Referat BPSD
Referat BPSD
Disusun Oleh:
Anggi Novita E. 1102010022
Pembimbing:
dr.Galianti Prihandayani, Sp.KJ
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Demensia adalah suatu sindrom penurunan kemampuan intelektual progresif
yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional, sehingga menyebabkan
gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.1
Asosiasi Psychogeriatric Internasional mendefinisikan Behavioral and
Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) adalah gejala gangguan persepsi, isi
pikir, suasana hati atau perilaku yang sering terjadi pada pasien dengan
demensia.1,2
Etiologi BPSD masih belum jelas, ada beberapa faktor yang dapat
berkontribusi, seperti faktor genetik, aspek neurobiologi, aspek psikologis, dan
aspek sosial.3
Angka kejadian untuk BPSD yang bermakna secara klinis meningkat sampai
hampir 80% untuk pasien demensia yang berada di lingkungan perawatan. Dua
penelitian berbasis populasi dari Amerika Serikat (Lyketsos et al, 2000) dan dari
Inggris (Burns et al, 1990), menunjukkan angka pravelansi yang sama, yaitu
sekitar 20% untuk BPSD pada orang dengan penyakit Alzheimer. Berbeda dengan
disfungsi kognitif pada demensia semakin memburuk dari waktu ke waktu, BPSD
cenderung berfluktuasi, dengan agitasi psikomotor yang paling persisten.5
Gejala-gejala dari BPSD yaitu berupa gejala perilaku dan gejala psikologi.
Gejala perilaku seperti pasien lebih agresif, berteriak, gelisah, agitasi, keluyuran,
perilaku melanggar norma, hambatan seksual, pendendam, mengutuk. Sedangkan
gejala psikologisnya seperti cemas, depresi, halusinasi dan waham.3
Peningkatan jumlah populasi lanjut usia (lansia) memberi dampak pula pada
meningkatnya gangguan neuropsikiatri pada lansia. Individu yang berusia lebih
dari 80 tahun akan mempunyai risiko tinggi untuk mengalami gangguan
neuropsikiatri.1,2
Hingga kini demensia masih merupakan salah satu gangguan pada lansia
yang sangat ditakuti. Di seluruh dunia saat ini diperkirakan lebih dari 30 juta
orang menderita demensia. Aspek psikiatri yang sangat penting untuk diperhatikan
dalam rangka penatalaksanaan yang komprehensif dan berkesinambungan adalah
adanya BPSD (Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia).1
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membuat makalah
tentang behavioral and psychological symptoms of dementia, hal ini untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia adalah gejala
gangguan persepsi, isi pikir, suasana hati atau perilaku yang sering terjadi pada
pasien dengan demensia.1,2
2.2 Etiologi
Penyebab dari BPSD belum diketahui, merupakan suatu perjalanan dari
penyakit demensia, dan dapat muncul bahkan pada tahap awal demensia sekalipun.
Perubahan perilaku pada BPSD mungkin dipicu oleh faktor biologi, psikologi, dan
lingkungan social. Sebagai contoh orang pengidap demensia yang sebelumnya
Biologi
Kelainan genetik yang berhubungan dengan struktur bagian otak tertentu,
perubahan kimia dalam otak, dan perubahan dalam struktur berbeda yang
menyebabkan demensia.
Medis
- Kondisi seperti konstipasi, infeksi, dan nyeri sendi. Orang dengan
demensia sulit untuk mengungkapkan rasa sakit yang dialaminya sehingga
orang tersebut mengekspresikan kesulitannya dengan berteriak atau
berubah.
Gangguan tidur sering terjadi pada demensia yang menyebabkan agitasi
2.3 Epidemiologi
Angka kejadian untuk BPSD yang bermakna secara klinis meningkat sampai
hampir 80% untuk pasien demensia yang berada di lingkungan perawatan. Dua
penelitian berbasis populasi dari Amerika Serikat (Lyketsos et al, 2000) dan dari
Inggris (Burns et al, 1990), menunjukkan angka pravelansi yang sama, yaitu
sekitar 20% untuk BPSD pada orang dengan penyakit Alzheimer. Berbeda dengan
disfungsi kognitif pada demensia semakin memburuk dari waktu ke waktu, BPSD
cenderung berfluktuasi, dengan agitasi psikomotor yang paling persisten.5
2.4 Demensia
Definisi
( <65 th).
