
Spesifikasi Proyek
Penjelasan Struktur:
Sukuk musyarakah dapat dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang di
semua sektor industri antara lain bidang infrastruktur, property, transportasi,
perkebunan.
Ilustrasi:
a) PT A, sebuah perusahaan yang bergerak di sektor property akan
melakukan pembangunan proyek 10 Tower Rusunami di wilayah
Jabotabek.
b) PT A memiliki lahan tanah seluas 10 ha yang dapat digunakan untuk
membangun 10 tower rusunami.
c) Untuk pembangunan rusunami tersebut PT A misalnya membutuhkan
dana sebesar Rp 1 triliun.
Struktur Sukuk:
1. PT A melakukan perjanjian kerja sama menggunakan akad musyarakah
bersama dengan para investor yang diwakili Wali Amanat dalam rangka
pengumpulan dana musyarakah untuk membiayai pembangunan
rusunami.
2. PT A menerbitkan sukuk musyarakah sebesar Rp 3 triliun dengan
jangka waktu 5 tahun kepada para investor sebagai implementasi akad
musyarakah.
3. dana hasil penerbitan sukuk akan digunakan oleh PT A untuk
membangun rusunami.
4. Pada saat bersamaan, investor melakukan akad wakalah dengan PT A
yang menyatakan bahwa investor memberikan kuasa kepada PT A
untuk melakukan penjualan rusunami kepada konsumen.
5. Keuntungan yang berasal dari hasil penjualan rusunami akan dibagikan
kepada para investor dan PT A sesuai dengan kesepakatan.
6. Pada
saat
berakhirnya
perjanjian
musayrakah
PT
akan
47
Emiten
(originator)
Penjualan aset
aset
Penjualan aset
5
Penerbitan
sukuk
Investor
2
3
SPV
Arus kas
6
Gambar 22 : Skema Penerbitan Sukuk Musyarakah Menggunakan SPV
Penjelasan dari struktur penerbitan sukuk musyarakah dengan
menggunakan SPV adalah sebagai berikut:
a) Emiten sebagai originator, menjual aset atau proyek yang akan didanai
dengan sukuk kepada SPV.
b) SPV menerbitkan sukuk dan menawarkannya kepada investor, dan
menerima dana hasil penjualan sukuk.
c) Hasil penjualan sukuk tersebut digunakan untuk membiayai proyek
yang menjadi underlying asset.
d) Laba atau penghasilan yang diperoleh dari pelaksanaan proyek diterima
oleh SPV, dan distribusikan kepada pemegang sukuk berdasarkan
nisbah yang telah diperjanjikan sebelumnya, atau berdasarkan rasio
kontribusi permodalan yang dilakukan.
Keuntungan dari struktur ini adalah adanya fleksibilitas yang lebih
tinggi yang dinikmati oleh Emiten selaku originator, karena tidak harus
terlibat secara operasional sehari pengelolaan proyek maupun administrasi
sukuk. Kekurangannya, antara lain, adalah perlakukan pajak yang
memberatkan atas transaksi penjualan aset dari Emiten kepada SPV.
48
c. Underlying Aset
Aset yang dijadikan underlying dalam penerbitan sukuk musyarakah secara
umum sama dengan sukuk jenis lain, yaitu aset yang dapat memberikan
penghasilan.
Berdasarkan pengalaman penerbitan sukuk berbagai negara, underlying asset
sukuk musyarakah sangat beragam. Cagamas sukuk, misalnya menerbitkan
sukuk musyarakah dengan underlying asset berupa commodity palm oil. Aset
lainnya yang pernah digunakan sebagai underlying asset berupa aset properti,
proyek pengadaan alat bantu mengajar, serta penjualan produk-produk
hydrocarbon.
d. Potensi Emiten
Berdasarkan pengalaman penerbitan sukuk ijarah dan mudharabah di Indonesia,
dapat dilihat bahwa pendanaan proyek dengan menggunakan sukuk dapat
dilakukan oleh semua sektor usaha, walaupun dengan intensitas yang berbeda.
Hal yang sama sangat mungkin terjadi juga dengan sukuk musyarakah.
