Anda di halaman 1dari 20

BAB II

LANDASAN TEORI
A.

Pengertian
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi

sistem urat saraf dan otot.Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein
yang berarti menegang.Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan
hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh
badan.Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
B.

Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 0,5

milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada
suhu 650 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang
bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui teteapi suasana anaerob seperti pada
luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan
cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang
dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi

Tetanus pada anak


Tetanus pada anak disebabkan oleh:
a.
b.
c.
d.
e.

Infeksi melalui tali pusat saat


Akibat pemotongan tali pusat yang tidak steril
Tidak diberikannya imunisasi tetanus tiksoid ketika masih kecil
Pertolongan persalinan yang tidak memenuhi sarat kesehatan ketika proses persalinan
Masa inkubasi virus yang cepat yaitu 5-14 hari

Tetanus pada dewasa


Tetanus pada dewasa disebabkan oleh:
a.

Luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, luka tembak, luka bakar,

b.
c.

luka yang kotor.


Kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu / kotoran.
Luka yang kotor / tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk

d.

pertumbuhan Clostridium tetani.


Luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah ; gigi berlobang dikorek dengan
benda yang kotor atau OMP yang dobersihkan dengan kain yang kotor.

Perbedaan tetanus pada anak dan dewasa


1.

Anak
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah mendapatkan

imunasi tetanus (DPT).Dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum
mengerti pentingnya imunasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan
perorangan.
Sebagian besar tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir dengan dukun yang
belum mengikuti penataran dari Depkes.Dimana dukun dukun ini memotong tali pusat
hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu, pisau atau gunting yang tidak di steril
dahulu, sehingga bisa menimbulkan infeksi melalui luka pada tali pusat.Infeksi yahng
disebabkan oleh Clostridium Tetani dapat juga karena perawatan tali pusat yang
menggunakan obat trradisional seperti abu, kapur sirih, daun-daunan, dsb.Tetanus pada anak
tejadi 10 hari setelah bayi lahir.
2.

Dewasa

Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang hidup
anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebut luas di tanah.Juga terdapat di
tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas.Basil ini bila kondisinya baik
( didalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan
sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmi, yaitu neurotropik yang
dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
Tetanus, biasa disebut kejang mulut, disebabkan oleh toksin bakteri, atau racun, yang
mempengaruhi sistem saraf.Hal ini dikontrak lewat luka atau luka yang menjadi
terkontaminasi dengan bakteri tetanus.Bakteri bisa masuk melalui bahkan kecil cocokan
peniti atau menggaruk, tetapi luka tusukan mendalam atau luka seperti yang dibuat oleh paku
atau pisau yang sangat rentan terhadap infeksi tetanus.Bakteri tetanus di seluruh dunia hadir
dan biasanya ditemukan di tanah, debu dan kotoran.Tetanus menyebabkan kejang otot parah,
termasuk "penguncian" rahang sehingga pasien tidak bisa membuka / nya mulutnya atau
menelan, dan mungkin menyebabkan kematian oleh sesak napas.Tetanus tidak menular dari
orang ke orang.

C.

Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,

pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat
melalui tali pusat.Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang
merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan
spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan
mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler.
Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi
dinetralkan oleh antitoksin spesifik.Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat
mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah
pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke
korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke
dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.Toksin bereaksi
pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali
terangsang.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)

Terpapar kuman Clostridium


Eksotoksin
Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum
Tulang Belakang

Otak

Saraf Otonom

Tonus otot

Menempel pada Cerebral


Gangliosides

Mengenai Saraf Simpatis

Menjadi kaku

Kekakuan dan kejang khas


pada tetanus

-Keringat berlebihan
-Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
-Takikardi

Hilangnya keseimbangan tonus otot


Kekakuan otot

Hipoksia berat
O2 di otak

Sistem

-Ggn. Eliminasi
-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut)

Sistem Pernafasan

-Ketidakefektifan jalan
jalan nafas
-Gangguan Komunikasi
Verbal

Kesadaran
-PK. Hipoksemia
-Ggn. Perfusi Jaringan
-Ggn. Pertukaran Gas
-Kurangnya pengetahuan
Ortu
-Dx,Prognosa, Perawatan

(Sumber: Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.)

D. Manifestasi Klinis

Masa tunas biasanya 5 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi
ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum. Penyakit ini biasanya terjadi
mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalamwaktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut
(trismus) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Diikuti gejala risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut
mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi ,kekauan otot
dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
3. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan
lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama
jantung dan akhirnya hipoksia yang berat
4. Bila periodeperiode of onset pendek penyakit dengan cepat akan berkembang
menjadi berat
5. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
6. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
7. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering
marupakan gejala dini.
8. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme
mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan
serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus
karena kontraksi yang kuat.
9. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi
urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula
terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
10. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

11. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan
otak.

Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:


1. Tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian
paroksimal luak. Gejala itu dapat menetapdalam beberapa minggu dan menghilang
tanpa sekuele.
2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku
kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi
awal.Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik meluas. Timbul kejang tetanik
bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit
dan terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi
saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :
1. Ringan : hanya trismus dan kejang lokal
2. Sedang : mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak
nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot
terutama pada rahang dan leher.Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus)
karena spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding
perut dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng
tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas, sudut
mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.Gambaran umum yang khas
pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam ekstrensi lengan
kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksimal, dapat
dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul
6

spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin
bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).Kadang dijumpai demam yang
ringan dan biasanya pada stadium akhir.

E. Evaluasi Diagnostik
-

Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang

Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L

Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

F. Penatalaksanaan Medis
Secara Umum

Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.

Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi
pada sonde parenteral.

Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.

Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.

Mengatur cairan dan elektrolit.

Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :

Eliminasi kuman

1. Debridement
Untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak,
membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media,
caires gigi.

2. Antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 IU/Kg/hari im, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain
ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.

Netralisasi toksintoksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di
jaringan. Dapat diberikan ats 5000-100.000 ki

Perawatan suporatif

Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :


A. Nutrisi dan cairan
1. Pemberian cairan iv sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita, seperti
sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan
nutrisi parenteral
2. Bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang) pemberian
makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.
B. Menjaga agar nafas tetap efisien
1. Pemebrsihan jalan nafas dari lendir
2. Pemberian xat asam tambahan
3. Bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)
C. Mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang
1. Antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon klinis.
2. Pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama),
pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan
pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
3. Pengobatan rumat. Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada
hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari berikutnya
4.Bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan
pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)

D. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :


1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

Pembedahan
Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi

atau laringostomi untuk bantuan nafas.


Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

G. Komplikasi
1. Bronkopneumoni
2. Asfiksia dan sianosis
3. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi.
4. Atelektaksis karena obstruksi secret
5. Fraktura kompresi.
H. Pengobatan

Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U

Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 jam IM Efek samping stupor, koma

Antibiotik : Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari

I. Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :

1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan


2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4. Pemberian anti tetanus serum

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas

Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi

Identitas orang tua:


Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat

Identitas sudara kandung

2. Keluhan utama/alasan masuk RS


3. Riwayat Kesehatan

10

Riwayat kesehatan sekarang: adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.

Riwayat kesehatan masa lalu

Ante natal care

Natal

Post natal care

Riwayat kesehatan keluarga

4. Riwayat imunisasi
5. Riwayat tumbuh kembang

Pertumbuhan fisik

Perkembangan tiap tahap

6. Riwayat Nutrisi

Pemberin asi

Susu Formula

Pemberian makanan tambahan

Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

7. Riwayat Psikososial
8. Riwayat Spiritual
9. Reaksi Hospitalisasi

Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap

10. Aktifitas sehari-hari

Nutrisi

Cairan

Eliminasi BAB/BAK

Istirahat tidur

11

Olahraga

Personal Hygiene

Aktifitas/mobilitas fisik

Rekreasi

11. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum klien

Tanda-tanda vital

Antropometri

Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernafasan.

Sistem Cardio Vaskuler: disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awalnya 38 - 40Catau febris sampai ke terminal 43 - 44C.

Sistem Pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus

Sistem Indra

Sistem muskulo skeletal dan Sistem integument: nyeri kesemutan pada tempat luka,
berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan
peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.

Sistem Endokrin

Sistem perkemihan: retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak
ada/oliguria)

Sistem reproduksi

Sistem imun

Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi
cerebelum, refleks, iritasi meningen, irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.

12. Pemeriksaan tingkat perkembangan

12

0 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal
sosial)

6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial)

13. Tes Diagnostik


14. Terapi
b. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau
produksi mucus
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
c.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketegangan dan
spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut

d. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan


spasme otot faring.
e.

Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

f.

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas tatanuslysin

g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
h. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang
i.
c.

Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang.

Perencanaan Keperawatan dan Rasional


Dx.1

: Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan


meningkatnya sekretsi atau produksi mukus.

Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas
bersih, tidak ada sekresi
Intervensi :
1. Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 4 jam

13

R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena
adanya sekret
2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret
R: Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi
3. Gunakan sudip lidah saat kejang
R: Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
4. Miringkan ke samping untuk drainage
R: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas
5. Observasi oksigen sesuai program
R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan
hipoksia
6. Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)
R: Mengurangi rangsangan kejang
7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
R: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap
oksigen dan pencegahan hipoksia
Dx. 2

: Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat

Tujuan

: Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan criteria :

Membran mukosa lembab,

Turgor kulit baik

Intervensi :
1. Kaji intake dan out put setiap 24 jam
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
3. Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40
cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
4. Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya

14

5. Pertahankan kepatenan NGT


-

Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler

Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh

- Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/
peningkatan kebutuhan cairan
-

Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan tubuh


Dx. 3. : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan
spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi dengan kriteria:

Berat badan sesuai usia

makanan 90 % dapat dikonsumsi

Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat,
lemak dan viotamin seimbang
Intervensi :

1. Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan


R: Intake nutrisi yang seimbang dan adekuat akan mempertahankan kebutuhan nutrisi tubuh
2. Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
R: Bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau mengetahui
kemungkinan komplikasi dan mengetahui penurunan obsrobsi air.
3. Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein
R: Suplay Kalori dan protein yang adekuat mempertahankan metabolisme tubuh
4. Timbang berat badan sesuai protocol
R: Mengevalusai kefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

Dx. 4 : Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan
spasme otot faring.

15

Tujuan

: Tidak terjadi aspirasi dengan kriteria:

Jalan nafas bersih dan tidak ada secret

Pernafasan teratur
Intervensi :

1. Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam


R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena adanya
sekret
2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati
R: Menurunkan resiko aspirasi atau aspiksia dan osbtruksi
3. Gunakan sudip lidah saat kejang
R: Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
4. Miringkan ke samping untuk drainage
R: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang menyumbat
jalan nafas
5. Pemberian oksigen 0,5 Liter
R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan
hipoksia
6. Pemberian sedativa sesuai program
R: Mengurangi rangsangan kejang
7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
R: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap oksigen
dan pencegahan hipoksia

Dx. 5: Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang


Tujuan : Cedera tidak terjadi dengan criteria
-

Klien tidak ada cedera

Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

16

Intervensi
1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus
R: Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
R: Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
3. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
R: Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat
kondisi klien
4. Lindungi pasien pada saat kejang
R: Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
5. Catat penyebab mulai terjadinya kejang
R: Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang

Dx. 6: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan
aktifitas (immobilisasi)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria :
- Tidak ada kemerahan , lesi dan edema
Intervensi
1. Observai adanya kemerahan pada kulit
R: Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat
menimbulkan dikubitus
2. Rubah posisi secara teratur
R: Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang
mempercepat proses kesembuhan
3. Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
R: Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
4. Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa

17

R: Mendeteksi adanya dehidrasi/overhidrasi yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas


jaringan
5. Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan lotion
R: Mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi dan
masagge dapat meningkatkan sirkulasi kulit

Dx. 7: Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria
- Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
Intervensi :
1. Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
R: Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
2. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur
dan kebersihan diri
R: meningkatkan kenyamanan klien sehingga dapat membantu proses penyembuhan
3. Berikan makanan perparenteral
R: Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
R: Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit

Dx. 8: Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang


Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan
tentang kondisi anak yang dialami, dengan kriteria :
-

Orang tua klien tidak cemas dan gelisah.

Intervensi :
1. Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak

18

R: Pengetahuan tentang aktifitas kejang yang memadai dapat mengurangi kecemasan


2. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya
R: Ekspresi/ eksploitasi perasaan orang tua secara verbal dapat membantu mengetahui tingkat
kecemasan
3. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
R: Pengetahuan tentang prosedur tindakan akan membantu menurunkan / menghilangkan
kecemasan
4. Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik
R: Memberikan ketenangan dan memenuhi rasa kenyamanan bagi keluarga
d. Evaluasi
1. Klien memperlihatkan kepatenan jalan nafas, jalan nafas bersih, tidak ada sekresi
2. Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan, membran mukosa lembab, turgor kulit
baik
3. Status nutrisi anak terpenuhi, berat badan sesuai usia, makanan 90 % dapat dikonsumsi, jenis
makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak
dan vitamin seimbang)
4. Tidak terjadi aspirasi, jalan nafas bersih dan tidak ada secret, pernafasan teratur
5. Cedera tidak terjadi, klien tidak ada cedera, tidur dengan tempat tidur yang terpasang
pengaman
6. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, tidak ada kemerahan , lesi dan edema
7. Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, tempat tidur bersih,Tubuh anak
bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
8. Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan tentang
kondisi anak yang dialami, orang tua klien tidak cemas dan gelisah
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC
http://keperawatan-agung.blogspot.com/2009/05/askeptetanus.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tetanus
http://7hidayat2.wordpress.com/2009/04/23/askep-tetanus/+askep+tetanus
19

http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-tetanus.html
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai