Handout An II
Handout An II
HANDOUT/PEDOMAN PERKULIAHAN
Fakultas
Jurusan/Program studi
Semester
Jumlah mahasiswa
: MIPA
: Kimia/Kimia
: IV
: 50
Dosen Pengampu
Sayekti Wahyuningsih, M.Si
5-12
13-16
Kegiatan
belajar
Referensi
Bowser, J.R.,
Inorganic
Chemistry,
1993,
Brooks/Cole
Publishing
Company,
California.
Sharpe,
A.
G., Inorganic
Chemistry,
3th edition,
1992,
John
Wiley
and
Sons,
Inc.,
New York.
PENDAHULUAN
Mata kuliah dasar reaksi anorganik mencakup prinsip dasar reaksi
anorganik dalam pelarut air dan non air. Untuk mempelajari prinsip dasar reaksi
anorganik perlu memahami dahulu konsep energi ikatan dan struktur molekul,
thermokimia energi ikat konsep entalpi, entropi dan energi bebas pada
kespontanan reaksi, dan pelarutan zat dan peranan medium dalam reaksi kimia.
Reaksi anorganik dalam pelarut air mencakup reaksi reduksi oksidasi dan reaksi
asam basa. Sedangkan reaksi anorganik dalam medium non air meliputi
klasifikasi pelarut, reaksi dalam medium amoniak, reaksi dalam medium
asetonitril, reaksi dalam medium HF dan reaksi dalam medium lelehan garam.
Tujuan pembelajaran umum dari mata kuliah ini adalah agar mahasiswa
mampu memahami dan menerapkan dasar-dasar reaksi anorganik sehingga
diharapkan akan menunjang mata kuliah pada semester selanjutnya misalnya
mata kuliah organologam, dan mekanisme reaksi anorganik.
Untuk mempelajari mata kuliah ini mahasiswa disyaratkan untuk
menempuh mata kuliah Kimia Dasar II yang merupakan mata kuliah wajib pada
semester II pada jurusan Kimia FMIPA. Selain mengikuti perkuliahan yang
dilakukan 2 jam/minggu mahasiswa juga diharapkan untuk melatih diri untuk
mengerjakan soal-soal dan melakukan praktikum Kimia anorganik I. Soal ujian
selalu diadakan dalam bentuk esai sehingga pemahaman mahasiswa merupakan
kriteria keberhasilan dari mata kuliah ini.
POKOK BAHASAN
PERKULIAHAN KE
: 1-4
MINGGU KE/BULAN
: 1-4/
(g)
H(g) + H(g)
H2
pembentukan H2)
H2 (g)
H2)
Konsep energi ikat dapat digunakan untuk memprediksi struktur
molekul.seperti pada penentuan struktur molekul NOF3. Langkah-langkah yang
harus dikerjakan menentukan struktur Lewis dari NOF3 terlebih dahulu.
F
F N
F
F
atau
N O
F
(a)
(b)
Berdasarkan dua struktur lewis tersebut dicari mana yang lebih disukai dengan
menentukan muatan formal yang dimiliki pada tiap atom. Muatan yang saling
berdekatan merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan kestabilan. Pada
struktur (a) terdapat muatan berbeda yang saling berdekatan , sedangkan pada (b)
tidak. Namun pada (b) jika dihitung total energi ikatnya akan lebih rendah.
Total energi ikat struktur (a): 3(278 kJ/mol) + 222 kJ/mol = 1056 kJ/mol
Total energi ikat struktur (b): 2(278 kJ/mol) + 222 kJ/mol + 190 kJ/mol
+ 214 kJ/mol = 960 kJ/mol
Karena energi ikat dapat menggambarkan kuat ikat dan kestabilan maka struktur
(a) dengan energi ikat lebih besar memiliki kestabilan lebih tinggi Walaupun
kurang didukung dari muatan berlawanan yang saling berdekatan, pada
kenyataannya struktur (a) merupakan struktur yang lebih stabil. Dipilihnya
struktur (a) juga dapat diterangkan dengan teori tolakan pasangan elektron. Pada
struktur (a) semua ikatan terpusat pada atom nitrogen dan tidak terdapat pasangan
elektron bebas (lone pair elektron). Sedangkan pada struktur (b) terdapat dua
pusat atom yaitu N dan O . Atom O memiliki elektron bebas yang dapat
melemahkan ikatan N-O maupun O-F sehinngga secara keseluruhan dapat
mendestabilkan struktur.
