Laporan Tutorial TBC Hampir Jadi
Laporan Tutorial TBC Hampir Jadi
KELOMPOK A1
ANGGITA DEWI
G0012015
G0012033
G0012051
G0012069
LADYSA ASHADITA
G0012111
SABILA FATIMAH
G0012199
GILANG YUKA S.
G0012083
KHAIRUNNISA N. HUDA
G0012107
PARADA JIWANGGANA
G0012159
ZAKKA ZAYD Z.
G0012241
LD MUHLIS A.
G0012113
G0012225
NAMA TUTOR :
PENDAHULUAN
SKENARIO I
Laki-laki, 52 tahun datang ke poliklinik Paru RS. Dr Moewardi dengan keluhan utama
batuk berdahak bercampur darah. Keluhan batuk berdahak sejak lebih dari 2 minggu
yang lalu, batuk darah terjadi dua hari sebelum datang ke poliklinik. Pasien juga
mengeluh sering berkeringat malam, badan terasa mudah capai, lemah dan berat badan
terus menurun. Pasien perokok aktif, sehari kurang lebih 10 batang rokok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 110/80 mmHg, RR:26x/menit, suhu 38 0C. Pada
auskultasi kedua lapang paru, didapatkan suara amforik, lainnya dalam batas normal.
Kemudian pasien diakukan pemeriksaan radiologis thoraks PA, didapatkan gambaran
nodular bisa di segmen apikal lobus paru atas. Oleh dokter, pasein dimainta untuk
melakukan pemeriksaan sputum dan hematologi rutin. Selain itu pasien diberikan
konseling untuk penyakit yang dideritanya.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA
A. Seven Jump
1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam
skenario
Dalam skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario
A. Suara amforik : suara auskultatorik bernada tinggi tertentu menyerupai suara
yang timbul ketika meniup botol (Dorland, 2011).
B. Hematologi Rutin : penilaian dasar komponen sel darah dengan menentukan
jumlah sel darah, trombosit dan presentase dari setiap jenis sel darah putih dan
kandungan HB, meliputi pemeriksaan Hb, eritrosit, leukosit,trombosit, dan
hematokrit (Sylvia, 2010).
C. Sputum : bahan yang dikeluarkan dari saluran napas melaui mulut (Dorlan,
2011).
D. Batuk : reflex pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan
trakeobronkial (Dorlan, 2011).
E. Gambaran noduler : gambaran khas pada tumor tapi tidak spesifik apakah itu.
F. Pemeriksaan radiologis thorax PA : foto thorac PA : suatu reaksi radiologis
dari thorax untuk mendiagnosis thorax isi dan strukturnya. PA
posteroanterior : sinar X nya masuk dari posterior ke anterior.
G. Perokok aktif : orang yang merokok minimal 1 batang setiap hari.
(WHO,2000)
2. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
A. Bagaimana anatomi, fisiologi, histologi dari sistem respirasi ?
B. Mengapa pasien mengalami gejala-gejala seperti berkeringat malam, mudah
lelah dan berat badan turun?
C. Apakah ada hubungan antara perokok aktif dengan keluhan yang dialaminya ?
Usia dan jenis kelamin ?
D. Bagaimana patofisiologis dan pathogenesis dari pasien ?
E. Konseling apa yang diberikan ke pasien ?
F. Menagapa dokter meminta pasien malakukan pemeriksaan sputum dan
hematologi ?
G. Apakah selalu batuk berdahak yang lebih dari 2 minggu nantinya disertai
batuk darah ?
H. Interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan radiologi thorax PA nya ?
daripada
bronchus primarius primer sinister infeksi dan benda asing lebih sering
mengenai pulmo dexter. Bronchus primarius bercabang menjadi bronchus
secundus (bronchus lobaris), menuju ke tiap lobus pulmonis. Bronchus
lobaris selanjutnya bercabang menjadi bronchus tersius (bronchus
segmentalis), menuju ke segmen bronchopulmonaris.
b. Pulmo sinister
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, lobus superior et inferior,
dipisahkan oleh fissura oblique. Pada bagian medial, pulmo sinistra
membentuk cekungan : incisura cardiaca pulmo sinistra lebih kecil
10% dibandingkan pulmo dextra.
