Anda di halaman 1dari 125

BAB II

KAJIAN PUSTAKA TERHADAP MANAJEMEN


BIMBINGAN KONSELING, PEMBELAJARAN, KEPEMIMPINAN
KEPALA SEKOLAH, DAN PRESTASI BELAJAR

A. Landasan Teologis
Pedoman hidup bagi umat islam adalah Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam Al-Qur’an surat al-Raad ayat 11 menunjukkan pentingnya pendidikan.
Artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah
dianugrahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum-Nya itu mengubah
dirinya sendiri. Apabila Allah Swt menghendaki sesuatu, misalnya yang
bersifat buruk terhadap suatu kaum, siapa pun tak ada yang bisa menolaknya,
hanyalah Dia yang bisa menjadi pelindung bagi mereka.
Ayat tersebut di atas, mengisyaratkan bahwa manusia harus
mengubah sendiri dalam kehidupannya menjadi lebih baik melalui pendidikan,
sebagai bekal hidupnya. Selanjutnya, dalam HR Bukhori dinyatakan bahwa
barang siapa: (1) dalam sehari tidak berbuat, yaitu hina; (2) yang akhir
hayatnya jelek, adalah terlaknat; (3) yang kebaikannya tidak bertambah, yaitu
terkurung, sehingga lebih baik mati baginya; (4) yang rindu syurga, segera
berlomba-lomba dalam kebaikan; (5) yang takut api neraka sungguh mereka
mengekang syahwatnya; (6) yang memperhatikan kematian, harus
meninggalkan kelezatan; dan (7) yang zuhud dengan dunia akan mendapat
musibah
Hadis riwayat Bukhori di atas, memaparkan bahwa manusia sebagai
makhluk Allah Swt harus selalu berbuat baik bagi yang mengharapkan
syurga. Di sisi lain, dalam Al-Qur’an surat al-Mujadillah ayat 11. menjelaskan
bahwa (artinya):
1) Dikatakan kepada yang beriman, berlapang-lapanglah, niscaya Allah Swt
akan memberi kelapangan-Nya.
2) Apabila dikatakan berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan
meninggalkan orang-orang yang beriman diantaramu; dan

31
32

3) Orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah


Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan
Berdasarkan pada uraian di atas, ada empat pilar yang menjadi dasar
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan, yaitu:
1) Manusia diberi kemampuan mengelola potensi dan sumber daya. Dalam
istilah pendidikan disebut kompetensi paedagogis.
2) Setiap manusia memiliki watak, perilaku, dan karakteristik yang khas,
disebut kepribadian. Dengan istilah lain disebut kompetensi kepribadian
3) Perintah Allah Swt untuk menguasai ilmu pengetahuan seluas-luasnya,
disebut dengan kompetensi profesional.
4) Manusia sebagai Makhluk Allah Swt mampu berkomunikasi dengan lemah
lembut, disebut dengan kompetensi sosial.

B. Landasan Filsafat
1. Pragmatisme
Landasan filosofi ini berkaitan dengan filsafat pragmatisme. Filsafat
ini beranggapan bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori
hanyalah tergantung pada manusianya yang bertindak. Tokoh yang sangat
berjasa dalam dunia pendidikan, diantaranya Jhon Dewey (1859-1952).
Selanjutnya teori evolusi dan kepercayaan terhadap kapasitas
seseorang akan kemajuan moral dan lingkungan masyarakat melalui
pendidikan merupakan pandangan Dewey. Menurutnya, dunia diciptakan
belum selesai. Maksudnya segala sesuatu yang berubah, tumbuh,
berkembang, tidak statis, dan tidak ada batasnya. Oleh karena itu,
menurutnya tidak ada batasan moral dan prinsip-prinsip abadi berkenaan
dengan tingkah laku seseorang.
Dewey berpendapat bahwa dalam proses belajar mengajar harus
memberikan kebebasan berpendapat bagi peserta didik supaya mereka
terlibat aktif dalam menggali pengetahuan. Oleh karena itu, guru pun dalam
melaksanakan kegiatan belajar di kelas harus melibatkan aktifitas peserta
33

didik supaya mereka mampu membuka cakrawala dunia demi kemandirian


dalam kehidupannya di masa mendatang.
2. Idealisme
Pengembangan bakat dan kemampuan sebagai aktualisasi potensi
peserta didik merupakan fokus filsafat dalam konteks pendidikan. Artinya,
perkembangan optimal peserta didik dapat dicapai melalui pendidikan yang
berorientasi pada penggalian potensi yang memadukan kurikulum
pendidikan umum dengan pendidikan praktis. Sejalan dengan ini Power,
Edward (1982: 89) Implikasi filsapat pendidikan, yaitu:
(1)Tujuan, mencakup: membentuk karakter, mengembangkan bakat,
atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial; (2) Kurikulum,
mencakup: pendidikan liberal untuk mengembangkan kemampuan
dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan, (3) Metode,
mencakup: diutamakan metode dialektika dan yang lain bersifat
efektif dapat dimanfaatkan, (4) Peserta didik bebas mengembangkan
kepribadian, bakat, dan kemampuan dasarnya, (5) Pendidik
bertanggung jawab dalam mewujudkan lingkungan pendidikan
melalui kerja sama dengan alam.

C. Landasan teori
1. Teori Manajemen
Henry Fayol sebagai bapak teori manajemen modern dalam
bukunya dengan judul Administration Industrielle Generale. Ia membagi
aktivitas industri ke dalam enam kelompok. Keenam kelompok tersebut,
yaitu teknikal, komersial, keuangan, keamanan, kepastian, akunting, dan
manajerial.
Selanjutnya, Henri Fayol (Tim Dosen UPI, 2009:96) merumuskan
empat belas prinsip manajemen yang meliputi: pembagian kerja,
wewenang, disiplin, kesatuan perintah, dan pengarahan. Selanjutnya,
meletakan kepentingan perorangan di atas kepentingan umum, imbalan,
sentralisasi, khirarki, susunan, keadilan, stabilitas organisasi, inisiatif, dan
semangat.
34

:
2. Teori Bimbingan Konseling
Teori yang dipelopori oleh Williamson (Surya, Mohamad. 2003:3)
tentang pencapaian penemuan diri dapat mewujudkan dirinya. Pendekatan
teori ini menerangkan kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi klien
dengan cara melakukan pendekatan secara logis rasional dalam pemecahan
masalah-masalahnya.
Teori ini, dikenal dengan directive counseling karena konselor
diposisikan sebagai pihak yang paling aktif dalam membantu klien.
Tujuannya untuk mengarahkan perilaku sebagai upaya pemecahan
kesulitannya. Konseling, diartikan sebagai counseling centred atau
konseling yang berpusat pada konselor.
Teori ini menyatakan bahwa kepribadian individu adalah suatu
sistem sifat yang menunjukkan antara satu faktor dengan faktor lainnya
saling berkaitan. Faktor-faktor tersebut muncul dari dalam individu yang
bersangkutan, seperti sikap dan minat. Faktor dari luar diri individu,
seperti kondisi lingkungannya. Sejalan dengan ini Namora Lumongga
Lubis (2011: 83) menjelaskan bahwa proses konseling bersipat sistematis.
Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaannya memerlukan tahapan-tahapan
dengan waktu yang cukup lama. Tahapan tersebut meliputi:
a. Tahap Analisis
Tahapan ini menujukkan bahwa konselor mengumpulkan data-
data dan informasi yang berhubungan dengan klien. Tujuan dari
pengumpulan informasi diri dan latar belakang klien adalah untuk lebih
mengenal pribadi klien agar lebih mudah dalam menyesuaikan diri.
b. Tahap Sintesis
Pada tahap ini konselor mengatur dan menganalisa data klien.
Dengan data ini, bisa ditemukan kekuatan, kelemahan, bakat, dan
kemampuan penyesuaian dirinya.
35

c. Tahap Diagnosis
Tahap ini sebagai langkah menarik kesimpulan logis dari
permasalahan-permasalahan yang dihadapi klien. Terdapat 3 kegiatan
yaitu mengidentifikasi masalah, merumuskan sumber penyebab
masalah (etiologi) dan prognosis.
d. Tahap Prognosis
Tahap ini sebagai upaya memprediksi kemungkinan-
kemungkinan yang bisa terjadi berdasarkan data yang diperoleh.
Dengan diperolehnya data yang up to date, sehingga alternatif
pemecahanpun dapat dibuat sesuai dengan permasalahanya. Oleh
karena itu, permasalahan yang muncul akan segara tertangani.
e. Terapi
Tahap teori ini, disebut dengan tahap konseling. Pada tahap ini
konselor memberikan bantuan pada klien berupa konseling untuk
menuntaskan masalahnya. Masalah klien tersebut baik berkaitan
dengan pribadi, sosial, belajar maupun karir.
f. Evaluasi dan Follow Up
Tahap ini merupakan bagian akhir dalam konseling. Oleh karena
itu, konselor dapat mengevaluasi kegiatan konseling berdasarkan
perilaku klien yang terpancar dari kata-kata, sikap, tindakan, dan
bahasa tubuhnya. Klien yang menunjukan indikator keberhasilan
menandakan bahwa pengakhiran konseling dapat dibuat. Evaluasi
dilakukan untuk mengetahui upaya bantuan yang telah diberikan. Hal
tersebut dapat dijadikan acuan untuk menentukan langkah selanjutnya
yang perlu diambil, begitu juga sebaliknya. Sejalan dengan ini
Aswandi, iyadah dan taskiah (2009:40) menyatakan bahwa tahap
Follow Up dilihat berdasarkan perkembangan selanjutnya.
3. Teori Pembelajaran
Belajar menurut aliran behavioristik sebagai perubahan perilaku
yang dapat diamati, diukur, dan dinilai secara konkret. Perubahan tersebut
terjadi melalui rangsangan yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif
36

berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulan sebagai lingkungan


belajar anak dan respon sebagai akibat yang berupa reaksi terhadap
stimulans. Belajar mengandung makna penguatan ikatan, asosiasi, sifat
dan kecenderungan perilaku Stimulus-Respon).
a. Edward Lee Thorndike (1874-1949) :
Seorang pendidik psikolog berkebangsaan Amerika sebagai alumni
sarjana S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895. Ia menyelesaikan
pendidikan S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di
Columbia tahun 1898. Menurutnya bahwa belajar sebagai suatu
peristiwa terjadinya asosiasi. Hal tersebut merupakan sebab akibat antara
stimulus dengan respon. Sementara stimulus merupakan suatu perubahan
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme
agar beraksi. Percobaan Thorndike menghasilkan teori “trial and
error” yaitu bahwa belajar itu terjadi karena mencoba-coba dan
membuat salah. Percobaannya dengan seekor kucing yang cenderung
akan meningalkan perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap respon
menimbulkan stimulus, stimulus itu menimbulkan respon lagi, demikian
selanjutnya. Prosesnya digambarkan sebagai berikut :
Thorndike dalam percobaannya memerlukan hukum-hukum belajar
sebagai berikut :
1) Hukum Kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu
organisme terhadap perubahan tingkah laku, maka pelaksanaannya
akan menimbulkan kepuasan. sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
Oleh karena itu, kesiapan untuk bertindak menentukan
kesuksesannya.
2) Hukum latihan (law of exercise). Hal ini merupakan koneksi antara
kondisi sebagai perangsang dengan tindakan nyata sehingga respon
menjadi lebih kuat, karena adanya latihan-latihan. Akan tetapi
menjadi melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan.
Hal ini menunjukan bahwa kunci utama dalam belajar adalah
37

ulangan. Makin sering diulangi, materi pembelajaran akan lebih


dikuasainya.
3) Hukum akibat (law of effect). Hukum ini menunjukkan hubungan
stimulus respon cenderung diperkuat jika menyenangkan dan
sebaliknya kecewa. Hukum ini menunjukkan semakin kuat dan
lemahnya koneksi sebagai hasil dari perbuatan itu. Selanjutnya,
Thordike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:
a. Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response).
Hukum ini menyatakan bahwa dengan diawali proses trial
dan error oleh individu akan menunjukkan adanya bermacam-
macam respon. Oleh karena itu, pentingnya memperoleh pilihan
yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
b. Hukum Sikap (Set/ Attitude).
Hukum ini menunjukkan bahwa perilaku belajar seseorang
ditentukan oleh dua faktor. Pertama, ditentukan oleh hubungan
stimulus dari luar individu dan kedua ditentukan oleh keadaan
yang ada dalam diri individu, baik kognitif, afektif, maupun
pisikomotornya.
c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah (Prepotency of Element).
Seorang individu dalam kegiatan belajar akan memberikan
respon terhadap stimulus tertentu sehingga yang bersangkutan
mampu mencapai tujuannya. Hal ini disebabkan oleh adanya
kesesuaian persepsi terhadap situasi itu.
d. Hukum Respon by Analogy
Hukum ini menyatakan bahwa individu melakukan respon
pada situasi yang belum pernah dialaminya. Kondisi seperti ini
sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah
dialami dengan situasi lamanya sehingga terjadi transfer atau
perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Oleh
karena itu, makin banyak unsur yang sama maka transfer akan
makin mudah.
38

e. Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative shifiting)


