TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan diuraikan teori tentang konsep peran perawat, konsep
pengetahuan, konsep sikap, konsep oral hygiene dan konsep dasar stroke.
2.1
Peran Perawat
Peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat
2.1.2
Pendidik (Educator)
Sebagai pendidik (health educator), perawat berperan mendidik individu,
Konselor (Counselor)
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi
klien terhadap keadaan sehat sakitnya. Adanya perubahan pola interaksi ini
merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan
aplikasinya.
Konseling
diberikan
kepada
individu,
keluarga
dalam
Manajer (Manager)
Dalam hal ini perawat mempunyai mempunyai peran dan tanggung jawab
Peneliti (Researcher)
Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu dalam ilmu
Kolaborator (Collaborator)
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga dan tim kesehatan berupaya
dalam berhubungan dengan klien dan cara pemberian keperawatan kepada klien
(Gaffar, 1995).
2.2
Pengetahuan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminto
bahwa dalam diri seseorang sebelum menerima suatu obyek terjadi proses yang
berurutan yaitu :
2.
3.
4.
5.
Trial, subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
6.
seperti di atas yang didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut akan
bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku tersebut tidak didasari pengetahuan
maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama. (Notoatmodjo, 1993).
2.2.1
Tingkatan Pengetahuan
Selanjutnya menurut Notoatmodjo (1995), pengetahuan mempunyai 6
tingkatan, yaitu :
1. Tahu
Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
2. Comprehension
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap
objek yang dipelajari.
3. Aplikasi
Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip dalam konteks atau situasi lain. Misalnya dapat menggunakan prinsipprinsip sekitar pemecahan masalah didalam pemecahan masalah kesehatan
dari kasus yang diberikan.
4. Analisis
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam
komponene-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintesis
13. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup
(Notoatmodjo, 1993). Pendidikan mempengaruhi proses belajar, menurut
Mantra (1994), makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun
dari media masa, semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
14. Pengalaman
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional serta pengalaman belajar selama
bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
bertolak dari masalah nyata dalam bidang keperawatan (Jones dan Beck,
1996).
15. Umur
Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup.
a. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai
dan
semakin
banyak
hal
yang
dikerjakan
sehingga
menambah
pengetahuannya.
b. Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua
karena mengalami kemunduran baik fisik dan mental. Dapat diperkiran
bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya
pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan
pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang
akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (Malcom
dan Steve, 1995).
2.3
Sikap
Sikap (attitude) selalu berkenaan dengan obyek tertentu yang dapat
2.3.1
16. Kepercayaan (keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek). Kehidupan
emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek.
17. Kecenderungan untuk bertindak.
18. Pengetahuan berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting.
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang penting
dalam pembentukan sikap utuh. (Notoatmodjo, 1997).
2.3.2
Tingkatan Sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai domain, yaitu :
19. Menerima (receiving), yaitu bahwa orang atau obyek mau dari memperhatikan
stimulus yang diberikan.
20. Merespon
(responding),
yaitu
memberikan
jawaban
apabila
ditanya
Struktur Sikap
Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu
2.3.4
Pembentukan Sikap
Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah
pengalaman pribadi, kebudayaan orang lain yang dianggap penting, media massa,
institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam
diri individu (Azwar, 1995). Berikut ini akan diuraikan peranan masing-masing
faktor-faktor tersebut dalam ikut membentuk sikap manusia.
26. Pengalaman pribadi
Apa yang telah dan sedang kita alami ikut membentuk dan mempengaruhi
penghayatan kita terhadap stimulus. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar
terbentuknya sikap, untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan
seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek
psikoligis. Apakah penghayatan itu kemudian akan membetuk sikap positif
atau negatif tergantung dari berbagai faktor.
7.
8.
Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana seseorang hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh
besar terhadap pembentukan sikap seseorang. Seseorang mempunyai pola
Media massa
Sebagai sarana komunikasi berbagai bentuk media massa mempunyai
pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
menyampaikan informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa
pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan berpikir kognitif
baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Apabila cukup kuat, akan
memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal, sehingga terbentuklah arah
sikap tertentu.
10.
11.
sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula
merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih lama.
2.4
terhadap
infeksi.
Mekanisme
proteksinya
tergantung
pada
deskuamasinya sehingga bakteri sulit melekat pada sel epitel dan derajat
keratinisasinya yang sangat efisien menahan penetrasi mikrobial. (Lehner,
1992, dikutip dari Roeslan, 2002)
28. Nodus Limfatik
Jaringan lunak rongga mulut berhubungan dengan nodus limfatik ekstra oral
dan agregasi limfoid intra oral. Kapiler limfatik yang terdapat pada permukaan
mukosa lidah, dasar mulut, palatum, pipi dan bibir, mirip yang berasal dari
ginggiva dan pulpa gigi. Kapiler ini bersatu membentuk pembuluh limfatik
besar dan bergabung dengan pembuluh lmfatik yangberasal dari bagian dalam
otot lidah dan struktur lainnya. Di dalam rongga mulut terdapat tonsil palatel,
lingual dan faringeal yang banyak mengandung sel B dan sel T. (Lehner,
1992, dikutip dari Roeslan, 2002).
12.
Saliva
Sakresi saliva merupakan perlindungan alamiah karena fungsinya memelihara
jaringan keras dan lunak rongga mulut agar tetap dalam keadaan fisiologis.
Saliva yang disekresikan oleh kalenjar parotis, submandibularis dan beberapa
kelenjar saliva kecil yang tersebar dibawah mukosa, berperan dalam
membersihkan rongga mulut
bertindak sebagai pelumas pada saat mengunyah dan berbicara (Lehner, 1992,
dikutip dari Roeslan, 2002).
13.
Celah Ginggiva
Epitel jangsional dapat dilewati oleh komponen seluler dan humoral dari
daerah dalam bentuk cairan celah ginggiva (CCG). Aliran CCG merupakan
proses fisiologik atau meriapakan espon terhadap inflamasi (Lehner, 1992,
dikutip dari Roeslam, 2002).
Oral hygiene merupakan tindakan untuk membersihkan dan menyegarkan
mulut, gigi dan gusi (Clark, 1993). Menurut Taylor et al (1997), oral hygiene
adalah tindakan yang ditujukan untuk : (1) menjaga kontiunitas bibir, lidah dan
mukosa membran mulut, (2) mencegah terjadinya infeksi rongga mulut dan (3)
melembabkan mukosa membran mulut dan bibir. Sedangkan menurut Clark
(1993), oral hygiene bertujuan untuk : (1) mencegah penyakit gigi dan mulut, (2)
mencegah penyakit yang penularannya melalui mulut, (3) mempertinggi daya
tahan tubuh, dan (4) memperbaiki fungsi mulut untuk meningkatkan nafsu makan.
Pada
penderita
yang
tidak
berdaya
perawat
tidak
boleh
lupa
sebagai berikut :
29. Persiapan alat :
a. Kom
b. Kapas lidi
c. Bengkok
d. NaCl 0,9 % atau larutan antiseptik
e. Handschoon
f. Deppres
g. Borax glyserin
14.
Persiapan penderita
Pelaksanaan
a. Perawat cuci tangan
b. Dekatkan alat-alat ke tempat penderita
c. Posisikan kepala miring kanan/kiri
d. Pakai sarung tangan
e. Tuang NaCl 0,9 % pada kom/mangkuk
f. Celup kapas lidi pada cairan NaCl 0,9 %
g. Gunakan kapas lidi untuk membersihkan gigi tiap bagian gigi dalam dan
luar masing-masing 4 5 kali.
h. Bersihkan bagian dalam pipi (check pouches).
i. Lakukan massase gusi dengan kapas lidi
j. Oleskan borak glyserin / pelembab bibir lainnya
k. Rapikan penderita
l. Perawat cuci tangan
m. Lakukan dokumentasi.
Catatan :
a. Apabila penderita menggunakan gigi palsu dilepas dahulu
b. Apabila ada penumpukkan sekret dilakukan suctioning terlebih dahulu.
Pengobatan
Pengkajian Oral
Ketergantungan
Mukosa membran
Hidrasi
Independent
intake, sehat
*
1
1
1
Makan melalui
- Gigi palsu
Memerlukan
Terapi obat
mulut
- Ada krusta/sordes
bantuan
2
2
2
2
- Caries gigi
Terapi oksigen
Dehidrasi
Total dependent
- Penyakit gusi
(Dikutip dari Jenifer E. Clark, (1993), Clinical Nursing Manual, Prentice Hall Inc
Ltd, Trownbridge).
2.5
2.5.1
Status Hidrasi
berbagai penyebab (Taylor et al, 1997). Menurut Lynch (1992), mukosa mulut
merupakan bagian yang tipis sehingga mudah sekali terkena gigi geligi maupun
makanan serta mengalami infeksi sekunder oleh flora mulut.
Bentuk infeksi rongga mulut dapat berupa stomatitis, gingivitis, glositis,
cheilosis dikemukakan oleh Taylor et al (1997), stomatitis diartikan sebagai
inflamasi pada mukosa rongga mulut. Glositis adalah inflamasi pada lidah. Wolf
(1984), menyebutkan bahwa gingivitis adalah radang pada gusi sedangkan
cheilosis menurut Taylor et al (1997), berarti terjadinya ulserasi pada bibir (pecahpecah kemerahan pada sudut bibir).
2.5.2
Penyebab
Rongga mulut dihuni oleh berbagai jenis mikroorganisme yang
Virus
Banyak virus yang dapat menimbulkan penyakit oral dan perioral. Berjenisjenis virus, seperti kelompok herpes menimbulkan erosi atau ulserasi. Tetapi
jenis lainnya seperti virus papilloma dapat menimbulkan pertumbuhan mukosa
yang berlebihan. Riset-riset mutakhir ditujukan untuk mengetahui peranan
virus dalam menimbulkan berbagai penyakit, termasuk Lichen planus dan
karsinoma sel skuamosa. Paramikovirus dan virus Epstein-Barr telah
dinyatakan terlibat dalam terjadinya kelainan kelenjar saliva. (Lewis dan
Lamey, 1998).
17.
Trauma Mekanis
Kerusakan fisik pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh permukaan yang
tajam atau tepi-tepi protesa, peralatan ortodonik, kebiasaan menggigit pipi
atau gigi yang fraktur. Ulserasi oral juga dapat timbul karena tergigit sewaktu
kejang. (Lewis dan Lamey, 1998).
18.
Iritasi
Iritasi kimiawi pada mukosa dapat menimbulkan ulserasi. Penyebab umum
dari ulserasi jenis ini adalah tablet aspirin atau krim sakit gigi yang diletakkan
pada gigi-gigi yang sakit atau dibawah protesa (Lewis dan Lamey, 1998).
19.
Definisi Nutrisi
Sudah lama diketahui bahwa gejala-gejala oral merupakan indikasi awal
adanya kelainan haematologis atau defisiensi nutrisi yang mendasarinya.
Kekurangan atau defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat dapat
mengakibatkan terjadinya penipisan mukosa mulut, sehingga pasien rentan
terhadap stomatitis aptosa rekuren. (Lewis dan Lamey, 1998).
20.
Infeksi Sistemik
Kondisi-kondisi menular seperti tuberkulosis, gonorea, sifilis serta infeksi
HIV dapat menimbulkan pengaruh pada mukosa mulut. (Lewis dan Lamey,
1998).
Selain 6 penyebab diatas Lewis dan Lamey (1998), menyebutkan bahwa
Namun secara umum Lewis dan Lamey (1998), menyebutkan gejala infeksi
rongga mulut berupa :
1. Adanya ulkus baik tunggal maupun multiple.
Ahmad Ramali dan Pamoentjak (1992), menyebutkan bahwa ulkus merupakan
luka terbuka pada permukaan kulit dan selaput lendir. Ulserasi traumatik
memberi gambaran khas berupa ulkus tunggal yang tidak teratur. Lesi intra
oral terbentuk pada permukaan dorsal lidah atau ditempat lain pada infeksi
karena bakteri. Infeksi karena jamur ditunjukkan dengan adanya plak yang
tidak melekat dan mudah terkelupas memperlihatkan mukosa eritematos
dibawahnya. (Lewis dan Lamey, 1998).
Panas merupakan suatu reaksi peradangan pada permukaan badan yang dalam
keadaan normal lebih dingin dari 37 C. Daerah peradangan pada kulit
menjadi lebih panas dari sekelilingnya karena lebih banyak darah yang
disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena daripada yang
disalurkan ke daerah yang normal. (Price dan Wilson, 1993).
4. Limfadenopati
Merupakan penyumbatan atau bendungan pada kelenjar limfe (Ahmad Ramali
dan Pamoentjak, 1992). Sedangkan Wolf (1982), menyebutkan bahwa
limfadenopati menggambarkan setiap kelainan kelenjar limfe, tidak saja
menyatakan limfadenitis tetapi pada setiap pembesaran kelenjar limfe dan
kebanyakan reaksi-reaksi kelenjar disertai dengan pembengkakan. Bila suatu
daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran
limfe daerah itu.
5. Halitosis
Nafas yang berbau busuk, dapat bersal dari faring, sampai saluran nafas
bawah. Biasanya disebabkan oleh karies gigi atau penyakit gusi dan hygiene
yang buruk. Bau amis dan apek pada penyakit hati yang berat, bau metalik
pada uremia dan bau busuk pada abses paru (Burnside dan McGlynn, 1993).
2.6
2.6.1
penurunan aliran darah serebral yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis
pembuluh
darah
karena
embolisme,
trombosis,
atau
hemorragi
yang
Jenis stroke
Menurut Chandra (1994), stroke dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan motorik otak (Hudak dan
Gallo, 1994), sehingga penderita dapat mengalami hypotonia dan tidak mampu
melawan gaya gravitasi sehingga ekstremitas cenderung jatuh kesisi (Donna dan
Marylin, 1991). Selain itu penderita dapat mengalami gangguan kontrol volunter
terhadap gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri (Hudak dan Gallo,
1994).
Gerakan volunter terjadi akibat dari hubungan sinapsis dari kedua
kelompok neuron yang besar. Sela saraf pada kelompok pertama muncul pada
bagian posterior lobus frontalis yang disebut Girrus presentral atau Strip
Motorik. Akson dari neuron motorik atas ini berakhir pada batang otak atau
ujung anterior kornu abu-abu pada berbagai tingkat medulla spinalis. Disini kedua
bagian saraf ini bersinapsis dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah.
Masing-masing neuron dari kelompk neuron ini mentransmisikan informasi
tertentu pada gerakan, sehingga penderita akan menujukkan gejala khusus jika
salah satu neuron ini cidera (Hudak dan Gallo, 1994).
Kerusakan pada neuron motorik atas mengakibatkan kehilangan kontrol
terhadap gerakan volunter dan kehilangan inhibisi neuron motorik bawah.
Sedangkan kerusakan neuron motorik bawah mengakibatkan kehilangan gerakan
otot volunter (Hudak dan Gallo, 1004), menimbulkan terjadinya gangguan
mobilitas fisik yang mengakibatkan penderita mengalami gangguan diri
(Carpenito, 2000). Intervensi keperawatan harus berdasarkan pengkajian fungsi
morotik pasien dan dampak pada pola hidup (Hudak dan Gallo, 1994).
Penderita mengalami gangguan pemenuhan perawatan diri yang meliputi
(1)
ketidakmampuan
membawa
makanan
dari
piring
ke
mulut,
(2)