Ge-Ge
Sn-Sn
Sedangkan kecenderungan dalam satu periode adalah semakin ke kanan karena
faktor tolakan pasangan elektron bebas, energi ikat turun.
C-C
N-N
O-O
Pada ikatan rangkap, ikatan terdiri dari satu ikatan dan satu atau dua
ikatan . Energi ikat ikatan rangkap tergantung pada order ikatan, ukuran
molekul, dan terdapatnya pasangan elektron bebas. Energi ikat dari ikatan rangkap
merupakan hasil kontribusi dari ikatan dan ikatan . Pengaruh orde ikatan (B.O
= bond order) pada energi ikat dapat dilihat pada spsies O2+, O2, O2-, dan O22Spesies
Bond order
d, pm
+
O2
2,5
112
O2
2,0
121
O2
1,5
126
O221,0
149
Orde ikatan (B.O.) dihitung dari rata rata jumlah elektron
D, kJ/mol
494
393
yang ada pada orbital
bonding dan jumlah elektron yang ada pada orbital non bonding.
Pada O2 estimasi kontribusi dari ikatan dan ikatan dapat dihitung dari
persamaan:
E = Es (ds / dm)
E adalah energi dari kontribusi ikatan , Es adalah energi ikatan tunggal, ds
adalah panjang ikatan tunggal , sedangkan dm adalah panjang ikatan rangkap.
E akan berharga maksimum jika tidak terdapat pasangan elektron bebas (group
14). Sedangkan jika terdapat pasangan elektron bebas (group 15, dan 16) akibat
adanya tolakan pasangan elektron, harga E menjadi tidak maksimal.
Energi ikat heteroatom
Dengan menggunakan pendekatan yang dikemukakan oleh Pauling pada
pembentukan senyawa X-Z dari unsur X dan Z, energi ikat X-Z, E(X-Z), harus
memenuhi dua ketentuan yaitu:
(1). E(X-Z) > [E(X-X) . E(Z-Z)]1/2, dan
(2). E(X-Z) > [E(X-X) + E(Z-Z)]/2
[E(X-X) . E(Z-Z)]1/2 disebut sebagai rerata geometri sedangkan dan [E(X-X) +
E(Z-Z)]/2 disebut rerata aritmetika. Mengapa E(X-Z) harus mengikuti dua
persamaan tersebut karena struktur resonansi ionik juga memberikan kontribusi
pada energi ikat heteroatom. Energi resonansi ionik, , adalah sebesar:
= E(X-Z) - [E(X-X) . E(Z-Z)]1/2 atau
= E(X-Z) - [E(X-X) + E(Z-Z)] / 2
sehingga energi ikat heteroatom adalah
E(X-Z) = + [E(X-X) . E(Z-Z)]1/2 atau
E(X-Z) = + [E(X-X) + E(Z-Z)] / 2
1/2 akan berharga sama dengan yaitu perbedaan elektronegatifitas antara X
dan Z.
Perbedaan elektronegatifitas yang rendah antara X dan Z menghasilkan
muatan parsial yang rendah, atau polaritasnya rendah. Jika perbedaan
elektronegatifitas X dan Z besar maka ikatan X dan Z terpolarisasi. Semakin besar
muatan parsial pada X dan Z maka karakter ionik akan semakin tinggi, tambahan
energi dari kontribusi resonansi ionik akan besar.
Salah satu metode estimasi karakter ionik adalah dengan menggunakan
pendekatan persamaan elektronegatifitas:
= a + 2bq
Asumsi yang digunakan adalah pada ikatan kovalen murni, distribusi muatan
terjadi sedemikian hingga ikatan antar atom memiliki sama. Misalnya untuk
senyawa X-Z, maka:
(X) = (Z)
a(X) + 2b(X).q(X) = a(Z) + 2b(Z).q(Z)
q(X) = q(Z)
maka:
a(X) + 2b(X).q(Z) = a(Z) + 2b(Z).q(Z)
q(Z) = [a(X) a(Z)] / 2[b(X) + b(Z)]
a adalah elektronegatifitas nominal dari orbital, sedangkan b adalah konstanta
yang mencerminkan kemampuan orbital tersebut untuk mengakomodasi
penambahan densitas elektron. Contoh:
Atom
a
K
2,42
Br
7,59
Muatan parsial K :
B
1,92
4,22
+0,421
Br-0,421
E(Cl-F), kJ/mol
251
174
152
2. Ukuran molekul
E(H2O) > E(H2S) > E(H2Se) > E(H2Te)
D, kJ/mol
154
240
251
menurut pauling rata rata geometri dari
1s
ll
s
+
s*
1s
1s
l
s
10
11
PV = P(Vf - Vi )
PV = nfRT - ni RT
PV = (nf - ni ) RT = nRT
n adalah jumlah mol produk dalam fase gas dikurangi jumlah mol reaktan pada
fase gas. Jika n kecil saja maka H dan E tidak akan terlampau berbeda.
