Anda di halaman 1dari 57

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PEDOMAN TEKNIS
PENYELENGGARAAN SPIP
SUB UNSUR
PENEGAKAN INTEGRITAS DAN
NILAI ETIKA
(1.1)

NOMOR : PER-1326/K/LB/2009
TANGGAL : 7 DESEMBER 2009

KATA PENGANTAR

Pembinaan penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern


Pemerintah (SPIP) merupakan tanggung jawab Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), sesuai dengan pasal 59
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Pembinaan ini merupakan salah
satu cara untuk memperkuat dan menunjang efektivitas sistem
pengendalian

intern,

yang

menjadi

tanggung

jawab

menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota, sebagai


penyelenggara sistem pengendalian intern di lingkungan masingmasing.
Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang menjadi tugas dan
tanggung jawab BPKP tersebut meliputi:
1. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
2. sosialisasi SPIP;
3. pendidikan dan pelatihan SPIP;
4. pembimbingan dan konsultansi SPIP; dan
5. peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan intern
pemerintah.
Kelima kegiatan dimaksud diarahkan dalam rangka penerapan
unsur-unsur SPIP, yaitu:
1. lingkungan pengendalian;
2. penilaian risiko;
3. kegiatan pengendalian;
4. informasi dan komunikasi; dan
5. pemantauan pengendalian intern.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

Untuk memenuhi kebutuhan pedoman penyelenggaraan SPIP,


BPKP telah menyusun Pedoman Teknis Umum Penyelenggaraan
SPIP. Pedoman tersebut merupakan acuan langkah-langkah saja
yang

perlu

dibangun

dan

dilaksanakan

dalam

rangka

penyelenggaraan SPIP. Selanjutnya, pedoman tersebut dijabarkan


ke dalam pedoman teknis penyelenggaraan masing-masing sub
unsur pengendalian. Pedoman teknis sub unsur ini merupakan
acuan

langkah-langkah

yang

perlu

dilaksanakan

dalam

penyelenggaraan sub unsur SPIP.


Buku ini dimaksudkan untuk dijadikan Pedoman Teknis
Penyelenggaraan SPIP Sub Unsur Penegakan Integritas dan Nilai
Etika pada unsur Lingkungan Pengendalian dengan tujuan agar
tersedia standar acuan yang memberikan arah bagi instansi
pemerintah pusat dan daerah dalam menyelenggarakan sistem
pengendalian intern pada sub unsur penegakan integritas dan nilai
etika. Pedoman teknis ini juga dimaksudkan sebagai acuan bagi
instansi

pemerintah

untuk

menciptakan

atau

membangun

infrastruktur yang harus ada dalam penerapan sub unsur dimaksud.


Dalam penerapannya, pedoman ini hendaknya disesuaikan dengan
karakteristik masing-masing instansi, yang meliputi fungsi, sifat,
tujuan, dan kompleksitas instansi tersebut.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

ii

Pedoman ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,


masukan dan saran perbaikan dari pengguna pedoman ini, sangat
diharapkan sebagai bahan penyempurnaan.

Jakarta, Desember 2009


Plt. Kepala,

Kuswono Soeseno
NIP 19500910 197511 1 001

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................

B. Sistematika Pedoman ...............................................

BAB II GAMBARAN UMUM PENEGAKAN INTEGRITAS


DAN NILAI ETIKA
A. Pengertian .................................................................

B. Tujuan dan Manfaat ..................................................

C. Peraturan Perundang-undangan Terkait .................. 10


D. Parameter Penerapan Penyelenggaraan .................. 13

BAB III LANGKAH PENERAPAN PENEGAKAN INTEGRITAS


DAN NILAI ETIKA
A. Tahap Persiapan ....................................................... 16
B. Tahap Pelaksanaan .................................................. 24
C. Tahap Pelaporan ...................................................... 43

BAB IV PENUTUP

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

iv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, pada pasal 4
diatur

tentang lingkungan pengendalian. Disebutkan pada

pasal 4 tersebut bahwa pimpinan instansi pemerintah wajib


menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang
menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk penerapan
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam lingkungan
kerjanya, diantaranya dilaksanakan melalui penegakan integritas
dan nilai etika.
Penegakan integritas dan nilai etika adalah salah satu sub
unsur yang akan membangun lingkungan pengendalian karena
memengaruhi rancangan, administrasi, dan pemantauan atas
unsur pengendalian lainnya. Selanjutnya, pasal 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 mengatur penegakan
integritas dan nilai etika sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
huruf a, sekurang-kurangnya dilakukan dengan:
1. menyusun dan menerapkan aturan perilaku;
2. memberikan keteladanan pelaksanaan aturan perilaku pada
setiap tingkat pimpinan instansi pemerintah;
3. menegakkan tindakan disiplin yang tepat atas penyimpangan
terhadap kebijakan dan prosedur, atau pelanggaran terhadap
aturan perilaku;

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

4. menjelaskan

dan

mempertanggungjawabkan

adanya

intervensi atau pengabaian pengendalian intern; dan


5. menghapus

kebijakan

atau

penugasan

yang

dapat

mendorong perilaku tidak etis.


Terlihat jelas bahwa penegakan integritas dan nilai-nilai
etika suatu organisasi dicapai dengan menerjemahkan ke dalam
suatu standar perilaku yang disebut kode etik atau aturan
perilaku. Kode etik atau aturan perilaku ini menjadi standar
perilaku organisasi dan individu, sebagai upaya dan cara
mencapai tujuan organisasi. Melalui penerapan kode etik atau
aturan perilaku, tujuan organisasi harus tercapai lebih dari
sekedar ketaatan terhadap hukum dan peraturan, tetapi juga
mempertimbangkan nilai-nilai yang menjadi prioritas organisasi.
Hal ini akan bisa tercapai melalui penegakan disiplin dan
keteladanan pimpinan.
Tegaknya integritas dan nilai etika orang-orang yang
melaksanakan SPIP merupakan kunci efektivitas pengendalian
instansi pemerintah. Oleh karena itu, tanpa penegakan integritas
dan nilai etika, efektivitas SPIP akan sulit ditingkatkan. Pada
kenyataannya, pelaksanaan integritas dan nilai etika bukan hal
yang sederhana dan mudah dilaksanakan, sehingga diperlukan
suatu pedoman teknis penyelenggaraan sub unsur penegakan
integritas dan nilai etika yang diharapkan akan dapat menjadi
panduan bagi instansi pemerintah dalam menerapkannya.
Pedoman Teknis Sub Unsur Penegakan Integritas dan
Nilai Etika ini merupakan penjabaran lebih lanjut dari Pedoman
Teknis Umum Penyelenggaraan SPIP, yang menjelaskan
bagaimana sub unsur penegakan integritas diimplementasikan
oleh instansi pemerintah. Pedoman sub unsur
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

ini menjadi
2

langkah awal instansi pemerintah dalam membangun integritas


dan nilai etika, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
masing-masing instansi pemerintah. Pedoman ini tidak terlepas
dari butir-butir yang ada dalam daftar uji SPIP.
Tujuan pedoman teknis menjelaskan tahapan penerapan
penegakan integritas dan nilai etika sebagai salah satu sub
unsur lingkungan pengendalian. Pedoman ini akan menjadi
acuan bagi instansi pemerintah pusat dan daerah dalam
membangun dan mengembangkan penegakan integritas dalam
rangka penerapan SPIP.
B. Sistematika Pedoman
Sistematika

penyajian

Pedoman

Teknis

Sub

Unsur

Penegakan Integritas dan Nilai Etika ini sebagai berikut:


Bab I

Pendahuluan
Bab ini menguraikan latar belakang perlunya pedoman,
tujuan, dan ruang lingkup, serta sistematika pedoman.

Bab II Gambaran Umum Penegakan Integritas dan Nilai


Etika
Bab ini menguraikan pengertian, maksud, tujuan,
parameter penerapan, serta keterkaitannya dengan
peraturan yang berlaku.
Bab

III Langkah-Langkah Penerapan Penegakan Integritas


dan Nilai Etika
Bab ini menguraikan langkah-langkah yang perlu
dilaksanakan dalam menyelenggarakan sub unsur
Penegakan Integritas dan Nilai Etika, yang terdiri dari
tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

Bab IV Penutup
Bab ini merupakan penutup, yang berisi hal-hal penting
yang

perlu

diperhatikan

dan

penjelasan

atas

penggunaan pedoman ini.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

BAB II
GAMBARAN UMUM
PENEGAKAN INTEGRITAS DAN NILAI ETIKA
A. Pengertian
Integritas adalah konsistensi antara nilai dan tindakan.
Orang yang berintegritas akan bertindak konsisten sejalan
dengan nilai-nilai, kode etik, serta kebijakan organisasi dan/atau
profesi,

walaupun

dalam

keadaan

yang

sulit

untuk

melakukannya. Integritas didefinisikan pula sebagai suatu


kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur, berani, bijaksana,
dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna
memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang andal. Bila
dikaitkan dengan kode etik, integritas didefinisikan sebagai
tindakan yang konsisten, sesuai dengan kebijakan dan kode etik
organisasi. Perbuatan yang konsisten tersebut adalah perbuatan
yang baik dan benar, yang merupakan petunjuk dari keutuhan
pribadi dan sikap yang konsisten yang juga harus transparan,
akuntabel, bertanggung jawab, dan independen.
Istilah etika berasal dari bahasa Yunani kuno ethos, yang
berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang
adat kebiasaan. Kata yang cukup dekat dengan etika adalah
moral yang berasal dari bahasa Latin mos yang berarti juga
kebiasaan, adat. Jadi etimologi kata etika sama dengan
etimologi kata moral.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