Hukum ini menunjukkan proses peralihan dari satu situasi
ke yang lainnya. Proses ini dilakukan secara bertahap dengan
menambahkan unsur baru dan yang lama dibuang dengan
perlahan.
4. Teori kepemimpinan
Istilah kepemimpinan bukan merupakan sesuatu yang baru bagi
masyarakat. Di setiap organisasi selalu ditemukan seorang pemimpin yang
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Pemimpin berasal dari kata
“leader” yang merupakan bentuk dari “to lead” yang berarti memimpin.
Teori kepemimpinan diantaranya:
a. Teori Sifat
Keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh berbagai
faktor yang ada pada dirinya, seperti: sifat-sifat dan ciri-ciri yang
dimilikinya. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, timbul anggapan
bahwa menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat ditentukan
oleh kemampuan pribadi pemimpin yang bersangkutan. Kemampuan
pribadi yang dimaksud menunjukan kualitas seseorang dengan
berbagai sifat, ciri-ciri di dalamnya. Menurut Sondang P. Siagian
(1994:75-76) Ciri-ciri ideal yang dimiliki pemimpin antara lain:
(1) Kognitif, maksudnya pengetahuan yang luas, daya ingat yang kuat,
rasionalitas, obyektivitas, pragmatism, fleksibilitas, adaptabilitas,
dan orientasi masa depan;
(2) Afektif, maksudnya sifat yang ada pada diri manusia, seperti:
inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri
relevansi, dan keteladanan. Selanjutnya ketegasan, keberanian,
antisipatif, pendengar yang baik, dan kapasitas integrative
merupakan contoh dari afektif juga;
(3) Psikomotor, maksudnya kemampuan untuk tumbuh dan
berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan
yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan
39

berkomunikasi secara efektif. Kelemahan dari teori sifat ini, antara


lain: terlalu bersipat deskriptif dan tidak selalu relevan antara sifat
yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan. Akan
tetapi, jika direnungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang
terkandung di dalamnya justru sangat diperlukan oleh
kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
b. Teori Perilaku
Kepemimpinan merupakan perilaku seseorang yang memberikan
arahan kepada orang lain untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Hal ini sabagai dasar pemikiran teori perilaku. Menurut
teori ini, seorang pemimpin mempunyai deskripsi perilaku sebagai
berikut:
(1) Konsiderasi dan struktur inisiasi
Seorang pemimpin cenderung mementingkan bawahannya.
Hal ini nampak pada keramahannya, mau berkonsultasi,
mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan
memikirkan kesejahteraan bawahan.
(2) Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Deskripsi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada
bawahannya, perilaku yang muncul, seperti perhatian pribadi pada
pemuasan kebutuhan anggotanya. menerima perbedaan
kepribadian, kemampuan dan perilakunya. Sementara itu, deskripsi
perilaku pemimpin memiliki kecenderungan penekanan pada segi
teknis pekerjaan, mengutamakan penyelenggaraan, penyelesaian
tugas, dan pencapain tujuan. Di sisi lain, Stoner (1978:442-443)
menyatakan bahwa perilaku pemimpin cenderung tidak dapat
terlepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinannya.
c. Teori situasional
Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin dikatakan berhasil
apabila kepemimpinannya mampu menyelesaikan dengan tuntutan
situasi organisasi yang dihadapi. Banyak faktor yang perlu
40

diperhitungkan, antara lain; waktu dan ruang. Menurut Sodang P.


Siagian (1994:129) menyatakan bahwa:
Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemim-
pinan tertentu adalah
(1) Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
(2) Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
(3) Persepsi, sikap gaya kepemimpinan;
(4) Norma yang dianut kelompok
(5) Rentang kendali;
(6) Ancaman dari luar organisasi
(7) Tingkat stress;
(8) Iklim yang terdapat dalam organisasi.
5. Teori prestasi belajar
Menurut WJS Poerwadarminto (2004:768) dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia bahwa prestasi adalah “hasil yang telah dicapai”.
Sedangkan menurut Muhibin Syah (2000 : 150) bahwa prestasi adalah
“Hasil belajar yang meliputi seluruh ranah pisikologis yang berubah
sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa”. Selanjutnya
Makmun, A. S (1983 : 430) mengatakan bahwa
“prestasi belajar adalah kecakapan nyata yang menunjukkan
kepada aspek kemampuan dengan segera dapat didemons-
trasikan. Selanjutnya kemampuan tersebut dapat di uji sekarang
juga.

Dengan kata lain berdasarkan pada pengertian di atas, bahwa


prestasi belajar mengandung arti kemampuan seseorang dalam
menguasai suatu masalah setelah melalui ujian tertentu”. Oleh karena
itu, istilah belajar diartikan sebagai “suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Hasil belajar seperti
adanya perubahan dalam pengetahuan, sikap, pemahaman, tingkah
laku, keterampilan, kecakapan, dan kemampuan serta perubahan aspek
lainnya pada individu belajar”. (Nana Sudjana, 2008 :17).
41

Pengukuran keberhasilan belajar peserta didik dapat ditentukan


dengan mengukur ranah siswa itu sendiri, baik dari ranah cipta, ranah
rasa, ranah karsa. Lazimnya bisa dikenal dengan ranah kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
6. Kosep
1. Manajemen
a. Pengertian

Istilah kata manajemen dalam kamus besar bahasa Indonesia


(2005:708), kata manajemen / ma-na-je-men/ manajemén/ n Man 1
penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; 2
pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan
organisasi.
Kata manajemen secara etimologis adalah kosa kata yang berasal
dari bahasa Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni
melaksanakan dan mengatur. Sampai saat ini, belum ada kata yang tepat
tentang manajemen sehingga pengertianya untuk masing-masing para
ahli masih memiliki banyak perbedaan berdasarkan sudut pandang
keahliannya. Pengertian istilah manajemen menurut para ahli adalah
sebagai berikut:
1) G.R. Terry: Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja,
yang melibatkan bimbingan/ pengarahan suatu kelompok orang-
orang kearah tujuan-tujuan organisasional/ maksud yang nyata.
2) Menurut Hilman: Manajemen adalah fungsi untuk mencapai sesua-
tu melalui kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha individu
untuk mencapai tujuan yang sama.
3) Menurut Ricky W. Griffin: Manajemen sebagai sebuah
proses perrncanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan
pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif
dan efesien. Efektif menunjukkan bahwa tujuan yang dicapai sesuai
42

dengan perencanaan, sedangkan efisien menunjukkan bahwa tugas


yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan
jadwal
4) Menurut Drs. Oey Liang Lee: Manajemen adalah seni dan ilmu
perencanan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan peng-
awasan terhadap sumber daya manusia untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
5) Menurut Henry Fayol: anajemen mengandung gagasan lima fungsi
utama yaitu, merancang, mengorganisasikan, memerintahkan,
mengkoordinasikan, dan mengendalikan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas, manajemen jika dilihat
sebagai suatu sistem yang setiap komponennya menampilkan sesuatu
untuk memenuhi kebutuhan. Manajemen merupakan suatu proses
sedangkan manajer dikaitkan dengan aspek organisasi (orang,
struktur, tugas dan teknologi) dan bagaimana mengkaitkan aspek
yang satu dengan yang lainnya, serta bagaimana mengaturnya
sehingga tercapai suatu tujuan.
Selanjutnya, Pengertian peserta didik sendiri menurut
ketentuan umum Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem pendidikan Nasional adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran
yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Selain itu, Oemar Hamalik (Tim Dosen Administrasi Pendidikan
UPI, 2012:205) mendefinisikan bahwa:
Peserta didik sebagai suatu komponen masukan dalam sistem
pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses
pendidikan, sehingga menjadi manusia berkualitas sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional.

Keberhasilan mutu pendidikan ditentukan oleh pelaksanaan


manajemen pendidikan. Hal ini meliputi perilaku manusia yang ada
dalam organisasi pendidikan. Perilaku manusia yang ada dalam
43

organisasi pendidikan menentukan keberhasilan pendidikan.


Mulyasa (2005:11), menyatakan bahwa:
”Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem pengelolaan dan
penatan sumber daya pendidikan, seperti tenaga kependidikan,
peserta didik, masyarakat, kurikulum, dana (keuangan), dan
prasarana pendidikan, tatalaksana dan lingkungan pendidikan”.

b. Tujuan manajemen

Tujuan manajemen untuk mencapai sasaran secara produktif,


kualitas, efektif dan efisien (Tim Dosen Adpen UPI, 2009:88). Istilah
produktif mengarah kepada perbandingan antara output dengan input.;
Kualitas mengacu kepada ukuran penghargaan /nilai yang diberikn
kepadanya; Kata Efektifitas mengarah kepada ukuran keberhasilan
tujuan organisasi, dan efisien lebih menekankan antara perbandingan
antara input dengan output.

Berdasarkan pada pernyataan di atas, maka tujuan manajemen


layanan pendidikan di Sekolah untuk mengatur kegiatan-kegiatan yang
menunjang terhadap layanan pendidikan di sekolah. Selanjutnya, layanan
tersebut meliputi bimbingan konseling, pembelajaran, maupun
kepemimpinan kepala sekolah di lembaga pendidikan (sekolah) agar
dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat memberikan
kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara
efektif, efisien, kualitas, dan produktif.

c. Fungsi Manajemen
Tim Dosen UPI ( 2009:92) untuk melaksanakan kegiatan sangat
dipengaruhi oleh pengoptimalan terhadap pemanfaatan fungsi
manajemen, diantaranya:
44

1) Perencanaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan untuk


merencanakan tentang apa? Siapa? Dimana?, Kapan?Mengapa?.
Hasilnya yaitu rencana.
2) Pengorganisasian merupakan proses membentuk hubungan-
hubungan antara fungsi-fungsi, personalia, dan fisik lainnya agar
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3) Pengkoordinasian, maksudnya mengkoordinir komponen-kompo-
nen yang terlibat supaya terarah, terintegrasi, serta adanya
keharmonisan untuk mencapai tujuan organisasi.
4) Pengawasan. Pada hakekatnya mengawasi tentang kesesuaian
antara pelaksanaan kegiatan dengan persyaratan atau aturan yang
telah ditentukan dalam rencana.
d. Prinsip Manajemen
Menurut Douglas (Tim Dosen UPI, 2009:90) merumuskan
prinsip-prinsip manajemen pendidikan meliputi: (1) Prioritas tujuan;
(2) mengkoordinasikan tugas dan wewenang; (3) Memberikan
tanggung jawab berdasarkan kemampuannya. Prinsip manajemen
tersebut memiliki esensi bahwa manajemen dalam prakteknya
memperhatikan tujuan, nilai-nilai,tugas-tugas, dan orang..
Prinsip manajemen berdasarkan sasaran sangat esensial
dalam organisasi. Hal ini merumuskan tujuan secara tepat sesuai
dengan arah organisasi Di sekolah penjabarannya dalam bentuk
visi, misi, dan sasaran. Prinsip manajemen berdasarkan orang,
maksudnya menggerakkan organisasi kebutuhan, tuntutan, keinginan,
aspirasi, dan perkembangannya. Prinsip organisasi berdasarkan
informasi. Aktivitas manajemen membutuhkan data informasi
secara cepat, lengkap, dan akurat.
45

2. Layanan Bimbingan Konseling


a. Definisi Bimbingan Konseling
Menurut Peraturan menteri pendidikan Nomor 111 Tahun
2014 tentang bimbingan konseling pada satuan pendikdasmen pasal 1
ayat 1 menyatakan bahwa:
Bimbingan konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis,
dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh
konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli agar
mencapai kemandirian dalam kehidupanya.

