LP Batu Empedu
LP Batu Empedu
Empedu adalah sejenis organ tubuh yang berfungsi untuk melumatkan lemak
yang ada pada kolesterol. Ia terletak di bawah organ hati. Karena fungsinya itulah ia
sering disebut dengan kandung empedu. Organ kandung empedu inilah yang sering
kali mengonstruksi batu empedu. Batu empedu berbentuk lingkaran, oval, dan facet
ditemukan pada saluran empedu. Batu empedu mengandung kolesterol, kalium
bikarbonat, kalsium bilirubinat, atau gabungan elemen-elemen tersebut.
Batu empedu dikenal juga dengan sebutan Kolelitiasis. Kolelitiasis merupakan
adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung
empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana
terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki
ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada
individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor
resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
2. Etiologi
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen
berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung
empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan
terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung
empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. Ia dapat
pula disebabkan oleh pemakaian obat anti kolesterol. Menggunakan obat
antikolesterol tidak menyebabkan kolesterolnya menurun drastis, tetapi
malah kolesterol itu menghindar ke dalam empedu, sehingga kolesterol
empedunya terus meningkat. Penyebab munculnya batu empedu ini
diperkirakan penderita juga menderita kencing manis (diabetes mellitus).
Penderita kencing manis biasanya kadar lemak darahnya tinggi, yang
mungkin saja menumpuk pada empedu sehingga turut membuat batu
empedu.
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam
empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Diet
Batu empedu ini juga diperkirakan bisa timbul karena diet (penurunan berat
badan) secara drastis. Penurunan yang dipaksakan ini akan mengakibatkan
metabolisme lemak dalam tubuh penderita semakin meningkat. Demikian
pula suatu kandung empedu bisa saja terinfeksi, karena dalam empedu
sudah ada batu saluran empedu. Infeksi bisa tersulut karena batu empedu
sendiri, dan bisa pula disebabkan oleh masuknya kuman tifus atau bakteri
yang mengambuhkan batu empedu. Menurut hasil penelitian, masuknya
kuman tifus ke dalam kandung empedu dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi yang menyebabkan penderita amat menderita
f.
Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.
g. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
h. Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
i.
Batu Kolesterol
Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:
a. Fase Supersaturasi
Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak
larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle
yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan
menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio
kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 :
20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif
tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan
mengendap.
Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut:
lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol
sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.
c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar
Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa
berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung
empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk
akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu
lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti
batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan,
pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal
vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik.
Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat
kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.
4. Gambaran klinik
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun.
Memang 70% hingga 80% pasien tetap asimptomatik seumur hidupnya,
sisanya memperlihatkan gejala dengan kecepatan 1% hingga 3% per
tahun. Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu
tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala
(asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.
ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu.
Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.
Sebagian besar (90 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini
timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ
tersebut.
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering
mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan
penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain
seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis.
Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus
sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam
saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat
bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan
timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.
Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa
menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga
timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE
yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat
membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus
obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.
5. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah lengkap,
massa protrombin, bilirubin serum, amylase serum, kultur darah,
6. Komplikasi
8. Pencegahan
Untuk mencegah tidak munculnya penyakit batu empedu ini tentu saja
perlu dilakukan berbagai tindakan. Tindakan utama tentulah hal-hal yang
menyebabkan tidak munculnya penyakit itu. Bagi mereka yang beresiko
tinggi terkena penyakit batu emppedu diperlukan mengonsumsi makanan
yang mengandung lemak tak jenuh, dan mengutamakan makanan yang
mempunyai serat dan tidak lupa melakukan olahraga secara teratur setiap
hari.
Disarankan malah agar terhindar dari penyakit batu empedu ini, agar
calon penderita tidak melupakan minum kopi. Minum kopi diperkirakan
dapat menurunkan resiko terkena batu empedu.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Data dasar pengkajian
A. Pengkajian
Aktifitas/Istirahat
Gejala
: Kelemahan
Tanda
: Gelisah
Sirkulasi
Tanda
: Takikardia, berkeringat
Gejala
Tanda
: Distensi abdomen.
Eliminasi
Makanan / Cairan
Gejala
: Anoreksia, mual/muntah.
Tidak toleraran terhadap lemak dan makanan pembentukan
gas regurgitasi berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat
makan, latus, dispepsia.
Bertahak.
Tanda
Nyeri/Kenyamanan
Gejala
Tanda
:Nyeri lepas, otot tegang atau kaku biala kuadran kanan atas
ditekan; tanda murphy positif.
Pernapasan
Tanda
Keamanan
Tanda
: Demam, menggigil.
Ikterik, dengan kulit berkeringat dan gtal (Pruiritus).
Kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K).
Penyuluhan/Pembelejaran
Gejala
Pertimbangan
Pemeriksaan Diagnostik
Darah lengkap: Leukositosis sedang (akut).
Bilirubin dan amilase serum: Meningkat.
Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat alkaline fosfat
dan 5-nukletiase; Di tandai obstruksi bilier.
Kadar protrombin: Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorbsi vitamin K.
Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau ductus
empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal).
Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik: Memperlihatkan percabangan bilier
dengan kanualasi duktus koledukus melalui deudenum.
Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi
anatara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik ada ).
Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu.
Catatan: kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan
zat lewat mulut.
Skan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan
membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi.
Skan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier.
2. Penyimpangan KDM
3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dari ASKEP kolelitiasis, diantaranya:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme
duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penghisapan
gaster berlebihan, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster; pembatasan
masukan secara medic; gangguan proses pembekuan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah, dyspepsia, nyeri, gangguan pencernaan lemak sehubungan
dengan obstruksi aliran empedu.
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi informasi,
tidak mengenal sumber informasi.
4. Intervensi keperawatan
Dx 1: Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis:
obstruksi/spasme duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.
Hasil yang diharapkan:
-
Intervensi Keperawatan:
Observasi dan catet lokasi, beratnya (skala 0-10) dan karakter nyeri
(menetap,hilang timbul,kolik).
R/ Membantu membedakan penyebab nyeri dan memberikan informasi
tentang kemajuan/ perbaikan penyakit, terjadinya komplikasi dan
keefiktifan intervensi.
Cataet respon terhadap obat, dan laporkan pada dokter bial nyeri hilang.
Intervensi Keperawatan:
Pertahankan masalah haluaran akurat, perhatikan haluaran kurang dari
masukan, peningkatan berat berat jenis urine. Kaji membram
mukosa/kulit, nadi perifer dan pengisian kapiler.
R/ Memberikan informasi tentang status cairan/volume sirkulasi dan
kebutuhan pengantian.
pendarahan oral.
Gunakan jarum kecil untuk injeksi dan melakukan tekanan pada bekas
Intervensi Keperawatan:
Kaji distensi abdomen, sering berdahak, berhati-hati, menolak bergerak.
R/ Tanda non vernal ketidaknyamanan berhubungan dengan gangguan