Dengan demikian, etika merupakan salah satu hal penting


yang menjaga keseimbangan (checks and balances) terhadap
penggunaan kewenangan dan kebebasan yang diberikan publik.
Etika merupakan faktor penting dalam menciptakan dan
memelihara kepercayaan publik terhadap pemerintah dan
institusinya. Etika juga memberikan dasar untuk menguji praktik,
aturan, dan pelaksanaan secara umum bagi publik untuk
membandingkan bahwa kepentingannya telah dilayani dan
pelaksanaannya dapat diamati. Etika juga merupakan faktor
kunci dalam kualitas governance.
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005)
diartikan sebagai ilmu mengenai etik, yaitu mengenai apa yang
baik dan apa yang buruk, serta tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak) manusia. Pengertian etik itu sendiri mengandung dua
arti, yaitu: kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat. Oleh karena itu, nilai etika adalah
suatu perangkat disiplin yang berhubungan dengan hal-hal yang
yang baik dan buruk, benar atau salah dengan menggunakan
ukuran norma atau nilai-nilai (values), atau disebut juga moral
philosophy. Root (1998) berargumentasi dalam batasan hukum,
hampir semua tindakan benar dan salah bergantung pada
perspektif individu.
Dalam kondisi tertentu, pilihan itu tidak secara jelas pilihan
antara benar dan salah, tetapi terdapat situasi di mana orang
harus memiliki diantara dua hal yang benar. Disinilah akan
muncul

situasi

dilematis

yang

sangat

membutuhkan

pertimbangan etika atau nilai yang menjadi prioritas individu atau


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

organisasi.

Sebagai

contoh,

suatu

instansi

pemerintah

dihadapkan pada pilihan melaksanakan banyak program dengan


tujuan

yang

semuanya

untuk

peningkatan

kesejahteraan

masyarakat, namun ketika dihadapkan pada pendanaan, instansi


harus memilih program yang paling prioritas dengan manfaat
utama untuk masyarakat.
Penegakan Integritas dan Nilai Etika
Secara konseptual, integritas dan nilai etika sangat jelas
memberikan pengaruh posisif pada organisasi dan individu. Hal
yang lebih penting adalah bagaimana integritas dan nilai etika
dapat diwujudkan dan ditegakkan. Penegakan integritas dan nilai
etika adalah menerjemahkan integritas dan nilai etika ke dalam
suatu kode etik atau aturan perilaku, serta menerapkannya
secara konsisten dalam kegiatan sehari-hari.
Kode etik merupakan terjemahan bahasa Inggris, code of
ethic. Code berasal dari bahasa Latin codex. Codex adalah
sekumpulan dokumen yang berisi peraturan atau undangundang. Kode etik atau aturan perilaku merupakan serangkaian
pernyataan nilai dan perilaku yang diharapkan dari individu
anggota organisasi pada saat mereka bekerja yang akan menjadi
sarana dalam penegakan integritas dan nilai etika. Kode etik atau
aturan perilaku merupakan muara dari nilai etika, suatu proses
dan upaya memilih antara pilihan yang benar dan salah, yang
adil dan tidak adil, patut dan tidak patut, pilihan antara tujuan
dengan cara mencapainya, pilihan antara kepentingan pribadi
dengan perusahaan, atau pilihan antara beberapa kepentingan.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

Ruang lingkup dan area yang perlu diatur dalam upaya


penegakan integritas dan nilai etika adalah:
1. Pengaturan hubungan antara pihak terkait dalam penyusunan/
pembahasan kebijakan dan prosedur, khususnya dengan pihak
swasta/sponsor;
2. Pengaturan hubungan pejabat berwenang dalam anggaran
(pemda) dengan pihak ketiga (swasta);
3. Pemberian reward and punishment;
4. Pengaturan hubungan antara pejabat yang berwenang dalam
penerimaan pegawai dengan calon pegawai, penyelenggara
ujian, dan pimpinan unit pengguna;
5. Pengaturan

hubungan

antara

pihak

terkait

(bagian

kepegawaian, Baperjakat, pegawai bersangkutan, dan lain-lain)


dalam penempatan, mutasi, rotasi, dan promosi pegawai;
6. Pengaturan transparansi kebijakan dalam penerimaan pegawai
dan proses penempatan, mutasi, rotasi, dan promosi pegawai;
7. Pengaturan hubungan antara pejabat berwenang dalam
pengadaan barang/jasa dengan pihak ketiga;
8. Pengaturan tanggung jawab evaluator/auditor terhadap fasilitas
yang diberikan oleh pihak yang dievaluasi.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan akhir dari penegakan integritas dan nilai etika
adalah terimplementasikannya integritas dan nilai etika dalam
perilaku seluruh pejabat dan pegawai instansi pemerintah yang
dilaksanakan dengan keteladanan pimpinan, penegakan disiplin
yang konsisten, transparansi, serta terciptanya suasana kerja
yang sehat, yang pada akhirnya akan menimbulkan suatu etos
kerja dengan perilaku positif dan kondusif.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

Manfaat penegakan integritas dan nilai etika adalah:


1. Menekan tingkat korupsi karena sebagian besar faktor
penyebab korupsi terkait dengan masalah moral dan etika.
Dengan terwujudnya moral dan etika yang baik dan benar
akan menekan tingkat korupsi di pemerintahan.
2. Meningkatkan

kebersamaan

yang

dapat

menyuburkan

semangat kerja sama dan saling menolong dalam kebaikan


di antara para anggota organisasi pada saat menjalankan
tugas-tugasnya.
3. Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam upaya
membangkitkan komitmen kepada kejujuran dan kewajaran;
pengakuan dan kepatuhan pada hukum dan kebijakankebijakan; rasa hormat kepada organisasi; kepemimpinan
dengan memberi contoh; komitmen untuk berbuat yang
terbaik; menghargai kewenangan; menghargai hak-hak
pegawai; dan kesesuaian dengan standar-standar profesi.
4. Membantu pimpinan instansi pemerintah dalam memutuskan
bagaimana

merespon

tuntutan

berbagai

stakeholders

organisasi yang berbeda.


5. Membantu dan menuntun pimpinan instansi pemerintah
dalam memutuskan apa yang harus dilakukan pada berbagai
situasi yang berbeda, serta membantu anggota organisasi
dalam menentukan respon moral terhadap suatu situasi atau
arah tindakan yang diperdebatkan.
6. Menjadi landasan yang baik bagi para anggota organisasi
dalam membuat dan menetapkan kebijakan-kebijakan publik.
Aturan etika menjadi alat untuk memelihara integritas para
anggota organisasi dan politisi.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

7. Meningkatkan kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah


dijalankan oleh orang-orang yang berperilaku baik dan
pantas untuk melayani publik sebagaimana yang dibutuhkan,
diinginkan, dan diharapkan masyarakat.
8. Memelihara stabilitas, integritas, dan menciptakan suatu
identitas bersama (karakter) bagi para anggota instansi
pemerintah, yang pada gilirannya akan ikut membangun
komitmen

bersama

pada

instansi

pemerintah

untuk

penerapan SPIP.
9. Menjadi pembentuk perilaku organisasi yang membantu para
anggota untuk mengenali mana yang baik dan mana yang
buruk,

yang

pada

gilirannya

dapat

mengoordinasikan

berbagai kegiatan menjadi suatu keseluruhan tindakan yang


lebih efektif dan efisien.
10. Membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan
kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama
dan

semangat

pengabdian

kepada

masyarakat,

serta

kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil (PNS).


11. Mendorong etos kerja PNS untuk mewujudkan PNS yang
bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai
unsur aparatur negara dan abdi masyarakat.
12. Menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan
wawasan

kebangsaan

PNS

sehingga

dapat

menjaga

persatuan dan kesatuan bangsa NKRI.


C. Peraturan Perundang-undangan Terkait
Peraturan tentang kode etik PNS diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa
Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

10

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS dimaksudkan


untuk meningkatkan perjuangan, pengabdian, kesetiaan, dan
ketaatan PNS kepada negara kesatuan dan pemerintah RI
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004
mengatur nilai-nilai dasar PNS, yang meliputi:
1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945;
3. Semangat nasionalisme;
4. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan
pribadi atau golongan;
5. Ketaatan

terhadap

hukum

dan

peraturan

perundang-

undangan;
6. Penghormatan terhadap hak asasi manusia;
7. Tidak diskriminatif;
8. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;
9. Semangat jiwa korps.
Selain itu, juga diatur Kode Etik PNS yang meliputi:
1. Etika dalam bernegara;
2. Etika dalam berorganisasi;
3. Etika dalam bermasyarakat;
4. Etika terhadap diri sendiri;
5. Etika terhadap sesama pegawai negeri sipil.
Cakupan materi kode etik atau aturan perilaku pada praktik
terbaik di beberapa instansi pemerintah menyangkut perilaku
dalam hal-hal yang antara lain mengatur:

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

11

1. Aktivitas politik;
2. Penyuapan, pembayaran illegal, dan kickbacks;
3. Amal/donasi;
4. Perjalanan dinas kantor;
5. Pekerjaan sampingan;
6. Hadiah pemberian dan keuntungan lain;
7. Gratifikasi;
8. Jamuan;
9. Biaya kemudahan (uang pelicin);
10. Menjadi pemasok dan penyedia jasa lain;
11. Anggota keluarga;
12. Menghindari potensi benturan kepentingan;
13. Tanggung jawab profesi;
14. Tanggung jawab pribadi;
15. Perilaku berkaitan dengan stakeholders;
16. Penggunaan informasi;
17. Larangan manipulasi dan penyampaian;
18. Informasi yang tidak benar;
19. Pemeliharaan dan penggunaan aset;
20. Penggunaan informasi internal;
21. Penggunaan fasilitas kantor: telepon dan sebagainya;
22. Catatan dan pembukuan;
23. Kesempatan kerja yang sama;
24. Etika lingkungan kerja;
25. Narkoba dan perjudian;
26. Pengguna jasa.
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 juga
mengakui bahwa kebutuhan kode etik instansi dan profesi
didasarkan

oleh

karakteristik

masing-masing

instansi

dan

organisasi profesi, oleh karena itu pasal 13 mengatur:


