DISUSUN OLEH :
MARETA GUSTIA NINGSIH
0561050017
PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat
menyelesaikan penyusunan sari pustaka yang berjudul Diagnosis dan Tatalaksana
Sindrom koroner akut. Penulisan sari pustaka adalah merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk mengikuti ujian dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun keterbatasan referensi mengenai diagnosis dan
tatalaksana sindrom koroner akut. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan sari pustaka ini. Penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Frits R.W Suling,
SpJP(K) FIHA atas bimbingannya dan pihak-pihak yang membantu dalam
penyelesaian sari pustaka ini.
Akhir kata, semoga sari pustaka ini dapat berguna dan memberikan
pengetahuan bagi kita dalam menangani kasus sindrom koroner akut dengan tepat
apabila kita menemukan kasus ini dalam praktek klinis nantinya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..
TERAPI REPERFUSI .
KESIMPULAN ........ 13
DAFTAR PUSTAKA .. 14
ABSTRAK
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan
manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia
miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA)
yang disertai elevasi segmen ST.
Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga
(SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan
pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan
Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan
pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT
tahun 1992.
Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya PJK, mulai dari teknik
non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasif seperti
arteriografi koroner. Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan
ditemukannya ketinggian (elevasi) segmen ST dan adanya gelombang Q patologis. 1-6
Kata kunci : sindrom koroner akut, penyakit jantung koroner
DEFINISI
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kumpulan gejala dan tanda iskemia
miokard yang terdiri dari angina tak stabil, infark miokard tanpa elevasi SI dan infark
miokard dengan elevasi ST. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat
jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat
iskemia miokardium.
ANAMNESIS
Tingkat dimana arteri koroner tersumbat biasanya berkorelasi dengan gejala
yang timbul dan variasi dalam marker jantung serta temuan elektrokardiografi. Angina,
atau nyeri dada, terus dianggap sebagai gejala klasik SKA. Pada angina tidak stabil,
nyeri dada biasanya terjadi baik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan hasilnya
adalah terbatasnya kegiatan. Nyeri dada yang berhubungan dengan NSTEMI biasanya
durasinya lebih panjang dan rasa nyeri dada lebih parah dibandingkan dengan angina
tidak stabil. Dalam kedua kondisi, frekuensi dan intensitas nyeri dapat meningkat jika
tidak diselesaikan dengan istirahat, nitrogliserin, dan dapat bertahan lebih lama dari 15
menit. Nyeri bisa terjadi dengan atau tanpa radiasi ke leher, lengan, punggung, atau
daerah epigastrium. Selain angina, pasien dengan SKA juga hadir dengan sesak napas,
diaforesis, mual, dan kepala yang terasa ringan. Perubahan tanda vital, seperti
takikardi, tachypnea, hipertensi, atau hipotensi, dan penurunan saturasi oksigen (SaO2)
atau kelainan irama jantung dapat juga terjadi.
Gejala SKA atipikal
Banyak wanita hadir dengan gejala atipikal, sehingga diagnosis dan pengobatan
tertunda. Pada wanita lebih sering mengalami sesak napas, kelelahan, kelesuan,
gangguan pencernaan, dan kecemasan sebelum infark miokard akut dan mungkin tidak
ada gejala-gejala penyakit jantung. Ini juga penting bagi dokter untuk menyadari
bahwa wanita cenderung mengalami rasa sakit di punggung daripada substernally atau
di sisi kiri dada dan tidak mencirikan sebagai rasa sakit, namun mungkin laporan mati
rasa, kesemutan, membakar, atau sensasi menusuk, dalam kenyataannya, penelitian
terakhir menemukan bahwa, bila dibandingkan dengan laki-laki, wanita yang
didiagnosis dengan SKA lebih sering dilaporkan gangguan pencernaan, jantung
berdebar, mual, mati rasa di tangan, dan kelelahan atipikal dari nyeri dada.
6
Silent Iskemia
Iskemia dapat juga terjadi tanpa tanda-tanda dan gejala-gejala yang jelas.