4) Pleura
Pleura terdiri 2 lapis membran yaitu : pleura parietalis (melapisi
dinding cavitas thoracis) dan pleura visceralis (langsung menutupi pulmo).
Diantara pleura parietalis dan visceralis terdapat ruang kecil disebut
cavitas pleuralis. Pleura membentang 5 cm di bawah basis pulmonis dari
cartilago costa VI hingga costa XII di posterior
Pulmo tidak mengisi seluruh ruangan pleura di tempat ini. Jika ada
cairan berlebih di pleura dapat dikeluarkan dengan memasukkan jarum di
anterior melalui SIC VII thoracocentesis. Jarum dimasukkan di tepi atas
costa untuk menghindari kerusakan nervi dan vasa darah.
a. Pleura parietalis
Melapisi permukaan dalam dinding thorax dan mediastinum. Terdiri
dari pars costalis, diaphragmatica, mediastinalis dan cervicalis. Pleura
parietalis membentuk semacam kubah yang menonjol di atas costa I,
disebut cupula pleura.
b. Pleura visceralis
Melekat erat dengan pulmo, mengikuti ke dalam fissura pulmonis.
Cavitas pleuralis. Merupakan ruangan potensial diantara pleura parietalis
dan visceralis. Berupa kantong tertutup, tidak terdapat hubungan bagian
dextra et sinistra. Berisi cairan film untuk lubrikasi permukaan pleura dan
membantu gerakan pulmo. (dr. Nanang Wiyono, 2013)
B. Tahap Respirasi
Ventilasi pulmonari: keluar masuknya udara, terjadi pertukaran udara
1)
2)
3)
fungsi ventilasi, sirkulasi paru, dan pertukaran gas. Secara detail, dibagi
menjadi:
Obstruktif
Asma
PPOK
Bronkiektasis
Fibrosis Kiostik
Bronkiolitis
Restriktif Parenkimal
Sarkoidosis
Fibrosis Paru Idiopatik
Pneumonitis interstisial deskuamatif
Pneumoconiosis
Penyakit paru interstitial diinduksi obat/radiasi
Asbestosis
Restriktif Ekstraparenkimal
Neuromuskuler (Paralisis/Kelemahan Diafragma, Myasthenia gravis, GBS, Distrofi otot,
Kerusakan spina servikal, Sklerosis lateral amiotropik)
Dinding Dada (Kifoskoliosis, Obesitas, Ankylosing Spondilitis, Efusi pleura kronis)
Penyakit paru vaskuler
Emboli paru
Hipertensi arteri paru
Keganasan
Sarkoma bronkogenik (Small cell/ Non-Small cell)
Metastasis kanker ke paru
Penyakit infeksius
Pneumonia
Tracheitis
Bronkitis
Tabel 1. Pembagian penyakit paru (Longo et al, 2013).
Obstruktif
Restriktif
Parenkim Paru
Ekstraparenkim
Kelemahan
Neuromuskuler
TLC
Normal - Naik
RV
Naik
VC
Turun
FEV1/FVC
Turun
Turun
Turun
Turun
Bervariasi
Turun
Turun
Normal Naik
Bervariasi
Ekstraparenkim
Turun
Bervariasi
Turun
Normal
Deformitas
dinding thorax
Tabel 2. Kelainan pada fungsi ventilasi pada beberapa kategori penyakit paru
(Longo et al, 2013)
4. Langkah IV: Mengeinventarisir permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.
Hipotesis
adalah PPOK sehingga perlu diketahui lebih lanjut mengenai kedua penyakit
tersebut.
5. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran
A.
B.
C.
D.
E.
Nyeri dada penyakit paru bermula pada dinding dada, pleura parietal,
saluran napas yang lebar atau struktur mediastinum karena parenkim paru
dan pleura visceral tidak sensitif terhadap nyeri (Price, 2006).