Pengertian bimbingan konseling tersebut di atas, memiliki


beberapa karakteristik, yaitu:
1) Sistematik, maksudnya bahwa pelaksanaan bimbingan konseling
oleh guru bimbingan konseling (BK) atau konselor dilaksanakan
dengan melibatkan beberapa komponen yang tidak terhindar dari
dengan yang lainnya, diantaranya keterlibatan guru BK di sekolah
tidak terlepas dari peran guru mata pelajaran, wali kelas, bahkan
kepala sekolah.
2) Objektif, maksudnya pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah
dilaksanakan secara objektif terhadap semua peserta didik,
terutama terhadap klien supaya mendapatkan hasil yang sesuai
dengan harapan secara efektif dan efesien.
3) Logis, maksudnya pelaksanaan bimbingan konseling di sekolah
oleh guru BK atau konselor dilakukan supaya dapat dipahami
secara nalar atau masuk akal.
4) Berkelanjutan, maksudnya bahwa pelaksanaan bimbingan dan
konseling oleh konselor atau guru BK dilaksanakan secara terus-
menerus sampai peserta didik tersebut mencapai kemandirian
dalam kehidupannya.
5) Terprogram, maksudnya bahwa pelaksanaan bimbingan konseling
di sekolah oleh guru BK atau konselor dilakukan melalui tahapan
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut.
46

b. Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah


Menurut Permendikbud no. 111 (2014:8-13) layanan
bimbingan konseling di sekolah dikemas dalam empat komponen,
yaitu:
1) Layanan Dasar. Maksudnya proses pemberian bantuan terhadap
peserta didik melalui kegiatan kelompok atau klasikal yang
dirancang secara sistematis dalam rangka mengembangkan
kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan tahap dan
tugas perkembangan. Jenis layanannya antara lain: assesmen
kebutuhan, bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, dan
pengelolaan media informasi.
2) Peminatan dan perencanaan individual. Layanan peminatan
sebagai program kurikuler yang disedikan untuk mengakomodasi
potensi peserta didik. Layanan ini secara khusus ditunjukkan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangakan kompetensi sikap,pengetahuan, dan
keterampilan.
3) Layanan Responsif. Maksudnya pemberian bantuan kepada
peserta didik yang menghadapi masalah dan memerlukan
pertolongan sege-ra agar yang bersangkutan mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Jenis layanannya, antara lain: konseling
individu, konseling kelompok, konsultasi, kolaborasi, kunjungan
rumah, dan alih tangan.
4) Dukungan sistem. Merupakan komponen pelayanan dan kegiatan
manajemen yang memperlancar pelaksanaan bimbingan konseling
secara tidak langsung memfasilitasi perkembangan peserta didik
yang efektif dan efisien. Jenis kegiatannya seperti MGBK
c. Bidang Bimbingan dan Konseling
Kelompok bidang bimbingan dan konseling pada satuan
pendidikan dalam lampiran Permendikbud no 111 (2014: 13-16), yaitu
sebagai berikut:
47

1) Bimbingan pribadi
Bimbingan pribadi bertujuan untuk membantu peserta didik
dalam mengatasi masalah-masalah yang bersipat pribadi agar
mampu (1) memahami, mengembangkan, dan menerima potensi
dirinya; (2) mencapai keselarasan dan kedewasaan perkembangan
cipta-rasa-karsa; (3) mengaktualisasikan potensi dirinya berdasar-
kan nilai luhur budaya dan agama.
2) Bimbingan sosial
Bimbingan sosial dapat membantu individu dalam
mengatasi dan memecahkan masalah sosial, sehingga individu
tersebut dapat: a) empati terhadap situasi dan kondisi orang lain;
b) Memahami keanekaragaman sosial budaya
c) Menghargai dan menghormati orang lain
d) Menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang berlaku
e) Beriteraksi sosial secara efektif, efisien dan produktif.
f) Bekerjasama secara bertanggung jawab.
g) Mengatasi konflik dengan prinsip saling menguntungkan;
3) Bimbingan belajar
Bidang bimbingan ini bertujuan membantu peserta didik
dalam hal:
a). Mengenali potensi diri untuk belajar
b). Memiliki sikap dan keterampilan dalam belajar;
c). Terampil dalam merencanakan pendidikan lanjutan;
d). Memiliki kesiapan menghadapi ujian;
e). Memiliki kesiapan belajar yang teratur
f). Mencapai hasil belajar yang optimal sehingga mencapai
kesuksesan, kesejahteraan, dan kebahagiaan dalam hidupnya.
Menurut Makmun, A. Sy, (2012:283) jenis pekerjaan guru BK
dalam kontek PBM secara keseluruhan yang dijalankan oleh para guru,
antara lain:
48

a) Mengumpulkan informasi mengenai peserta didik, khususnya


mengenai entering behavior melalui pre-test mengenai
kelemahan-kelemahan pola-pola sambutan belajar.
b) Memberikan informasi tentang berbagai kemungkinan jenis
program dan kegiatan sesuai dengan karakteristik peserta didik
c) Menempatkan peserta didik dalam kelompok belajar sesuai
dengan karakteristik peserta didik
d) Mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami
kesulitan atau hambatan dalam belajar
e) Membuat rekomendasi tentang kemungkinan-kemungkinan
usaha
f) Selanjutnya dengan rekomendasi kepada guru BK atau
g) Guru bidang studi lain atau ahli lain kalau dipandang perlu
(referral)
h) Melakukan remedian teaching, kalau guru yang bersangkutan
memiliki keahlian dalam bidang studi yang dimaksud.
4) Bimbingan pekerjaan (karier)
Bidang bimbingan ini membantu peserta didik
memfasilitasi perkembangan, eksplorasi, aspirasi, dan pengambilan
keputusan karir sepanjang rentang hidupnya secara rasional dan
realistis sehingga mencapai kesuksesan dalam kehidupannya.
memecahkan masalah yang dihadapinya. Oleh karena itu, peserta
didik akan:
a). Memiliki pemahanan diri terkait dengan pekerjaan;
b). Memiliki pengetahuan tentang dunia kerja yang menunjang
kematangan kompetensi karir;
c). Memiliki sikap positif terhadap dunia kerja;
d). Memahami relevansi kemampuan menguasai pelajaran dengan
persyaratan keahlian bidang pekerjaan yang menjadi cita-cita
karirnya;dan
e). Memiliki kemampuan untuk membentuk identitas karir.
49

d. Asas Bimbingan dan konseling


Asas-asas bimbingan dan konseling sangat penting untuk
dilaksanakan oleh guru BK atau konselor. Menurut Syamsu Yusup
(2006:52-55) azas BK diantaranya mencakup :
1) Asas kerahasiaan, yaitu asas ini menuntut dirahasiakanya segenap
data dan keterangan peserta didik yang menjadi sasaran pelayanan.
Dalam hal ini guru BK atau konselor berkewajiban penuh untuk
memelihara dan menjaga rahasia semua data dan keterangan
peserta didik
2) Asas kesukarelaan, yaitu hal ini menghendaki adanya keikhlasan
peserta didik untuk mengikuti kegiatan bimbingan dan konseling
yang diperlukannya.
3) Asas keterbukaan, yaitu asas yang menghendaki agar peserta
didik sebagai sasaran pelayanan/ kegiatan bersifat terbuka dan
tidak berpura-pura. Asas ini, mencakup dalam hal memberi
keterangan tentang dirinya sendiri, maupun dalam menerima
berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya.
4) Asas kegiatan, yaitu asas ini menghendaki agar peserta didik
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara
aktif di dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan bimbingan.
Dalam hal ini guru pembimbing mendorong peserta didik untuk
aktif dalam setiap kegiatan layanan BK. baginya.
5) Asas kemandirian, yaitu asas ini merujuk kepada tujuan umum
bimbingan dan konseling yang mengharapkan peserta didik
menjadi mandiri dengan mengenal dan menerima diri sendiri dan
lingkungan, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, dan
mewujudkan diri sendiri
6) Asas kekinian, yaitu asas ini menghendaki agar objek sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling yang berupa permasalahan
peserta didik dalam kondisi sekarang.
50

7) Asas kedinamisan, yaitu asas ini menghendaki isi dan sasaran


pelayanan selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan
tahap perkembanganya dari waktu ke waktu.
8) Asas keterpaduan, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah supaya mencapai tujuan sesuai dengan yang direncanakan
maka kegiatan tersebut dilakukan oleh guru pembimbing maupun
pihak lain berlangsung secara terpadu dan harmonis.
9) Asas keharmonisan, yaitu asas ini menghendaki segenap
pelayanan bimbingan dan konseling didasarkan pada nilai dan
norma yang ada.
10) Asas keahlian, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah agar dapat mencapai tujuan yang maksimal maka kegiatan
tersebut diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional.
11) Asas kenormatifan, sebagai mana dikemukakan terdahulu, usaha
layanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku.
12) Asas tut wuri handayani; asas ini merujuk pada suasana
mendukung terciptanya hubungan harmonis secara keseluruhan
antara pembimbing dengan peserta didik.
e) Fungsi bimbingan konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki fungsi dalam
rangka membantu peserta didik mengembangkan potensinya secara
optimal. Dalam lampiran Permendikbud no. 111 (2014:4-5)
menyatakan bahwa fungsi bimbingan sebagai berikut:
1) Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki
pemahaman terhadap diri dan lingkungannya.
2) Fasilitasi, yaitu memberikan kemudahan kepada peserta didik agar
dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
3) Penyesuaian, yaitu membantu peserta didik agar mampu
menyesuaikan diri terhadap dirinya dan lingkungannya.
51

4) Penyaluran, yaitu membantu peserta didik agar mampu


merencanakan pendidikan, pekerjaan, dan karir di masa depan
termasuk memilih program peminatan yang sesuai dengan
potensinya.
5) Adaptasi, yaitu membantu para pelaksana pendidikan untuk
menyesuaikan program pendidikan dengan kebutuhan peserta
didik.
6) Pencegahan, yaitu membantu peserta didik untuk mengantisipasi
berbagai kemungkinan timbulnya masalah dan berupaya
mencegahnya
7) Perbaikan dan penyembuhan, yaitu membantu peserta didik yang
bermasalah untuk menuntaskannya.
8) Pemeliharaan, yaitu membantu peserta didik untuk memelihara
dan mempertahankan kondisi tetap sehat dan kondusif.
9) Pengembangan, yaitu membantu peserta didik untuk
mengembangkan lingkungan belajar yang kondusif melalui
pengembangan jejaring secara kolaboratif.
10) Advokasi, yaitu membantu peserta didik untuk membela hak-
haknya yang mengalami perlakuan diskriminatif.
Kesepuluh fungsi pelayanan bimbingan tersebut tidak terbatas
sampai pada saat ini saja, melainkan harus diupayakan
penyempurnaan terhadap seluruh pelayanan. Melalui suatu upaya
perbaikan, pengembangan, dan peningkatan mutu terhadap suatu
program, proses, dan hasil dari pelaksanaan program bimbingan yang
telah disusun. Proses yang ditempuhnya melalui pengenalan,
pemahaman, penerimaan, pengarahan, perwujudan, serta penyesuaian
diri, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Layanan bimbingan memiliki makna bantuan kepada individu
tertentu. Maksudnya, bahwa guru atau pembimbing bukan mengambil
over masalah dan tugas serta pemecahaan dari peserta didik,
melainkan hanya menciptakan kondisi yang memungkinkannya dapat
52

memecahkan permasalahanya dengan tanggung jawab sendiri. Sejalan


dengan ini, Robinson (Makmun, A. Sy.: 2012:27) menyatakan bahwa.
“setiap peserta didik sebenarnya potensial untuk menghadapi
masalah baik disadari maupun tidak sampai batas tertentu
mungkin mereka dapat menyelesaikanya sendiri tanpa bantuan
orang lain. Atau memang tidak mampu menyadari bahwa ia
sesungguhnya memerlukan bantuan orang lain.