Framingham Heart Study menemukan bahwa 50% pasein yang didiagnosa infark
miokard mengalami silent iskemia dan tidak terdapat sama sekali gejala-gejala klasik
SKA. Pada populasi saat ini lebih banyak yang mengalami silent iskemia termasuk
pasien dengan diabetes mellitus, wanita, lansia, dan pasien dengan riwayat gagal
jantung.2
Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan
angina yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat
atau lebih lama, mungkin itmbul pada waktu istirahat atau timbul karena aktifitas yang
minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadangkadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang
khas.3
Skor Risiko TIMI
Skor risiko merupakan suatu metoda sederhana untuk stratifikasi resiko, dan
angka faktor resiko. Insiden outcome yang buruk (kematian, re-infark miokard, atau
iskemia berat rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan skor resiko 0-1, sampai
41% dengan skor resiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada
penelitian TIMI 11B dan telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu
registry. Dengan meningkatnya skor resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar
secara progresif pada terapi dengan LWMH versus UPH, dengan Platelet GP IIb/IIIa
receptor blocker tirofiban versus placebo, dan strategi invasif versus konservatif.4
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiografi (EKG)5
AHA dan ACC merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan EKG 12 lead
pada pasien dengan SKA dan segera diinterpretasikan oleh dokter dalam waktu 10
menit setelah kedatangan. Dalam EKG akan dapat dibedakan antara iskemi, injury atau
infark miokard; lokasi yang terkena; dan menemukan kelainan yang berkaitan dengan
konduksi jantung. Dengan EKG dapat ditemukan gambaran angina tak stabil, atau
infark miokard akut tanpa ST elevasi ataupun dengan ST elevasi, depresi segmen ST
dan gelombang T terbalik. ST depresi akan kembali menjadi normal setelah nyeri dada
7
atau iskemi hilang, meskipun inversi gelombang T dapat menetap. Dokter juga harus
mengecek kembali temuan EKG dan diseuaikan dengan kadar biomarker jantung untuk
mebedakan angina tak stabil dengan infark miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI).
Elevasi ST pada EKG 12 lead ditemukan pada 2 lead yang berurutan merupakan
diagnosis untuk infark miokard dengan ST elevasi (STEMI). Pada STEMI, dapat
ditemukan inversi gelombang T. perubahan ini dapat menghilang beberapa jam setelah
serangan infark miokard. Adanya gelombang Q abnormal pada EKG pada infark
miokard merupakan hasil dari perubahan konduktivitas listrik pada sel-sel miokard
yang infark. Sekali terdapat gelombang Q abnormal maka akan bertahan secara
permanen pada EKG. Gelombang Q abnormal tidak selalu mengindikasikan serangna
infark miokard akut, namun dapat juga mengindikasinkan adanya infark miokard lama.
EKG adalah tes yang paling penting untuk diagnostik angina. Ini mungkin
menunjukkan perubahan selama gejala dan sebagai respon terhadap pengobatan, yang
akan mengkonfirmasi gejala mendasar pada gejala. Ini juga mungkin menunjukkan
sudah ada penyakit jantung struktural sebelumnya atau iskemik (hipertrofi ventrikel
kiri, gelombang Q). Sebuah EKG yang normal atau yang tetap tidak berubah dari
baseline tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa nyeri dada yang berasal dari
iskemik. Perubahan yang dapat dilihat selama episode anginal meliputi:
-
fenotiazin.
Depresi mungkin ST junctional, downsloping, atau horizontal.
Diagnostik sensitivitas dapat ditingkatkan dengan melakukan mengarah tepatsisi (V4 R), memimpin posterior (V8, V9), dan rekaman serial.
a.
Seorang pria 50 tahun dengan DM tipe 1 dan hipertensi, mengalami 1 jam nyeri
dada midsternal yang dimulai setelah makan makanan besar. Nyeri kini hadir
tetapi minim. Aspirin adalah obat tunggal yang akan memiliki dampak potensial
terbesar pada morbiditas berikutnya. Gejala sedang berlangsung dan perubahan
EKG, nitrat dititrasi untuk pengurangan 10% pada tekanan darah dan gejala beta
blocker, dan heparin semua ditunjukkan. Jika pasien gejala menetap, penambahan
glikoprotein IIb / IIIa inhibitor harus dipertimbangkan.
b.
