Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar belakang masalah.............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2
A. Osteoartritis...............................................................................................2
1. Definisi................................................................................................2
2. Faktor resiko........................................................................................2
3. Patofisiologi.........................................................................................4
4. Manifestasi klinis................................................................................6
5. Penegakan diagnosis............................................................................8
6. Penatalaksanaan...................................................................................8
BAB III..................................................................................................................12
A. KESIMPULAN...................................................................................12
B. SARAN...............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penyakit reumatik yang paling sering dijumpai adalah osteoartritis, artritis rematoid,
artritis gout, osteoporosis, seronegatif spondioloartropati, lupus eritematosus sistemik, serta
penyakit reumatik jaringan lunak (Nasution & Sumariyono, 2006). Osteoartritis (OA) merupakan
penyakit degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut
dan pergelangan kaki paling sering terkena OA (Soeroso et al., 2006). Proses penyakitnya tidak
hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral,
ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikular (Nasution &
Sumariyono, 2006).
Lebih kurang 16-23 juta orang di Amerika didiagnosis OA dan pada tahun 2020
diperkirakan meningkat menjadi 40 juta orang (Derek, 2004). Penelitian di Amerika Serikat pada
tahun 1999 melaporkan kira-kira 25%-50% orang dewasa dengan OA lutut tidak dapat atau
mengalami banyak kesulitan dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti berjalan, membawa
sesuatu atau membungkuk. Selama beberapa tahun, studi klinis tentang pemberian obat pada
pasien OA hanya terfokus pada parameter klinis yang spesifik seperti nyeri dan fungsi sendi,
tanpa melihat efek terapi terhadap perubahan struktural yang disebabkan oleh OA maupun terapi
yang mencegah degradasi kartilago lebih lanjut (Raynauld, et al., 2004).
Prevalensi OA lutut secara radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada
pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan
aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri
dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien (Soeroso et al.,
2006). Lebih dari 85% pasien OA terganggu aktivitasnya terutama untuk kegiatan jongkok, naik
tangga dan berjalan. Arti dari gangguan jongkok dan menekuk lutut sangat penting bagi pasien
osteoartritis di Indonesia oleh karena banyak kegiatan sehari-hari yang bergantung kegiatan ini,
khususnya sholat dan buang air besar (Nasution & Sumariyono, 2006).
Referat ini dimaksudkan untuk memahami lebih lanjut tentang osteoarthritis, baik dari
etiologi, factor resiko hingga penanganan pada pasien osteoatritis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Osteoartritis
1. Definisi
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang tua yang paling sering terjadi di dunia.
Felson et al (1998), melaporkan bahwa secara radiologis sepertiga orang dewasa di dunia
memiliki tanda lokal osteoartritis, sementara itu Adrianakos et al (2006), dalam studi
epidemiologi melaporkan bahwa 8,9% populasi orang dewasa secara klinis menderita
osteoartritis pada lutut, pinggang maupun tangan. Osteoartritis lutut merupakan yang paling
sering ditemukan (6% pada orang dewasa) (Joern, et al., 2010).
Osteoartritis merupakan kondisi reumatik yang paling sering terjadi, seringkali menyebabkan
ketidakmampuan secara musculoskeletal pada orang dewasa di negara berkembang, dan
merupakan salah satu penyebab ketidakmampuan maupun keterbatasan dalam menjalankan
aktivitas sehari hari pada orang dewasa umumnya. Efek dari osteoartritis pada anggota gerak
bagian bawah antara lain menurunkan mobilitas dan menyebabkan hilangnya kemandirian
sehingga meningkatkan penggunaan tenaga kesehatan (Simon, et al., 2008).
Osteoartritis merupakan kondisi heterogen dengan pola ekspresi yang bervariasi. Dalam satu
dekade terakhir, secara konseptual osteoartritis merupakan penyakit yang disebabkan oleh faktor
resiko yang biasa dan menghasilkan manifestasi hasil yang bervariasi (Dougados, 2004).
Pasien dengan osteoartritis merasakan rasa nyeri yang khas, yaitu: memburuk dengan
penambahan berat badan dan melakukan aktivitas, membaik dengan istirahat, misal morning
stiffness dan gelling pada sendi yang terkena karena tidak beraktivitas. Dalam pemeriksaan fisik
didapatkan hasil berupa palpasi yang teraba lunak, tulang membesar, krepitasi saat bergerak, dan
atau keterbatasan dalam pergerakan sendi (American College of Rheumatology., 2000).
2. Faktor resiko
Osteoartritis primer tidak memiliki faktor predisposisi yang nyata, sedangkan pada
osteoartritis sekunder yaitu pasien dengan riwayat trauma atau kondisi yang berhubungan dengan
osteoarthritis, merupakan dua penyebab utama. Osteoartritis primer, dikenal juga sebagai
osteoartritis generalisata jika osteoartritis mengenai semua sendi, osteoartritis nodul ketika
terjadi nodul pada sendi interphalang, osteoartritis infalmatory yang erosif ketika ditemukan
erosi pada sendi interphalang distal (Sakkas et al., 2007).

