Anda di halaman 1dari 6

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Batu Kapur
Batu kapur (bahasa Inggris: limestone) (CaCO3) adalah sebuah batuan

sedimen terdiri dari mineral calcite (kalsium carbonate). Sumber utama dari
calcite ini adalah organism laut. Organisme ini mengeluarkan shell yang keluar ke
air dan terdeposit di lantai samudra sebagai pelagic ooze (lihat lysocline untuk
informasi tentang dissolusi calcite). Calcite sekunder juga dapat terdeposi oleh air
meteorik tersupersaturasi (air tanah yang presipitasi material di gua). Ini
menciptakan speleothem seperti stalagmit dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh
terbentuk dari Oolite (batu kapur Oolitic) dan dapat dikenali dengan
penampilannya yang granular. Batu Kapur dan dolomit merupakan batuan
karbonat utama yang banyak digunakan diindustri Aragonit yang berkomposisi
kimia sama dengan Kalsit (CaCO3) tetapi berbeda dengan struktur kristalnya,
merupakan mineral metastable karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah
menjadi Kalsit. Karena sifat fisika mineral-mineral karbonat hampir sama satu
sama lain, maka tidak mudah untuk mengidentifikasinya [Nafarin, 2011].
Batu kapur mempunyai sifat yang istimewa, bila dipanasi akan berubah
menjadi kapur yaitu kalsium oksida (CaO) dengan menjadi proses dekarbonasi
hasilnya disebut kampur atau quick lime yang dapat dihidrasi secara mudah
menjadi kalsium hidroksida (Ca(OH)2). Pada proses ini air secara kimiawi
bereaksi dan diikat oleh CaO menjadi Ca(OH)2 dengan perbandingan jumlah
molekul sama [Nafarin, 2011].
Batu kapur sebelum diproses memiliki kandungan CaCO 3 sebesar 95,2
persen, MgCO3 sebesar 0,9 persen, dan air 2,7 persen. Sedangkan setelah
mengalami proses kalsinasi, kapur bakar memiliki kandungan CaO sebesar 97,0
persen, kandungan MgO 0,8 persen. Air yang terkandung dalam batu kapur hilang
selama kalsinasi. Namun demikian, kandungan SiO2 pada kapur bakar menjadi
relatif lebih tinggi seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah [Ardra, 2014].

Kapur tohor (CaO) adalah hasil dari pemanasan batuan kapur, yang dalam
perdagangan dapat dijumpai bermacam-macam hasil pembakaran kapur ini, antara
lain [Nafarin, 2011]:
a. Kapur tohor / quick lime : yaitu hasil langsung dari pembakaran batuan
kapur yang berbentuk oksida-oksida dari kalsium atau magnesium.
b. Kapur pada / hydrated lime : adalah bentuk hidroksida dari kalsium
atau magnesium yang dibuat dari kapur keras yang diberi air sehingga
bereaksi dan mengeluarkan panas. Digunakan terutama untuk bahan
pengikat dalam adukan bangunan.
c. Kapur hydraulik : yaitu penggabungan CaO dan MgO secara kimia
dengan pengotor-pengotor. Oksida kapur ini terhidrasi secara mudah
dengan menambahkan air ataupun membiarkannya du udara terbuka,
pada reaksi ini timbul panas.
2.2

Metode Pengujian Impak


Pengujian impak dilakukan dengan menggunakan dua metode standar

yaitu metode charpy dan izod. Metode charpy V notch (CVN) banyak digunakan
di Amerika dan metode Izod banyak digunakan di Inggris (Eropa). Pada pengujian
kali ini, dilakukan metode charpy. Prinsip kerja metode Charpy yaitu :
1. Specimen uji diletakkan dengan posisi mendatar pada penjepit.
2. Palu pemukul diatur pada ketinggian tertentu.
3. Atur posisi jarum pada alat ukur energi sesuai dengan sebesar energi
yang kita inginkan.
4. Palu dilepaskan dari ketinggian tersebut lalu mengenai spesimen
pada bagian luar spesimen yang sejajar dengan takikan.
5. Energi yang diserap oleh spesimen dihitung berdasarkan perbedaan
energi potensial palu saat sebelum dan sesudah pemukulan (dapat
dibaca langsung di skala pada mesin penguji).
Metode charpy lebih umum dilakukan karena lebih mudah diterapkan,
murah dan pengujiannya dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang. Pada
metode Izod, spesimen harus dipendam dalah posisi horizontal, kemudian diberi
rapid load dibagian diatas notch. Hal ini dinilai agak merepotkan dalam pengujian,
karena suhu spesimen yang telah ditentukan dapat mudah berubah akibat lamanya

waktu pemendama spesimen yang akan mengakibatkan hasil pengujian yang tidak
valid.
2.3

Standar Spesimen Pengujian Impak


Untuk mendapatkan hasil yang menguatkan, maka batang uji harus

distandarisasi terlebih dahulu, baik ukuran dan tipe takikannya. Benda uji atau
spesimen harus sesuai dan dikerjakan seteliti mungkin dengan ketentuan
kehalusan tertentu. Bahkan selama preparasi spesimen uji impact, material tidak
boleh mengalami pengaruh deformasi, maupun pengaruh pengerjaan panas.
Dengan demikian kondisi temperatur pengerjaan preparasi harus dalam kondisi
dingin agar tidak mempengaruhi struktur mikro materialnya.
Ukuran dan tipe takikan yang digunakan untuk uji tumbuk atau uji pukul
takik atau uji impact. Ukuran beberapa jenis spesimen uji impact dengan metode
charpy bisa disesuaikan dengan tebal yang akan diuji.

Gambar 2.Spesimen Uji Impak Charpy dan Izod

Gambar 2. Bentuk dan Dimensi Benda Uji Impak (ASTM E23-56T19)


2.4

Mesin Uji Impak


Mesin uji impact adalah mesin uji untuk mengetahui harga impak suatu

beban yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tersebut. tipe dan bentuk
konstruksi mesin uji bentur beraneka ragam, yaitu mulai dari jenis konvensional
sampai dengan sistem digital yang lebih maju [5].
Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi
kalau bahan diberi takikan. Semakin tajam takikan, maka akan semakin besar
deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan peningkatan
laju regangan beberapa kali lipat [5].
Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi. Pengujian
impact charpy banyak dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji
takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai.
Mesin uji impact charpy dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini [5].

Gambar 2. Mesin Uji Impak


Apabila pendulum dengan berat G dan pada kedudukan h 1 dilepaskan,
maka akan mengayun sampai kedudukan posisi akhir 4 pada ketinggian h 2 yang
juga hampir sama dengan tinggi semula (h 1), dimana pendulum mengayun bebas.
Pada mesin uji yang baik, skala akan menunjukkan usaha lebih dari 0,05 kilogram
meter (kg m) pada saat pendulum mencapai kedudukan 4 [5].
Apabila batang uji dipasang pada kedudukannya dan pendulum
dilepaskan, maka pendulum akan memukul batang uji dan selanjutnya pendulum
akan mengayun sampai kedudukan 3 pada ketinggian h2. Usaha yang dilakukan
pendulum waktu memukul benda uji atau usaha yang diserap benda uji sampai
patah dapat diketahui melalui rumus sebagai berikut :
2.5

Fenomena Patahan
Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy

adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan


(fracografi) yang terjadi. Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada
benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme
pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet
(ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk
dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

2. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme


pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh
(brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu
memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).
3. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi
dua jenis perpatahan di atas.

Anda mungkin juga menyukai