Tanda-tanda suara napas normal:
Vesikular
Bronkovaskuler
Bronkial
Durasi Bunyi
Intensitas
Pitch Suara
Lokasi Normal
Suara inspirasi
suara ekspirasi
Lembut
Ekspirasi
Relatif rendah
Kebanyakan
lebih lama
dikedua
dibanding
lapangan paru
ekspirasi
Suara inspirasi
Intermediate
Intermediate
Umumnya pada
dan ekspiral
equal
anterior dan
Suara ekspirasi
Keras
Relatif tinggi
lebih lama
antara skapula
Di atas
manubrium
dibanding
Trakeal
inspirasi
Suara inspirasi
Sangat keras
Relatif tinggi
dan ekspirasi
Di atas trakhea
dan leher
seimbang
Tabel 2. Suara Napas Dasar
(Buku Pedoman Keterampilan Klinis FK UNS, 2013).
peningkatan
sekresi
disaluran
napas
besar
(Buku
Pedoman
bisikan ditransmisikan terdengar lebih jelas dan lebih keras, hal ini
disebut whispered pectoriloquy. (Buku Pedoman Keterampilan Klinis
FK UNS, 2013).
B. Fisiologi Pernapasan
Perubahan yang terjadi selama satu siklus pernapasan, yaitu satu
tarikan napas (inspirasi) dan satu pengeluaran napas (ekspirasi) adalah
sebagai berikut.
Sebelum inspirasi dimulai, otot-otot pernapasan melemas, tidak ada
udara yang mengalur dan tekanan intraalveolus setara dengan tekanan
atmosfer. Pada awitan inspirasi, otot-otot inspirasi, diafragma dan otot
antariga eksternal, terangsang untuk berkontraksi, sehingga terjadi
pembesaran rongga toraks. Otot inspirasi utama adalah diafragma, suatu
lembaran otot rangka yang membentuk dasar rongga toraks dan dipersarafi
oleh saraf frenikus. Otot antariga diaftifkan oleh saraf interkostalis.
Diafragma yang melemas berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke
dalam rongga toraks. Sewaktu berkontraksi karena stimulasi saraf frenikus,
diafragma bergerak ke bawah dan memperbesar volume rongga toraks
dengan menambah panjang vertikalnya.
Pada saat rongga toraks mengembang, paru juga dipaksa mengembang
untuk mengisi rongga toraks yang membesar. Sewaktu paru mengembang,
tekanan intraalveolus menurun karena molekul dalam jumlah yang sama
kini menepati volume ruang yang lebih besar. Pada inspirasi biasa, tekanan
intraalveolus menjadi 759 cmHg. Karena tekanan intraalveolus sekarang
lebih rendah dari tekanan atmosfer, udara mengalir masuk ke paru
mengikuti penurunan gradient tekanan dari tekanan tinggi ke rendah.
Udara terus mengalir ke dalam paru sampai tidak lagi terdapat gradient.
Dengan
demikian,
pengembangan
paru
bukan
disebabkan
oleh
d. Suhu. Jika suhu naik maka proses kecepatan difusi juga ikut naik
karena sebanding. (Corwin et al, 2006)
C. Mekanisme Gejala yang Dialami Pasein
1) Keringat malam
Keringat malam adalah suatu keluhan subyektif berupa
berkeringat pada malamhari yang diakibatkan oleh irama temperatur
sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal manusia
memiliki irama sirkadian di mana paling rendah pada pagi harisebelum
fajar yaitu 36.1C dan meningkat menjadi 37.4 C atau lebih tinggi
pada sorehari sekitar pukul 18.00 (Young, 1988; Boulant, 1991,
Dinarello and Bunn, 1997) sehingga kejadian demam/ keringat malam
mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian ini.