Pada studi epidemiologi didapatkan faktor resiko endogen dan eksogen pada osteoartritis
(Joern et al., 2010).
Tabel 1 faktor resiko endogen dan eksogen osteoartritis lutut
Endogen
Usia
Jenis kelamin
Keturunan
Asal suku (lebih sering pada orang

Ekskogen
Trauma besar
Trauma ringan yang berulang
Berat badan berlebih
Operasi sendi

eropa)
Perubahan post menopause

Faktor gaya hidup (rokok, alkohol)

Isbagio (2006) mengklasifikasikan faktor resiko osteoartritis menjadi faktor resiko umum dan
mekanik yaitu:
a. Usia
Dari semua faktor resiko timbulnya OA, faktor usia adalah yang terkuat. Prevalensi dan
beratnya OA meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak,
jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun (Isbagio, 2006).
b. Jenis kelamin
Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, lelaki lebih sering terkena OA
paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, usia dibawah 45 tahun frekuensi OA
kurang lebih sama pada laki-laki dan wanita, tetapi usia diatas 50 tahun (setelah menopause)
frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria (Isbagio, 2006).
c. Suku bangsa
Osteoartritis lebih jarang pada orang-orang berkulit hitam dan asia dibanding dengan
kaukasian. Osteoartritis lebih sering terjadi pada orang eropa dan ras kulit putih lainnya (Isbagio,
2006).

d. Genetik
Osteoartritis disebabkan karena genetik, mekanisme stres lokal maupun faktor sistemik yang
mengawali hilangnya kartilago sendi. Pertumbuhan berlebih pada tulang dan perubahan lain dari
tulang, termasuk juga perubahan ligamentum, meniscus dan otot (CDC, 2010).

Faktor genetik yang belum teridentifikasi diduga terlibat dalam perkembangan osteoartritis,
teori komponen genetik ini didukung oleh penelitian yang dilakukan pada keluarga dan anak
kembar. Aberasi kromosom klonal, misal penambahan pada kromosom 5 dan 7, yang ditemukan
di membran sinovial pada beberapa pasien osteoartritis. Alpha1-antitripsin, 1-antichymotrypsin,
gen polimorfisme, dan alel HLA diduga berhubungan dengan osteoartritis generalisata,
sebaliknya gen polymorfisme prokolagen tipe II diduga berhubungan dengan perkembangan
osteoartritis dengan kondroplasia ringan (Sakkas et al., 2007).
e. Kegemukan dan penyakit metabolik
Dalam suatu studi epidemiologi, Grotle et al (2008) menemukan adanya hubungan yang
signifikan untuk kegemukan (BMI >30) sebagai faktor resiko osteoartritis lutut, tetapi bukan
merupakan faktor resiko osteoartritis pinggul (Joern et al., 2010). Obesitas merupakan faktor
resiko bagi pertumbuhan dan perkembangan dari osteoartritis lutut. Obesitas juga berpengaruh
terhadap osteoartritis pinggul dan tangan namun, hubungan yang jelas belum ditemukan
(Sharma, 2000).
Sejumlah besar studi yang telah dilakukan tidak ditemukan adanya ikatan metabolis antara
kegemukan dengan osteoartritis. Sebagai contoh, pengontrolan distribusi lemak tubuh, diabetes,
kadar kolesterol, kadar asam urat, dan tekanan darah tidak menurunkan hubungan antara obesitas
dengan osteoartritis lutut dalam data First National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES-I) (Sharma, 2000).
f. Cidera sendi, pekerjaan, dan olahraga
Pada studi cross sectional ditemukan resiko osteoartritis 1,9-13 kali lebih tinggi pada
penambang mineral di bawah tanah pada populasi yang terkontrol, dapat diasumsikan bahwa
faktor resiko utama pada golongan ini adalah seringnya posisi berlutut maupun jongkok. Pekerja
konstruksi, terutama pemasang lantai mengalami kenaikan prevalensi osteoartritis yang
signifikan (Joern et al., 2010).
Bukti menyatakan bahwa kebiasaan berolahraga yang cukup saat usia dewasa muda dan tua
tidak meningkatkan resiko osteoartritis. Tetapi, telah diketahui bahwa trauma atau luka pada lutut
berhubungan dengan kejadian osteoartritis dan kegiatan olahraga yang berbahaya meningkatkan
resiko luka di lutut secara akut (Michaelsson, 2011).
g. Kelainan pertumbuhan

Kelainan kongenital dan pertumbuhan pada paha telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha
pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA pada paha lakilaki dan ras tertentu (Isbagio, 2006).
Panjang tungkai yang tidak sama diduga juga berhubungan dengan prevalensi, keluhan
simptomatis dan osteoartritis lutut yang progresif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa
ketidaksamaan panjang tungkai merupakan modifikasi dari faktor resiko osteoartritis (Harvey,
2010).
3. Patofisiologi
Kata osteoartritis digunakan untuk mempresentasikan kelainan sendi yang heterogen, pada
pasien yang mengalami nyeri dan kaku pada sendi. Patogenesis dari osteoartritis sendiri belum
begitu jelas. Sebagian besar percaya bahwa osteoartritis diawali dengan berdegradasinya
kartilago artikuler yang terlokalisasi, tidak seragam. Proses ini kemudian diikuti dengan
penebalan sebagian tulang subkondral, tumbuhnya tulang baru yang melewati batas sendi
(dikenal sebagai osteofit), dilanjutkan dengan inflamasi sinovial mulai dari ringan hingga sedang.
Peristiwa inisiasi yang menyebabkan terjadinya osteoartritis belum ditetapkan dengan pasti,
tetapi kemungkinan karena terdapatnya sinyal abnormal yang merubah fenotip dari kondrosit,
sehingga menyebabkan disintesisnya protein yang menyebabkan degradasi matriks dan
degenerasi sendi (Nancy,
2007).
Faktor
etiologi/ penggunaan sendi
Keseimbangan yang dinamis antara pembentukan dan penghancuran matriks kartilagenia yang
berlangsung secara terus menerus,
merupakan
hasil regulasi yang dipengaruhi oleh zat anabolik
Repair
tidak berhasil
(misal IGF-I dan II) dan zat katabolik (IL-1, TNF-, dan proteinase). Dalam beberapa kasus,
Degradasi
matriks
yang mengkompensasi
masih reversible
mekanisme ini dapat
mengeliminasi
maupun
pengaruh berbahaya yang dapat
menyebabkan osteoartritis dengan menstimulasi dan memodifikasi aktivitas metabolisme
kondrosit.