Layanan bantuan diharapkan agar individu yang bersangkutan


dapat mencapai taraf perkembangan dan kebahagiaan yang
optimal. Sejalan dengan ini Monteseen dan Schmuller (Makmun, A.
Sy., 2012:278) bahwa :
Tujuan atau sasaran akhir yang hendak dicapai oleh layanan
bimbingan itu identik dengan apa menjadi layanan intruksional
dan layanan sekolah lainya, yaitu tercapainya tingkat
perkembangan individu secara optimum sesuai dengan abilitas,
minat, dan kebutuhan-kebutuhanya.

Pendapat di atas jika dikaitkan dengan prinsip teori mastery


learning, berarti yang dimaksud dengan perkembangan optimum
tercapainya tarap penguasaan materi yang telah dipelajari secara
optimal. Dengan kata lain, betapa pun terbatasnya kemampuan yang
dimiliki sesorang maupun diharapkan akan rela menerima dirinya dan
bertindak secara produktif.
Kegiatan bimbingan sebagai rangkaian yang berkesinam-
bungan mulai dari identifikasi permasalahan sampai dengan penyele-
saiannya. Kegiatan ini memerlukan beberapa tahapan yang
melibatkan berbagai faktor pendukung dengan menggunakan berbagai
metode dan teknik yang sesuai.
Robinsom (Makmun, A. Sy. 2012:279) menduga bahwa
kemungkinan ada peserta didik yang sering menemui kekurang-
berhasilan dalam belajarnya. Hal ini disebabkan peserta didik :
(1) Mengenal dirinya, termasuk segi-segi kelebihan atau keku-
rangannya.
(2) Tidak mengenal dirinya, termasuk kegagalan dirinya.
53

(3) Sukar menerima dirinya secara objektif.


(4) Tanpa pengetahuan, pemahaman,dan penerimaan diri secara
objektif mengalami kesulitan mengarahkan dirinya.
(5) Tindakannya kurang terarah menyebabkan sukar mewujudkan
potensinya,dan
(6) Akhirnya, yang bersangkutan pada suatu saat mengalami
kesulitan mengalami tindakan yang sesuai dirinya maupun
terhadap lingkunganya, seperti gurunya, dan orang tuanya.
f) Indikator layanan bimbingan konseling
Indikator layanan bimbingan konseling terletak pada tahapan
pelaksanaannya. Tahapan tersebut antara lain :
1) Tahapan layanan bimbingan kelompok
Kemendikbud (2014:112-113) menyatakan bahwa
tahapan layanan bimbingan kelompok dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu:
a) Tahap permulaan, meliputi: menerima secara terbuka,
mengucapkan terima kasih, berdo’a, memperkenalkan diri
secara terbuka, menjelaskan perannya sebagai pemimpin
kelompok, dan menjelaskan pengertian bimbingan kelom-
pok. Selanjutnya, menjelaskan tujuan umum yang ingin
dicapai melalui bimbingan kelompok, menjelaskan cara-
cara pelaksanaan, dan menjelaskan asas-asas BK. Terak-
hir, perkenalan dengan menyebutkan identitas.
b) Tahapan peralihan, meliputi: menjelaskan kembali kegiatan
kelompok, Tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk
kegiatan lebih lanjut, dan mengenali suasana apabila
anggota keseluruhan/ sebagian belum siap. Hal ini untuk
memasuki tahap berikutnya, mengatasi suasana tersebut,
dan meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota.
c) Tahap kegiatan, meliputi: pemimpin kelompok menyebut-
kan topik bahasan, menjelaskan pentingnya topik tersebut,
54

dan tanya jawab tentang topik itu. Selanjutya, pembahasan


topik secara tuntas, adanya selingan, dan menegaskan
komitmen para anggota kelompok.
d) Tahap pengakhiran, meliputi: anggota kelompok menyata-
kan kesan dan menilai kemajuan yang dicapai masing-
masing. Selanjutnya, pembahasan kegiatan berikutnya,
pesan, tanggapan anggota kelompok, ucapan terima kasih,
berdo’a, dan perpisahan.
2) Tahapan layanan konseling kelompok
Layanan konseling kelompok langsung meliputi beberapa
tahapan sama dengan bimbingan kelompok. Kemendikbud
(2014:125-126) menyatakan bahwa tahapan layanan bimbingan
kelompok dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu :
a). Tahapan permulaan, meliputi: menerima secara terbuka,
mengucapkan terimaksih, berdo’a, memperkenalkan diri
secara terbuka, menjelaskan perannya sebagai pemimpin
kelompok, dan menjelaskan pentingnya konseling
kelompok. Selanjutnya, menjelaskan tujuan umum yang
ingin dicapai melalui konseling kelompok, menjelaskan
cara-cara pelaksanaan yang hendak dilalui tujuan itu, dan
menjelaskan asas-asas konseling kelompok. Asas-asas
tersebut mencakup: kesukarelaan, keterbukaan, kenormatif-
an, dan kerahasiaan. Terakhir, perkenalan dengan
menyebutkan identitas.
b). Tahap peralihan, meliputi: menjelaskan kembali kegiatan
kelompok, tanya jawab tentang kesiapan anggota untuk
kegiatan lebih lanjut, dan mengenali suasana apabila
anggota keseluruhan/ sebagian belum siap. Hal ini untuk
mengecek kesiapan memasuki tahap berikutnya. Tujuannya
untuk mengatasi suasana, dan meningkatkan kemampuan
terhadap keikutsertaan anggota.
55

c). Tahapan kegiatan, mencakup: pemimpin kelompok menye-


butkan masalahnya secara begantian, memilih dan mene-
tapkan masalah yang akan dibahas terlebih dahulu, serta
pembahasan masalah terpilih. Selanjutnya, selingan dengan
menegaskan komitmen anggota yang masalahnya telah
dibahas.
d). Tahap pengakhiran, antara lain mencakup: menjelaskan
kon-seling akan diakhiri, anggota kelompok menyatakan
kesan dan menilai kemajuan yang dicapainya. Selanjutnya,
pem-bahasan kegiatan lanjutan, pesan, tanggapan anggota
kelompok, ucapan terima kasih, berdo’a, dan perpisahan.
g) Prosedur Layanan Bimbingan Belajar
Layanan bimbingan pada umumnya menempuh beberapa
tahap. Tahapan tersebut, yaitu:
a). Identifikasi kasus
Langkah ini diarahkan untuk menjawab pertanyaan ber-
kenaan dengan siapa peserta didik yang diduga memerlukan
layanan bimbingan. Kasus tersebut dapat ditentukan dengan
mendeteksi hasil dan atau proses belajarnya. Selanjutnya Makmun,
A. Sy (2012:312) menerangkan bahwa dalam menafsirkan data
hasil belajar itu dapat menggunakan criterion-referenced atau
norm-refereced (PAP atau PAN). Criterion-referenced (PAP).
Caranya dapat ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut
(1) Menentukan angka nilai kualifikasi minimal sebagai batas lulus
yang dapat diterima oleh peserta didik
(2) Membandingkan angka nilai dari setiap peserta didik dengan
batas lulus yang telah ditentukan itu. Catatlah peserta didik
yang nilainya di bawah batas lulus tersebut.
(3) Himpunlah semua peserta didik yang angka nilai prestasinya di
bawah nilai batas lulus tersebut. Mungkin sebagian besar,
56

setengah, ataupun sebagian kecil dibanding keseluruhan


kelompoknya.
(4) Kalau mau mengadakan prioritas layanan kepada mereka yang
diduga paling berat kesulitannya atau paling banyak membuat
kesalahan, seyogyanya membuat rangking.
(5) Ada tarap usia/ kelas atau kesadaran tertentu, peserta didik
secara suka rela datang. Menurut Robinson (Makmun, A. Sy.,
2012:284) menyarankan: cara-cara untuk memberikan motivasi
kepada peserta didik tersebut antara lain sebagai berikut:
(a) Call them approach. Panggil saja atau lakukan wawancara
dengan semua peserta didik (dari suatu kelas/tingkat/ ke-
lompok tertentu) secara bergiliran.
(b) Maintai good relations. Pendekatan ini dikenal juga
sebagai open door policity. Maksudnya, peserta didik yang
meng-alami masalah/kesulitan akan secara terbuka
meminta bantuan guru atau pembimbingnya.
(c) Develoving a Desire for Councelling. Kalau dalam cara
yang kedua masih menunggu sampai peserta didik
merasakan adanya masalah yang dirasakan sehingga
peserta didik segera dan langsung dibawa ke arah penya-
daran akan masalah yang mungkin sedang atau akan
dialaminya misalnya dengan jalan.
(1) Mengadminstrasikan tes integrasi, bakat, minat,
pretest, atau post test dan sebagainya.
(2) Mengadakan orientasi studi yang membicarakan dan
memperkenalkan karakteristik perbedaan individual.
(3) Mengadakan diskusi mengenai suatu masalah,
misal-nya beberapa kesulitan dalam mempelajari
bahasa asing sehingga diskusi tersebut diharapkan
dapat solusi dan akhirnya akan sampai kepada
bantuan guru bidang studi yang bersangkutan.
57

(d) Langkah analisis terhadap prestasi belajar peserta didik


atau catatan harian guru mengenai beberapa peserta didik
yang menunjukan kelainan-kelainan tertentu. Kelainan itu,
diantaranya : rapid leaner, slow leaner, trouble markes,
dan sebagainya.
(e) Lakukan analisis sosiometris dengan memilih teman
terdekat. Analisis ini untuk menentukan peserta didik yang
diduga mengalami kesulitan penyesuaian sosial.
b). Identifikasi masalah
Langkah ini ditentukan untuk menjawab pertanyaan ber-
kenaan dengan jenis masalah yang dialami peserta didik. Secara
umum permasalahan yang dialami individu atau kelompok
menyangkut bidang pribadi, sosial, belajar, dan karir.
Permasalahan dibatasi dengan meninjau tujuan proses bel-
ajar-mengajar, mencakup:
(1) Secara substansial-material, hendaknya dilokalisasi pada jenis
bidang studi mana saja, pada bagian dan tingkatan mana dari
sisi dan struktur bidang studi tersebut, dan sebagainya
(2) Secara struktural fungsional, permasalahan itu mungkin dapat
dilokalisasi pada suatu jenis dan tingkat kategori belajar proses-
proses mental.
(3) Secara behavioral, permasalahan mungkin terletak pada salah
satu jenis dan tingkatan perilaku kognitif, afektif, dan psiko-
motor
(4) Mungkin pula terletak pada salah satu atau beberapa aspek
kepribadian : self consept, emosionalitas, moralitas, respon-
sibilates yang tercermin dalam salah satu jenis taraf kesulitan
seperti yang dinyatakan sebagai sasaran pokok bimbingan.
c). Mengadakan prognosis
Langkah ini untuk menjawab pertanyaan, apakah masalah
yang dihadapi peserta didik (kasus) masih mungkin diatasi serta
58

adakah alternatif pemecahan yang mungkin ditempuh.