Menurut perjalanan penyakit dibagi menjadi demensia reversible,
proprius,
pseudodemensia.
2.5 Gejala Klinis
A. Gejala Perilaku pada Demensia
Disinhibisi
Pasien dengan disinhibisi berperilaku impulsif, menjadi mudah terganggu,
emosi tidak stabil, memiliki wawasan yang kurang sehingga sering
menghakimi, dan tidak mampu mempertahankan tingkat perilaku sosial
sebelumnya. Gejala lain meliputi : menangis, euphoria, agresi verbal,
agresi fisik terhadap orang lain dan benda-benda, perilaku melukai diri
sendiri, disinhibisi seksual, agitasi motorik, campur tangan, impulsif dan
mengembara.3
Agitasi
Agitasi didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak pantas, baik secara
verbal, vokal, atau motor. Subtipe dari agitasi tercantum dalam tabel
berikut.
Tabel 1. Subtipe Agitasi3
Perilaku fisik non agresif :
Perilaku verbal non agresif :
- Kegelisahan umum
- Negativisme
- Manerisme berulang
- Tidak menyukai apapun
- Mencoba mencapai tempat yang
- Meminta perhatian
berbeda
Menangani sesuatu secara tidak
sesuai
Menyembunyikan barang
Berpakaian tidak sesuai atau tidak
berpakaian
- Menghukum berulang
Perilaku fisik agresif :
- Memukul
- Mendorong
- Menggaruk
- Merebut barang
- Kejam terhadap manusia
- Menendang dan menggigit
Wandering
Beberapa perilaku yang termasuk wandering yaitu memeriksa (berulang
kali mencari keberadaan caregiver), menguntit, berjalan tanpa tujuan,
berjalan waktu malam, aktivitas yang berlebihan, mengembara (tidak bisa
menemukan jalan pulang), berulang kali mencoba untuk meninggalkan
rumah.3
Reaksi Ledakan Amarah/ Katastrofik4
Dalam salah satu penelitian terhadap 90 pasien dengan gangguan AD
(Alzheimer Disease) cukup ringan, ledakan marah tiba-tiba terjadi pada
38% pasien, selain itu didapatkan hal-hal sebagai berikut.
- ledakan amarah tiba-tiba dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas
-
b. Gejala Psikotik
- Waham
Manifestasi psikosis mencakup gejala positif (waham, halusinasi,
gangguan komunikasi, aktivitas motorik yang abnormal), dan gejala
negatif (avolition, kemiskinan isi pikiran, afek datar).
Ada lima tipe waham terlihat pada demensia (terutama demensia tipe
alzheimer) yaitu barang kepunyaannya telah dicuri, rumah bukan
kepunyaannya (misidentifikasi), pasangan (atau pengasuh lainnya)
ketidaksetiaan.3
Halusinasi
Perkiraan frekuensi halusinasi pada demensia berkisar dari 12%-49%.
Halusinasi visual adalah yang paling umum (terjadi pada 30% pasien
dengan demensia) dan lebih sering terjadi pada demensia yang moderat
dibandingkan dengan demensia ringan atau berat. Gambaran halusinasi
secara umum berupa gambaran orang-orang atau hewan-hewan. Pada
demensia Lewy-Body, laporan frekuensi halusinasi visual sekitar 80%.