Saat ini terdapat 402 Emiten saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia yang
merupakan potensi Emiten sukuk musyarakah (data terlampir). Dari data
Emiten yang ada tersebut komposisinya tersebar pada 9 (sembilan) sektor
industri yakni sektor pertanian sebanyak 14 Emiten, sektor pertambangan
sebanyak 20 Emiten, sektor industri dasar dan kimia sebanyak 58 Emiten,
sektor aneka industri sebanyak 50 Emiten, sektor industri barang konsumsi
sebanyak 35 Emiten, sektor properti dan real estate sebanyak 46 Emiten, sektor
infrastruktur, utilitas dan transportasi sebanyak 29 Emiten, sektor keuangan
sebanyak 67 Emiten serta sektor pedagangan, jasa, dan investasi sebanyak 83
Emiten.
Jika dibagi ke dalam sektor kegiatan usahanya, perusahaan yang telah
menerbitkan sukuk tersebut tersebar sebagai berikut:
49
Sektor
Perusahaan terbuka
Pertanian
pertambangan
Berlina
aneka industri
Mayora Indah
- Adhi Karya
- Summarecon Indah
infrastruktur,
transportasi
utilitas
dan
Keuangan
pedagangan,
investasi
Perusahaan Tertutup
- PTPN VII
- Ciliandra
jasa,
dan
- Indorent
- Apexindo Pratama Duta
- PLN
- Citra Sari Makmur
- Bank Muamalat
- Bank Bukopin
50
51
pembuatan barang tertentu (objek istishna) dengan kriteria dan persyaratan yang
disepakati kedua belah pihak.
Dalam suatu struktur sukuk istishna campuran, akad pokok istishna dapat
diawali dan diakhiri dengan akad lainnya. Sebagai contoh, akad musyarakah
dilakukan di antara sesama investor dan menunjuk SPC sebagai agen untuk
melakukan akad istishna dengan Perseroan atau pihak lain untuk membangun suatu
aset atau proyek tertentu, dan setelah aset atau proyek tersebut telah selesai
dikerjakan dan diserahkan kepada investor selanjutnya investor menyewakan
kepada pihak lain atau Perseroan dengan akad ijarah untuk memperoleh
pembayaran periodik.
Berdasarkan pengertian umum istishna, terdapat beberapa unsur yang harus
terpenuhi ketika akan menyusun perjanjian atau akad dalam penerbitan sukuk
dengan menggunakan akad istishna:
1) Persyaratan pihak yang dapat menjadi pemesan (pembeli, mustashni) dan
pihak penjual (pembuat, shani) wajib memiliki kecakapan dan kewenangan
untuk melakukan perbuatan hukum menurut ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Hak dan kewajiban pemesan dan pihak penjual
a) Hak dan kewajiban pemesan adalah :
(1) Melakukan pembayaran (pokok dan/atau
52
53
f) Harga jual objek istishna ditetapkan secara tertulis dalam akad Istishna
dan tidak boleh berubah selama masa istishna
5) Pembayaran Objek Istishna
a) Pembayaran objek istishna dapat dilakukan secara tunai dan atau cicilan
sejak akad ditandatangani atau dengan cara pembayaran lain sesuai
kesepakatan.
b) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang
c) Pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik dalam bentuk
uang, barang atau manfaat sesuai dengan kesepakatan
6) Selain wajib memenuhi hal-hal diatas dalam peraturan ini, dalam Istishna
dapat disepakati antara lain hal-hal sebagai berikut:
a) Dalam memenuhi kewajibannya kepada pemesan, Penjual dapat
melakukan istishna lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama,
dengan syarat istishna pertama tidak bergantung (muallaq) pada istishna
kedua.
b) pembeli tidak diperkenankan untuk memungut MDC (margin during
construction) dari nasabah (shani) karena hal ini tidak sesuai dengan
prinsip syariah.
c) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.
54
d) Struktur:
2
Investor
Proceed
of Funds
Financier
(an.Inves-
Issuer
3
tor)
Step 2 :
Harga Pembelian Istishna akan senilai dg Rp xxx, dan akan dibayarkan dalam 1
tahapan (lump sum).