Berdasarkan pertimbangan berat ringannya permasalahan yang
bersangkutan, barulah dapat memperkirakan apakah masalah itu
masih mungkin dipecahkan atau tidak.
Proses pengambilan keputusan seyogyanya tidak dilakukan
dengan tergesa-gesa serta sebaiknya melalui suatu atau serangkaian
konferensi (petemuan). Khusus yang minimal secara confidensial
dihadiri guru pembimbing dan peserta didik.
1) Melakukan tindakan remedial ataupun referral
Jenis dan sifat permasalahan serta sumber permas-
alahanya masih bertalian, sistem belajar mengajar dan masih
berada dalam kesanggupan dan kemampuan. Bantuan bimbing-
an itu seyogyanya dilakukan oleh guru sendiri. Namun, kalau
permasalahanya sudah mencakup aspek-aspek kepribadian yang
lebih mendalam atau aspek-aspek yang lebih luas lagi, maka
tugas guru selayaknya hanya membuat rekomendasi kepada para
petugas/ahli yang kompeten dalam bidang-bidang tersebut.
2) Evaluasi dan follow up
Usaha bantuan ini dilakukan oleh guru sendiri.
Selanjutnya yang bersangkutan meneliti pengaruh tindakan
remedial itu terhadap pemecahan masalahnya. Kegiatan
remedial itu dilakukan oleh petugas/ ahli lain seyogyanya guru
(pembimbing) hanya meminta laporan dari petugas/ ahli lain itu.
Menurut Robinson (Makmun, A. Sy., 2012:290) mengemukakan
beberapa kriteria keberhasilan dan keefektifan layanan bim-
bingan antara lain :
(1) Kriteria yang tampak segera, apabila peserta didik
(a) Mulai menyadari atas permasalahanya
(b) Mulai memahami atas masalahnya
(c) Telah mulai menunjukan kesediaan atau menerima
kenyataan diri dan masalahnya secara objektif
59

(d) Telah menurunnya ketegangan emosional


(e) Telah mulai menunjukan keterbukaan
(f) Telah berkurang menentangnya terhadap lingkungan
(g) Yang bersangkutan mulai menunjukkan kemampuannya
untuk melakukan pertimbangan, pilihan, dan pengam-
bilan keputusan
(h) Yang bersangkutan menunjukan kesediaan dan kemam-
puan untuk melakukan perbaikan dan penyesuaian
terhadap lingkungannya.
(2) Kriteria keberhasilan jangka panjang, apabila peserta didik
menunjukkan :
(a) Kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupannya yang
dihasilkan dari tindakan dan usahanya.
(b) Mampu menghindari secara preventif
(c) Menunjukan sikap kreatif, konstruktif, produktif, dan
kontributif, secara akomodatif.
h) Strategi layanan Bimbingan
Ada dua strategi layanan bimbingan, yaitu: (1) layanan
bimbingan kelompok. Layanan ini diselenggarakan apabila terdapat (a)
sejumlah peserta didik (b) terdapat masalah yang dihadapi individu
dan (2) layanan konseling individu: kalau permasalahanya bersifat
pribadi dan memerlukan proses melakukan pilihan. Selanjutnya,
pengambilan keputusan yang menuntut kesadaran, rasional,
pemahaman, penerimaan, usaha, dan aspek emosional.
1) Strategi layanan Komprehensif
Layanan dasar diperuntukkan bagi semua peserta didik. Kon-
selor memberikan layanan bimbingan kepada peserta didik, baik
secara terjadwal maupun tidak. Kegiatan layanan dilaksanakan
melalui pemberian layanan orientasi, informasi, layanan konten,
penyaluran, penempatan, bimbingan kelompok, konseling individu,
60

konseling kelompok, mediasi, dan advokasi tentang berbagai hal


yang dipandang bermanfaat bagi peserta didik.
Layanan informasi dalam bimbingan klasikal memper-
gunakan jam pengembangan diri. Layanan ini dilakukan melalui :
a). Bimbingan kelompok
Konselor memberikan layanan bimbingan kepada pe-
serta didik melalui kelompok kecil (5 s.d. 10 orang). Ada pun
permasalahan yang dapat dibahas dalam bimbingan ini bersifat
umum dan bukan rahasia. Materi tersebut, diantaranya: cara
belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan mengelola
stress. Layanan bimbingan kelompok bertujuan mengembang-
kan keterampilan atau perilaku baru lebih efektif dan efesien.
(1) Berkolaborasi dengan guru mata pelajaran atau wali kelas
Keterlibatan semua pihak yang bersifat positif
terhadap kegiatan bimbingan konseling akan menunjukkan
keefektifan. Hal ini mempermudah konselor berkolaborasi
dengan pihak lain, seperti guru dan wali kelas untuk
memperoleh informasi berkenaan dengan peserta didik.
Informasi itu, diantaranya mencakup tentang prestasi
belajar, kehadiran, dan pribadinya dalam rangka
memecahkan masalah peserta didik yang dilakukan oleh
guru mata pelajaran.
Aspek-aspek itu diantaranya: (a) mencetuskan iklim
sosio-emosional kelas yang kondusif; (b) memahami
karakteristik peserta didik; (c) menandai peserta didik yang
diduga memerlukan bantuan khusus; (d) membantu peserta
didik yang mengalami kesulitan belajar; (e) mengalih
tangankan peserta didik yang memerlukan layanan; (f)
memberikan informasi kaitan antara mata pelajaran dengan
bidang kerja yang dimintai peserta didik; (g) memahami
perkembangan dunia industri, sehingga dapat memberikan
61

informasi yang luas kepada peserta didik tentang dunia


kerja diantaranya mencakup: tuntuan keahlian kerja, dan
persyaratan kerja, (h) menampilkan pribadi yang matang
dalam aspek emosional, sosial, maupun moral-spiritual; dan
(i) memberikan informasi berkenaan dengan cara-cara
mempelajari mata pelajaran yang diberikanya secara efektif
(2) Berkolaborasi dengan orang tua
Peningkatan kualitas program bimbingan dan
konseling dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan
orang tua peserta didik. Kerja sama ini dipandang penting
agar proses bimbingan terhadap peserta didik dapat
berlangsung di rumah oleh orang tuanya. Kerja sama ini
menunjukkan kecenderungan terjadinya saling memberikan
informasi, pengertian, dan tukar pikiran antara konselor
dengan orang tua dalam rangka membantu peserta didik
untuk mengembangkan potensinya.
2) Strategi layanan responsive
a) Konsultasi
Konselor dapat berkonsultasi dengan guru mata pelajar-
an, wali kelas, orang tua peserta didik, maupun pihak pimpinan
sekolah. Upaya tersebut dilakukan untuk membangun persepsi
dalam rangka memberikan bimbingan kepada peserta didik.
Melalui layanan bimbingan konseling, konselor mem-
bantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mencapai
tugas-tugas perkembangannya. Dengan layanan ini konselor
dapat membantu peserta didik untuk mengidentifikasi masa-
lahnya sehingga dapat mepermudah proses konsultasi dalam
rangka pengambilan keputusan secara efektif dan efisien.
b) Referal ( rujukan atau alih tangan)
Layanan ini diberikan oleh konselor kepada peserta
didik, apabila yang bersangkutan merasa kurang memiliki
62

kemampuan untuk menangani masalah tersebut. Tujuan


layanan ini untuk mengalihtangankan permasalahan peserta
didik kepada pihak lain yang lebih berwenang, seperti psikolog,
psikater, dokter, dan kepolisian.
c) Bimbingan teman sebaya (peer guidance/peer facilitation)
Layanan ini merupakan bantuan yang diberikan oleh
peserta didik terhadap teman sebayanya. Ada pun tujuannya
untuk membantu peserta didik lain menuntaskan masalah yang
dihadapinya, baik akademik maupun non-akademik. Dengan
adanya layanan ini, konselor menjadi terbantu. Peserta didik
berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan
cara memberikan informasi berkenaan dengan kondisi, perkem-
bangan, atau kebutuhan khusus peserta didik yang perlu
mendapat layanan bimbingan konseling.
3) Strategi layanan pemecahan individual
a) Penilaian individual atau kelompok (individual or small-group
appraisal)
Maksudnya, konselor bersama peserta didik mengana-
lisis dan menilai kemampuan, minat, keterampilan, dan prestasi
belajar peserta didik. Melalui kegiatan tersebut peserta
didik yang bersangkutan akan memiliki pemahaman,
penerimaan, dan pengarahan dirinya secara positif dan
konstruktif.
b) Individual or small-group advicement
Layanan bimbingan konseling yang dilakukan oleh
konselor, diantaranya dapat berupa nasihat untuk memaparkan
hasil penilaian tentang dirinya, baik informasi tentang pribadi,
sosial, pendidikan dan karir yang diperoleh agar (1) merumus-
kan tujuan; (2) melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan
perencanaan yang telah ditetapkan, dan (3) melakukan evaluasi
kegiatan yang telah dilakukannya.
63

4) Strategi untuk dukungan sistem


a) Pengembangan professional
Hal ini dilakukan supaya peserta didik mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang begitu pesat, maka seorang konselor harus
mampu mengembangkan aspek pengetahuan dan keteram-
pilannya. Hal ini dilakukan agar peserta didik mampu melaku-
kan penyesuaian terhadap perubahan itu. Upaya yang bisa
dilakukan melalui kegiatan, antara lain: (1) in-service training,
(2) aktif dalam organisasi propesi, (3) aktif dalam kegiatan-
kegiatan ilmiah, seperti seminar, workshop, atau (4)
melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.
b) Pemberian konsultasi dan berkolaborasi
Tujuan konselor pada kegiatan ini untuk memperoleh
informasi, dan umpan balik tentang layanan bantuan yang telah
diberikan kepada para peserta didik. Tujuannya untuk mence-
tuskan lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan
peserta didik, melakukan referral, serta meningkatkan kualitas
program bimbingan dan konseling.
Jalinan kerja sama ini, baik dengan pihak (1) instansi
pemerintah, (2) instansi swasta, (3) organisasi profesi, seperti
ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia), (4)
para ahli dalam bidang tertentu yang terkait, seperti psikolog,
psikeater, dokter, dan orang tua peserta didik, (5) MGBK
(Musyawarah Guru Bimbingan Konseling), dan (6) Depnaker
dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan pekerjaan untuk
SLTA
c) Manajemen program
Program layanan bimbingan dan konseling dapat
terselenggara dan mencapai tujuan yang telah ditentukan bila
dikelola secara bermutu. Kegiatan ini dilakukan secara jelas,
64

sistematis, dan terarah. Aspek-aspek dalam kegiatan bermutu


ini, antara lain:
(1) Kesepakatan manajemen
Kesepakatan manajemen atas program bimbingan
dan konseling diperlukan untuk menjamin implementasi
program strategi pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan
peserta didik secara efektif.
(2) Keterlibatan stakeholder
Keterlibatan stakeholder sekolah, seperti komite
sekolah memerlukan penyadaran dan pemahaman akan
keberadaan dan pentingnya layanan bimbingan dan
konseling di sekolah.
(3) Manajemen dan penggunaan data
Manajemen penggunaan data dalam layanan bim-
bingan dan konseling akan menjamin setiap peserta didik
memperoleh manfaat dari layanan bimbingan konseling.
Konselor menunjukkan bahwa setiap aktivitas diimplemen-
tasikan sebagai bagian dari kebutuhan program bimbingan
dan konseling didasarkan pada analisis yang cermat
terhadap data tentang kebutuhan, prestasi, dan data lainya
yang terkait dengan peserta didik.
Penggunaan data peserta didik yang dikelola dengan
baik untuk kepentingan memonitor kemajuan peserta didik,
akan menjamin seluruh peserta didik menerima layanan
kepesertadidikan. Konselor harus cermat dalam mengum-
pulkan, menganalisis, dan menafsirkan data kemajuan per-
kembangan peserta didik yang dapat dimonitor dari prestasi
belajar, data yang terkait dengan prestasi belajar, dan data
tingkat penguasaan tugas-tugas perkembangan atau kompe-
tensi.
65

(4) Rencana kegiatan


Hal ini untuk menjamin pelaksanaan program
bimbingan dan konseling secara efektif dan efesien.
Rencana kegiatan dapat menggambarkan struktur isi
program baik kegiatan di sekolah maupun luar sekolah,
untuk memfasi-litasi peserta didik dalam rangka mencapai
tugas perkem-bangan atau kompetensinya.
(5) Pengaturan waktu
Dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan
konseling, pemanfaatan waktu perlu dirancang dengan
cermat. Hal ini didasarkan pada isi program dan dukungan
manajemen yang harus dilakukan oleh konselor. Misalnya:
(a) Layanan dasar (30-40%),
(b) Responsif (15-25%),
(c) Perencanaan individual (25-35%),
(d) Dukungan sistem (10-15%).
(6) Kalender kegiatan
Kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah harus
jelas waktu pelaksanaannya. Hal ini supaya ada kesesuaian
dengan kalender pendidikan di sekolah tersebut. Dengan
adanya kesesuaian itu, maka waktu kegiatan bimbingan
dan konseling disesuaikan dengan rencana kegiatan sekolah
yang terjadwalkan dalam kalender kegiatan sekolah.
Kalender kegiatan itu, antara lain mencakup: kalender
tahunan, semesteran, bulanan, dan mingguan.
(7) Jadwal kegiatan
Program bimbingan dapat dilakasanakan melalui
kontak langsung, dan tanpa dengan peserta didik. Kegiatan
langsung secara klasikal di kelas memerlukan waktu
terjadwal 1-2 jam pelajaran perkelas perminggu. Hal ini
66

sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Diknas


No. 22 Tahun 2006. Yang menyatakan bahwa:
Struktur kurikulum yang termaktub dalam Permen
tersebut, tercantum materi pengembangan diri
selama 2 jam/minggu, yang berlaku bagi semua
satuan pendidikan dasar dan menengah.