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

12

1. Pejabat

pembina

kepegawaian

masing-masing

instansi

menetapkan kode etik instansi;


2. Organisasi profesi di lingkungan PNS menetapkan kode
etiknya masing-masing.
Kode etik yang ditetapkan instansi/organisasi profesi tidak boleh
bertentangan dengan kode etik yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 tahun 2004.
D. Parameter Penerapan Penyelenggaraan
Parameter penerapan Penegakan Integritas dan Nilai Etika
adalah sebagai berikut:
1. Instansi Pemerintah telah menyusun dan menerapkan aturan
perilaku serta kebijakan lain yang berisi tentang standar
perilaku etis, praktik yang dapat diterima, dan praktik yang
tidak dapat diterima termasuk benturan kepentingan.
2. Suasana etis dibangun pada setiap tingkat pimpinan instansi
pemerintah dan dikomunikasikan di lingkungan instansi
pemerintah yang bersangkutan.
3. Pekerjaan yang terkait dengan masyarakat, anggota badan
legislatif, pegawai, rekanan, auditor, dan pihak lainnya
dilaksanakan dengan tingkat etika yang tinggi.
4. Tindakan

disiplin

yang

tepat

dilakukan

terhadap

penyimpangan atas kebijakan dan prosedur atas pelanggaran


aturan perilaku.
5. Pimpinan

instansi

pemerintah

mempertanggungjawabkan

adanya

menjelaskan
intervensi

dan
atau

pengabaian atas pengendalian intern.


6. Pimpinan instansi pemerintah menghapus kebijakan atau
penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak etis.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

13

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun


2008, indikator keberhasilan penerapan sub unsur penegakan
integritas dan nilai etika adalah sebagai berikut:
1. Tersusun, tersosialisasi, dan terterapkannya aturan perilaku
yang komprehensif dan langsung mengatur hal-hal yang
krusial.
2. Setiap tingkatan pimpinan telah memberikan keteladanan
penerapan aturan perilaku dalam tutur kata maupun tindakan
nyata.
3. Telah terlaksanakannya penegakan disiplin penerapan aturan
etika secara konsisten, adil, dan transparan.
4. Terterapkannya sistem yang transparan dalam hal terdapat
intervensi,

waiver

(pengabaian),

ataupun

pengecualian

implementasi SPI.
5. Terciptanya suasana kerja yang sehat untuk mendukung
tumbuhnya perilaku etis, sebaliknya tidak terdapat suasana
yang mendorong perilaku tidak etis.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

14

BAB III
LANGKAH PENERAPAN PENEGAKAN INTEGRITAS
DAN NILAI ETIKA

Penerapan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika


pada dasarnya ditandai dengan adanya suatu aturan perilaku yang
dikomunikasikan

kepada

seluruh

individu

organisasi

dan

dilaksanakan penegakannya. Dalam pelaksanaannya, tahap dan


langkah-langkah penyelenggaraan sub unsur penegakan integritas
dan nilai etika dapat dilakukan bersamaan dengan unsur/sub unsur
lainnya.
Dalam bab ini, penerapan tersebut dikelompokkan dalam tiga
tahap utama, yaitu:
1. Tahap Persiapan, merupakan tahap awal implementasi, yang
bertujuan untuk memberikan pemahaman atau kesadaran yang
lebih baik, serta pemetaan kebutuhan penerapan.
2. Tahap Pelaksanaan, merupakan langkah tindak lanjut atas
pemetaan,

yang

meliputi

pembangunan

infrastruktur,

internalisasi, dan pengembangan berkelanjutan.


3. Tahap Pelaporan, merupakan tahap melaporkan kegiatan.
Setiap tahapan implementasi dan beberapa contoh akan diuraikan
di bab ini.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

15

A. Tahap Persiapan
1. Penyiapan

Peraturan,

SDM,

dan

Rencana

Penyelenggaraan
Tahap ini dimaksudkan untuk menyiapkan peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan SPIP di setiap kementerian,
lembaga, dan pemerintah daerah. Berdasarkan peraturan
penyelenggaraan
membuat

SPIP,

rencana

selanjutnya

penyelenggaraan,

instansi
yang

pemerintah
antara

lain

memuat:
a. jadwal pelaksanaan kegiatan;
b. waktu yang dibutuhkan;
c. dana yang dibutuhkan; dan
d. pihak-pihak yang terlibat.
Berdasarkan peraturan tersebut, perlu ditetapkan Tim
Satuan Tugas Penyelenggaraan (Tim Satgas) SPIP yang
ditugaskan mengawal pelaksanaan penerapan penegakan
integritas dan nilai etika ditetapkan. Tim Satgas tersebut
terlebih dulu diberi pelatihan tentang SPIP, khususnya sub
unsur terkait agar dapat menyelenggarakan sub unsur dalam
unsur SPIP.
2. Pemahaman (Knowing)
Tahap pemahaman merupakan langkah awal dalam
menciptakan suasana

etis.

Tahap

ini

bertujuan untuk

membangun kesadaran (awareness building), yang meliputi


segala usaha untuk membangun kesadaran dan keyakinan
terhadap arti penting integritas dan nilai etika, memperkuat
komitmen, serta dukungan semua lapisan pejabat dan seluruh
pegawai instansi pemerintah.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

16

Tahap pemahaman sebagai langkah pengomunikasian


pentingnya nilai etika dan aturan perilaku dalam membentuk
integritas yang akan membangun lingkungan pengendalian
yang kuat. Pengomunikasian dapat dilakukan secara terpisah
atau bersamaan dengan sosialisasi SPIP.
SPIP juga mensyaratkan instansi pemerintah untuk
meyakinkan bahwa suatu suasana etis telah dibangun pada
setiap tingkatan pimpinan instansi pemerintah dan telah
dikomunikasikan di lingkungan instansi pemerintah yang
bersangkutan.
Beberapa studi tentang etika menemukan pemicu
terjadinya kecurangan atau bahkan korupsi adalah suasana
ketidakpedulian. Ketidakpedulian dalam lingkungan kerja
ditandai dengan kondisi dimana orang-orang di dalam
organisasi tidak tahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah
salah. Mereka bahkan berpikir bahwa mereka melakukan hal
yang baik menurut versi mereka. Oleh karena itu, tidak hanya
nilai etis yang harus dikomunikasikan, namun juga petunjuk
yang jelas harus diberikan berkaitan dengan apa yang benar
dan apa yang salah. Untuk mendapatkan pemahaman yang
sama

atas

sistem

nilai,

setiap

organisasi

harus

mengembangkan suatu aturan perilaku organisasi yang


mencerminkan kejujuran dan etika. Aturan perilaku ini harus
dikomunikasikan secara tertulis dan menjadi pegangan bagi
seluruh pegawai di unit organisasi tertentu.
Aturan perilaku harus senantiasa menjadi agenda dalam
pelaksanaan tugas sehari-hari. Komunikasi menjadi langkah
awal untuk mencapai pemahaman yang sama. Komunikasi
merupakan seni dalam menyampaikan informasi, baik secara
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

17

verbal maupun nonverbal. Keduanya harus dimanfaatkan


untuk tahap pemahaman ini agar semua pejabat dan pegawai
terinformasikan dengan baik. Hal tersebut sejalan dengan
Peraturan

Pemerintah

Nomor

60

Tahun

2008

yang

menyatakan bahwa pimpinan instansi pemerintah membina


serta mendorong terciptanya budaya yang menekankan
pentingnya nilai-nilai integritas dan etis. Hal ini bisa dicapai
melalui komunikasi lisan dalam rapat, diskusi, dan melalui
keteladanan dalam kegiatan sehari-hari.
Untuk

memenuhi

hal

tersebut,

instansi

dapat

memberikan pemahaman dengan menggunakan beberapa


pendekatan kegiatan antara lain:
a. Sosialisasi pentingnya integritas dan nilai etika dengan
media komunikasi, yaitu ceramah, diskusi, seminar, rapat
kerja, dan fokus grup.
b. Website, media ini memiliki cakupan yang lebih luas,
dengan

tujuan

transparansi

kepada

pemangku

kepentingan. Pemuatan kode etik atau aturan perilaku


dalam

website

instansi

pemerintah

merupakan

penyampaian atas perilaku yang diharapkan.


c. Multimedia,

media

ini

bersifat

lebih

interaktif,

yang

bermanfaat memperoleh sebaran yang lebih luas.


d. Majalah, merupakan komunikasi secara reguler dalam
bentuk media cetak yang diterbitkan yang berisi pesanpesan etika secara runtut dan menggunakan bahasa yang
sederhana dan contoh konkret.
Misalnya,

diciptakan maskot etika dalam bentuk kartun

untuk memberi contoh konkret penerapan etika.