Step 3 :
Step 4 :
Harga Penjualan dengan akad istishna akan sebanding dengan keseluruhan dari
harga pembelian istishna dan untung yg disepakati. Harga Penjualan akan
dibayarkan berdasarkan jadwal pembayaran yg disepakati
Step 5 :
Issuer menerbitkan sukuk istishna sebagai bukti pembayaran harga jual istishna
di masa depan
55
investor
Issuer
(PT A)
3
Kontraktor
(PT B)
Proyek
Issuer
Kontraktor
Nominal
Tenor
56
57
Tidak seperti penerbitan sukuk musyarakah dan sukuk istishna di luar negeri,
dalam penerbitan sukuk musyarakah dan sukuk istishna di Indonesia terdapat
beberapa tantangan antara lain mengenai status hukum penerbitnya. Sebagian
besar penerbitan sukuk di luar negeri dilakukan oleh SPV, sedangkan SPV tidak
lazim digunakan dalam penerbitan sukuk korporasi di Indonesia. Hal ini
dikarenakan belum adanya dasar hukum yang mengatur SPV.
Dalam pandangan investor khususnya investor luar negeri, penggunaan SPV
dalam penerbitan sukuk merupakan hal yang penting. Dengan adanya SPV, maka
aset yang menjadi underlying penerbitan sukuk menjadi aset SPV yang terpisah
dari aset perusahaan. Oleh karena itu apabila sukuk diterbitkan tanpa menggunakan
SPV, maka aset yang menjadi underlying sukuk dapat setiap saat dijadikan aset
yang dapat dieksekusi jika perusahaan mengalami kebangkrutan (pailit). Hal ini
mengakibatkan perlindungan pemegang sukuk (sukuk holders/investor) menjadi
berkurang atas jaminan dari aset yang menjadi underlying sukuk.
a. Implementasi Special Purpose Vehicle (SPV) Di Indonesia
Di Indonesia penerapan penggunaan entitas semacam SPV telah ada. Hal
ini dapat dilihat dari beberapa landasan hukum, yaitu antara lain:
1) Undang-undang No. 19 tahun 2008 mengenai Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN). Pasal 6 ayat 1 menjelaskan bahwa penerbitan SBSN oleh
Perusahaan Penerbit SBSN dilakukan hanya dalam hal struktur SBSN
memerlukan adanya SPV. Dengan adanya undang-undang ini penerbit
SBSN dibebaskan dari persyaratan ketentuan dalam Undang-undang
Perseroan Terbatas.
2) Undang-undang 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 18 mengatur
mengenai entitas khusus berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK) dalam
rangka penerbitan reksa dana.
3) Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1999 tentang Badan Penyehatan
Perbankan Nasional sebagai dasar hukum pemerintah dalam melakukan
penyelamatan dan penyehatan perbankan Indonesia melalui pendirian
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
4) Peraturan Presiden No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden No 19 Tahun 2005 tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan.
Dalam peraturan ini, SPV didefinisikan sebagai Perseroan Terbatas yang
58
ditunjuk oleh lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk membeli Aset
Keuangan dan menerbitkan Efek Beragun Aset. Dalam penjelasan pasal 6
peraturan tersebut dijelaskan bahwa SPV merupakan perseroan terbatas
yang khusus didirikan untuk mendukung satu transaksi sekuritisasi, SPV
tidak bersifat permanen namun hanya sementara waktu sampai berakhirnya
fungsi dan tugas SPV dalam transaksi sekuritisasi tersebut.
59
investor
Originator
investor
investor
SPV
(Issuer)
Wali Amanat
Project
60
c. KIK Sukuk
Alternatif lain bentuk SPV dalam penerbitan Sukuk yaitu Kontrak
Investasi Kolektif (KIK) yang difungsikan sebagai SPV. KIK saat ini lazim
digunakan dalam reksadana, EBA dan REITs. KIK merupakan perjanjian antara
Manajer Investasi dengan Bank Kustodian yang mengikat kedua belah pihak,
dan para investor. Sebagai sebuah kontrak, KIK bukan merupakan badan
hukum Perseroan Terbatas dan bukan pula merupakan persekutuan perdata
(maatschap), CV ataupun Firma sebagaimana diatur dalam hukum perdata.
Oleh karena itu, berdasarkan hukum perdata maka dengan sendirinya KIK
bukan merupakaan subyek hukum mandiri (persona standia in iudicio),
sehingga KIK tidak dapat tampil dimuka pengadilan sebagai penggugat ataupun
tergugat. Kondisi ini mengakibatkan KIK tidak dapat dimohonkan pailit atau
disebut bankruptcy proof (kebal terhadap permohonan pernyataan pailit).