Reaksi pada tekanan tetap kebanyakan harga H E.
Perubahan entalpi (H) dapat dihitung dari perbedaan energi ikat antara
reaktan dan produk. Jika H dihitung dari perbedaan harga entalpi maka:
H = [Hproduk -Hreaktan]
Karena energi ikat merupakan kebalikan dari nilai entalpi pembentukan maka
jika H dihitung dari energi ikat:
H = -[ Eikat produk -Eikat reaktan ]
4. Konsep entalpi, entropi dan energi bebas pada kespontanan reaksi
Entalpi adalah jumlah dari energi internal dan energi lainnya di dalam
sistem.
H = E + PV (jika kerja lain PV saja)
Sedangkan entropi (S) merupakan ukuran ketidakteraturan (disorder) dari sistem.
Reaksi spontan didukung dari harga H negatif dan harga entropi positif. Energi
bebas Gibbs merupakan ukuran dari kespontanan reaksi yang besarannya
tergantung pada harga H, T, dan S:
G = H - TS
12
Reaksi kimia menuju ke arah spontan jika memiliki harga G negatif atau
dibebaskan sejumlah energi selama reaksi. Sedangkan energi bebas Gibbs negatif
dapat diperoleh dari:
a. Reaksi eksotermis (energi ikat tinggi), H < 0
Total disorder (ketidakteraturan), S, meningkat, S > 0
H < 0, S > 0 adalah dua factor yang memberikan kontribusi negatif
pada G
b. Reaksi eksotermis, H < 0 tetapi entropinya turun, S < 0. Namun
demikian nilai TS tetap lebih kecil dibandingkan energi yang dibebaskan
selama reaksi sehingga masih memberikan kontribusi negatif pada G.
c. Reaksi endotermis, H > 0, tetapi total disorder, S, meningkat tinggi
sedemikian hingga dapat mengkompensasi panas yang diperlukan selama
reaksi.
5. Pelarutan zat dan peranan medium dalam reaksi kimia.
Interaksi sekunder dalam proses pelarutan.
Interaksi primer biasanya berupa interaksi elektrostatis yang menghasilkan
ikatan ionik. Meskipun demikian sebenarnya banyak senyawa yang memiliki
karakter kovalen yang didapatkan dari overlapping orbital. Interaksi van der waals
memegang peranan dominan pada pembentukan ikatan kovalen.
Ikatan kimia yang dapat berupa ikatan non polar, ikatan kovalen polar,
ikatan ionik, kekuatan ikatannya sangat bervariasi. Tak ada batasan eksak antara
ikatan kimia dengan ikatan van der waals. Ikatan kimia yang memiliki kekuatan
sedang ada diantara keduanya. Senyawa koordinasi merupakan contoh bentuk
ikatan yang dapat tergolong sebagai ikatan kovalen dari interaksi van der waals
maupun sebagai ikatan ionik dari interaksi ion - dipol.