Ketika
pengaruh
berbahaya
ini incongruence
melampaui kemampuan
Sitokin,
sendi mulai
terjadi

sistem

untuk

mengkompensasi, maka terjadi degadrasi matriks yang merupakan awal dari osteoartritis yang
dapat berkembang menjadi Terjadi
lebih buruk.
Mengapa
kartilago mangalami degenarasi sampai saat
radang
sinovial
ini belum dapat dijelaskan secara baik. Faktor mekanik dan enzimatik diperkirakan dapat
mengganggu fungsi kondrosit dan
merusak kartilago
matriks (Joern, et al., 2010)
Hilangnya
Skema patofisiologi osteoartritis
Sklerosis/ kista subkondral/ osteofit

Misalignment/ hilangnya congruence


Osteoartritis yang progresif

Stres biomekanik yang terjadi pada kartilago artikuler dan tulang subkondral, perubahan
biomekanis pada kartilago artikuler dan membran sinovial, dan faktor genetik merupakan proses
proses patogenesis yang penting (American College of Rheumatology, 2000). Agen yang
menekan pembentukan kembali tulang, termasuk biphosphonate, berhubungan dengan sedikitnya
lesi pada tulang subkondral tervisualisasi dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada
pasien osteoartritis. Beberapa lesi secara independent berhubungan dengan tingkat nyeri dan
perkembangan penyakit. Tingkat marker pembentukan kembali tulang pada pasien dengan
osteoartritis lebih tinggi dan serupa pada pasien osteoporosis post menopause (Bingham et al.,
2006).

4. Manifestasi klinis
Tabel 2 Ciri-ciri osteoartritis *
Nyeri

a. Nyeri saat akan bebrgerak


b. Nyeri selama bergerak
c. Nyeri menetap/ saat malam hari

Hilang fungsi

Gejala lain

d.
a.
b.
c.

Memerlukan anlgesik
Kaku
Terbatasnya gerakan
Memburuk pada aktivitas sehari

hari
d. Membutuhkan nasehat rthopedis
a. Krepitasi
b. Sensitive terhadap dingin dan
lembab
c. Perkembangan yang bertahap

*digunakan oleh Department of Orthopaedic and Trauma Surgery, University of Cologne (Joern et al., 2010)

Orang dengan osteoartritis sering mengeluhkan terbatasnya gerakan dan nyeri pada saat
bergerak ataupun berjalan. Beberapa mengeluhkan nyeri saat malam hari atau nyeri yang
permanen (Michael, Brust, Eysel. 2010).
a. Gejala (Symptom)
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter. Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan
tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibanding gerakan yang lain. Nyeri
pada OA dapat berupa penjalaran atau radikulopati (Soeroso et al., 2006).
Pada awalnya nyeri bersifat episodik, sering didahului oleh penggunaan sendi yang sakit
secara berlebih selama sehari atau dua hari sebelumnya. Seiring dengan bertambah beratnya
penyakit, nyeri menjadi berkelanjutan dan bahkan mengganggu saat malam hari (Brandt, 2007)
2. Hambatan Gerak Sendi
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun OA yang masih dini (secara radiologis).
Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa
digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan)
maupun eksentris (salah satu arah gerakan saja) (Kalim, 2004).
3. Kaku Sendi
Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di
kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur kaku sendi
serig kali cepat (<30 menit) (Soeroso et al., 2006).
b. Tanda (Sign)
1. Kaku Pagi

Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di
kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur (Kalim, 2004).
2. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa
perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini
mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau
secara pasif dimanipulasi (Kalim, 2004).
3. Pembesaran Sendi (Deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau
tangan) secara pelan-pelan membesar (Soeroso et al., 2006). Pembengkakan sendi pada OA
dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tak banyak (<100 cc). Sebab lain ialah
karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi (Kalim, 2004).
4. Perubahan Gaya Berjalan
Hampir semua pasien OA pergelangan kaki, tumit, lutut atau pinggang berkembang menjadi
pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang
besar untuk kemandirian pasien OA yang umumnya berusia tua. Hal ini merupakan hal yang
paling menyusahkan pasien (Soeroso et al., 2006).