Seorang wanita 62 tahun dengan riwayat angina stabil kronis dan kelainan katup
menyajikan dengan nyeri dada yang baru. Dia merupakan gejala pada saat
kedatangan, mengeluh sesak nafas dan dada sesak prekordial. Tanda-tanda awal
nya vital tekanan darah 140/90 mm Hg dan denyut jantung adalah 98. EKG nya
9
Untuk deteksi dini nekrosis miokard, sensitivitas troponin lebih unggul dari
creatine kinase MB (CK-MB). Troponin I terdeteksi dalam serum 3-6 jam
b. Troponin T memiliki kinetika perilisan mirip dengan troponin I, dan kadarnya tetap
tinggi selama 14 hari. Hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien dengan gagal
ginjal. Peningkatan troponin T yang ringan juga mengidentifikasi pasien beresiko
untuk serangan jantung berikutnya.
c. Peningkatan kadar troponin juga mungkin merujuk ke cedera miokard ringan karena
penyebab lainnya. Zellweger dkk dijelaskan 4 pasien dengan tingkat troponin
meningkat setelah takikardia supraventricular tanpa bukti penyakit arteri koroner
dan skor risiko yang sangat rendah untuk ACS.
d. CK-MB tingkat mulai meningkat dalam waktu 4 jam setelah MI, puncak pada 18-24
jam, dan mereda selama 3-4 hari. Tingkat dalam kisaran referensi tidak
mengecualikan nekrosis miokard.
-
Batas atas normal untuk CK-MB adalah 3-6% dari total CK. Tingkat normal di
UGD tidak mengecualikan kemungkinan MI. Kadang-kadang, suatu infark
sangat kecil tidak terlihat perubahan CK-MB, karena itu, tingkat troponin
harus diukur untuk pasien yang diduga memiliki MI dengan hasil negatif dari
sementara dari ACS dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Pasien
dengan MI, baru-baru ini juga diidentifikasi dengan kurva penurunan CK-MB.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak
stabil secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya
insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan
prognosis kurang baik. Elektrokardiografi stres juga dapat membantu menegakkan
adanya iskemia miokardium.
PENATALAKSANAAN
TERAPI INISIAL6
Terapi awal untuk pasien dengan angina antara lain aspirin, oksigen,
nitrogliserin dan morfin sulfat. Biasanya disingkat dengan MONA yaitu singkatan dari
morfin, oksigen, nitrogliserin, aspirin (meskipun tidak sesuai dengan urutan yang
sebenarnya).
Pasien dapat diberikan aspirin dengan dosis 162-325 mg per oral (dapat digerus
atau dikunyah) secepat mungkin setelah serangan timbul, kecuali ada kontraindikasi.
Aspirin menghambat agregasi trombosit dan vasokonstriksi dengan menghambat
produksi tromboksan A2. Aspirin dikontraindikasikan pada pasien dengan ulkus
peptikm, kelainan perdarahan, dan alergi terhadap penisilin.
Oksigen diberikan melalui kanul nasal dengan kecepatan 2-4 L/menit untuk
menjaga SaO2 lebih dari 90%. Perhatikan tanda-tanda hipoksemia, seperti konfusi,
agitasi, restlessness, pucat, dan perubahan pada temperatur kulit. Dengan
meningkatnya jumlah oksigen yang dialirkan ke miokard, penambahan oksigen akan
mengurangi nyeri yang berhubungan dnegan iskemik miokard.
Nitrogliserin tablet (0,3-0,4 mg) harus diberikan sublingual setiap lima menit,
hingga tiga kali pemberian. Nitrogliserin menyebabkan dilatasi arteri dan vena, yang
akan menurunkan baik preload dan afterload dan menurunkan kebutuhan oksigen
jantung. Tersedia dalam bentuk tablet atau spray atau juga dapat diberikan secara
intravena. Karena nitrogliserin dapat menyebabkan hipotensi, pasien sebaiknya berada
di tempat tidur atau diposisikan duduk sebelum pemberian obat. Jika setelah pemebrian
sebanyak tiga kali rasa nyeri tidak menghilang atau berkurang dapat diberikan
11
nitrogliserin intravena dimulai dengan dosis 10-20 mcg per menit dan perlahan-lahan
dititrasi 10 mcg setiap 3-5 menit hingga rasa nyerinya berkurang atau pasien menjadi
hipotensi.
Dosis
maksimum
adalah
200
mcg
per
menit.
Nitrogliserin
pasien yang akan menjalani operasi bypass arteri koroner dalam waktu 5 hingga 7 hati
ke depan karena menignkatkan resiko perdarahan.
Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa merupakan anti platelet yang digunakan untuk
angina tak stabil dan NSTEMI yang dijadwalkan akan dilakukan tindakan diagnostik
invasif. Pilihan untuk terapi antikoagulan pada pasien dengan angina tak stabil atau
NSTEMI antara lain enoxaparin (Lovenox), unfractionated heparin, bivalirudin
(Angiomax) dan fondaparinux (Arixtra). Enoxaparin dan unfractionated heparin sangat
direkomendasikan pada pasien yang memilih panegobatan konservatif, namun
fondaparinux dipilih unutk mereka yang memiliki reiko tinggi perdarahan.
TERAPI REPERFUSI
STRATIFIKASI RISIKO7
Delapan puluh persen pasien dengan angina tak stabil dapat distabilkan dalam
48 jam setelah diberi terapi medikamentosa secara agresif. Pasien-pasien ini kemudian
membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dengan tread-mill test atau ekokardiografi
untuk menentukan apakah pasien cukup dengan terapi medikamentosa atau pasien
membutuhkan pemeriksaan angiografi dan selanjutnya tindakan revaskularisasi.
Pasein yang termasuk resiko rendah antara lain pasien yang tidak mempunyai
angina sebelumya, dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya memakai obat
anti angina dan ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya; enzim jantung
tidak meningkat termasuk troponin dan biasanya usia masih muda. Resiko sedang bila
ada angina yang baru dan makin berat, didapatkan angina pada waktu istirahat, tak ada
perubahan segmen ST, dan enzim jantung tidak meningkat. Risiko tinggi bila pasien
mempunyai angina waktu istirahat, angina berlangsung lama atau angina pasca infark;
sebelumnya sudah mendapat terapi yang intensif, usia lanjut, didapatkan perubahan
segmen ST yang baru, didapatkan kenaikan troponin, dana da keadaan hemodinamik
yang tidak stabil.
Bila manifestasi iskemia datang kembali secraa spontan atau pada waktu pemeriksaan,
maka pasien sebaiknya dilakukan angiografi. Bila pasien tetap stabil dan termasuk
risiko rendah maa terapi medikamentosa sudah cukup. Hanya pasien dengan risiko
tinggi yang membutuhkan tindakan invasif segera, dengan kemungkinan tindakan
revaskularisasi.
13
14
KESIMPULAN
16
dengan elevasi ST dan infark miokard akut tanpa elevasi ST merupakan bagian dari
sindrom koroner akut (acute coronary syndrome = ACS) Sindrom koroner akut (SKA)
merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada
atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA ditetapkan sebagai
manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan
manifestasi utama proses aterosklerosis.
Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya PJK, mulai dari teknik
non invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasif seperti
arteriografi koroner. Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan
ditemukannya ketinggian (elevasi) segmen ST dan adanya gelombang Q patologis.
Namun demikian, ketinggian (elevasi) segmen ST dapat juga ditemukan di perikarditis,
repolarisasi cepat yang normal, dan aneurisma ventrikel kiri. Pemeriksaan biomarker
jantung juga penting untuk menegakkan diagnosis sindrom koroner akut. Dengan
ditegakkannya diagnosis secara tepat dan cepat, maka dapat dilakukan pentalaksanaan
yang tepat pula sehingga progosisnya akan baik.
DAFTAR PUSTAKA
17
18