Variasi antara suhu tubuh terendah dan tertinggi dari setiap
orang berbeda- beda tetapi konsisten pada setiap orang. Belum
diketahui dengan jelas mengapa tuberkulosis menyebabkan demam
pada malam hari. Ada pendapat keringat malam pada pasien
tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salahsatu molekul sinyal
peptida yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-) yang dikeluarkan
oleh sel-sel sistem imun di mana mereka bereaksi terhadap bakteri
infeksius (M.tuberculosis). Monosit yang merupakan sumber TNF-
akan
meninggalkan
alirandarah
menuju
kumpulan kuman
Pada masa yang sama terjadi peningkatan metabolisme tubuh pada pasien TB karena
peningkatan penggunaan energi metabolik.
jumlah
makrofag
alveolar
juga
sel
epitelial
dan
dalam
kejadian
penyakit
tuberkulosis
paru.
Risiko
untuk
Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun (Smith, 2004).
Terdapat 3 puncak kejadian dan kematian TB Paru, yaitu :
Paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita
Paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan,
perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita,
Puncak sedang pada usia lanjut
Dalam perkembangannya, infeksi pertama semakin tertunda,walau
tetap tidak berlaku pada golongan dewasa, terutama pria dikarenakan
penumpukan grup sampel usia ini atau tidak terlindung dari resiko infeksi.
ii)
Jenis Kelamin
Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang
diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi.
Tuberculosis terutama menyerang laki-laki. Jumlah 23 penderita TB Paru lakilaki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita,
yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9% pada wanita. TB paru lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian
besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB
paru.
E. Patogenesis Tuberkulosis
a.
Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
b.
Patogenesis PPOK
Secara umum PPOK yang paling sering terjadi adalah Emfisema dan
Bronkitis kronis.
a. Emfisema
Merupakan PPOK dengan karakteristik penurunan elastisitas
paru dan luas permukaan alveolus yang berkurang akibat destruksi
pada dinding alveolus dan pelebaran ruang distal udara ke
bronkiolus terminal. Elastisitas yang menurun ini disebabkan oleh
destruksi kolagen dan serabut elastik di selururh paru dari produk
yang dihasilkan lewat aktivasi makrofag. Lebih dari 80 % kasus
emfisema mucul setelah bertahun-yahun merokok sehingga faktor
risiko primer untuk emfisema adalah merokok dan pejanan
berulang terhadap asap rokok. Gejala klinis yang ditimbulkan
antara lain : terperangkapnya udara pernafasan yang sulit untuk
diekspirasikan sehingga dada tampak mengembanag (barrel chest),
bunyi napas tidak terdenganr saat auskultasi, penggunaan otot-otot
aksesoria pernapasan, peningkatan frekuensi pernapasan, depresi
ini mungkin ada kaitannya dengan respons imun tubuh terhadap TBC
dimana karena basil TBC sangat sulit dimatikan akhirnya sistem imun
tubuh hanya bertujuan untuk mengepung dan mengisolasi basil tersebut.
Respons selular imun melibatkan makrofag yang akan membungkus basil
kemudian Sel T dan jaringan fibrosa akan melingkupi kompleks basil
makrofag tadi. Kompleks basil makrofag sel T ini disebut dengan tuberkel
yang nantinya dapat mengalami kalsifikasi lanjut menjadi kompleks Ghon.
Kompleks Gohn dapat dilihat pada pemeriksaan radiografi. Pada dasarnya
pemeriksaan radiografi ditujukan untuk menemukan lesi TBC.
a. Pada awal penyakit, lesi berupa sarang-sarang pneumonia yang berupa
bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas. Jika sudah
diliputi oleh jaringan ikat, maka bayangan akan berupa bulatan dengan
batas tegas dikenal dengan tuberkuloma.
b. Pada kavitas maka bayangannya akan berupa cincin berdinding tipis
yang lama kelamaan akan menjadi sklerotik dan terlihat menebal, dan
apabila terdapat fibrosis maka akan terlihat bayangan yang bergarisgaris.
c. Pada kalsifikasi bayang akan tampak sebagai corak-corak padat
berdensitas tinggi.