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

18

e. Saluran mikrofon. Komunikasi kode etik atau aturan


perilaku

dapat

dengan

kata-kata

penting

yang

diperdengarkan setiap pagi melalui mikrofon, pengeras


suara, atau saluran kominikasi lain di kantor.
f. Akses ke jaringan. Komunikasi aturan perilaku dapat juga
diperluas dengan menempatkan pertanyaan tentang kode
etik atau aturan perilaku ke dalam rancangan akses
ke jaringan. Misalnya, sebelum dapat masuk ke dalam
jaringan, ditanyakan hal yang berkaitan dengan aturan
perilaku yang berlaku pada instansi tersebut yang menjadi
bagian dari password yang harus dijawab dengan benar
oleh pegawai.
Selain hal tersebut di atas, komunikasi nonverbal yang
efektif yang sangat penting adalah penerapan aturan perilaku
melalui keteladanan yang ditunjukkan oleh pimpinan.
Tahap pemahaman juga merupakan proses untuk
membangun kesadaran bahwa penegakan integritas dan nilai
etika juga dipengaruhi oleh dorongan sejawat (peer pressure).
Kesadaran ditunjukkan dengan adanya kepedulian para
pegawai atas perilaku sejawatnya untuk menerapkan sikap
perilaku moral dan etis yang baik. Kita akan sulit menjadikan
integritas sebagai karakter bila lingkungan sangat kondusif
terhadap perilaku yang tidak etis. Dorongan sejawat berupa
komitmen

secara

bersama

untuk

menerapkan

dan

menegakkan kode etik, peduli pada yang melanggar dengan


menegur atau melaporkan adanya pelanggaran kode etik atau
aturan perilaku akan mendorong ditegakkannya integritas dan
nilai etika. Hal yang penting tentunya adalah hukuman bagi
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

19

pelanggar aturan perilaku, mekanisme yang mendorong


terhadap karyawan melaporkan pelanggaran, tindakan disiplin
karyawan yang tidak melaporkan pelanggaran. Tindakan
penegakan ini harus menjadi budaya integritas.
Sosialisasi, dorongan sejawat, dan komunikasi secara
berkelanjutan, akan memberikan pemahaman yang utuh dan
kuat bahwa para pegawai memperlihatkan bahwa yang
bersangkutan mengetahui perilaku yang dapat diterima dan
tidak dapat diterima, hukuman yang akan dikenakan terhadap
perilaku yang tidak dapat diterima, dan tindakan yang harus
dilakukan jika yang bersangkutan mengetahui adanya sikap
perilaku yang tidak dapat diterima.
3. Pemetaan (Mapping)
Setelah
pemetaan

dilakukan

terhadap

sosialisasi,

pemahaman

diperlukan

yang

diterima

suatu
dan

dipersepsikan oleh pimpinan dan seluruh pegawai dan


pemetaan
menegakkan

terhadap
integritas

keberadaan
dan

nilai

infrastruktur
etika.

untuk

Keberadaan

infrastruktur dalam penegakan integritas dan nilai etika


diwujudkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur. Penegakan
integritas dan nilai etika pada instansi pemerintah telah
terbentuk dalam format yang berbeda-beda, sehingga perlu
dilakukan pemetaan sejauh mana penerapan yang telah
dilakukan selama ini.
Instansi pemerintah perlu melakukan pemetaan atas
penerapan penegakan integritas dan nilai etika di lingkungan
kerjanya, untuk mendapatkan informasi antara lain:

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

20

1) kebijakan dan prosedur yang melandasi penegakan integritas


dan nilai etika telah dimiliki oleh instansi pemerintah;
2) peraturan/kebijakan yang ada tersebut,

telah sesuai

dengan peraturan/kebijakan yang lebih tinggi;


3) instansi pemerintah memiliki prosedur operasi baku atau
standard operating procedure (SOP) untuk mejalankan
peraturan/kebijakan dimaksud;
4) SOP atau pedoman dimaksud, telah sesuai dengan
peraturan yang ada, dan atau yang akan dibangun;
5) SOP atau pedoman tersebut telah dipraktikkan dan
didokumentasikan dengan baik.
Dalam proses pemetaan, dilakukan identifikasi dan
analisis nilai dan norma/aturan yang ada, yang dibutuhkan dan
nilai yang diharapkan dalam organisasi untuk menunjukkan
ciri/karakteristik

organisasi.

Pemetaan

dilakukan

untuk

memeroleh data sebanyak-banyaknya tentang:


a. Hal-hal yang harus diatur menjadi aturan perilaku
Pemetaan ini untuk mengidentifikasi nilai yang diperlukan
sesuai dengan hukum dan perundangan terkait dengan
tugas dan profesi. Kode etik PNS harus mengacu pada nilai
etika yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42
Tahun 2004. Nilai ini menjadi dasar perilaku organisasi dan
pegawai dalam memberi panduan dan memastikan bahwa
entitas tidak melanggar aturan.
Selain itu, juga perlu mempertimbangkan kode etik profesi.
Misalnya,

lembaga

pengawas

sebagai

profesional

mengikuti kode etik auditor internal yang harus bekerja


secara obyektif dan due dilligence. Nilai ini harus menjadi
dasar dalam aturan perilaku.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

21

b. Hal yang belum jelas atau sering disebut area abu abu
(grey area) yang dapat menimbulkan suasana dilematis
Identifikasi

nilai

diperlukan

untuk

mengatasi

situasi

dilematis yang ada dalam lingkungan kerja. Nilai ini


diperlukan untuk memberikan kejelasan perilaku atau
menumbuhkan perilaku yang diunggulkan bila menghadapi
suatu masalah. Para pejabat dan pegawai seringkali
dihadapkan pada kondisi yang dilematis, baik dalam
tindakan maupun pengambilan keputusan. Kondisi ini harus
dicermati dalam pembentukan kode etik atau aturan
perilaku. Ketidakjelasan perilaku atas dilema yang dijumpai
dalam pelaksanaan tugas akan memberi peluang terjadinya
pelanggaran atau perbuatan yang tidak etis.
Kondisi dilematis, yaitu tindakan yang harus dipilih
seseorang untuk kepentingan yang berbeda, tetapi tidak
tahu

tindakan

apa

yang

paling

tepat,

sulit

untuk

mempertimbangkan mana yang benar, dan kondisi dimana


dorongan untuk melakukan pilihan yang salah sangat kuat.
Masalah dilematis antara lain: masalah menerima atau
tidak pemberian suap atau uang pelicin, menyetujui atau
tidak usulan target yang tidak masuk akal, pengaduan
(wistle blowing), yaitu pilihan apakah mengadukan kepada
atasan atau mendiamkan.
c. Kondisi dilematis setiap instansi pemerintah akan berbedabeda
Misalnya, kondisi dilematis pegawai Ditjen Pajak akan
berbeda dengan Departemen Kehakiman, atau departemen
lainnya. Perbedaan kondisi dilematis inilah yang akan
membuat kode etik atau aturan perilaku akan berbeda antar
instansi pemerintah, karena perilaku yang diharapkan juga
berbeda.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

22

Pertimbangkan nilai etis yang dihormati oleh pemangku


kepentingan.

Nilai

yang

diinginkan

oleh

pemangku

kepentingan merupakan hal penting yang akan membawa


citra positif. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 disebutkan bahwa pekerjaan yang terkait dengan
masyarakat, anggota badan legislatif, pegawai, rekanan,
auditor, serta pihak lainnya dilaksanakan dengan tingkat
etika yang tinggi.
Misalnya: pegawai instansi yang memberi jasa layanan
publik memiliki kesan arogan, mempersulit proses dan
berbelit-belit. Aturan perilaku harus diarahkan untuk
menghilangkan citra tidak baik tersebut.
d. Identifikasi

nilai-nilai

dan

norma

yang

menghambat

pelaksanaan tugas pokok


Penerapan
pertimbangan

nilai

etika

moral

adalah

dalam

mengedepankan

pengambilan

keputusan

sehingga ada kemungkinan terjadi pengabaian, tetapi untuk


kepentingan yang bernilai lebih tinggi. Dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa
terdapat pedoman yang mengatur situasi, frekuensi, dan
tingkat pimpinan yang diperkenankan melakukan intervensi
terhadap SPI yang telah dikembangkan dan pengabaian.
Pengabaian manajemen (management discretion) harus
didasarkan pada nilai etis yang tinggi terhadap "citizen
value", yaitu bagaimana sumber daya menghasilkan nilai
yang

bemanfaat

bagi

masyarakat

secara

umum

(meaningful value for the average citizen), baik nilai


manfaat ekonomis dan sosial suatu program atau kegiatan
kepada publik.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

23

Hasil pemetaan atas nilai-nilai yang menjadi prioritas


instansi

pemerintah

akan

menjadi

dasar

dalam

menyusun/merumuskan kode etik atau aturan perilaku.


e. Pemetaan juga diharapkan memberi masukan atas rencana
tindak yang paling tepat untuk internalisasi kode etik atau
aturan perilaku.