Alternatif penerbitan sukuk dengan menggunakan KIK sebagai SPV dapat
dilakukan dengan pendekatan konsep yang terdapat dalam KIK-EBA. Manajer
Investasi (MI) dan Bank Kustodian (BK) yang mengikatkan diri dalam KIK
EBA memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. MI bertugas untuk
mengelola portfolio investasi kolektif yang terdiri dari aset keuangan berupa
tagihan atau piutang yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan kartu
kredit dan tagihan yang timbul dikemudian hari, pemberian kredit termasuk
kredit pemilikan rumah atau apartment, efek bersifat utang yang dijamin oleh
pemerintah, dan lain-lain.
Sedangkan BK bertugas dan berwenang untuk melaksanakan penitipan
kolektif atas aset keuangan yang tercakup dalam portfilio investasi kolektif
untuk kepentingan dan manfaat para pemegang efek. Selain MI dan BK,
terdapat pihak lain yaitu pemegang unit penyertaan yang masuk dan terikat
dalam kontrak KIK.
Sebagaimana diatur dalam KIK-EBA, Kreditur awal (originator) akan
menjual atau mengalihkan dengan cara lain sejumlah aset keuangan yang
kemudian dicatat atas nama BK untuk kepentingan pemegang EBA. Dengan
61
demikian titel hukum (Legal Title) atas aset keuangan tersebut dialihkan kepada
KIK-EBA yang menerimanya semata-mata untuk kepentingan pemegang EBA
sebagaimana diatur dalam pasal 56 ayat (3) UUPM. Aset KIK-EBA yang
dititipkan pada BK, bukan merupakan bagian dari harta BK. Dalam hal BK
mengalami kepailitan maka aset tersebut bukan menjadi budel pailit BK dan
BK wajib mengalihkan kepada para pemegang EBA melalui BK pengganti.
Konsep di atas mengindikasikan bahwa sekalipun sistem hukum indonesia
tidak mengenal lembaga trust sebagaimana dikenal dalam common law
system, namun pengalihan aset keuangan KIK-EBA menyerupai konsep
transfer of legal title dalam common law system.
Penggunaan konsep KIK-EBA yang telah ada saat ini sedikit berbeda
terhadap konsep KIK Sukuk ini. Alternatif konsep KIK dalam penerbitan sukuk
(KIK Sukuk) dapat digambarkan sebagai berikut :
Proyek
Pihak III
KIK
(MI+BK)
Originator
Sukuk
Investor
2. KIK memiliki tugas khusus untuk 2. KIK selaku kuasa investor memesan
menjalankan
pembangunan
suatu
originator.
Uang
pemesanan
3. Originator
modal
proyek
sebagai
menyerahkan
untuk
dasar
penyertaan
pelaksanaan
proyek.
proyek
kepada
Pembayaran
pembangunan
proyek
62
membeli
sukuk
yang
dalam
pelaksanaan
pembangunan proyek
63
manajer
investasi
dalam
pengelolaan
aset
tetap
akan
64
Dalam penerbitan sukuk saat ini, nama sukuk selalu diikuti dengan akad-akad
penerbitannya seperti: mudharabah, musyarakah, ijarah, istishna dan sebagainya,
baik menggunakan satu akad maupun gabungan dari akad-akad tersebut. Akadakad tersebut untuk memperjelas bagaimana struktur sukuk tersebut dibuat dan
skema imbal hasil yang harus dibayar kepada investor. Oleh karena itu, setiap
penerbitan sukuk pasti menggunakan nama gabungan sukuk dan akad yang
mengikutinya seperti sukuk musyarakah, sukuk mudharabah, sukuk istishna, sukuk
ijarah, sukuk musyarakah wal ijarah dan sebagainya.
Meskipun standar akuntansi tentang sukuk belum ada di Indonesia, standar
akuntansi yang mengatur akad-akad telah ada di Indonesia, yaitu standar akuntansi
murabahah, salam, istishna, mudharabah, musyarakah, dan ijarah. Dalam standarstandar tersebut telah diatur secara lengkap mengenai pengakuan dan pengukuran,
penyajian serta pengungkapan baik dari sisi pembeli atau pemilik dana maupun dari
sisi penjual atau pengelola dana.
Permasalahan pokok dalam aspek akuntansi sukuk, baik sukuk dengan akad
istishna maupun akad musyarakah, yaitu apakah sukuk hanya produk dari akad
yang mendasari atau suatu transaksi yang berbeda terlepas dari akadnya? Jawaban
pertanyaan pokok tersebut sangat berpengaruh terhadap perlakuan akuntansinya.