5. Penegakan Diagnosis
a. Radiografi
Radiografi sendi yang terkena dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri saat malam hari
dan tidak melakukan kegiataan. Jika nyeri menetap setelah terapi efektif untuk osteoartritis,
radiografi dapat menunjukkan diagnosis yang terlewat. Pada pasien osteoartritis hasil radiografi
yang ditemukan tidak berhubungan rasa nyeri yang dialami pasien. Walaupun begitu
kondrokalsinosis dapat terlihat pada pemeriksaan radiologis, ini berhubungan dengan usia
seseorang dan berhubungan dengan rasa nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Nekrosis avaskular

dapat didiagnosis dengan radiografi, meskipun jika terdiagnosis biasanya sudah terlambat untuk
diterapi. Magnetic resonance imaging (MRI) sering dilakukan untuk mengetahui gambaran
osteoartritis tetapi tidak dianjurkan untuk dilakukan pada orang tua dengan keluhan nyeri yang
menetap. Pada MRI ditemukan tanda-tanda osteoartritis seperti meniscus tears yang umum
ditemukan pada usia pertengahan dan orang tua dengan atau tanpa keluhan nyeri (Nelson, 2006).
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin tidak dikerjakan pada pasien dengan nyeri lutut yang kronik hingga
ditemukan gejala dan tanda remathoid artritis maupun artritis inflamasi lain. Penilaian cairan
sinovial dilakukan jika dicurigai artritis inflamasi atau gout atau pseudogout pada sendi yang
terinfeksi, pada osteoartritis sel darah putih ditemukan kurang dari 1000/m 3 di cairan sinovial,
sedangkan jumlah yang lebih tinggi menandakan artritis inflamasi. Jika didapatkan kristal,
merupakan diagnosis dari gout maupun pseudogout (Nelson, 2006)
c. Marker
Kadar dari marker pembentukan kembali tulang meningkat pada pasien dengan osteoartritis
yang progresif dan mirip dengan pasien dengan osteoporosis post menopause (Bingham et al.,
2006). Inflamasi sinovial memberikan pengaruh pada perkembangan penyakit, hubungan antara
marker biologis inflamasi seperti protein C-reaktif dan protein matriks kartilago oligomeri
dengan perkembangan perubahan struktural pada osteoartritis (Bondeson et al., 2010)
6. Penatalaksanaan
Tujuan akhir dari pengobatan OA adalah untuk mengurangi nyeri dan meminimalisasi
kemunduran fungsi fisik. Nyeri dan kehilangan fungsi merupakan konsekuensi dari inflamasi,
kelemahan pada sendi, kelemahan dan instabilitas, maka penatalaksanaan OA melibatkan semua
hal tersebut (Brandt, 2007)
a. Terapi non farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan pendekatan dari beberapa disiplin ilmu sebagai contoh,
instruksi untuk menurunkan berat badan dan terapi olahraga. Terapi non farmakologi, intervensi
non operatif misal terapi yang ditawarkan oleh fisioterapis merupakan pengobatan pertama yang
dianjurkan pada osteoartritis lutut dan pinggul, walaupun masih kurang cukup bukti untuk
merekomendasikan penanganan yang spesifik untuk penyakit ini (Abbot, 2009).
Tabel 3 terapi non farmakologi

Terapi
Olahraga

Keterangan
Hindari jika nyeri memburuk. Latihan

a. Latihan perlawanan
b. Aerobic
Unloading

yang prodresif lebih baik.

a
b

Tongkat atau penyangga


Menurunkan berat badan

Pelatihan
a. Cara melangkah
b. Cara memakai sepatu
Akupuntur

Tongkat dan kaki yang terkena harus


menginjak

lantai

pada

saat

yang

bersamaan
Dianjurkan jika nyeri tidak membaik
dengan terapi lain.
Rata-rata mengurangi rasa nyeri setelah
beberapa sesi