Interaksi elektrostatik
Interaksi elektrostatik memiliki energi elektrostatik dari atraksi antara dua
muatan berlawanan yang terpisah dengan jarak d sebesar:
(1,389. 105 pm.kJ/mol) x (Z+) (Z-)
13
E=
d
untuk ion Z berharga 1, 2, 3, dst, sedangkan untuk senyawa polar:
Z = q = / d
adalah momen dipol ( Z-unit pm atau D, 1D = 20,82 Z-unit pm)
d adalah jarak antar dua muatan berlawanan (pm)
Z adalah muatan kation atau anion ( Z-unit)
Sebagai contoh adalah molekul Cl-F, senyawa kovalen polar, energi elektrostatik
dari atraksi dua muatan berlawanan adalah hanya sebesar
10,3236 kJ/mol.
elektrostatis. Terdapat hubungan antara melting point (m.p) dan boiling point (b.p)
dengan kekuatan ikatan pada kristal ionik. Bertambahnya muatan ionik akan
meningkatkan energi kisi kristal sehingga bertambahnya muatan memiliki
hubungan dengan naiknya m.p dan b.p. Contoh: NaF m.p= 9970C sedangkan MgO
m.p= 28000C., CsF m.p= 6840C BaF2 m.p= 12800C sedangkan CsF b.p= 12500C
BaF2 b.p= 21370C. Pada senyawa kovalen atau senyawa dengan kovalensi tinggi
pengaruh penambahan muatan tidak dominan. Contoh: KBr m.p= 730 0C, CaBr2
m.p= 7650C sedangkan KBr b.p= 13800C, CaBr2 b.p= 8120C.
Interaksi dipol-dipol
Interaksi dipol-dipol dari dua dipol
merupakan interaksi van der waals pada senyawa kovalen atau kovalen polar.
Energi dari interaksi dipol-dipol dari dua dipol dengan muatan berlawanan adalah
sebesar:
(1,389. 105 pm.kJ/mol) x (Z+) (Z-)
E=
14
d
d adalah jarak antar dua dipol dengan muatan berlawanan (pm)
Z adalah muatan dipol ( Z-unit)
Interaksi elektrostatis dan interaksi dipol-dipol pada Cl-F adalah:
Cl+0,11 F+0,11
: interaksi elektrostatik
: interaksi dipol-dipol
semakin dipol-dipol memiliki muatan besar maka semakin tinggi dan jarak antar
dipol makin pendek maka energi yang dihasilkan dari interaksi dipol-dipol akan
semakin besar. Sebagai contoh energi dari interaksi dipol-dipol pada Cl-F adalah
sebesar 5kJ/mol sedangkan pada Li-Cl sebesar 220 kJ/mol (sangat besar; setara
dengan energi ikatan kimia).
Interaksi ion-dipol
Energi yang dihasilkan dari interaksi ion-dipol adalah:
15
Energi yang dihasilkan dari interaksi induksi dipol biasanya sangat rendah
karena eksponen jarak, d, yang besar. Energi induksi dipol adalah :
-Z2
E=
2 d4
d adalah jarak antar dua dipol dengan muatan berlawanan (pm)
Z adalah muatan dipol ( Z-unit)
adalah polarisabilitas (pm3)
Gaya London
Gaya London khusus terjadi pada senyawa non polar karena kemampuan
awan elektron untuk mengalami distorsi. Energi yang dihasilkan dari gaya
London adalah:
-3 IEA. IEB AB
E=
2 d6 (IEA + IEB)
IEA, IEB adalah energi ionisasi dari A dan B (kJ/mol)
A,B adalah polarisabilitas A dan polarisabilitas B (pm3)
Energi london meningkat dengan bertambahnya ukuran partikel. Contoh
interaksi London adalah interksi yang terjadi antar atom gas Argon, energi dari
gaya London sebesar 68 kJ/mol.
Pelarutan zat dan peranan medium dalam proses pelarutan
Pelarutan senyawa ionik biasanya melibatkan interaksi ion-dipol antara
kation maupun anion dari senyawa ionik tersebut dengan dipolar dari pelarut.
Pelarutan sering melibatkan mekanisme pembentukan senyawa kompleks dengan
pelarutnya meskipun kekuatan ikatannya relatif rendah. Sebagai contoh pelarutan
FeCl3 dalam pelarut air; interaksi antara ion Fe(III) dengan air menyebabkan
pelarutan mudah berjalan, karena melepaskan sejumlah energi yang disebut
dengan energi pelarutan. Interaksi ion-dipol yang kuat megakibatkan ikatan yang
16
terjadi antara Fe(III) dengan H2O tidak hanya ikatan van der waals namun setara
dengan ikatan kovalen. Namun jika pelarut air digantikan dengan pelarut non
polar, misalnya benzena maka interaksi yang terjadi adalah interaksi induksi dipol
dengan eksponen d yang tinggi; energi yang dihasilkan akan relatif kecil sehingga
kurang mendukung proses pelarutan. Pada proses pelarutan secara empiris berlaku
like dissolves like ; senyawa polar lebih suka larut pada pelarut polar dan
sebaliknya senyawa non polar akan larut pada pelarut non polar.