Pasien demensia juga mungkin mengalami halusinasi auditorik (sekitar
10%), namun jarang untuk halusinasi jenis lain, seperti yang bersifat
melibatkan
lobus
temporal
atau
struktur
sistem
limbik
subkortikal.10
Ketika membandingkan subjek AD dengan atau tanpa gejala psikotik,
penelitian dengan Single Photon Emission Computed Tomography
(SPECT) dan Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan
penurunan perfusi di lobus frontal dan temporal. Kuantitatif EEG (qEEG)
pasien AD dengan gejala psikotik menunjukkan disfungsi otak yang lebih
parah (peningkatan delta dan penurunan daya alfa) dibandingkan yang
tanpa gejala ini, terlepas dari keparahan demensia dan tanpa perbedaan
topografi. Analisis visual EEG menunjukkan bahwa pasien AD dengan
waham dan halusinasi secara bermakna mempunyai proporsi EEG yang
abnormal secara moderat, dan analisis spectral qEEG mengkonfirmasi
sejumlah peningkatan aktivitas delta dan teta, sehingga menunjukkan
tingkat disfungsi serebral yang lebih besar. Penelitian dengan pencitraan
telah menunjukkan hubungan antara kelainan frontotemporal dengan
parietal.10
Gejala Apati
Disfungsi lobus
frontalis
terutama
regio
mediofrontal
seringkali
Peran Serotonin
Beberapa gejala BPSD yang dapat terjadi karena kelainan pada sistem
serotonergik adalah mood depresi, kecemasan, agitasi, gelisah dan
agresivitas.3
Neuron serotonergik berasal dari inti rafe dorsal dan median yang
mempersarafi banyak struktur dalam korteks dan sistem limbik. Proyeksi
ini secara luas memungkinkan sistem serotonergik untuk mengatur agresi,
mood, aktivitas makan, tidur, suhu, seksual, dan motorik. Oleh karena itu,
perubahan dalam fungsi sistem serotonergik pusat memiliki dampak klinis
yang terlihat pada perilaku.13
Tabel berikut ini menggambarkan peranan reseptor serotonin dalam BPSD.
Table 2. Peranan Subtipe Serotonin pada BPSD13
Reseptor
5-HT1
1A
Gejala
Agresi,
Perubahan pada AD
ansietas,
depresi,
perilaku seksual
1D, 1E, 1F Tidak diketahui
5-HT2
2A
Ansietas
frontal,
temporal,
hipokampus, amigdala
Tidak diketahui
frontal,
temporal,
cingulated,
2B
hipokampus, amigdala
Depresi, halusinasi, gangguan Tidak diketahui
2C
tidur
Ansietas,
5-HT3
5-HT4
belajar, psikosis
Ansietas, psikosis
Ansietas,
kognitif,
5-HT5,6,7
depresi,
Temuan
- cerebellum, korteks
Perilaku
-Agresi
pre/post
1-post
2-post
Kadar 3-methoxy-4-
frontal, hipotalamus
cerebellum
cerebellum
CSF MHPG
Agresi
Agresi
hydroxyphenylglyco
l (MHPG)
Jumlah sel di LC
: meningkat
: menurun
: tidak ada
degenerasi
/ degenerasi
/ degenerasi
Agresi
Depresi
Psikosis
perubahan
Peran Dopamin
Pada demensia Lewy-Body, metabolit dopamin secara bermakna menurun
pada pasien yang tidak berhalusinasi dalam hubungannya dengan kelainan
serotonergik (yakni, penurunan ikatan reseptor serotonergik 5-HT2 dan
penurunan metabolit 5-HT).13
Sistem dopaminergik telah terlibat dalam depresi, perilaku agitasi, dan
psikotik pada pasien yang tidak demensia, dan dengan demikian sistem ini
memiliki potensi secara langsung mempengaruhi BPSD. Penelitian post
mortem telah menunjukkan pada pasien AD terdapat gangguan dalam
sistem dopaminergik dibandingkan dengan subyek kontrol.13
Pasien AD dengan BPSD berat mungkin memiliki disfungsi metabolisme
dopamine striatal dibandingkan dengan mereka yang tidak BPSD. Ketika
dikombinasikan dengan temuan bahwa kolin asetiltranferase (CHAT)
menurun pada pasien berhalusinasi, hasil ini menunjukkan bahwa
ketidakseimbangan antara transmitter monoaminergik dan kolinergik
terlibat dalam halusinasi visual pada demensia Lewy Body. Perilaku
gelisah dan agresif mungkin terkait dengan preservasi relatif fungsi DA
agresi.8
Peran Asetilkolin
Cummings dan Back menunjukkan bahwa defisit kolinergik dapat
berkontribusi pada gejala seperti psikosis, agitasi, apati, disinhibisi, dan
perilaku motorik menyimpang.13
Defisit dalam sistem kolinergik terutama timbul pada basal otak depan dan
memproyeksikan ke korteks. Terdapat penurunan penanda kolinergik kolin
asetiltransferase (CHAT) dan asetilkolinesterase (ACHE) pada korteks,
khususnya korteks temporal kehilangan bermakna dalam nukleus basalis
Meynert dan pengurangan densitas reseptor muskarinik 2 (M2)
presinaptik. Peningkatan reseptor M2 muskarinik kolinergik telah
ditemukan pada korteks frontal dan temporal pada pasien AD dengan
gejala psikotik.9,13,15
AD
memiliki
kehilangan
glutamat
yang
cukup
berat.
meningkat.
Namun,
di
hipotalamus,
kadar
somatostatin,
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien dengan
BPSD. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada memori. Banyak
pasien mengalami distress akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan
lagi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya.
Reaksi emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat
dan terror katasforik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan
dirinya menghilang. Tingkat keberhasilan penatalaksanaan BPSD adalah dengan
mengikuti prinsip sebagai berikut, identifikasi apa gejala-gejala penyebab
perubahan, gambarkan tiap gejala secara detail, dan spesifikasi dari perilaku
yang paling menonjol dan konsekuensinya (membuat lebih baik atau lebih
buruk)
Terapi psikososial dalam hal ini untuk mengatasi gejala yang timbul pada BPSD
yaitu agitasi, agresif, dan kecemasan.
- Aktivitas dan Rekreasi
Hal-hal yang menyenangkan seperti rekreasi sangat bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas hidup, mood, dan perilaku penderita BPSD. Aktivitas
yang bisa kita berikan untuk penderita BPSD yaitu memberikan tugas harian,
hobi, dan berbagi kesenangan.
- Aromaterapi
- Musik
- Interaksi dengan seseorang
- Aktivitas psikis
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepin untuk insomnia dan kecemasan,
antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan
halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat
yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan
paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan.6
Nootropik (pyritinol, piracetam), Ca-antagonist (citikolin, pantoyl GABA,
cinnarizine, nimodipine), acetylcholinesterase inhibitors (tacrine, donepezil,
galantamine,
rivastigmin)
merupakan
obat
antidemensia.
Donezepil,
Alzheimer.
Obat-obat
tersebut
menurunkan
inaktivasi
dari
neurotransmisi
kolonergik.
Obat-obat
antidemensia
tersebut
sebenarnya tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat
terhadap BPSD.
Pengobatan untuk BPSD meliputi :
- Antipsikotik tipikal : haloperidol 0.25-0,5 mg atau 1-2 mg
- Antipsikotik atipikal
2.8 Prognosis
Quo ad vitam
: dubia
Quo ad functionam
: dubia
Quo ad sanationam
: dubia
Prognosis dari penyakit ini dubia karena pada penyakit demensia terjadi
penurunan fungsi secara progresif, makin lama akan makin berat sehingga
penderita hidup secara vegetatife saja.
KESIMPULAN
Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia adalah gejala gangguan
persepsi, isi pikIr, suasana hati atau perilaku yang sering terjadi pada pasien dengan
demensia. Etiologi BPSD masih belum jelas, ada beberapa faktor yang dapat
berkontribusi, seperti faktor genetik, aspek neurobiologi, aspek psikologis, dan aspek
sosial.
Gejala-gejala dari BPSD yaitu berupa gejala perilaku dan gejala psikologi.
Gejala perilaku seperti pasien lebih agresif, berteriak, gelisah, agitasi, keluyuran,
perilaku melanggar norma, hambatan seksual, pendendam, mengutuk. Sedangkan
gejala psikologisnya seperti cemas, depresi, halusinasi dan waham.
Terapi yang diberikan pada penderita BPSD yaitu berupa terapi psikososial
dan farmakoterapi. Terapi psikososial meliputi pemberian aktivitas dan rekreasi,
musik, interaksi dengan seseorang atau keluarga. Farmakoterapi meliputi pemberian
antipsikotik (tipikal, atipikal), antiansietas, antidepresan, mood stabilizer dan
beberapa obat anti demensia seperti nootropik, Ca-antagonist, asetilkolinesterase
inhibitor.
DAFTAR PUSTAKA