(Felson, 2006)
b. Terapi farmakologi
Agen farmakologi ( analgesik oral dan topical, obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
termasuk penghambat selektif cyclooxygenase-2, dan terapi intraartikular (kortikosteroid dan
preparat hyaluronan) ) jika dibutuhkan. Suplemen diet dan nutrisi termasuk glucosamine dan
chondroitin sulfate, sering digunakan oleh pasien dan direkomendasikan oleh praktisi (Hochberg,
2006)
Pemberian Glucosamine dan Chondroitin sulfate sebagai kombinasi maupun sendiri, tidak
memberikan efek mengurangi rasa nyeri yang efektif pada sebagian besar pasien osteoartritis
lutut. Analisis menyimpulkan bahwa pemberian kombinasi glucosamine dan chondrotin sulfat
mungkin efektif jika diberikan pada pasien dengan nyeri lutut yang sedang-ringan (Daniel, 2006)
c, Terapi farmakologi lain
Dalam suatu penelitian RCT, injeksi kortikosteroid intraartikular lebih efektif mengurangi
rasa nyeri dibanding dengan placebo selama satu hingga tiga minggu, setelah itu efeknya hampir
sama. Belum ada data yang jelas menyatakan berapa dosis optimal pada injeksi kortikosteroid.
Analgesik opiat lebih efektif dibanding placebo dalam mengendalikan rasa nyeri, tetapi efek
samping dan ketergantungan menjadi pertimbangan. Obat topikal seperti capsaicin lebih baik
dibanding placebo dalam meredakan nyeri (Felson, 2006).
d.Operasi
Pasien dengan gejala osteoartritis yang berat dan tidak membaik dengan pengobatan lain dan
mengalami keterbatasan dalam melakukan kegiatan sehari hari dianjurkan untuk melakukan

operasi orthopedic sebagai evaluasi. Dalam percobaan debridement artroskopi dengan atau tanpa
artroplasti dan kegunaannya sebagai salah satu pilihan terapi osteoartritis tidak terbukti. Pada
beberapa pasien yang belum pernah melakukan artropalsti, osteotomi dapat mengurangi nyeri
dan menghambat perkembangan penyakit (Nelson, 2006)
Banyaknya operasi intra-artikular yang dilakukan dengan athroscope, menimbulkan
keuntungan yaitu trauma operasi yang minimal dan resiko infeksi yang kecil (Joern et al., 2010).
Operasi artroplasti sendi merupakan pengobatan yang efektif untuk mengurangi rasa nyeri dan
mengurangi ketidakmampuan secara fungsional pada artritis pada pinggul dan lutut yang lebih
berat (Hawker, 2000).
Tabel 5 jenis-jenis operasi sendi (Joern et al, 2010)
Simptomatis

a. Lavage
b. Shaving
c. Debridement

Stimulasi tulang

a. Drilling
b. Microfracturing
c. Abrasion arthropalsti

Perbaikan permukaan sendi

a. Autologous chondrocyte transplantation (ACT)


b. Autologous osteochondral transplantation (AOT)

Perbaikan osteotomi di dekat sendi

BAB III

A. KESIMPULAN
Osteoarthritis merupakan penyakit reumatik yang paling ditemukan. Sampai saat ini
pathogenesis yang pasti dari OA belum bias dipastikan, tetapi beberapa ahli mengatakan bahwa
OA diawali dengan berdegradasinya kartilago artikuler, penebalan subkondral yang kemudian
menyebabkan terjadinya inflamasi synovial mulai dari ringan samapi berat. OA lebih sering
terjadi pada kelompk resiko tinggi antara lain, wanita, usia tua, berat badan berlebih dan overuse
sendi yang terkena.
Diagnosis OA dapat ditegakkan berdasarkan criteria diagnosis yang telah ditetapkan oleh ikatan
reumatologi Indonesia, yaitu adanya nyeri, krepitasi saat gerakan aktif, kaku sendi < 30 menit,
usia > 38 tahun, dan adanya pembesaran pada tulang sendi yang terkena.