Jika sukuk adalah produk dari akad yang mendasari, maka perlakuan akuntansi
mengikuti akadnya dan telah diatur dalam standar akuntansi syariah yang telah ada,
Namun jika sukuk adalah transaksi tersendiri, maka perlakuan akuntansi bisa
berbeda dengan akadnya dan diperlakukan sebagai sebagai efek.
Apabila sukuk diperlakukan sebagai efek, maka perlakuan akuntansi relatif
sederhana sebagaimana perlakukan akuntansi untuk efek konvensional. Dari sisi
Emiten atau issuer, maka penerbitan sukuk istishna maupun sukuk musyarakah
dicatat sebagai efek utang untuk Emiten entitas bukan syariah dan dicatat sebagai
dana syirkah temporer untuk entitas syariah sedangkan dari investor dicatat sebagai
investasi efek (marketable securities). Pencatatan oleh investor tersebut sejalan
dengan pencatatan sukuk yang telah diatur dalam Financial Accounting Standard
(FAS) nomor 17 AAOIFI tentang Investments. Dalam FAS nomor 17, investasi
dalam sukuk diklasifikasikan sebagai investasi untuk tujuan perdagangan, tersedia
untuk dijual dan dipegang sampai jatuh tempo. Perlakuan akuntansi untuk ketiga
65
klasifikasi tersebut sama seperti investasi pada efek tertentu yang telah diatur dalam
PSAK no. 51 tentang Investasi Efek Tertentu.
3.
66
67
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. SIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab
sebelumnya dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Sukuk dapat menggunakan berbagai macam akad sesuai dengan kebutuhan
pendanaan dan karakteristik underlying asetnya. Akad-akad tersebut antara lain
akad ijarah, mudharabah, murabahah, musyarakah, istishna, salam, muzaraa,
musaqa, dan mugharasa. Di Indonesia hingga saat ini penerbitan sukuk baru
menggunakan akad ijarah dan mudharabah sebagai akad utama. Sementara praktik
di pasar modal internasional selain kedua akad tersebut juga telah digunakan akad
lain termasuk akad musyarakah dan istishna.
2. Pada praktik di luar negeri sukuk dengan akad musyarakah telah digunakan oleh
perusahaan di beberapa sektor usaha antara lain sektor infrastruktur, pertambangan,
dan jasa. Sedangkan untuk sukuk dengan akad istishna, telah pula digunakan oleh
perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur seperti pembangunan jembatan,
pembangkit listrik, real estate, dan pembangunan pabrik.
3. Sukuk dengan menggunakan akad musyarakah dan akad istishna berpotensi untuk
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Sukuk dengan akad
musyarakah dapat digunakan oleh perusahaan dari berbagai sektor bidang usaha.
Sedangkan sukuk dengan akad istishna dapat digunakan oleh perusahaan dari
sektor infrastruktur.
4. Sukuk yang diterbitkan di luar negeri pada umumnya dilakukan dengan
menggunakan
entitas
Purpose
menggunakan
konsep
wakalah
sebagai
alternatif
Special
jika
tidak
Purpose
Vehicle/Company/Entity.
68
6. Saat ini belum ada standar akuntansi keuangan yang mengatur secara khusus
tentang sukuk yang dikeluarkan baik oleh IAI maupun badan internasional
penyusun standar akuntansi. Dalam praktik selama ini, penerbit sukuk musyarakah
dan istishna menggunakan perlakuan akuntansi obligasi dalam perlakuan akuntansi
sukuk.
B. REKOMENDASI
Berdasarkan
pembahasan
dan
simpulan
yang
telah
diuraikan
maka
69
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
8.
9.
10.
Dewan Syariah Nasional MUI, (2006). Himpunan Fatwa. Jakarta, Dewan Syariah
Nasional MUI dan Bank Indonesia, Edisi Revisi 2006
11.
12.
13.
http://www.learnislamicfinance.com/Sukuk_Islamic_Bonds.pdf
14.
70
Lampiran 1
Fadilah Kartikasasi
Muhammad Touriq
Arif Machfoed
Kiagus M. Zainudin
Bimahyunaidi Umayah
M. Mukhtar
Halim Haryono
M. Arif Budiman
Abdul Hanan
Royani
Yunaldi Boer
Andry Wicaksono
Mar'atush Shalihah
Riwayati
Biger A.M.
Darwin Nasution
Pujiastuti