(8) Anggaran
Perencanaan anggaran manajemen bimbingan dan
konseling mendukung implementasi programnya. Anggaran
ini harus masuk ke dalam RAKS (Rencana Anggaran
Kegiatan Sekolah)
(9) Penyiapan fasilitas
Penyiapan fasilitas umumnya dilakukan pada awal
tahun pelajaran, fasilitas tersebut mencakup: penataan
ruangan tempat bimbingan khusus dan teratur,
perlengkapan lain yang memungkinkan tercapainya proses
layanan bimbingan dan konseling yang bermutu.
Fasilitas bimbingan dan konseling, diantaranya
mencakup: (1) ruangan kerja konselor, ruangan layanan
konseling, bimbingan kelompok, ruang tunggu tamu, ruang
tenaga administrasi, dan ruang perpustakaan; (2) instrument
dan kelengkapan administrasi, mencakup: angket peserta
didik dan orang tua, pedoman wawancara, pedoman
observasi, format konseling, format satuan layanan, dan
fedoman surat referral; (3) buku panduan, buku informasi
tentang studi kelanjutan kursus-kursus, modul bimbingan,
atau materi layanan bimbingan, buku program tahunan,
buku program semesteran, buku kasus, buku harian, buku
hasil wawancara, laporan kegiatan layanan, dan kehadiran
peserta didik, leger BK, dan buku realisasi kegiatan BK; (4)
perangkat elektronik, seperti komputer dan tape recorder;
67

dan (5) filling cabinet (tempat penyimpanan dokumentasi


dan data peserta didik).
Sarana yang diperlukan untuk menunjang layanan
bimbingan dan konseling, diantaranya:
(a) Alat pengumpul data, baik tes maupun non-tes.
Alat pengumpul data yang berupa tes,
mencakup: intelegensi, bakat khusus, bakat sekolah,
kepribadian, minat, dan prestasi belajar. Sedangkan alat
pengumpul data yang berupa non-tes, diantaranya:
pedoman observasi, catatan anekdot, daftar cek, skala
penilaian, dan sosiometri.
(b) Alat penyimpan data, khusus dalam bentuk himpunan
data.
Alat penyimpan data dapat berbentuk kartu,
buku pribadi dan map. Penyimpanan data setiap peserta
didik disediakan map pribadi.
(c) Kelengkapan penunjang teknis.
Kelengkapan penunjang ini, seperti; data infor-
masi dan alat bantu bimbingan. Perlengkapanya, seperti
alat tulis menulis, format rencana satuan layanan dan
kegiatan pendukung serta blanko laporan kegiatan,
blangko surat, kartu konsultasi, kartu kusus, blangko
konferensi kursus dan agenda surat.
(10) Pengendalian
Pengendalian merupakan salah satu aspek penting
dalam manajemen program layanan bimbingan dan kon-
seling. Pengendalian program ini memiliki tujuan, antara
lain: (a) menciptakan suatu koordinasi dan komunikasi
dengan seluruh staf bimbingan yang ada, (b) mendorong staf
bim-bingan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, dan (c)
68

me-mungkinkan kelancaran dan efektivitas pelaksanaan


program yang telah direncanakan.
i) Sistem pendekatan layanan bimbingan
Ada dua sistem pendekatan layan bimbingan, yaitu:
1) Pendekatan direktif
Pendekatan ini menunjukkan bahwa pembimbing meme-
gang peranan utama dalam proses interaksi layanan bimbingan.
Pembimbing berusaha mencari dan menemukan permasalahan
yang dialami klien, dan mencari alternatif pemecahannya. Klien
hanya menerima, mengikuti dan melaksanakan saran pembimbing
2) Pendekatan non-direktif
Sifat pendekatan ini, klien diberikan peran utama dalam
bidang interaksi layanan bimbingan. Pembimbing bertugas
mencip-takan suatu kondisi yang memungkinkan klien untuk
mencoba menemukan inti permasalahan yang dialaminya dan
mencari alternatif terbaik untuk mengatasi masalah klien.
j) Tujuan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah
Tujuan layanan bimbingan dan konseling di sekolah membantu
peserta didik agar dapat mencapai tujuan-tujuan perkembangan pada
aspek pribadi-sosial, belajar, dan karir.
1) Bimbingan pribadi-sosial memiliki tujuan agar dapat membantu
peserta didik untuk memenuhi tugas perkembangan pribadi-
sosialnya. Pencapaian tujuan tersebut dalam rangka mewujudkan
pribadi yang takwa, mandiri, dan bertanggung jawab.
2) Bimbingan belajar dimaksudkan agar peserta didik yang menerima
materi layanan ini memperoleh kemudahan dalam belajar. Mereka
menguasai teknik atau cara belajar yang efektif.
3) Bimbingan karir dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi pekerja
yang produktif.
69

k) Kompetensi guru BK
1) Kompetensi pedagogik
Kompetensi utama dalam pendidikan, yaitu pedagogik.
Kompetensi ini sebagai modal dasar seorang guru untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Hal pokok yang melekat
pada diri seorang guru, diantaranya pemahaman terhadap peserta
didiknya. Langkah ini sebagai upaya awal dari seorang guru agar
dapat merancang pelaksanakan pembelajaran dan pengembangan
peserta didik, agar dikemudian nanti yang bersangkutan dapat
mengaktua-lisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi pedagogik sebagaimana tercantum dalam
Permendiknas tentang standar nasional pendidikan (SNP), penje-
lasan pasal 28 ayat 3 butir (a) adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yaitu
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan,
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.

Layanan bimbingan dan konseling berdasarkan pada Per


mendiknas di atas, bahwa seorang guru BK memerlukan materi
penguasaan terhadap:
a. teori dan praksis pendidikan
b. perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku konseli.
c. layanan BK berdasarkan jalur, jenis, dan jenjang satuan pen-
didikan tertentu.
2) Kepribadian
Kepribadian merupakan organisasi faktor-faktor biologis,
psikologis, dan sosiologis yang mendasari perilaku individu.
Kebiasaan dan sikap khas yang dimiliki seseorang akan
berkembang apabila yang bersangkutan mengembangkan
kemampuan bersosialnya dengan orang lain.
70

Kemampuan kepribadian mencerminkan perilaku yang


mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi
peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi ini meliputi hal-
hal sebagai berikut:
a) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b) Nilai-nilai kemanusiaan, individualitas dan kebebasan memilih.
c) Integritas dan stabilitas kepribadian yang kuat.
d) Kinerja berkualitas tinggi.
3) Sosial
Kompetensi sosial guru berkenaan dengan kemampuannya
berhubungan dengan orang lain. Kompetensi ini, mencakup
kemampuan berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik.
Selain itu, juga sesama pendidik, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar. Selain itu, kompetensi sosial sebagai seorang
guru merupakan kemampuan untuk memahami dirinya sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat dan mampu
mengembangkan tugas sebagai anggota masyarakat dan warga
negara.
a) Mengimplementasikan kolaborasi internal di tempat kerja.
b) Berperan dalam organisasi dan kegiatan profesi BK
c) Mengimplementasikan kolaborasi antar profesi.
4) Profesional
Kompetensi profesional berkaitan dengan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Oleh karena itu,
materi tersebut mencakup penguasaan kurikulum dan substansi
keilmuan. Submenu yang menaungi materi, serta penguasaan ter-
hadap sturktur dan metodologi keilmuan, diantaranya mencakup:
a) Konsep dan praksis asesmen kebutuhan dan masalah konseli.
b) Kerangka teori dan praksis BK
c) Program BK.
d) Program BK yang komperhensif.
71

e) Proses dan hasil kegiatan BK


f) Kesadaran dan komitmen terhadap etika professional.
g) Konsep dan praksis penelitan dalam BK
3. Layanan Pembelajaran
a. Pengertian
Inti keseluruhan proses pendidikan di sekolah, yaitu
pembelajaran sebagai aktivitasnya (Surya 2004:7). Pembelajaran
merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
perubahan perilaku baru secara keseluruhan. Perilaku tersebut sebagai
hasil dari pengalaman dalam interaksi dengan lingkunganya.
Kunci utama dalam kegiatan belajar mengajar di kelas, yaitu
proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan sumber
belajar. Adanya interaksi edukatif proses pembelajaran tersebut
menunjukan komunikasi dua arah yaitu dari pendidik kepada peserta
didik dan sebaliknya. Hal ini sejalan dengan UU No. 20/2003 tentang
Sistem pedidikan Nasional pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 20 menyatakan
bahwa
Pembelajaran, yaitu proses interaksi antara peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar dalam lingkungan belajar.
Proses interaksi pendidik dengan peserta didik dalam proses
pembelajaran dapat berupa bimbingan atau latihan.

Selanjutnya Corey (Syaiful Sagala, 2003 :61) menyatakan bahwa:


“pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan sese-
orang secara sengaja dikelola. Tujuanya untuk memungkinkan
ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi
khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.”

Pembelajaran berdasarkan definisi di atas, mengandung makna


bukan hanya berarti transfer informasi dari, tetapi cara mengupayakan
agar peserta didik dapat belajar secara mandiri. Peran guru bukan seke-
dar sumber belajar semata, tetapi sebagai fasilitator bagi peser-
ta didik. Proses pembelajaran sebagai suatu upaya guru untuk
72

membangkitkan motivasi belajar peserta didik agar mau dan mampu


belajar secara mandiri.
Pengertian pembelajaran sebagai proses yang kompleks.
Artinya pembelajaran itu bukan hanya proses pemberian informasi
yang disampaikan guru kepada peserta didik, tetapi, pembelajaran
menunjukkan serangkaian kegiatan yang disusun untuk membuat
peserta didik bisa dan mampu belajar. Kegiatan dalam pembelajaran
tentu harus direncanakan terlebih dahulu dengan mempertimbangan
berbagai faktor diantaranya mencakup : konteks situasi, materi, kondisi
peserta didik, dan ketersediaan media pembelajaran. Berkenaan dengan
ini, Sa’ud (2010:124) memaparkan bahwa :
Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang
untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada peserta
didik. Oleh karena itu pembelajaran sebagai suatu proses harus
dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif, dinamis,
dengan menerapkan pendekatan multi untuk menciptakan
suasana dan proses pembelajaran yang kondusif bagi peserta
didik.

Guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menyusun rencana


pembelajaran yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran.
Variasi model pembelajaran harus dikuasai oleh guru secara bermutu
dan tentu saja disesuaikan dengan materi pembelajaranya. Riyanto
(2002:1) menyatakan, bahwa pada hakikatnya seorang pendidik adalah
fasilitator. Hal ini menunjukan bahwa guru sebagai fasilitator terhadap
peserta didik dari segi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dalam
proses pembelajaran.
Proses pembelajaran yang bermutu dilaksanakan dengan
metode learning by doing. Hal ini dilakukan untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara efektif, sehingga pembelajaran yang
telah
ditetapkan terdapat kesesuaian antara teori dengan praktek untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional. Dalam proses pembelajaran ini
menuntut berpikir aktif positif dan keterampilan yang memadai
73

(Riyanto 2002:3). Sedangkan Surya (2003:710) memaparkan prinsip-


prinsip pembelajaran sebagai berikut :
1) Pembelajaran sebagai proses perubahan perilaku. Prinsip ini
mengandung makna bahwa perubahan perilaku merupakan ciri
utama setelah mengalami proses pembelajaran. Perubahan tersebut
ditandai dengan ciri-ciri, antara lain:
a) disadari,
b) terjadi secara terus-menerus,
c) bersifat fungsional,
d) positif,
e) permanen, dan
f) terarah.
g) Hasil pembelajaran ditandai dengan perubahan perilaku secara
keseluruhan. Prinsip ini mengandung makna bahwa perubahan
perilaku meliputi semua aspek perilaku yang meliputi aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor.
h) Pembelajaran sebagai suatu proses. Prinsip ini mengandung makna
bahwa pembelajaran sebagai ativitas berkesinambungan. Hal ini
menunjukan bahwa pembelajaran melalui tahapan-tahapan
aktivitas secara sistematis dan terarah.
i) Proses pembelajaran terjadi karena adanya tujuan yang akan
dicapai. Prinsip ini mendukung makna bahwa pembelajaran akan
terjadi apabila individu merasakan adanya kebutuhan. Hal itu
berfungsi sebagai dorongan, sehingga adanya sesuatu yang harus
dicapai untuk memenuhi kebutuhannya.
j) Pembelajaran merupakan pengalaman. Pengalaman ialah
kehidupan nyata. Dalam hal ini pembelajaran sebagai interaksi
individu dengan lingkunganya secara langsung sehingga
memberikan pengalaman yang nyata.
Pembelajaran sebagai suatu proses interaksi antara peserta
didik dengan pendidik. Selanjutnya, sumber belajar pada suatu
74

lingkungan belajar turut terlibat dalam proses tersebut. Pembelajaran


sebagai suatu bantuan yang diberikan oleh pendidik kepada peserta
didik agar terjadi proses interaksi tentang ilmu dan pengetahuan,
penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukkan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain pembelajaran
merupakan proses membantu peserta didik agar mau dan mampu
belajar dengan baik.
Layanan pembelajaran sebagai layanan bimbingan belajar
untuk mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan
yang baik. Materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan
belajar, serta sebagai aspek dan tujuan kegiatan lainnya. Sejalan
dengan ini Komariah dan Triatna (2006:57), berpendapat bahwa :
“ layanan pembelajaran merupakan urusan utama sekolah yang
menjadi patokan, terjadi atau tidaknya perubahan kemampuan
peserta didik sebagai representasi dari upaya-upaya yang
dilakukan guru dan manajemen sekolah”.

