Fix Tetanus
Fix Tetanus
LANDASAN TEORI
A.
Pengertian
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi
sistem urat saraf dan otot.Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein
yang berarti menegang.Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan
hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis pernapasan.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh
badan.Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
B.
Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 0,5
milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada
suhu 650 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang
bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.
Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui teteapi suasana anaerob seperti pada
luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan
cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang
dalam dengan perawatan yang salah.
Faktor predisposisi
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
Luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, luka tembak, luka bakar,
b.
c.
d.
Anak
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah mendapatkan
imunasi tetanus (DPT).Dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga yang belum
mengerti pentingnya imunasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan lingkungan dan
perorangan.
Sebagian besar tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir dengan dukun yang
belum mengikuti penataran dari Depkes.Dimana dukun dukun ini memotong tali pusat
hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu, pisau atau gunting yang tidak di steril
dahulu, sehingga bisa menimbulkan infeksi melalui luka pada tali pusat.Infeksi yahng
disebabkan oleh Clostridium Tetani dapat juga karena perawatan tali pusat yang
menggunakan obat trradisional seperti abu, kapur sirih, daun-daunan, dsb.Tetanus pada anak
tejadi 10 hari setelah bayi lahir.
2.
Dewasa
Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang hidup
anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebut luas di tanah.Juga terdapat di
tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas.Basil ini bila kondisinya baik
( didalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin. Toksin ini dapat menghancurkan
sel darah merah, merusak leukosit dan merupakan tetanospasmi, yaitu neurotropik yang
dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.
Tetanus, biasa disebut kejang mulut, disebabkan oleh toksin bakteri, atau racun, yang
mempengaruhi sistem saraf.Hal ini dikontrak lewat luka atau luka yang menjadi
terkontaminasi dengan bakteri tetanus.Bakteri bisa masuk melalui bahkan kecil cocokan
peniti atau menggaruk, tetapi luka tusukan mendalam atau luka seperti yang dibuat oleh paku
atau pisau yang sangat rentan terhadap infeksi tetanus.Bakteri tetanus di seluruh dunia hadir
dan biasanya ditemukan di tanah, debu dan kotoran.Tetanus menyebabkan kejang otot parah,
termasuk "penguncian" rahang sehingga pasien tidak bisa membuka / nya mulutnya atau
menelan, dan mungkin menyebabkan kematian oleh sesak napas.Tetanus tidak menular dari
orang ke orang.
C.
Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat
melalui tali pusat.Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang
merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan
spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan
mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler.
Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi
dinetralkan oleh antitoksin spesifik.Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat
mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah
pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke
korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke
dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.Toksin bereaksi
pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi kejang dan mudah sekali
terangsang.Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.
Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)
Ganglion Sumsum
Tulang Belakang
Otak
Saraf Otonom
Tonus otot
Menjadi kaku
-Keringat berlebihan
-Hipertermi
-Hipotermi
-Aritmia
-Takikardi
Hipoksia berat
O2 di otak
Sistem
-Ggn. Eliminasi
-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut)
Sistem Pernafasan
-Ketidakefektifan jalan
jalan nafas
-Gangguan Komunikasi
Verbal
Kesadaran
-PK. Hipoksemia
-Ggn. Perfusi Jaringan
-Ggn. Pertukaran Gas
-Kurangnya pengetahuan
Ortu
-Dx,Prognosa, Perawatan
D. Manifestasi Klinis
Masa tunas biasanya 5 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada infeksi
ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum. Penyakit ini biasanya terjadi
mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalamwaktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :
1. Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut
(trismus) karena spasme otot-otot mastikatoris.
2. Diikuti gejala risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut
mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi ,kekauan otot
dinding perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
3. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan
lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama
jantung dan akhirnya hipoksia yang berat
4. Bila periodeperiode of onset pendek penyakit dengan cepat akan berkembang
menjadi berat
5. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
6. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
7. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering
marupakan gejala dini.
8. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme
mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan
serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus
karena kontraksi yang kuat.
9. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi
urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula
terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
10. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
11. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan
otak.
spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin
bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).Kadang dijumpai demam yang
ringan dan biasanya pada stadium akhir.
E. Evaluasi Diagnostik
-
Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
F. Penatalaksanaan Medis
Secara Umum
Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi
pada sonde parenteral.
Eliminasi kuman
1. Debridement
Untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak,
membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis media,
caires gigi.
2. Antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 IU/Kg/hari im, 1-2 hari, minimal 10 hari. Antibiotika lain
ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
Netralisasi toksintoksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di
jaringan. Dapat diberikan ats 5000-100.000 ki
Perawatan suporatif
Pembedahan
Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi
G. Komplikasi
1. Bronkopneumoni
2. Asfiksia dan sianosis
3. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi.
4. Atelektaksis karena obstruksi secret
5. Fraktura kompresi.
H. Pengobatan
Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 jam IM Efek samping stupor, koma
I. Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
10
Riwayat kesehatan sekarang: adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.
Natal
4. Riwayat imunisasi
5. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan fisik
6. Riwayat Nutrisi
Pemberin asi
Susu Formula
Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
7. Riwayat Psikososial
8. Riwayat Spiritual
9. Reaksi Hospitalisasi
Nutrisi
Cairan
Eliminasi BAB/BAK
Istirahat tidur
11
Olahraga
Personal Hygiene
Aktifitas/mobilitas fisik
Rekreasi
Tanda-tanda vital
Antropometri
Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernafasan.
Sistem Cardio Vaskuler: disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awalnya 38 - 40Catau febris sampai ke terminal 43 - 44C.
Sistem Indra
Sistem muskulo skeletal dan Sistem integument: nyeri kesemutan pada tempat luka,
berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan
peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
Sistem Endokrin
Sistem perkemihan: retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak
ada/oliguria)
Sistem reproduksi
Sistem imun
Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi
cerebelum, refleks, iritasi meningen, irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
12
0 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal
sosial)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketegangan dan
spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
f.
g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
h. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang
i.
c.
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas
bersih, tidak ada sekresi
Intervensi :
1. Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 4 jam
13
R: Takipnu, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena
adanya sekret
2. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret
R: Menurunkan resiko aspirasi atau aspeksia dan osbtruksi
3. Gunakan sudip lidah saat kejang
R: Menghindari tergigitnya lidah dan memberi sokongan pernafasan jika diperlukan
4. Miringkan ke samping untuk drainage
R: Memudahkan dan meningkatkan aliran sekret dan mencegah lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas
5. Observasi oksigen sesuai program
R: Memaksimalkan oksigen untuk kebutuhan tubuh dan membantu dalam pencegahan
hipoksia
6. Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1 amp)
R: Mengurangi rangsangan kejang
7. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut
R: Memaksimalkan fungsi pernafasan untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap
oksigen dan pencegahan hipoksia
Dx. 2
Tujuan
Intervensi :
1. Kaji intake dan out put setiap 24 jam
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
3. Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m, NGT 40
cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
4. Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
14
Memberikan informasi tentang status cairan /volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
- Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan berat jenis urine diduga dehidrasi/
peningkatan kebutuhan cairan
-
Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat,
lemak dan viotamin seimbang
Intervensi :
Dx. 4 : Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan
spasme otot faring.
15
Tujuan
Pernafasan teratur
Intervensi :
16
Intervensi
1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus
R: Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus kejang
2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
R: Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang
3. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
R: Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang dapat memperberat
kondisi klien
4. Lindungi pasien pada saat kejang
R: Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan terjadinya cedera fisik
5. Catat penyebab mulai terjadinya kejang
R: Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan pengontrolan dan identifikasi kejang
Dx. 6: Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan
aktifitas (immobilisasi)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan kriteria :
- Tidak ada kemerahan , lesi dan edema
Intervensi
1. Observai adanya kemerahan pada kulit
R: Kemerahan menandakan adanya area sirkulasi yang buruk dan kerusakan yang dapat
menimbulkan dikubitus
2. Rubah posisi secara teratur
R: Mengurangi stres pada titik tekanan sehingga meningkatkan aliran darah ke jaringan yang
mempercepat proses kesembuhan
3. Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
R: Mencegah iritasi kulti secara langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
4. Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
17
Dx. 7: Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria
- Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
Intervensi :
1. Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
R: Kebutuhan sehari-hari terpenuhi secara adekuat dapat membantu proses kesembuhan
2. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat tidur
dan kebersihan diri
R: meningkatkan kenyamanan klien sehingga dapat membantu proses penyembuhan
3. Berikan makanan perparenteral
R: Memenuhi kebutuhan nutrisi klien
4. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
R: Orang tua mandiri dalam merawat anak di rumah sakit
Intervensi :
1. Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak
18
http://keperawatan-gun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan-tetanus.html
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
20