B. Tahap Pelaksanaan
Pada

tahapan

pelaksanaan

proses

terdiri

atas

pembangunan infrastruktur, internalisasi, dan pengembangan


berkelanjutan.
1. Membangun Infrastruktur (Norming)
Pembangunan infrastruktur dilakukan setelah tahap
pemetaan. Pembangunan infrastruktur dilaksanakan melalui
penyusunan

kebijakan

dan

prosedur,

yang

bertujuan

menciptakan dan memelihara lingkungan pengendalian yang


menimbulkan perilaku postif dan kondusif untuk penerapan
sistem pengendalian intern. Perilaku positif dan kondusif yang
dimaksud dalam sub unsur ini adalah penegakan integritas
dan nilai etika.
Kebijakan dan prosedur yang diperlukan adalah sebagai
berikut:
a. Penyusunan Kode etik atau Aturan Perilaku
Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2004, instansi pemerintah menyusun kode etik atau aturan
perilaku, sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
masing-masing instansi. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 disebutkan bahwa aturan perilaku
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

24

tersebut sifatnya menyeluruh dan langsung berkenaan


dengan hal-hal seperti pembayaran yang tidak wajar,
kelayakan

penggunaan

sumber

daya,

benturan

kepentingan, kegiatan politik pegawai, gratifikasi, dan


penerapan kecermatan profesional.
Penyusunan kode etik atau aturan perilaku seyogyanya
bersifat

partisipatif

dari

individu

instansi

pemerintah

sehingga dapat lebih akurat mencerminkan kebutuhan


kode etik atau perilaku instansi pemerintah, baik dalam
urusan kedinasan maupun kemasyarakatan.
Pimpinan instansi pemerintah menyusun aturan perilaku
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi

nilai-nilai

yang

diperoleh

dari

hasil

pemetaan, yang selanjutnya dikembangkan ke dalam aturan


perilaku dengan menggali lebih banyak masukan melalui:
a) Wawancara, dilaksanakan dengan mewawancarai
pegawai-pegawai tertentu yang memegang peranan
untuk

mengumpulkan

keterangan

atas

isu

permasalahan utama di tempat kerja.


b) Mengumpulkan

keterangan

atas

perilaku

yang

menimbulkan permasalahan tersebut. mempertimbangkan


permasalahan mana yang berhubungan dengan etika.
2) Mengidentifikasi nilai-nilai yang dapat dipertimbangkan
sebagai nilai etika, misalnya kreatif atau independen.
3) Mengidentifikasi perilaku utama yang dibutuhkan, sesuai
dengan nilai etika yang dibutuhkan atau telah ditetapkan
dalam kode etik.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

25

4) Menyusun kode etik atau aturan perilaku dengan kalimat


yang tegas, yang mengindikasikan seluruh pegawai
diharapkan berperilaku sesuai dengan aturan perilaku.
5) Mengikutsertakan para pejabat dan pegawai sehingga
ada tumbuh komitmen dan rasa memiliki atas kode etik
atau aturan perilaku.
b. Kebijakan Penegakan Aturan Perilaku
Guna menerapkan kode etik atau aturan perilaku, pimpinan
instansi pemerintah menetapkan kebijakan pendukung
untuk penegakan aturan perilaku melalui penandatanganan
komitmen penerapan aturan perilaku, yang diperbarui tiap
tahun oleh setiap pegawai. Contoh bentuk pernyataan:

K O M I T M E N U N T UK M E M AT U H I P E D O M AN
P E R I L AK U
Sebagai pegawai............, saya memberikan pernyataan
komitmen pribadi untuk mematuhi Pedoman Perilaku:
Nama

............................................................................

Unit Kerja

............................................................................

Jabatan

............................................................................

sebagai

Menyatakan bahwa:
1. Telah menerima Buku Pedoman Perilaku;
2. Telah memahami isi dari Buku Pedoman Perilaku;
3. Bersedia mematuhi apa yang telah menjadi komitmen perilaku dan
akan menerapkannya dalam pelaksanaan tugas sehari-hari;
4. Siap menerima konsekuensi bila melakukan pelanggaran atas
komitmen perilaku yang telah ditetapkan dalam Pedoman Perilaku;
5. Akan
memegang
komitmen
perilaku
untuk
mendukung
pengembangan reputasi organisasi melalui integritas yang tinggi dan
perilaku terpuji.
..................., .............................
(Nama Lengkap dan Tanda Tangan)

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

26

c. Kebijakan Sistem Reward and Punishment


Sistem reward and punisment harus ditetapkan pimpinan
instansi pemerintah untuk menjamin penerapan kode etik
atau aturan perilaku. Atas tindakan tidak disiplin, baik
pegawai maupun pejabat, pimpinan instansi pemerintah
harus menindak tegas dan menerapkan secara konsisten.
Pimpinan

instansi

pemerintah

mempertimbangkannya

dengan Majelis Kode Etik agar hukuman disiplin yang


diberikan

tepat

terhadap

penyimpangan

atau

atas

pelanggaran aturan perilaku.


Hal-hal yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut:
1) Pimpinan instansi pemerintah mengambil tindakan atas
pelanggaran kebijakan, prosedur, atau aturan perilaku
dengan tegas tanpa membeda-bedakan.
2) Kebijakan penghargaan dan pemberian sanksi ini
dikomunikasikan secara berkala, termasuk jenis sanksi
dikomunikasikan kepada seluruh pegawai di lingkungan instansi
pemerintah sehingga pegawai mengetahui konsekuensi
dari penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan.
3) Instansi pemerintah memiliki mekanisme penanganan
tuntutan dan kepentingan pegawai secara cepat dan tepat.
4) Adanya suatu sanksi atas pelanggaran perilaku akan
menjadi pelajaran bagi anggota instansi pemerintah lain
yang tidak melakukan pelanggaran.
d. Kebijakan Penanganan Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan adalah pertentangan kepentingan
antara

kesetiaan

dan

konsistensi

sebagai

seorang

profesional dan kepentingan yang ada di luar itu, yang


dapat disebabkan karena kepentingan pribadi, golongan
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

27

kelompok, dan lainnya. Pimpinan instansi pemerintah


menetapkan

kebijakan

untuk

mekanisme

menangani

adanya potensi konflik kepentingan, misalnya dalam proses


pengadaan atau pengambilan keputusan strategis. Selain
itu, pimpinan instansi pemerintah juga memperbarui
kebijakan

dan

prosedur

untuk

pelanggaran

etika

dan

dikehendaki

dalam

aturan

mencegah

menghasilkan
perilaku,

terjadinya

perilaku
misalnya

yang
uraian

jabatan, laporan pelaksanaan anggaran, dan instrumen


pengendalian

lainnya

untuk

meyakinkan

kepatuhan

terhadap aturan perilaku.


e. Kebijakan tentang Pengabaian Manajemen
Pengabaian manajemen (management discretion) mungkin
terjadi dalam pelaksanaan kegiatan instansi pemerintah.
Namun demikian, pengabaian harus didasarkan pada nilai
etis yang tinggi terhadap "citizen value", yaitu bagaimana
sumber daya menghasilkan nilai yang bermanfaat bagi
masyarakat secara umum, baik nilai manfaat ekonomis
maupun sosial suatu program atau kegiatan kepada publik.
Kesalahan prosedur atau terjadinya pengabaian sangat
mudah dideteksi, yang harus menjadi komitmen adalah
kesalahan prosedur tidak ditujukan untuk kepentingan dan
keuntungan pribadi.
Pimpinan instansi pemerintah menyusun pedoman yang
mengatur situasi, frekuensi, dan tingkat pimpinan yang
diperkenankan melakukan intervensi dan pengabaian.
Pedoman

harus

mengatur

dengan

jelas

sekurang-

kurangnya:

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

28

1) Situasi yang memungkinkan pengabaian, misalnya


urgensi yang menjadi pendorong pengabaian, adanya
kebutuhan masyarakat yang mendesak.
2) Siapa yang dapat melakukan pengabaian. Hal ini harus
secara jelas diatur, sebab pengabaian pengendalian
intern tidak boleh dilakukan oleh pimpinan instansi
pemerintah tingkat bawah, kecuali dalam keadaan
darurat. Hal ini penting karena pengabaian manajemen
harus merupakan keputusan yang sangat strategis bagi
suatu instansi pemerintah.
3) Dokumentasi secara lengkap, termasuk alasan dan
tindakan khusus yang diambil bila terjadi pengabaian
manajemen.
4) Pelaporan. Setiap kejadian pengabaian manajemen
harus segera dilaporkan kepada pimpinan instansi
pemerintah yang lebih tinggi.
f. Pembentukan Majelis Kode Etik
Pimpinan instansi pemerintah menetapkan suatu Majelis
Kode Etik atau unit ad hoc yang bertanggung jawab untuk
memonitor penerapan etika dan bertanggung jawab atas
manajemen etika. Komite ini bertanggung jawab merespon
dengan cepat dan menindaklanjuti setiap pengaduan dan
pelanggaran sehingga pimpinan instansi pemerintah dapat
melakukan tindakan yang cepat dan tepat segera setelah
ada gejala timbulnya masalah. Hal ini sejalan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 yang
menyebutkan

bahwa

prosedur/mekanisme

instansi

pemerintah

penanganan

tuntutan

memiliki
dan

kepentingan pegawai secara cepat dan tepat.


1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

29

Selain itu, tugas Majelis Kode Etik adalah menyusun


konsep

kebijakan

dan

program

berkaitan

dengan

pelaksanaan kode etik atau aturan perilaku, memberi


nasihat kepada pimpinan mengenai isu-isu kode etik atau
perilaku, masalah yang dihadapi instansi pemerintah
mengenai pelaksanaan dan pelanggaran kode etik. Dalam
beberapa kasus, Komite ini juga bertugas menangani
pelanggaran kode etik dengan memanggil karyawan yang
melanggar

kode

etik,

memeriksa

kasusnya,

dan

memberikan sanksi kepada karyawan yang melanggar.


2. Internalisasi (Forming)
Tahap

internalisasi

adalah

suatu

proses

bagian

dari

menjadikan

infrastruktur

menjadi

operasional

sehari-hari,

yang

bagaimana

menyelesaikan

akan

pekerjaan

tercermin
dan

untuk

kegiatan
dalam

pengambilan

keputusan dalam instansi pemerintah.


Internalisasi bertujuan untuk membangun kesadaran
pimpinan instansi pemerintah untuk menegakkan integritas
dan nilai etika,

dan membangun kesadaran para pegawai

untuk mengimplementasikan integritas dan nilai etika dalam


kegiatan

operasional

sehari-hari.

Langkah-langkah

internalisasi yang perlu dilakukan sebagai berikut:


a. Keteladanan Pimpinan Instansi Pemerintah
Pimpinan instansi pemerintah memberikan keteladanan
berkaitan dengan kepatuhan terhadap nilai etika dalam
pelaksanaan kegiatan sehari-hari, antara lain:

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

30

1) Perilaku tidak menerima uang pelicin, kick back, atau


suap;
2) Komitmen ketepatan waktu kehadiran;
3) Tidak membuat SPPD fiktif.
b. Diskusi dan Pertemuan
Pimpinan instansi pemerintah dan pegawai melakukan
diskusi yang intensif untuk membahas dan mencari
rencana tindak atas perilaku tidak etis dalam kegiatan
Coffee Morning, Rapat Bulanan, pelatihan di kantor sendiri
(PKS), atau kegiatan keagamaan seperti doa bersama.
Diskusi membahas perilaku tidak etis, misalnya penyuapan
untuk memenangkan tender, menerima kick-back

atas

jasa, menekan upah buruh, eksploitasi lingkungan, iklan


yang

menyesatkan,

membocorkan

rahasia,

praktik

melanggar hak cipta, pemalsuan dokumen, mengabaikan


kepentingan karyawan, menyisihkan pesaing dengan cara
curang,

atau

memanfaatkan

posisi

dominan

untuk

mengambil manfaat pribadi.


c. Pernyataan Kesanggupan Untuk Memiliki Integritas dan
Mematuhi Nilai Etika
Pimpinan

instansi

pemerintah

dan

seluruh

pegawai

menyatakan kesanggupannya secara berkala (setiap tahun


atau

periode

lain)

untuk

berperilaku

integritas

dan

mematuhi nilai etika. Pada beberapa instansi pemerintah,


pernyataan ini disebut pakta integritas.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

31

d. Dorongan Sejawat (peer pressure)


Perilaku integritas dan kepatuhan terhadap nilai etika juga
dipengaruhi oleh dorongan sejawat (peer pressure).
Kesadaran ditunjukkan dengan adanya kepedulian para
pegawai atas perilaku sejawatnya untuk menerapkan sikap
perilaku moral dan etis yang baik. Tekanan dari teman
sepergaulan begitu besar bagaimana integritas dan nilai
etika ditegakkan, kita akan sulit menjadikan integritas
sebagai karakter bila lingkungan sangat kondusif terhadap
perilaku yang tidak
komitmen

secara

etis.

bersama

Dorongan sejawat
untuk

berupa

menerapkan

dan

menegakkan kode etik, peduli pada yang melanggar


dengan menegur atau melaporkan adanya pelanggaran
kode etik atau aturan perilaku. Perlunya diciptakan
mekanisme

yang

mendorong

karyawan

melaporkan

pelanggaran, serta sanksi terhadap karyawan yang tidak


melaporkan pelanggaran.
e. Program Rekrutmen dan Pengenalan Pegawai Baru
Pembentukan sistem nilai dan budaya dimulai dari
manusia, bukan dari instansi pemerintah. Perilaku dibentuk
mulai dari manusia yang diseleksi, ditempatkan, dan
dihargai dengan baik. Pegawai baru instansi pemerintah
diseleksi, ditempatkan, dan dibina untuk memperoleh
kesenangan dan kenyamanan dalam bekerja karena
menyenangi pekerjaannya. Program penempatan antara
lain:

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

32

1) Rekrut calon pegawai yang terbaik. Rekrut orang


terbaik,

yaitu

orang

yang

bagus

kemampuan

intelektualnya, dapat bekerja dalam tim, mencintai


pekerjaan, berorientasi ke depan, berkarakter kuat, dan
punya keterampilan berkomunikasi yang baik. Standar
yang baik harus diberikan sejak awal melalui sebuah
proses orientasi dengan memperkenalkan atasan dan
rekan kerja, serta hal-hal yang boleh dan tidak boleh
dilakukan di tempat kerja.
2) Pegawai

yang

diangkat

segera

mengikuti

proses

pembekalan (induction program), yaitu pelatihan yang


ditujukan untuk membekali pegawai baru kebijakan
penting tentang perilaku. Tujuan program ini untuk
menegaskan hal-hal penting dalam rangka memelihara
nilai-nilai positif yang telah digariskan.
Pelatihan, termasuk memberikan ritual-ritual instansi
pemerintah seperti team work, budaya kerja, tindakan
disiplin, kepindahan, kedatangan, kenaikan pangkat,
atau pensiun. Ritual sedapat mungkin membuat pegawai
memiliki rasa kebersamaan dan loyalitas.
f. Penempatan
Pimpinan instansi pemerintah menempatkan orang pada
posisi yang tepat. Orang-orang yang tepat (right man right
place) akan berkontribusi positif dan akan menghargai
budaya instansi pemerintah apabila mereka ditempatkan
di tempat yang tepat.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

33

g. Komitmen atas Standar Layanan Publik


Pimpinan

instansi

pemerintah

menetapkan

dan

menerapkan standar pelayanan minimal bagi publik,


termasuk standar perilaku dalam memberikan pelayanan,
yang secara konsisten diterapkan. Standar dan perilaku
minimal

dalam

layanan

publik

menghilangkan kesan negatif

ini

harus

mampu

tentang PNS, antara lain:

berbelit-belit, arogan, mudah dibuat susah, ujung-ujungnya


duit, atau susah melihat orang senang.
h. Pengomunikasian Hubungan Tindak Lanjut Temuan
Auditor dengan Aturan Perilaku
APIP juga berperan dalam penegakan integritas dan nilai
etika melalui pelaksanaan audit dan evaluasi yang
dilaksanakan. Dalam melakukan audit, APIP juga harus
mengevaluasi bagaimana pelaksanaan kode etik atau
aturan

perilaku,

serta

keterhubungan

dengan

permasalahan (temuan) audit yang ada.


Atas suatu permasalahan, harus diidentifikasi perilaku yang
menyebabkan dan disampaikan kepada pimpinan instansi.
Pimpinan instansi pemerintah mengungkapkan masalah
dalam instansi pemerintah yang bersangkutan, serta
menerima komentar dan rekomendasi pada saat auditor
dan evaluator melakukan tugasnya.
i. Integrasi Kode Etik dalam Budaya Instansi Pemerintah
Integrasi kode etik atau aturan perilaku dalam

budaya

instansi pemerintah dapat dilakukan dengan pendekatan


role model atau kelompok pemenang (champion group).
Model atau kelompok merupakan orang yang dipilih
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

34

instansi pemerintah karena dapat dijadikan contoh dan


teladan. Mereka secara aktif mendapat tugas untuk
memberikan
penerapan

cerita

atau

aturan perilaku

contoh

kejadian

dalam keseharian

tentang
tugas.

Terintegrasinya nilai dalam budaya dan perilaku secara


tidak sadar akan menjadi pembentuk karakter instansi.
Misalnya, role model adalah pimpinan unit kerja keuangan,
yang bertugas melakukan pembayaran pada pihak ketiga.
Nilai yang dimodelkan di unit tersebut adalah kejujuran dan
pelayanan

dengan

ketepatan

(akurasi).

Dengan

terintegrasinya kode etik/aturan perilaku ke dalam perilaku


pegawai, maka perilaku etis yang terbentuk adalah
kemampuan menekan moral hazard sehingga kejujuran
dan ketepatan yang diutamakan. Contoh, atas kekurangan
tagihan dari rekanan atau kelebihan pembayaran dari
pengguna jasa segera dilakukan perbaikan. Pegawai serta
merta akan melakukan hal yang benar bila mengetahui
kesalahan dan tidak memanfaatkan kesempatan.
j. Penghargaan dan Remunerasi
Kebijakan reward and punisment harus diterapkan secara
konsisten tidak hanya memfokuskan pada punishment saja,
tapi juga upaya untuk memberikan penghargaan pada
pegawai atas prestasi berkaitan dengan integritas dan nilai
etika.

Pimpinan

instansi

kewenangannya
meningkatkan

pemerintah,

memberikan
penegakan

sesuai dengan

penghargaan

integritas

dan

untuk

kepatuhan

terhadap nilai-nilai etika.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

35

Pimpinan instansi pemerintah juga harus menerapkan


penghargaan

atau

remunerasi

atas

prestasi

kerja

(performance based reward) dengan tepat dan konsisten.


k. Pelatihan Etika (Ethic Training)
Semua instansi pemerintah yang mempunyai kode etik atau
aturan perilaku dan akan melaksanakannya dengan baik
harus memiliki program pelatihan kode etik perilaku untuk
para pejabat dan pegawainya. Tujuan pelatihan etika
adalah pelatihan mengenai bagaimana aturan perilaku
harus dilakukan dan bagaimana peran masing-masing
pegawai. Pelatihan etika dapat diberikan pada pegawai
baru pada masa orientasi maupun pegawai lama. Selain
itu, pelatihan dapat memberi masukan tentang program
pengelolaan etika berdasarkan pengalaman yang didapat
dari pelatihan etika dan praktik pemecahan dilema etika
yang rumit, terutama yang benar-benar terjadi dalam
instansi.
Pelatihan etika sebaiknya dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan.

Pendekatan yang efektif bisa dilakukan

dengan cara: emotional spritual quotient (ESQ), outbound,


experiental

learning,

dan

team

building

dengan

memasukkan tema-tema yang berkaitan dengan integritas


dan nilai etika ke dalam pelatihan tersebut.
Outbond, experiental learning, dan team building adalah
kegiatan pembelajaran melalui pengalaman yang didesain
untuk menstimulasi kelompok. Hal ini dapat dilakukan
di dalam ruangan atau di alam bebas dalam suasana yang
menyenangkan, sehingga akan mendorong orang-orang
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

36

menghayati makna nilai-nilai tim bagi dirinya.