d. TBC milier gambaran radiologisnya berupa bercak-bercak halus yang
tersebar merata pada seluruh lapang paru
5. Pemeriksaan Sputum. Sputum yang diperiksa adalah sputum sewaktu, pagi
dan sewaktu mengantar sputum pagi. Pemeriksaan sputum BTA adalah
gold standard untuk diagnosis TBC. Sputum diperiksa dan dinyatakan
positif apabila ada sekurang-kurangnya 3 batang kuman pada 1 sediaan
atau dibutuhkan 5000 kuman dalam 1 ml sputum. Pemeriksaan sputum
untuk memastikan lebih lanjut dapat dengan cara dibiakkan tau kultur jadi
setelah 4-6 minggu dikultur di media biakan, kuman akan mulai tampak,
tetapi jika sampai 8 minggu tidak tampak maka dinyatakan negatif.
G. Tatalaksana dan konseling Pasien
a. Tatalaksana atau pengobatan TB
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Prinsip pengobatan
kepatuhan
pasien
menelan
obat,
dilakukan
oleh
Program
Nasional
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
pasien.
3. Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam
pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1. Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2. Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan
resep
3. Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan Peruntukannya
1. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a.
Pasien baru TB paru BTA positif.
b.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c.
Pasien TB ekstra paru
2. Kategori-2
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah
diobati
sebelumnya:
a.
Pasien kambuh
b.
Pasien gagal
c.
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
3. OAT Sisipan
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif
kedua
misalnya
golongan
golongan
kuinolon
aminoglikosida
tidak
dianjurkan
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya
agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit
infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan
dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang,
untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang26.
Kondisi pencahayaan merupakan faktor resiko yang cukup signifikan hal ini
dapat dilihat dari penelitian diatas, dengan pencahayaan yang kurang maka perkembangan kuman TB Paru akan meningkat karena cahaya matahari merupakan salah satu
faktor yang dapat membunuh kuman TB Paru, sehingga jika pencahayaan bagus maka
penularan dan perkembangbiakan kuman bisa dicegah.
BAB III
KESIMPULAN
BAB IV
SARAN
Setelah melakukan diskusi tutorial untuk skenario I Blok Respirasi, kami mengalami
beberapa hambatan, antara lain, kurang memahami tujuan pembelajaran dan menentukan LO,
mengalami kendala dalam memahami artikel/referensi yang didapat sehingga menimbulkan
bias, kurang dapat mengatur waktu dalam diskusi tutorial, dan banyak pendapat yang pada
dasarnya sama namun tetap disampaikan tanpa menyeleksinya terlebih dahulu.
Oleh karena itu, kami memiliki beberapa saran agar dalam diskusi tutorial selanjutnya
hambatan-hambatan di atas dapat diperbaiki, antara lain, lebih memahami maksud dan tujuan
pembelajaran dari skenario, sehinga lebih mudah menentukan LO (Learning Objective),
membiasakan mencari arti kata-kata dalam Bahasa Inggris yang belum diketahui artinya
dalam kamus, membuat batas-batas waktu pada setiap tahap dalam pelaksanaan diskusi
tutorial., dan menyeleksi pendapat sebelum disampaikan sehingga data yang didapat tidak
ganda atau lebih simple.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli. Bahar, Asril. 2007. Tuberkulosis Paru dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,
Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI.
digilib.unimus.ac.id/files/disk1/130/jptunimus-gdl-fauziadyty-6473-3-babii.pdf
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid III. Jakarta: Internapublishing
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
G Tortora, B Derrickson (2012). Principles of Anatomy and Physiology 13th ed. USA: John
Wiley & Sons, Inc.
PDPI (2006). Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia.:
http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html - Diakses Oktober 2013.s
Price, Sylvia A, Lorraine M.Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Jilid 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Ringer, Edward. (2009). The Little Black Book of Pulmonary Medicine. Sudbury: Jones and
Bartlett Publishers.
Sherwood, Lauralee (2011). Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke Sistem. Edisi ke 6. Jakarta: EGC
Stmpfli M, Anderson G. How cigarette smoke skews immune responses topromote infection,
lung disease and cancer. Immunology. 2009; 9: 34-9
WHO.2000. Guidelines for Controlling and Monitoring the Tobacco Epidemic.