Hasil belajar yang berkualitas merupakan dambaan dari setiap


penyelenggaraan pendidikan. Prestasi belajar peserta didik yang
berkualitas menunjukan suksesnya kegiatan belajar mengajar. Karena
kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan inti dari keseluruhan
proses pendidikan. Peserta didik akan memperoleh kepuasan belajar
apabila seluruh faktor yang ada di dalam dirinya terorganisir,
terintegrasi, dan bersifat potensial untuk diaktualisasikan terhadap
lingkungannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Usman (2007:5)
menyatakan bahwa: “Belajar diartikan sebagai proses perubahan
tingkah laku individu berkat adanya interaksi antara individu dengan
lingkungannya”.
Selanjutnya Cronbach (Djamarah, 2002:13), menjelaskan
bahwa : “belajar merupakan perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman”. Kedua pendapat tersebut memberikan gambaran bahwa
kunci belajar adalah pengalaman.
75

b. Faktor-faktor yang mendukung proses belajar mengajar (PBM)


Faktor-faktor yang terkait pada proses belajar mengajar
cenderung mendukung terwujudnya proses belajar, yaitu bahan ajar
atau hal yang dipelajarinya, lingkungan alam, dan lingkungan sosial.
Selain itu juga faktor instrumental yang menunjang proses belajar
adalah perangkat keras (gedung, ruangan, laboratorium, dan
perpustakaan), perangkat lunaknya (kurikulum, paket program,
program panduan belajar dan sebagainya), dan faktor guru dengan
kompetensi profesional, personal dan sosialnya.
1) Faktor biologis/fisikologis peserta didik
Interaksi individu dengan lingkungan belajarnya akan
menentukan pertumbuhan dan perkembangan otak dalam proses
belajar. Cerebral Cortex terbagi dua belahan yang disambung oleh
segumpal serabut yang disebut Corpus Callosum. Setiap belahan
otak (kanan dan kiri) bertugas, berfungsi dengan merespon secara
berbeda terhadap berbagai jenis pengalaman belajar. Wittrock
(Sutiadi, 1997:2), menegaskan bahwa: “proses belajar bukan hanya
suatu seleksi, asosiasi, integrasi, interpretasi dan kemudian beraksi
terhadap setiap rangsangan yang diterimanya dari lingkungannya”.
2) Faktor pisikologis peserta didik
(a) Intelegensi
Proses pematangan kedua otak secara holistik pada
lingkungannya akan mengembangkan kemampuan berpikir
pada individu akan mematangkan kesadaran. Seseorang yang
memiliki IQ tinggi berarti ia mempunyai kecerdasan secara non
verbal. Intelegensi merupakan komponen dari keberhasilan
proses belajar yang merupakan kekuatan untuk membuat
respon yang bermakna dari satu fakta yang dihadapi individu
dalam interaksi dengan lingkungannya. Intelegensi menurut
Stoddard (Hadim dan Tresnawisesa, 1998:2), menjelaskan
bahwa:
76

Intelegensi merupakan kemampuan untuk melakukan


kegiatan-kegiatan yang ditandai dengan tingkat
kesadaran, kompleksitas, dan keabstraksian menam-
pilkan kegiatan-kegiatan tersebut secara ekonomis atau
kecepatan dalam melakukan penyesuaian terhadap
tujuan.

(b) Motivasi
Peserta didik memberikan reaksi terhadap kegiatan
belajar di sekolah beraneka ragam. Perbedaan tersebut
menunjukan alasan peserta didik berkaitan dengan motivasi
belajar. Motivasi tersebut berkenaan dengan kemungkinan
perbedaan perilaku dan pribadi yang berkembang dalam proses
belajar.
Hamalik (Djamarah, 2002:114), mengatakan bahwa :
motivasi adalah suatu perubahan energi dalam pribadi
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi
untuk mencapai tujuan. Kekuatan dan arah merupakan pusat
pengertian konsep motivasi. Perilaku seseorang tergantung
pada apa yang dimiliki dan lingkungannya sebagai sumber
belajar. Dengan kata lain bahwa motivasi dapat membantu
tercapainya tujuan yang ada pada diri individu peserta didik.
(c) Minat
Minat sebagai salah satu faktor psikologis yang
mempengaruhi belajar yang memiliki kecenderungan menye-
nangkan dan memberi kepuasan untuk dilakukan serta banyak-
nya waktu yang tersita. Peserta didik dengan minat belajar pada
suatu pelajaran tertentu cenderung akan memberikan perhatian
yang besar pada pelajaran tersebut.
Perhatian dan konsentrasi yang tinggi mempengaruhi
hasil belajar yang akan diperolehnya juga tinggi. Minat berke-
naan dengan seleksi terhadap rangsangan dalam mengikuti ke-
giatan belajar. Oleh karena itu, para guru dengan kemampuan
77

mengajarnya disertai metodologi yang bervariasi dan alat


peraga akan memberikan pengaruh positif terhadap
pengembangan peserta didik.
3) Faktor sarana
Kelengkapan sarana diperlukan untuk berlangsungnya
proses belajar mengajar. Salah satu komponen sarana, yaitu
strategi. Menurut Newman dan Logan (Makmun, A.Sy.,2012:220)
strategi dasar dari setiap usaha akan mencakup keempat hal sebagai
berikut:
(a) Mengidentifikasi, menetapkan spesifikasi, dan kualifikasi hasil
(out put) yang harus dicapai dan menjadi sasaran (target) usaha
itu, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat
yang memerlukanya
(b) Mempertimbangkan dan memilih pendekatan utama yang di-
pandang paling ampuh guna mencapai sasaran tersebut
(c) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps)
yang akan ditempuh sejak titik awal sampai kepada titik akhir
dimana tercapainya sasaran tersebut.
(d) Mempertimbangkan dan menetapkan tolak ukur. Hal ini
sebagai patokan standar yang dipergunakan untuk mengukur
dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha tersebut.
4) Faktor lingkungan
Lingkungan dalam konteks pendidikan sebagai salah satu
sumber belajar yang baik yang sifatnya “by design” maupun
“utilization” dimana peserta didik dapat memperoleh kegunaan
dalam bereksplorasi secara aktif dan kreatif. Letak geografis
sekolah dan kondisi bangunannya akan sangat berpengaruh
terhadap proses belajar mengajar atau kemungkinan gangguan
perilaku belajar peserta didik, misalnya:
(a) Letak sekolah yang berada di daerah perdagangan, industri,
reaksi dapat menimbulkan gangguan pada konsentrasi belajar
78

didik, adanya kecenderungan meningkatnya agresifitas peserta


didik.
(b) Suhu ruangan dapat mengganggu ketenangan belajar dan
penampilan mereka dalam komunikasi.
(c) Terbatasnya ruangan dan kepadatan peserta didik di kelas
berkecenderungan menggunakan sistem ceramah. Kondisi ini
bepengaruh pada pengembangan modalitas inderawi atau
kecenderungan membatasi keaktifan dan kreativitas belajar
mereka.
(d) Faktor teritorial secara aktual dan potensial dapat berpengaruh
terhadap perilaku peserta didik. Gejala yang dapat diamati,
misalnya rasa kebanggaan menjadi peserta didik dari sekolah
yang top atau favorit.
c. Gejala kesulitan dalam proses belajar
Proses belajar mengajar di sekolah menjadi harapan setiap guru
agar peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang sebaik-baiknya.
Namun kenyataannya, tidak selalu menunjukkan apa yang diharapkan.
Banyak peserta didik yang menunjukkan tidak dapat mencapai hasil
belajar yang diharapkan. Dalam proses belajar, guru sering
menghadapi masalah adanya murid yang mengalami kesulitan belajar.
Kesulitan belajar merupakan suatu gejala yang nampak dalam
berbagai jenis kenyataan yang menjadi kewajiban guru dalam
peranannya sebagai orang yang bertanggung jawab dalam proses
belajar mengajar. Untuk dapat memahami manisfestasi dari gejala-
gejala kesulitan belajar, pemahaman ini merupakan dasar dalam usaha
memberikan bantuan kepada murid yang mengalami kesulitan belajar.
Ada beberapa indikator tingkah laku peserta didik sebagai
manisfestasi gejala kesulitan belajar antara lain :
1) Hasil belajar di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok
kelas
79

2) Prestasi yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah


dilakukan. Mungkin murid yang selalu berusaha untuk belajar
dengan giat tapi nilai yang dicapainya selalu rendah.
3) Lambat dalam mengerjakan tugas-tugas kegiatan belajar. Ia selalu
tertinggal dari kawan-kawanya untuk menyelesaikan tugas sesuai
dengan waktu yang tersedia.
4) Sikap yang kurang wajar, seperti acuh tak acuh, menantang,
berpura-pura, dan sebagainya.
5) Tingkah laku yang kurang disiplin, seperti membolos, datang
terlambat, tidak mengerjakan tugas, dan tidak mau mencatat
pelajaran. Selain itu, tidak teratur dalam kegiatan belajar,
mengasingkan diri, tersisihkan tidak mau bekerjasama juga
termasuk contoh kurang disiplin.
6) Gejala emosional yang bersifat negatif, seperti pemurung, mudah
tersinggung, dan pemarah.
d. Latar belakang kesulitan belajar
Kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik disebabkan oleh
berbagai faktor, baik yang terdapat dalam diri peserta didik maupun
diluar diri peserta didik. Faktor-faktor dalam diri peserta didik (factor
intern) antara lain:
1) Kurangnya kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik. Kemam-
puan dasar (intelegensi) merupakan wadah bagi kemungkinan
tercapainya hasil belajar. Jika kemampuan rendah maka hasil yang
akan dicapai akan kurang dan akan menimbulkan kesulitan belajar.
2) Kurangnya bakat khusus pada situasi belajar tertentu. Bakat ini
merupakan wadah untuk mencapai hasil belajar tertentu. Peserta
didik yang kurang berbakat dalam suatu kegiatan belajar tertentu
akan mengalami kesulitan belajar. Keberhasilan belajar banyak
ditentukan oleh minat dalam suatu pelajaran tertentu akan lebih
banyak mengalami kesulitan.
80