Nilai-nilai

dasar yang dipupuk dalam tim dan diterima dengan


suasana menyenangkan akan membantu percepatan
proses

pembentukan

nilai-nilai

baru.

Mereka

mendiskusikan saran-saran, cara mengatasi konflik, proses


pengambilan

keputusan,

komunikasi,

kreativitas,

dan

kepemimpinan.
l. Saluran Pengaduan (Ethic hotline)
Instansi pemerintah harus mempunyai saluran pengaduan,
hotline, atau jalur komunikasi khusus yang tersedia kapan
saja untuk mendengarkan keluhan dan aduan dari para
pegawai/pejabat

ataupun

pihak

luar

instansi

yang

mengadukan suatu tindakan apa pun yang menyangkut


kecurangan atau penyalahgunaan data, informasi, aset,
wewenang, otorisasi, dan sebagainya. Pengaduan dan
perlindungan sering disebut kebijakan whistle blower.
Whistle blower umumnya diterapkan karena banyak orang
enggan melaporkan dan mereka berada dalam posisi
sebagai pihak yang lemah. Demikian pula ada pihak yang
terdiskriminasi yang telah lama mengetahui terjadinya
pelanggaran, namun tidak mempunyai keberanian untuk
melaporkannya.
m. Menghilangkan kebijakan tidak etis
Kebijakan tidak etis adalah kebijakan yang tidak secara
nyata

melanggar

aturan,

namun

kebijakan

tersebut

membuka peluang terjadinya perilaku tidak etis atau tidak


kondusif. Hal ini terutama terlihat apabila dikaitkan dengan
dampak kegiatan tersebut seperti efisiensi dan efektivitas
suatu aktivitas dan kegiatan.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

37

1) Tujuan Tidak Realisitis


Pimpinan

instansi

pemerintah

harus

menghapus

kebijakan atau penugasan yang dapat mendorong


perilaku tidak etis. Salah satu dorongan yang membuat
perilaku tidak etis adalah menetapkan tujuan yang tidak
realistis dan menekan pegawai untuk mencapai tujuan
tersebut. Kewajaran atas kegiatan yang diusulkan
sebagai target kinerja harus menjadi suatu upaya untuk
meningkatkan efisiensi instansi pemerintah.
Untuk

mencegah

hal

tersebut

pimpinan

instansi

pemerintah harus:
a) Menciptakan mekanisme penilaian kinerja yang tepat
sehingga target yang diusulkan realistis.
b) Mengidentifikasi sasaran kinerja dan risiko yang
terkait (selengkapnya diuraikan di pedoman teknis
penilaian risiko).
c) Melakukan pemantauan atas pelaksanaan kegiatan.
Banyak kejadian, kegiatan direalisasikan di akhir
tahun anggaran untuk menghabiskan anggaran,
tetapi tujuan tidak jelas.
d) Menghindari penggunaan biaya perjalanan dinas
ke tempat atau tujuan yang tidak akan mewujudkan
hasil untuk mendukung tujuan organisasi, tidak
produktif, dan tidak akan menghasilkan prestasi.
e) Upaya

efisiensi,

misalnya

melalui

standarisasi

fasilitas pejabat, standar hotel, kerja sama hotel, atau


kerja sama penerbangan.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

38

2) Aturan Perilaku sebagai Pertimbangan dalam Prasyarat


Jabatan dan Promosi
Pimpinan instansi pemerintah menghapus kebijakan
atau penugasan yang dapat mendorong perilaku tidak
etis. Salah satu perilaku tidak etis adalah kenaikan
jabatan dan promosi tidak didasarkan pada prestasi dan
kompetensi, tetapi unsur subyektivitas atau like and
dislike. Selain itu, praktik yang banyak berjalan kenaikan
jabatan/pangkat menjadi sesuatu yang reguler dan tidak
memiliki hubungan dengan kepatuhan pada aturan
perilaku. Pegawai yang melanggar tetap diproses
kenaikan

pangkatnya.

Hal

ini

tidak

saja

akan

menimbukan etos kerja yang tidak kondusif bagi kinerja


instansi

pemerintah,

tetapi

juga

bagi

penegakan

integritas dan nilai etika.


Pimpinan instansi harus membuat kebijakan yang jelas
tentang kompensasi dan kenaikan jabatan atau promosi
didasarkan pada prestasi dan kinerja, serta kepatuhan
pada aturan perilaku. Misal, seorang pegawai yang terbukti
pernah terkena hukuman dan teguran karena pelanggaran
aturan perilaku berarti memiliki poin negatif untuk dapat
dinaikkan pangkatnya atau dipromosikan.
n. Komitmen atas pelaporan keuangan pemerintah
Integritas dan nilai etika yang telah terinternalisasikan akan
menjadi

budaya

yang

kuat

guna

mendukung

profesionalisme. Salah satu wujud profesionalisme adalah


tersajikannya laporan keuangan pemerintah sesuai dengan
standar akuntansi pemerintah yang berlaku dan laporan
kinerja.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

39

Laporan sebagai akuntabilitas sehingga laporan keuangan,


anggaran, dan pelaksanaan program yang disampaikan
kepada badan legislatif, instansi pemerintah, dan pihak
yang berkepentingan disajikan dengan wajar dan akurat.
Biro keuangan di setiap departemen dan lembaga harus
secara serius mempersiapkan dan memberdayakan peran
APIP untuk menjadi quality assurance sehingga laporan
dapat disajikan dengan lebih baik.
3. Pengembangan Berkelanjutan (Performing)
Pengembangan berkelanjutan merupakan langkah agar
aturan perilaku terpantau pelaksanaannya secara kontinu,
sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan rencana tindak
yang tepat.
a. Pemantauan
Penerapan aturan perilaku masing-masing individu/pegawai
untuk menjadi sebuah kesadaran diri yang melekat dan
teraplikasi dalam kegiatan sehari-hari di kantor tidaklah
selalu berjalan lancar, mudah, dan serta merta berhasil,
melainkan berproses dan dipengaruhi oleh berbagai situasi
lingkungan pengendalian. Agar penerapan aturan perilaku
terkondisi dalam disiplin dan konsisten pemberlakuannya,
maka perlu secara terus menerus dipantau, dievaluasi, dan
dilaporkan pelaksanaannya.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi atas penerapan aturan
perilaku dapat dilakukan oleh setiap level pimpinan
di masing-masing bagian/bidang dengan pendekatan setiap
permasalahan atau penyimpangan aturan perilaku secara
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

40

cepat

dan

tepat

perbaikannya.

diketahui

Penyimpangan

dan
atas

diambil

tindakan

aturan

perilaku

seyogyanya segera dikomunikasikan oleh Majelis Kode Etik


dan diproses untuk disampaikan kepada pihak yang
melanggar aturan agar yang bersangkutan paham bahwa
tindakannya salah atau di luar ketentuan.
Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan juga oleh
Komite Etika atau tim yang ditunjuk untuk menangani
penegakan aturan perilaku.
b. Kontrol Sosial
Selain adanya pemantauan dan evaluasi terhadap aturan
perilaku dari masing-masing level pimpinan atau dari Tim
yang ditunjuk khusus untuk memantau penerapan aturan
perilaku, juga perlu ditingkatkan peranan kontrol sosial.
Kontrol sosial melalui penyebaran adanya komitmen aturan
perilaku kepada masyarakat dan stakeholders lainnya.
Dengan sosialisasi ke pihak eksternal yang lebih luas,
maka

akan

keterlibatan

terbentuk
pegawai

suatu kontrol
atau

masyarakat

sosial.

Adanya

yang

apabila

mengetahui adanya pelanggaran terhadap aturan perilaku,


segera melaporkan atau menyampaikan pengaduan, baik
lisan atau tertulis. Diharapkan dalam pengaduan tersebut
disampaikan secara jelas identitas pelaku, pelanggaran
yang dilakukan, dan tanggal kejadian. Apabila informasi
pengaduan tidak lengkap, pengaduan tetap dapat menjadi
sumber informasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

41

c. Pembaruan Aturan Perilaku


Perkembangan sosial ekonomi dan adanya berbagai
perubahan

peraturan,

kebijakan

pemerintah,

serta

perkembangan teknologi informasi yang memengaruhi


tupoksi instansi pemerintah, akan memengaruhi perubahan
kebutuhan aturan perilaku. Oleh sebab itu, kode etik atau
aturan perilaku perlu terus dilakukan peninjauan kembali
dan pembaruan atas aturan perilaku yang ada. Pembaruan
terhadap aturan perilaku tetap berada dalam koridor
pembinaan pegawai dan untuk menciptakan pegawai yang
berkualitas, berdaya guna, dan berhasil guna, utamanya
pegawai yang mampu memberikan pelayanan yang terbaik,
adil, dan merata bagi masyarakat.
d. Aturan Perilaku sebagai Target Kinerja
Aturan perilaku, yang merupakan pedoman sikap, tingkah
laku, dan perbuatan pegawai di dalam melaksanakan tugas
dan pergaulan hidup sehari-hari, apabila secara terusmenerus dipedomani dalam tugas sehari-hari, maka akan
tumbuh menjadi kebiasaan yang melekat dan menyatu
dalam kesadaran diri. Kebiasaan masing-masing individu
yang telah terbangun dengan kesadaran yang tinggi dan
dikelola oleh pimpinan/leadership yang memiliki komitmen
tinggi menimbulkan kepuasan dan semangat kerja kolektif
dari

semua

pegawai,

yang

pada

gilirannya

dapat

menumbuhkan komitmen instansi pemerintah. Selanjutnya,


apabila komitmen instansi pemerintah telah tercipta, maka
peningkatan kinerja adalah sebuah akibat nyata yang akan
mengikutinya.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