Penatalaksanaan pada pasien OA dapat diberikan baik dengan terapi farmakologi maupun terapi
farmakologi. Terapi nonfarmakologi misal terapi akupuntur, pelatihan, unloading dan olahraga.
Terapi farmakologis yang sampai saat ini masih menjadi pilihan untuk penanganan OA adalah
obat obat golongan NSAID untuk meredakan nyeri, dan obat obat nutrisi glucosamine dan
chondroitin sulfate.
B. SARAN
1. Sebisa mungkin berat badan ideal.
2. Kurangi aktifitas yang dapat mendukung terjadinya OA
3. Segera berobat ke dokter bila muncul keluhan nyeri pada sendi

DAFTAR PUSTAKA
Abbott, J Haxby et al,. 2009. Exercise therapy, manual therapy, or both, for osteoarthritis of the
hip or knee: a factorial randomised controlled trial protocol.
American Academy of Orthopaedic Surgeons, 2004. Osteoarthritis of the knee : State of the
Condition. http://www.aaos.org/ Research/documents/OAinfo_knee_state.pdf.
American college of rheumatology, 2000, Recommendations for The Medical Management of
Osteoartritis if The Hip And Knee.
Bingham, O Clifton, et al. 2006. Risedronate Decreases Biochemical Markers of Cartilage
Degradation but Does Not Decrease Symptoms or Slow Radiographic Progression in
Patients With Medial Compartment Osteoarthritis of the Knee: Results of the Two-Year
Multinational Knee Osteoarthritis Structural Arthritis Study Clifto.
Bondeson, Jan et al. 2010. The Role of Synovial Macrophages and Macrophage-Produced
Mediators in Driving Inflammatory and Destructive Responses in Osteoarthritis.

Brandt K, et al. 2008. Osteoarthritis dalam Dr. Faucis and Dr. Longos, editor, Harrisons
Principles of Internal Medicine. 17th edition. United State: The McGraw-Hill Companies,
Inc.
Center for diseasecontrol, 2009. Arthritis Meeting the Challenge, at a Glance.
Dagenais, Simon et al, 2009. Symposium: Femoroacetabular Impingement: Current Status of
Diagnosis and Treatment; Systematic Review of the Prevalence of Radiographic Primary
Hip Osteoarthritis.
Dougados, Maxime, 2004. Structural Progression Is Also Driven by Clinical Symptoms in
Patients With Osteoarthritis.
Felson, T. David. 2006. Osteoartritis of the Knee.
Handono, Kalim. 2004. Osteoartritis dalam Noer, Sjaifoellah, editor, Buku Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Harvey, WF et al,. 2010. Associations of Leg Length Inequality With Prevalent, Incident, and
Progressive Knee Osteoarthritis: A Cohort Study.
Hawker, A. Gillian, 2000. Differences Between Men And Women in The rate of use Hip And
Knee Arthroplasty.
Hochberg, C Marc. 2006. Nutritional Supplements for Knee Osteoarthritis Still No Resolution.
Michael, J., Schlter-Brust, K., Eysel, P. 2010. The Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and
Treatment of Osteoarthritis of thee Knee. Deutsches rzteblatt International.
Michael, W.P. Joern, 2010. The Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and Treatment of
Osteoarthritis of the Knee.
Michaelsson, Karl et al,. 2010. Risk of Severe Knee and Hip Osteoarthritis in Relation to Level
of Physical Exercise: A Prospective Cohort Study of Long-Distance Skiers in Sweden.
Nasution A.R., Sumariyono, 2006. Introduksi Reumatologi dalam A.W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I.
Alwi, M. Simadhibrata, S. Setiati, editor, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departeman Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Ordeberg, Gunnar. 2004. Characterization of Joint Pain in Human OA dalam Derek J.
Chadwick, Jamie Goode, editor, Osteoarthritic Joint Pain. United State: John Wiley &
Sons, Inc.
Sakkas L, Platsaucas C, 2007. The Role of T Cells in the Pathogenesis of Osteoarthritis.

Sharma, Leena et al., 2000. The Mechanism of The Effect of Obesity in Knee Osteoarthritis; The
Mediating Role of Malalignment.
Soeroso J, Isbagio H., Kalim H., Broto R., Pramudiyo R., 2006. Osteoartritis, dalam A.W.
Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M. Simadhibrata, S. Setiati, editor, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid II. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
Yuliasih, Soeroso J. 2007. Osteoarthritis dalam tjokroprawiro et al., editor, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Surabaya: Penerbit Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai