Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Domain Belajar dan Komunikasi dalam Proses


Pembelajaran Klien

Kelompok 2

1. Sarah Zakia Putri (22200035)


2. Helen Arina Putri (22200003)
3. Tiara (22200041)
4. Dhiyaul Aulia Ariq (22200019)

Dosen Pengampu:

Ns.Rista Nora S.Kep,M.Kep

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARA
T 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-
Nya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas
“Domain Belajar dan Komunikasi Dalam Proses Pembelajaran Klien” suatu hal yang penting untuk
dipelajari mahasiswa keperawatan agar memperoleh pengetahuan mengenai promosi kesehatan
khususnya mengenai aspek pendidikan klien.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman sekaligus untuk memenuhi
tugas mata kuliah promosi kesehatan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada dosen
pembimbing Ns.Rista Nora, S.Kep, M.Kep. yang telah memberikan bimbingan, arahan, koreksi, dan
dan saran dalam mendalami materi mata kuliah promosi kesehatan serta pihak-pihak lain yang telah
membantu penyelesaian makalah ini.

Bukittinggi, 11 April 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……..…………………………….......2
DAFTAR ISI ……………….…………………………...…..3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………..……………..…………...……4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Domain Belajar dan Klien Sebagai Peserta Didik.........................................5
1. Domain Belajar...........................................................................................5
a. Domain Kognitif……………………………..5
b. Domain Afektif……………………………...8
c. Domain Psikomotorik……………………….11
2. Klien Sebagai Peserta Didik………………………15
BAB III PENUTUP
Kesimpulan………………………………………...……19
Saran…………………………………………………….21
Daftar Pustaka…………………………………………...21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pendidikan kesehatan yang dikenal dengan promosi kesehatan adalah suatu pendekatan
untuk meningkatkan kemauan (willingness) dan kemampuan (ability) masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Tujuan promosi kesehatan bukan sekedar
menyampaikan pesan pesan atau informasi-informasi kesehatan agar masyarakat mengetahui
dan berperilaku hidup sehat, tetapi juga bagaimana mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Notoatdmodjo, 2010). Pendidikan kesehatan juga merupakan usaha atau kegiatan
untuk membantu individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan atau
perilaku untuk mencapai kesehatan secara optimal. Berdasarkan beberapa pengertian di atas
dapat disimpilkan bahwa pendidikan kesehatan adalah suatu upaya pembelajaran yang bertujuan
untuk merubah perilaku orang lain sebagai upaya meningkatkan status kesehatan.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Domain belajar
b. Macam-macam domain belajar
c. Tingakatan domain efektif

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui komunikasi dalam promosi kesehatan dan untuk mengetahui pentingnya
komunikasi dalam promosi kesehatan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Domain Belajar dan Klien sebagai Peserta Didik

1. Domain Belajar

Domain belajar adalah ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan


pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Pembelajaran dapat
dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau dimensi pembelajaran pada
umumnya terdiri atas dimensi kognitif, dimensi afektif, dan dimensi psikomotor (Eldemen &
Mandle, 2006: Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Masing-masing domain pun terdiri
atas tingkatan berbeda yang bergantung pada tingkat kemampuan yang dapat ditampilkan.
Tingkatan pembelajaran dari masing-masing domain ini diperkenalkan oleh Bloom pada
tahun 1956 yang dikenal dengan Bloom’s taxonomy (Eldemen & Mandle, 2006).

a. Domain Kognitif

Domain kognitif merupakan domain belajar yang berkaitan dengan pemikiran


rasional yang terkait fakta-fakta dan konsep-konsep. Domain kognitif merujuk kepada
pengetahuan dan bergerak dari konsep yang sederhana menuju konsep yang kompleks
(Rankin & Stallings, 2001). Domain kognitif inilah yang biasa digunakan untuk
mengukur kemampuan intelektual pembelajar karena domain kognitif juga mencakup
kemampuan mengingat kembali materi pembelajaran yang telah diberikan .
Pengetahuan atau kognitif ini merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan atau perilaku seseorang. Contoh dari dimensi kognitif ialah
kemampuan memahami anatomi dan fisiologi tubuh manusia.

Bloom membagi domain kognitif menjadi enam subkategori yaitu pengetahuan,


pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Eldemen & Mandle,
tingkatan dalam proses pembelajaran yang dicapai tergantung pada bagaimana
tingkatan tersebut diantisipasi untuk konten yang akan digunakan. Berikut ini adalah
tingkatan dari domain kognitif :

1. Mengetahui (Know)

Mengetahui meliputi kemampuan untuk mengenali, memperoleh, dan mengingat


kembali peristilahan, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metedologi, prinsip dasar, dll

5
terkait hal yang baru diketahuinya. Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat
menjawab dan melaksanakan pertanyaan atau kegiatan yang menggunakan kata kerja
seperti mengidentifikasi, menentukan, merangkai, memasangkan dan seterusnya
(Rankin & Stallings, 2001). Seseorang dikatakan telah mencapai tingkat ini apabila ia
dapat mendefinisikan, menyebutkan, menguraikan, dan menyatakan. Contohnya,
seseorang dapat menyebutkan tanda-tanda bahaya merokok.

2. Memahami (Comprehend)

Memahami meliputi kemampuan untuk menangkap arti atau makna dari sesuatu
hal yang telah dipelajari. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada
dalam tahap ini seperti klien mampu menjelaskan secara spesifik bagaimana obat baru
akan meningkatkan kondisi fisik seseorang yang mengonsumsinya.

3. Aplikasi (Application)

Pada tingkat ini, seseorang sudah mampu untuk menerapkan kaidah atau teori
yang telah dipelajarinya untuk menyelesaikan masalah yang ada di kehidupan nyata.
Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat menjawab dan melaksanakan
pertanyaan (Rankin & Stallings, 2001). Contohnya, seseorang klien dapat menerapkan
cara mencuci tangan yang benar.

4. Analisis (Analysis)

Dalam tingkat ini, seseorang sudah mampu menjabarkan suatu materi atau objek
yang kompleks ke bagian yang lebih sederhana. Tahap analisis memungkinkan
seseorang untuk membedakan informasi yang penting dari informasi yang tidak
penting. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini
adalah klien mampu membedakan antara mitos atau fakta mengenai pola hidup yang
baik dan klien mampu membedakan efek samping yang mungkin sering terjadi dari
suatu obat.

5. Sintesis (Synthesis)

Pada tingkat sintesis seseorang mampu mengumpulkan beberapa komponen yang


sejenis untuk membentuk suatu pola pemikiran baru yang utuh. Tahap sintesis ini
ditandai dengan kemampuan untuk mennyatukan ide-ide menjadi solusi atas masalah,
merancang rencana tindakannya dan merumuskan suatu hal yang baru. Contoh hal

6
yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien
mengalami efek samping dari suatu obat dan mampu mengambil langkah-langkah
pencegahan yang tepat.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai suatu objek dengan membuat pendapat
mandiri berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Tingkatan evaluasi ini dapat
ditandai dengan kemampuan menilai sesuatu berdasarkan nilai, logika dan fungsinya
sesuai dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya. Contoh hal yang
membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien menyadari
kebutuhan akan informasi tentang kesehatan.

b. Domain afektif
Domain afektif merupakan ranah yang mempelajari hal yang mengenai pembelajar
itu sendiri. Hal yang dipelajari ialah seperti mengenai ekspresi perasaan, emosi, nilai, dan
kepercayaan spiritual. Semua hal yang dipelajari tersebut akan mendorong berubahnya
sikap perilaku pembelajar dalam mengambil sebuah keputusan (Eldemen & Mandle,
2006).
Menurut Eldemen dan Mandle (2006) setiap domain belajar memiliki tingkatan
tersendiri. Tingkatan domain afektif dimulai dari yang terendah yaitu penerimaan hingga
yang terkompleks yaitu karakteristik. Tingkatan domain afektif diantaranya ialah:

a) Penerimaan (Receiving)
Penerimaan merupakan tingkat yang paling awal dan dapat dikatakan
rendah karena tingkat ini merupakan tingkat pertama yang harus dilalui saat
proses belajar berlangsung. Pada tingkat ini pembelajar bersedia untuk
menerima peristiwa yang terjadi disekitarnya. Menerima bukan hanya
mendengarkan atau melihat namun yang dimaksud adalah mau untuk
memperhatikan stimulus yang diberikan. Seperti contohnya ialah saat berdiskusi
seseorang tidak hanya mendengarkan pendapat orang lain melainkan mau untuk
memperhatikan pendapat tersebut dan saat seorang calon nasabah bank yang
akan membuka rekening baru maka akan bersedia untuk menerima penjelasan
dari customer service mengenai produk bank tersebut.
b) Pemberian tanggapan (Responding)

7
Tingkatan selanjutnya ialah pemberian tanggapan (responding). Pada
tahap ini pembelajar akan memberikan respon atau tanggapan terhadap
fenomena yang telah dihadapinya. Respon disini meliputi partisipasi aktif yang
melibatkan memberikan respon secara verbal atau nonverbal. Contoh, setelah
calon nasabah bank telah selesai dijelaskan mengenai produk bank oleh
costumer service maka calon nasabah bank tersebut akan bertanya mengenai hal
yang kurang jelas atau ingin diperdalam lagi.
c) Pemberian nilai (Valuing)
Pada tingkat ini pembelajar akan memberikan harga atau nilai kepada
objek, fenomena atau tingkah laku yang telah ditunjukkan kepadanya. Misalnya,
setelah menanyakan lebih lanjut mengenai produk bank yang akan dipilih maka
calon nasabah bank tersebut aka menilai produk bank mana yang menurutnya
paling baik atau cocok untuk dirinya saat ini.
d) Pengorganisasian (Organization)
Tingkat selanjutnya merupakan tahap yang lebih rumit karena pada tahap
ini pembelajar biasanya menemui sebuah masalah yang harus diselesaikan. Pada
tingkat ini pembelajar akan memiliki kemampuan pengorganisasian seperti
menggabungkan nilai-nilai yang berbeda, mengidentifikasi nilai, menyelesaikan
konflik dan membentuk suatu sistem untuk menyelesaikan masalah.
Setelah itu pembelajar dapat mekonseptualisasikan nilai atau sistem yang
telah didapatkan. Contohnya, seseorang yang telah mengalami kecelakaan lalu
lintas lalu dia mendapati kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi maka
apabila seseorang tesebut telah mencapai tingkat ini dia akan dapat menerima
perubahan yang terjadi.

e) Karakteristik (Characterization)
Tingkat yang terakhir dalam domain afektif ini dan merupakan tingkat
terkompleks ialah karakteristik (characterization). Pembelajar pada tahap ini
sudah memiliki sistem nilai yang mengatur sikap perilaku sampai menjadi suatu
gaya hidup yang konsisten. Selain mendapatkan gaya hidupnya, pembelajar
tersebut juga dapat merespon sistem nilai lain yang dijumpainya.
Seperti contoh, seseorang yang mengalami obesitas disarankan oleh
dokter untuk melakukan diet ketat. Maka setelah itu seseorang tersebut dapat
menerima kenyataan bahwa dia harus dia dan mekonseptualisasikannya dengan
melakukan diet ketat tersebut dengan baik dan benar. Setelah berlangsung

8
sekian lama makan diet ketat tersebut sudah menjadi bagian dari gaya hidupnya
dan dia dapat menghadapi pola makan teman-temannya yang sedang tidak diet.

c. Domain Psikomotorik

Domain psikomotor merujuk kepada kemampuan dari motorik individu dalam


melakukan pengaplikasian atas pengetahuannya. Domain ini merupakan domain
pembelajaran yang melibatkan perolehan keterampilan dengan melibatkan integrasi dari
aktivitas otot dan bekerja sama dengan pikiran, contohnya kemampuan berjalan,
kemampuan menggunakan alat tulis, kemampuan menyendokkan makanan sendiri ke
dalam mulut atau bisa disebut kemampuan menggunakan alat makan (Redman, 2007
dalam Potter & Perry, 2013). Menurut Sympson (1972) dalam Potter dan Perry (2013)
domain psikomotor terdiri dari tujuh perilaku. Perilaku tersebut dimulai dari perception
atau tingkatan yang paling sederhana dan orgination yang merupakan tingkat yang
paling kompleks di dalam tujuh perilaku tersebut.

Tujuh perilaku mengenai domain psikomotor, terdiri dari:


1. Persepsi (perception), merupakan prilaku dimana seseorang dapat menyadari
adanya suatu objek atau kualitas melalui penggunaan indra yang dimiliki.
Selanjutnya akan merasakan adanya rangsangan sebagai tanda untuk
melakukan tugas tertentu. Seseorang menghubungkan isyarat sensorik dengan
pesan untuk bertindak. Misalnya, setelah mendengarkan bunyi mobil
pemadam kebakaran, mereka akan meminggirkan mobil untuk member akses
kepada mobil pemadam kebakaran tersebut.

2. Penetapan (set), adalah prilaku yang berdasar pada kesiapan untuk mengambil
suatu tindakan atau aksi tertentu. Terdapat tiga penetapan, yaitu mental, fisik,
dan emosional. Misalnya, seseorang menggunakan pertimbangan dalam
memutuskan cara terefisien untuk melakukan suatu tindakan motorik
(kesiapan mental). Sebelum melakukan tindakan, seperti berjalan setelah
tertidur, seseorang tersebut berdiri sampai postur dirinya siap menopang
tubuhnya (kesiapan fisik).
3. Respon terbimbing (guided response), adalah prilaku yang dilakukan di bawah
bimbingan instruktur yang melibatkan peniruan atas intruksi atau demostrasi
yang diberikan. Misalnya, klien mampu memasukkan cairan insulin untuk
injeksi setelah adanya demonstrasi dari perawat.

9
4. Mekanisme (mechanism), adalah perilaku dengan tingkatan yang lebih tinggi
dikarenakan individu telah memperoleh kepercayaan diri serta keterampilan
dalam perilaku yang akan dilakukan. Perilaku yang dilakukan biasanya
mengenai keterampulan yang lebih kompleks karena melibatkan beberapa
langkah dari guide response. Misalnya, klien mampu membedakan dosis
sesuai kebutuhan dalam pengisian jarum suntik.

5. Respons terbuka yang kompleks (complex overt response), prilaku yang


melibatkan suatu keterampilan dengan pola gerakan yang kompleks. Pada
prilaku ini dilakukan secara lancar dan akurat. Sebagai contoh, klien dapat
memberikan dirinya sendiri suatu injeksi pada berbagai titik penginjeksian.
6. Adaptasi (adaptation), prilaku yang ditunjukan seseorang saat menghadapi
situasi yang tidak terduga dan berupa suatu respon yang cepat dan tepat.

7. Orisinalitas/ orginasi (origination), prilaku dimana membutuhkan


keterampilan serta kemampuan psikomotor dalam melakukan kegiatan
motorik kompleks dengan membuat pola gerakan baru.

Di dialam buku Potter dan Perry (2013), domain psikomotorik melibatkan


keterampilan yang membutuhkan integrase dari aktivitas menal dan otot seperti kemampuan
untuk berjalan atau menggunakan alat makan (Redman, 2007). Perilaku sederhana pasien
adalah presepsi dan perilaku yang paling kompleks adalah organisasi. Menurut Potter dan
Perry (2013) domain psikomotorik meliputi:

1. Presepsi : menyadari keberadaan suatu objek dengan indra.


2. Penetapan : kesiapan melakukan sesuatu
3. Respon yang dibimbing : melaksanakan sesuatu dengan meniru pembimbing.
4. Mekanisme : rasa percaya disi individu meningkat sehingga dapat mengembangkan
kegiatannya menjadi lebih komplek dari sebelumnya.
5. Respon terbuka yang kompleks : individu mampu melakukan kegiatan yang
membutuhkan keterampilan motorik komplek dengan lancar.
6. Adaptasi : menyesuaikan respon motoric terhadap kesalahan yang terjadi selama
kegiatan berlangsung.
7. Orsinilasitas : menggunkan kemampuan psikomotor yang telah diperoleh untuk
menciptakan gerak- gerakan baru.

10
Perawat dalam melakukan proses pembelajaran motorik pada domain psikomotor,
harus memperhatikan kondisi fisik klien sebelum melakukan edukasi. Kozier (2015)
menjelaskan beberapa kemampuan fisik yang harus diperhatikan dalam proses domain
psikomotor. Pertama adalah kekuatan otot, tidak semua klien dapat mempelajari kemampuan
psikomoto yang sama, misalnya adanya perbedaan kekuatan otot lansia dengan orang
dewasa. Kedua adalah koordinasi motorik adalah gerakan yang diperlukan untuk bergerak,
misalnya berlajan atau menggunakan peralatan makan. Ketiga, energi yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas dan pengelihatan klien.

Domain psikomotor membutuhkan berbagai macam keterampilan motorik. Tetapi,


tidak semua klien dapat melakukan kegiatan motorik dengan maksimal sehingga perawat
diperlukan untuk mengajarkan keterampilan motorik dan tetap memperhatikan berbagai
macam hal yang mempengaruhi kemampuan klien. Hal ini dapat membuat domain
psikomotori berjalan dengan maksimal.

2. Klien sebagai Peserta Didik


Mendapatkan edukasi atau pengarahan sangat diperlukan. Pemberian edukasi
biasanya oleh orang yang lebih tahu dan berpengalaman mengenai apa yang akan dibutuhkan,
bagaimana dan apa yang harus dilakukan nantinya. Pemberian edukasi memiliki tujuan-
tujuan tertentu bergantung pada kebutuhan peserta didik tersebut.

Menurut Nursalam & Efendi (2008) menjelaskan bahwa tujuan dari diberikannya
edukasi kepada klien ialah untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara komprehensif
melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori, dan teknikal. Sedangkan menurut Potter dan
Perry (2009), edukasi yang diberikan pada klien memiliki tiga tujuan, yaitu Pemeliharaan,
promosi kesehatan, dan pencegahan penyakit, Pemulihan kesehatan, dan Adaptasi klien
terhadap gangguan fungsi. Apabila proses pemberian edukasi sementara berlangsung atau
diskusi telah selesai, peserta didik diharapkan dapat berespons secara positif baik secara
verbal maupun non verbal seperti berkomentar secara aktif dalam menanggapi perntanyaan
dan penyataan yang diberikan oleh pemberi edukasi dan mengangguk-anggukan kepala dsb
(Morrison P. & Burnard P, 2008). Informasi tidak akan didapat dan tidak akan dipahami oleh
klien apabila terdapat rintangan atau hambatan pada saat proses pengedukasian berlangsung.

Belajar tak hanya diwaktu muda saja, tetapi belajar harus terus menerus dilakukan.
Istilahnya ialah belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep
tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan. Belajar tidak hanya berlangsung di

11
lembaga formal tetapi dimana saja. Dalam hubungan dengan belajar sepanjang hayat terdapat
tugas-tugas perkembangan, yaitu:

1. Tugas perkembangan dewasa awal, seperti memilih pasangan hidup, bertanggung


jawab sebagai warga Negara, dan berupaya mendapat kelompok social yang
sesuai dan tepat.
2. Tengah baya, seperti mengisi waktu luang dengan berbagai kegiatan, menjadi
warga Negara yang baik, dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan
umur.
3. Orang tua, seperti menyesuaikan diri dengan penurunan fisik, penurunan
kesehatan, dan menyesuaikan diri sebagai duda atau janda.
Adapun faktor yang mendukung belajar sepanjang hayat pada individu ialah dari
faktor internal (fisiologis, kecerdasan, motivasi, minat, sikap, dan bakat), dan faktor
eksternal (lingkungan social dan lingkungan non social).

Rintangan atau hambatan terhadap pembelajaran berlangsung menurut Bastable


(2002), ialah:

1. Kondisi fisik dan mental klien


2. Tingkat pendidikan akhir yang dimiliki oleh klien
3. Dampak negative dari lingkungan disekitar klien
4. Karakter pribadi yang ada dalam diri klien
5. Kesiapan untuk belajar, motivasi dalam diri klien dan gaya belajar klien.
6. Seberapa jauh perubahan perilaku yang dibutuhkan.
7. Kurangnya dukungan, dorongan, dan motivasi dari dalam diri klien dan orang-
orang disekitarnya.
8. Kurangnya keinginan untuk memegang komitmen atau tanggung jawab.
9. Penyangkalan terhadap kebutuhan pembelajaran.
10. Kebencian terhadap pihak yang berwenang (yang mengatur atau yang
berhubungan dengan proses pengedukasian berlangsung).
Oleh karena itu, agar pesan dapat diterima dengan baik dan untuk mencegah
terjadinya miss komunikasi, individu yang memberikan edukasi harus mampu untuk
mengendalikan diri klien dan memiliki berbagai macam strategi dan solusi apabila
timbul hambatan atau rintangan dari klien. Sehingga apa yang disampaikan oleh
pemberi edukasi tersebut dapat dipahami dan diterapkan atau dipatuhi segala sesuatu
yang telah disampaikan oleh pemberi edukasi dalam kehidupan sehari-hari klien.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran sebagai langkah dalam memulai proses pendidikan yang
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas
kesehatan,yang pada ujungnya dapat meningkatka kualitas sumber daya manusia.Agar
pembelajaran dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan,maka dalam proses
pembeljaran harus terjadi komunikasi yang efektif yang mampu memberikan
pemahaman yang baik kepada klien atas pesan atau informasi yang disampaikan.

B. Saran
Sebagai individu kita harus selalu melakukan kegiatan belajar mengajar. Tak hanya
pada saat usia muda, melainkan sampai akhir hayat. Apabila kita ingin melakukan,
menerapkan, atau mempelajari suatu hal pada diri sendiri ataupun pada orang lain, maka kita
harus mengetahui terlebih dahulu mengenai suatu hal tersebut, kemudian memahaminya, dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar yang kita lakukan dapat terlaksana
ataupun tersampaikan dengan baik dan berguna bagi kehidupan kita maupun kehidupan orang
lain yang telah kita ajari.

13
DAFTAR PUSTAKA

Niman,Susanti. 2017. Promosi dan pendidikan kesehatan. Jakarta


Prof.Dr. Soekidjo Notoatmodjo, S. K. M. ..,M,Com. H 2010”Promosi kesehatan teori dan
aplikasi”, Jakarta, Rineka cipta
https://www.academia.edu/35822108/
ASPEK_PENDIDIKAN_SEBAGAI_PROMOSI_DALAM_PELAYANAN_KESEHATAN

14

Anda mungkin juga menyukai