Interaksi dengan pembentukan ikatan hidrogen dominan terjadi pada
pelarut protik polar
seperti H2O, NH3, CHCl3 dan H2SO4. Contoh: ikatan hidrogen yang terjadi antara
pelarut H2O dengan HCl. Ikatan hidrogen relatif lemah dengan energi ikat sebesar
10-60 kJ/mol, dan termasuk pada interaksi dipol-dipol. Adanya ikatan hidrogen
pada penggunaan pelarut air mengakibatkan kelarutan molekul non polar rendah.
Ketika air bertindak sebagai pelarut, ikatan hidrogen pada pelarut air harus
diputuskan terlebih dulu oleh solut. Jika energi interaksi antara solut dengan
solven lebih besar daripada energi interaksi antara spesies zat terlarut atau energi
ikatan hidrogen pelarut maka pelarutan akan terjadi, entalpi sistem akan naik atau
panas dilepaskan ke sistem.
B. KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan
PERKULIAHAN KE
: 5-12
17
MINGGU KE/BULAN
: 5-12 /
2e-
H2
E0 = 0,000 V.
18
Harga potensial standard reduksi lainnya adalah harga relatif dengan pembanding
elektroda hidrogen standard. Sebagai contoh reduksi K+ sebagai berikut:
K+
e-
E0 = -2,970 V.
19
E10= +0,682
O2
E20 = +1,776
H2O2
E30
H2O
= +1,229
Pada diagram potensial tersebut O memiliki 3 tingkat oksidasi yaitu 0, -1, dan 2.
Dengan melihat hubungan antara G dengan E0 maka harga G akan sebanding
dengan harga E0 sehingga jika G bersifat aditif maka E0 juga bersifat aditif.
Pada contoh diagram potensial diatas maka hubungan besaran E 10, E20 dan E30
adalah
n3E30 = n1E10 + n2E20
(volt equivalent)
energi ionisasi
Semakin eletropositif elemen maka akan lebih mudah untuk melepaskan
elektronnya, atau energi ionisasinya semakin rendah sehingga potensial
oksidasinya berkurang sedangkan potensial reduksinya akan naik.
20
b.
Afinitas elektron
Semakain eletronegatif elemen maka afinitas elektron juga akan bertambah
sehingga potensial reduksinya juga naik.
c.
Energi atomisasi
Potensial standar reduksi diukur dalam keadaan atomik sehingga energi
atomisasi juga turut menentukan besaran potensial standar reduksi.
d.
Energi solvasi
Jika proses redoks dilakukan pada fase cair maka energi solvasi juga
mempengaruhi besaran potensial reduksi standard
e.
f.
Fe(III) kurang stabil dengan ligan H2O, OH- , C2O4 2- , dan CN-
21
air terdissosiasi menghasilkan OH-. Pada permulaannya, reaksi pada pelarut non
air tidak termasuk pada asam basa. Kemudian ditemukan bahwa BCl 3, molekul
yang tidak memiliki proton tetapi dapat menurunkan pH, demikian pula NH 3,
molekul yang tidak memiliki OH- tetapi dapat meningkatkan harga pH. Dari dua
kenyataan tersebut asam basa Arrhenius perlu dikembangkan. Muncul definisi
asam basa yang didasarkan pada sistem pelarutnya. Asam didefinisikan sebagai
solut yang dapat meningkatkan kation dari pelarut. Sedangkan basa adalah adalah
solut yang dapat meningkatkan anion dari pelarut. Setelah definisi sistem pelarut
kemudian Bronsted dan Lowry
1= Usanovic
22
2= Lewis
2
3= ionotropic
3
4= Lux-Flood
5= Brostead-Lowry
7
6
6= Sistem pelarut
7= Arrhenius
23
pada asam basa Bronsted-Lowry, dikenal sebagai afinitas proton (PA). Kebasaan
diukur dengan afititas proton (kkal/mol) pada keadaan gas sesuai urutan:
CH3->NH2->H->OH->F->SiH3>PH2>HS->Cl->Br->I->NH3>PH3>H2S>H2O>HI>
Namun jika asam standarnya diganti selain proton, afinitas terhadap asam terukur
belum tentu sama dengan urutan tersebut, seperti terjadi pada penggunaan asam
lewis Hg2+.