42

Untuk mewujudkan penegakan integritas dan nilai etika


secara berkelanjutan, kepatuhan kepada aturan perilaku
dan kode etik dapat ditetapkan sebagai target kinerja setiap
unit kerja.
Misalnya, dalam penetapan kinerja unit kerja, setiap unit
harus menargetkan tidak ada pelanggaran atau terjadi
penurunan pelanggaran. Dengan menjadikan aturan kinerja
sebagai target, maka unit kerja akan terdorong untuk
menerapkan

sebaik

mungkin

agar

terhindar

dari

pelanggaran, yang berarti kinerja tidak tercapai.


e. Audit Etika
Audit Etika adalah audit mengenai pelaksanaan kode etik
atau aturan perilaku oleh setiap unit instansi pemerintah
yang dilakukan apabila ada pengaduan dan indikasi
pelanggaran.
C. Tahap Pelaporan
Setelah tahap pelaksanaan selesai, seluruh kegiatan
penyelenggaraan sub unsur penegakan integritas dan nilai etika
perlu didokumentasikan. Pendokumentasian ini merupakan satu
kesatuan (bagian yang tidak terpisahkan) dari kegiatan pelaporan
berkala dan tahunan penyelenggaraan SPIP. Pendokumentasian
dimaksud meliputi:
1. Pelaksanaan kegiatan, yang terdiri dari:
a. Kegiatan pemahaman, yang antara lain terdiri atas:
1) Kegiatan sosialisasi (ceramah, diskusi, seminar, rapat
kerja, dan fokus grup) mengenai pentingnya integritas
dan nilai etika;
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

43

2) Kegiatan penyampaian pemahaman melalui website,


multimedia, literatur, dan media lainnya.
b. Kegiatan

pemetaan

keberadaan

dan

penerapan

infrastruktur, yang antara lain berisi:


1) Hasil pemetaan pemahaman pentingnya etika menurut
persepsi pegawai dan bagaimana penerapannya;
2) Hasil pemetaan mengenai persiapan penyusunan aturan
perilaku;
3) Masukan

atas

rencana

tindak

yang

tepat

untuk

internalisasi kode etik atau aturan perilaku.


c. Kegiatan pembangunan infrastruktur, yang antara lain berisi
penyusunan:
1) Kode etik atau aturan perilaku;
2) Kebijakan penegakan aturan perilaku;
3) Kebijakan sistem reward and punishment;
4) Kebijakan penanganan konflik kepentingan;
5) Kebijakan

tentang

intervensi

dan

pengabaian

manajemen; dan
6) Kegiatan pembentukan majelis kode etik.
d. Kegiatan internalisasi, yang antara lain berisi:
1) Kegiatan

pengomunikasian

kode

etik

atau

aturan

perilaku secara berkelanjutan;


2) Kegiatan pembaruan pernyataan kepatuhan pada aturan
perilaku;
3) Kegiatan dorongan sejawat;
4) Kegiatan program rekrutmen dan pengenalan pegawai
baru;
5) Komitmen atas standar layanan publik;
6) Kegiatan diskusi dan pertemuan;
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

44

7) Kegiatan

pengomunikasian

hubungan

tindak

lanjut

temuan auditor dengan aturan perilaku;


8) Kegiatan integrasi kode etik dalam budaya instansi
pemerintah;
9) Kegiatan pemberian penghargaan dan remunerasi;
10)Kegiatan pelatihan etika;
11)Kegiatan pembuatan saluran pengaduan;
12)Laporan kegiatan menghilangkan kebijakan tidak etis;
13)Dokumentasi

komitmen

atas

pelaporan

keuangan

pemerintah.
e. Kegiatan pengembangan berkelanjutan, yang antara lain
berisi:
1) Kegiatan pemantauan;
2) Dokumentasi kontrol sosial;
3) kegiatan pembaruan aturan perilaku;
4) kegiatan penyusunan aturan perilaku sebagai target
kinerja; dan
5) kegiatan audit etika.
2. Hambatan kegiatan
Apabila ditemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
kegiatan yang menyebabkan tidak tercapainya target/tujuan
kegiatan

tersebut,

agar

dijelaskan

penyebab

terjadinya

dengan

adanya

hambatan

dicarikan

saran

hambatan tersebut.
3. Saran
Saran

diberikan

pelaksanaan

berkaitan

kegiatan

dan

pemecahan

masalah untuk tidak berulangnya kejadian serupa dan guna


peningkatan pencapaian tujuan. Saran yang diberikan agar
yang realistis dan benar-benar dapat dilaksanakan.
1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

45

4. Tindak lanjut atas saran periode sebelumnya


Bagian ini mengungkapkan tindak lanjut yang telah dilakukan
atas saran yang telah diberikan pada kegiatan periode
sebelumnya.
Dokumentasi
penyusunan

ini

laporan

merupakan
berkala

dan

bahan

dukungan

tahunan

bagi

(penjelasan

penyusunan laporan dapat dilihat pada buku Pedoman Teknis


Umum Penyelenggaraan SPIP). Kegiatan

pendokumentasian

menjadi tanggung jawab pelaksana kegiatan yang hasilnya


disampaikan kepada pimpinan instansi pemerintah sebagai
bentuk akuntabilitas, melalui satuan tugas penyelenggaraan
SPIP (Satgas SPIP) di instansi pemerintah yang bersangkutan.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

46

BAB IV
PENUTUP

Penegakan integritas dan nilai etika secara berkelanjutan oleh


instansi pemerintah dan penyelenggara negara secara memadai
adalah salah satu jaminan terbaik untuk mencapai pondasi bagi
lingkungan pengendalian dalam SPIP. Kuatnya integritas dan nilai
etika juga secara langsung akan memperbaiki peningkatan
pelayanan publik dan kinerja, yang pada gilirannya mendukung
tercapainya good governance.
Penegakan

integritas

dan

nilai

etika

diawali

dengan

pemahaman bersama melalui langkah sosialisasi dengan media


yang ada, yang selanjutnya dilaksanakan pemetaan. Pembangunan
infrastruktur untuk pelaksanaan dan penerapannya harus menjadi
komitmen bersama instansi pemerintah dan dilaksanakan secara
konsisten. Sementara pengembangan berkelanjutan merupakan
langkah

agar

secara

kontinu

aturan

perilaku

termonitor

pelaksanaannya sehingga setiap kelemahan dapat dirumuskan


rencana tindak yang tepat.
Disadari sepenuhnya bahwa proses penegakan integritas dan
nilai

etika

tidaklah

mudah.

Kata

bijak

mengatakan

bahwa

penegakan integritas tidak semudah membalik telapak tangan.


Faktor penting keberhasilan antara lain:
1. Leadership yang kuat, pemimpin yang berpengaruh kuat pada
tercapainya integritas dan nilai etika, baik melalui upaya yang
diciptakannya maupun teladan yang dijalankannya.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

47

2. Dukungan seluruh pegawai, pemimpin yang kuat tidak ada


artinya bila tidak didukung segenap anggota instansi pemerintah
untuk

secara

sadar

bersama-sama

mendukung

tegaknya

integritas dan nilai etika.


3. Konsistensi

pelaksanaan

penegakan,

konsistensi

dalam

penerapan dan penegakan sangat diperlukan sehingga tidak ada


persepsi

standar

ganda

oleh

individu

anggota

instansi

pemerintah. Setiap tindakan penegakan harus memunculkan


komitmen baru untuk penegakan kode etik atau aturan perilaku.
Komitmen ketiga hal di atas akan membentuk komitmen kuat
karena diperoleh dari pemimpin dan segenap anggota instansi
pemerintah. Konsistensi pelaksanaan penegakan oleh pimpinan
instansi pemerintah akan menjadi teladan bagi semua pegawai
dengan perilaku yang sama antara nilai yang disepakati dengan
perilaku yang diterapkan pada setiap kondisi. Konsistensi juga
menyangkut penegakan, yaitu perlakuan sama bagi semua orang
tanpa terkecuali atas terjadinya pelanggaran aturan
Keberhasilan penegakan integritas dan nilai etika secara
bersama dengan sub unsur lingkungan pengendalian lainnya akan
memperkuat sistem pengendalian intern di lingkungan instansi
pemerintah.
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan acuan praktis
bagi pimpinan instansi pemerintah dalam menciptakan dan
melaksanakan sistem pengendalian intern, khususnya pada unsur
lingkungan pengendalian dengan sub unsur Penegakan Integritas
dan Nilai Etika di lingkungan instansi yang dipimpinnya.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

48

Hal-hal yang dicakup dalam pedoman teknis ini adalah acuan


mendasar yang berlaku

secara umum bagi seluruh instansi

pemerintah, yang minimal harus dipenuhi dalam penegakan


integritas dan nilai etika, serta tidak mengatur secara spesifik bagi
instansi

tertentu.

Instansi

pemerintah

hendaknya

dapat

mengembangkan lebih jauh langkah-langkah yang perlu diambil


sesuai dengan kebutuhan organisasi, dengan tetap mengacu dan
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sesuai dengan perkembangan teori dan praktik-praktik sistem
pengendalian intern, pedoman ini dapat disesuaikan di kemudian
hari.

1.1 Penegakan Integritas dan Nilai Etika

49

Anda mungkin juga menyukai