Hg2+
Sc2+
Kareana keadaan yang demikian kemudian Ahrland, Chatt dan Davies, membagi
table periodik dalam 3 kelas yaitu
Klas a : afinitas terhadap F- lebih besar daripada afinitas terhadap IKlas b : borderline /sedang
Klas c : afinitas terhadap I- lebih besar daripada afinitas terhadap FPenjabaran
lebih
jauh
sifat-sifat
keasaman
dan
kebasaan
yang
Asam/basa lunak
Ukuran besar
Densitas muatan kecil
Polarisabilitas tinggi
24
Asam
Keras
Lunak
2+
Sr2+, BF3, B(OH)3, AlH3, AlCl3, AlMe3, Pd2+, Pt2+, Cd2+, Hg2+, BH3, GaMe3,
CO2, RCO+, NC+, Si4+, CH3Sn3+, N3+, GaCl3, GaI3, InCl3, CH3, carbena, Br2,
Cl3+, I5+, I7+,Al3+, Sc3+, Ga3+, In3+, La3+, I2, Br+, I+, Atom-atom logam
Cr3+ , Fe3+, Co3+, Ti4+, Zr4+, Hf4+
sedang:
Fe 2+ Ru2+, Os2+, Co2+, Rh 3+, Ir3+,Ni 2+, Cu2+, Zn2+, Bme3, GaH3, R3C, C6H5+,
Sn2+, Pb 2+, NO+, Sb3+, Bi3+, SO2
Basa
Keras:
Lunak:
CO32-, CH2CO2-, NH3, RNH2, N2H4, CO, CN-, RNC, C2H4, C6,H6, R3P, (RO)
H2O, OH-, ROH, RO-, R2O
F- ,Cl-, NO3-, PO43-, SO42-, ClO4-
basa
basa
HOMO
LUMO
HOMO
LUMO
asam
asam
(a)
(b)
25
Gambar 1.
26
H+ + A-
HA
[H+ ][ A-]
Ka =
[HA]
MOH
[M+ ][ OH-]
Ka =
[MOH]
Harga Ka dan Kb yang dapat diukur secara langsung berkisar antara 10 -8 - 104
(HA atau MOH terdissosiasi antara 0,01% -99,99%). Asam kuat akan memiliki
harga Ka besar, dan basa kuat akan memiliki Kb besar.
Kekuatan asam-basa juga dapat diekspresikan dengan harga PA (afinitas proton)
maupun DN (donor number) dan AN (acceptor number) walaupun pemakaiannya
tidak seluas Ka dan Kb.
3. Hubungan reaksi redoks dengan reaksi asam basa.
Ussanovic mengembangkan teori asam basa Lewis dengan memasukkan
oksidator (menerima elektron dari sistem) sebagai asam dan reduktor
(memberikan elektron ke sistem) sebagai basa. Dari definisi asam basa Ussanovic
secara eksplisit reaksi redoks juga merupakan reaksi asam basa. Tetapi reaksi
asam basa belum tentu merupakan reaksi redoks. Contoh:
H2 + 2 Li+ + 2 OH-
2Li + 2 H2O
2 Li+
2 Li
sebagai reduktor)
K+S
K2S
K mengalami oksidasi dengan melepaskan 1e- sehingga K sebagai
basa
27
B. KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan
POKOK BAHASAN
PERKULIAHAN KE
: 1-4
MINGGU KE/BULAN
28
H2F+
HF2
29
dalam pelarut basa, sebagai asam lemah pada pelarut air sedangkan pada pelarut
H2SO4 berperan sebagai basa. Kekuatan suatu pelarut untuk berperan sebagai
asam atau sebagai basa diukur dengan harga DN dan AN. Suatu pelarut yang
memiliki harga DN besar sedangkan harga AN kecil menandakan pelarut lebih
berperan sebagai pelarut basa.
Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi terdapat pada pelarut
amoniak dan asetonitril. Sebagai contoh: AgCl larut dalam amoniak tetapi tidak
larut dalam air karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan NH3. Sedangkan
AgNO3 larut dalam asetonitril karena pembentukan kompleks antara Ag + dengan
asetonotril, MeCN.
Dibandingkan dengan H2O, HF adalah pelarut yang sulit mengalami
redoks. H2O dapat mengalami reduksi dan oksidasi yang pada suatu saat
memperlancar proses pelarutan. Contoh pelarutan dengan melalui proses redoks
adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.
XeF2 + 2H2O
Pelarut
Asam asetat
aseton
benzena
CCl4
Dietileter
DMSO
Etanol
Piridin
tetrahidrofuran
Air
2Xe + O2 + 4 H+
Donor
Aseptor
Konstanta
Number/DN
Number
dielektrikum
(AN)
52,9
12,5
8,2
8,6
3,9
19,3
37,1
14,2
8,0
54,8
6,2
20,7
2,3
2,2
4,3
45
24,3
12,3
7,3
81,7
17
0,7
19,2
29,8
19,0
33,1
20,0
18
Harness/softness
hard
hard
hard
hard
hard
soft
hard
sedang
sedang
hard
30
b.p.
rentang fase cair
Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat
kuat sehingga sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada
sebagai asam konjugat atau basa konjugat, tergantung pada keasaman atau
kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat asam dibandingkan HF maka pelarut ada
sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut lebih basa maka pelarut ada sebagai
basa konjugat. HF memiliki sifat sulit teroksidasi maupun tereduksi sehingga
spesies-spesies yang pada pelarut air maupun amoniak tereduksi ataupun
teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil. Penstabilam spesies MnO4- dapat
dilakukan dengan pelarut HF:
31
MnO4- +
5 HF
MnO3F +
H3O+
2HF2-
SiO2 + 8HF
Reaksi dalam media asetonitril
[HgI3] - (asetonitril)
H2O
4,7
10-4,7
CH3CN
16,5
10-16,5
Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada pelarut asetonitril.
Reaksi dalam media lelehan logam.
Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang
berguna untuk suatu reaksi yaitu:
32
1. Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar
dan ikatan logam.
2. Fase cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3. Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi
asam basa, reaksi oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi
substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:
Na+(l)
NaCl(l)
+ Cl-(l)
Pelarut ionic
Konduktivitas: 8000 -1 cm-1
AsCl3(l)
AsCl2+ (l)
+ AsCl4- (l)
Pelarut kovalen
Konduktivitas: 10-3 -1 cm-1
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan temperatur
tinggi.
B. KEGIATAN BELAJAR
Kegiatan belajar yang harus dilakukan mahasiswa untuk penguasaan materi
adalah mengikuti perkuliahan, mengerjakan tugas mandiri, dan melaksanakan
praktikum.
C. REFERENSI
Bowser, J.R., Inorganic Chemistry, 1993, Brooks/Cole Publishing Company,
California.
Sharpe, A. G., Inorganic Chemistry, 3th edition, 1992, John Wiley and Sons, Inc.,
New York.
33
2.
2
Prinsip dasar reaksi kimia:
1. Konsep energi ikatan
dan struktur molekul
2. Thermokimia energi
ikat
3. Prinsip entalpi.dan
kekuatan ikatan
4. Prinsip entalpi, entropi
dan energi bebas pada
kespontanan reaksi.
5. Pelarutan zat dan
peranan medium dalam
reaksi kimia.
Reaksi Anorganik dalam
medium air:
1. Sistem redoks dan
elektrokimia
: Kimia
: IV
: 120 menit
: 20
Macam soal
Terbatas
3
Jumlah
butir soal
5%
5%
5%
5%
10%
20%
Terbuka
4
34
20%
5%
5%
5%
5%
5%
5%
20
100%
M
U
D
A
H
C1
S
E
D
A
N
G
3
S
U
K
A
R
M
U
D
A
H
C2
S
E
D
A
N
G
4
S
U
K
A
R
M
U
D
A
H
Jumlah
butir soal
Prosentase
PROGRAM STUDI/JURUSAN
: Kimia
C3
S
E
D
A
N
G
5
S
U
K
A
R
M
U
D
A
H
C4
S
E
D
A
N
G
6
Jumlah %
S butir
U soal
K
A
R
7
35
MATA KULIAH
II
SEMESTER/TAHUN
LAMA UJIAN
TIPE TES
JUMLAH BUTIR TES