3) Kurang motivasi belajar. Tanpa motivasi yang besar, peserta didik


akan mengalami kesulitan belajar. Motif merupakan faktor
pendorong.
4) Situasi pribadi terutama emosional yang dihadapi peserta didik
tertentu. Misalnya, pertentangan yang dialami dirinya, situasi
kekecewaan, dalam kesedihan akan menimbulkan kesulitan dalam
belajar
5) Faktor jasmaniah, seperti cacat tubuh dan gangguan pendengaran
merupakan penyebab kesulitan dalam belajar.
6) Faktor bawaan seperti buta warna, kidal, cacat tubuh, dan
sebagainya. Faktor yang terletak di luar dirinya, baik yang terdapat
di sekolah, di rumah maupun di masyarakat.
e. Pola-pola belajar peserta didik
1) Mengidentifikasi pola-pola belajar peserta didik
Perkembangan perilaku dan pribadi peserta didik terutama
yang berkaitan dengan aspek-aspek kognitifitas melalui tahapan.
Gegne (Makmun, A.Sy, 2012:227) mengkategorikan pola-pola
belajar peserta didik kedalam delapan tipe. Tipe pertama
merupakan persyaratan (prerequisite) bagi yang lainya.
Guru dapat melakukan identifikasi terhadap belajar mana
atau tipe belajar mana yang telah dijalani peserta didiknya. Oleh
karena itu, guru dapat memilih alternatif strategi pengorganisasian
bahan dan kegiatan belajarnya. Selanjutnya, Gagne (Makmun,
A.Sy, 2012: 230) mengkategorisasi jenis dan tingkat belajar
cenderung terhadap kawasan perilaku kognitif namun dapat
dipertimbangkan pula bagi kawasan perilaku lainnya.
Proses belajar yang serius dapat berlangsung dengan
terlebih dahulu cara fundamentalnya telah dimiliki dan dikuasi.
Kondisi yang diperlukan peserta didik hendaknya :
a) Diberikan rangsangan yang dapat menimbulkan masalah pada
diri peserta didik
81

b) Diberikan kesempatan untuk merumuskan dan mencari


alternatif pemecahan terhadap masalahnya.
c) Diberikan kesempatan mencoba mengalami sendiri
melaksanakan pemecahan dan membuktikannya.
2) Memilih sistem belajar mengajar (Pengajaran)
Para ahli teori belajar telah mencoba menggambarkan cara
pendekatan atau sistem pengajaran. Sistem pengajaran yang
banyak menarik perhatian atau orang akhir-akhir ini, diantaranya:
enquiry discovery approach, expository approach, mastery
learning dan humanistic education.
1) Enquiry discovery learning ( belajar dengan mencari untuk
menemukan sendiri solusinya)
Guru menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk
stimulus, tetapi peserta didiklah yang diberikan kesempatan
untuk mencari dan menemukanya sendiri. Peserta didik dengan
menggunakan teknik dan pendekatan masalah yang dapat
memenuhi kebutuhan terhadap tuntuan materinya. Secara garis
besar prosedurnya mencakup :
1) Stimulasi
Guru mulai dengan bertanya atau mengatakan
persoalan mendengarkan uraian persoalan.
(a) Perumusan masalah
Peserta didik diberi kesempatan mengiden-
tifikasi berbagai permasalahan yang relevan dengan
pokok bahasan sebanyak mungkin. Peserta didik harus
membatasi dan memilih yang dipandang paling menarik
untuk dipecahkan. Pertanyaan harus dirumuskan dalam
bentuk pertanyaan atau hipotesis.
(b) Pengumpulan data
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengu-
umpulkan berbagai data yang relevan dengan jelas.
82

Kegiatan tersebut melalui telaah teratur, mengamati


objeknya, mewawancari sumber orang, mencoba
sendiri, dan sebagainya.
(c) Analisis data
Semua data diolah dengan cara dicek, diklasi-
fikasi, dan ditabulasi. Selanjutnya, dihitung dan
ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
(d) Verifikasi
Proses pengecekkan terhadap hasil pengolahan
dan penafsiran terhadap informasi yang ada melalui
pertanyaan atau hipotesis yang telah dirumuskan.
Selanjutnya dicek dengan berpedoman pada pertanyaan
atau hipotesis itu, apakah terjawab atau tidak.
(e) Generalisasi
Berdasarkan hasil verifikasi peserta didik, maka
dapat ditarik kesimpulan tertentu. Peserta didik tinggal
mencerna dan menyimak secara teratur dan tertib.
1) Ekspository Teaching
Dalam sistem ini, guru harus merencanakan
pelaksanaan pembelajaran sebaik mungkin. Oleh karena itu,
pelaksanaan pembelajaran mampu menyajikan bahan yang
telah dipersiapkan secara matang. Adapun langkah-
langkahnya sebagai berikut:
a) Persiapan
Guru menyajikan bahan selengkap-lengkapnya
secara sistematis dan rapi. Oleh karena itu, kegiatan ini
memerlukan perencanaan yang sebaik mungkin.
b) Apresiasi
Guru bertanya atau memberikan uraian singkat
berkaitan pokok materi pelajaran. Hal ini untuk
83

mengarahkan perhatian peserta didik pada materi yang


telah diajarkan.
c) Penyajian
Guru menyajikan materi pelajaran berdasarkan
perencanaan yang telah dibuatnya. Penyajian materi
dengan ceramah atau menyuruh dilaksanakan dengan
cara peserta didik membaca bahan yang telah disiapkan
sebagai kegiatan inti dalam proses pembelajaran ini.
d) Evaluasi
Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta
didik berkenaan dengan materi yang telah dipelajarinya.
Selain itu, guru bisa menunjuk peserta didik untuk
menyatakan kembali dengan kata-kata sendiri terhadap
pokok-pokok yang telah dipelajari.
2) Mastery learning. (belajar tuntas)
Tingkat belajar pada hakekatnya merupakan fungsi
dan proporsi waktu yang disediakan untuk belajar. Dengan
waktu tersebut, peserta didik dapat menguasai materi yang
dipersyaratkan.
3) Humanistic Educations
Bertitik tolak pada anggapan atau harapan bahwa
peserta didik pada akhirnya harus dapat kita sangkal. Hal
ini menunjukan variasi yang bersipat individual sehingga
tidak mungkin menguasai bahan tertentu.
Kenyataanya, kemampuan dasar (IQ dan uptituted)
peserta didik yang bersifat herideter itu tidak dapat kita
sangkal. Hal ini menunjukkan variasi yang bersifat
individual sehingga tidak mungkin semua peserta didik
akan mencapai tingkat penguasaan pelajaran yang sama.
Bagaimana pun karakteristik utama human educati-
on ini, seperti guru hendaknya tidak membuat jarak dengan
84

peserta didik. Guru hendaknya menempatkan diri berdam-


pingan dengan peserta didik sebagai peserta didik senior
yang selalu siap menjadi sumber data konsultan dan
berbicara kalau memang benar-benar dirasakan perlu harus
berbicara.
3) Pengorganisasian Satuan Kelompok Belajar Peserta Didik
Mac. Kenzie, Norman dan rekan-rekanya (Makmun, A.Sy.,
2012:237) menyarankan pengorganisasian kelompok belajar
peserta didik ke dalam susunan berikut ini:
(1) N=1. Pada situasi ekstrim ini, kelompok belajar hanya terdiri
atas seorang peserta didik atau seorang peserta didik bekerja
individual saja. Metode belajar dengan kelompok peserta didik
tunggal ini, dapat diberi nama atau dikaitkan dengan konsep
belajar-mengajar, tutorial, pengajaran, berprogram, studi
individual atau independent study.
(2) N=2-20. Kelompok belajar kecil, terdiri atas 2 sampai 20
peserta didik. Kalau besarnya kelompok seperti ini, biasanya
metode belajarnya kita sebut metode diskusi atau seminar.
(3) N. 20-40. Berikutnya kelompok belajar berkisar antara 20-40.
Kelompok belajar seperti ini, secara tradisional sebut metode
balajar-mengajar (class-room teaching). Metodenya bervariasi,
sesuai dengan kesenangan dan kemampuan guru untuk
mengolahnya (class-room manajemen)
(4) N=40. Lebih besar atau kalau ukuran kelompok melebihi 40,
pesertanya disebut audience. Metode belajar-mengajar lazim
disebut kuliah (ceramah) atau the lecture.
1) Metode dan teknik mengajar
Ada perbedaan antara metode dengan teknik dalam kegiatan
belajar mengajar. Perbedaannya, terletak pada cara penyajian
bahan. Hal itu cocok untuk bidang studi dan bagian tertentu yang
spesifik, disebut teknik. Tetapi jika dapat dipergunakan dalam
85

berbagai konteks bidang studi, disebut metode. Dengan kata lain,


untuk menyebutkan maksud yang sama biasanya disebut didaktik
dan metodik.
Menurut jenis orientasi (maksud penggunaan) dan besarnya
ukuran kelas yang dihadapi.
a) Model-model mengajar berdasarkan orientasinya Gagne dan
Barliner (Makmun, A.Sy.,2012:238) mengelompokan model
mengejar itu kedalam empat orientasi, yaitu:
1) Information processing orientation
Model mengajar yang titik beratnya mengem-
bangkan kemampuan intelektual atau kognitif peserta didik
adalah model mengajar dengan menggunakan proses
deduktif, induktif, pemecahan masalah, dan lain-lain.
2) Social-interactionorientation
Model mengajar ini diarahkan kepada kemampuan
bekerja sama secara kooperatif dengan orang lain. Oleh
karena itu, model ini dapat memajukan saling memahami
dalam kehidupan suatu kelompok sosial satu sama lain.
3) Person orientation.
Model mengajar ini dikembangkan oleh para
penganut humanistic education. Sasaranya untuk memberi
kesempatan perkembangan pribadi, kreativitas, dan
kehangatan atau vitalitas (semangat hidup) setiap individu
peserta didik yang bersangkutan.
4) Behavior-modification orientation
Metode mengajar yang ditunjukkan dan dititik
beratkan pada perubahan-perubahan perilaku ke arah yang
diharapkan guru.
86

b) Beberapa Metode Mengajar


Banyak metode yang sering dipergunakan guru, antara
lain metode ceramah, metode diskusi, pengajaran kelas, dan
pengajaran individual.
1) Metode ceramah
Metode ini merupakan suatu cara belajar mengajar
yang bahan materi pelajarannya disajikan oleh guru secara
monolog. Hal ini menunjukkan pembicaraan guru bersifat
satu arah, sehingga peserta didik tidak terlibat aktif dalam
kegiatan pembelajaran di kelas.
2) Metode diskusi
Metode ini merupakan suatu cara dalam mengajar
yang melibatkan guru dan peserta didik dalam suatu proses
interaksi secara aktif dan timbal balik dari dua arah antara
guru dan peserta didik. Metode ini meliputi tahapan, yaitu
perumusan masalah, penyampaian informasi, pembahasan
maupun dalam pengambilan kesimpulan.
3) Metode pengajaran yang berorientasi pada individu peserta
didik .
Metode pengajaran ini mengandung dua konotasi,
yaitu:
(a) Sebagai pengajaran yang diprogramkan dan diberikan
kepada peserta didik secara perseorangan (individual
study)
(b) Sebagai pengajaran yang memperhatikan dan
disesuaikan pada karakteristik perbedaan individu
peserta didik.
4) Menetapkan starategi evaluasi belajar mengajar
(a) Model desain pelaksanaan evaluasi belajar
Model desain evaluasi belajar mengajar dapat
dibedakan berdasarkan maksud dan fungsinya: evaluasi
87

sumatif merupakan model pelaksanaan evaluasi yang


dilakukan setelah berakhirnya kegiatan belajar
mengajar selama satu semester atau sering dikenal
dengan istilah post test. Evaluasi ini dilakukan untuk
mengetahui tahap perkembangan terakhir dari
pengetahuan yang telah dicapai peserta didik.
Evaluasi formatif merupakan model pelaksanaan
penilaian yang dilakukan selama masih berjalanya
proses kegiatan belajar mengajar. Kegiatan ini
dilaksanakan setelah menyelesaikan satu pokok bahasan
materi. Upaya ini bertujuan untuk mendapatkan umpan
balik dengan segera, sehingga kelemahan dari proses
belajar mengajar dapat diperbaiki secepat mungkin.
Oleh karena itu, peserta didik dapat mencapai prestasi
belajarnya secara optimal.
Evaluasi reflektif merupakan model pelaksanaan
evaluasi yang dilakukan sebelum proses belajar
mengajar, yang dikenal dengan pre-test. Sasaran dari
evaluasi ini untuk mendapatkan informasi awal tentang
kesiapan peserta didik dan disposisi bahan atau pola
perilaku peserta didik.
Hasil evaluasi ini sebagai dasar penyusunan
persiapan rencana kegiatan belajar mengajar dan tingkat
keberhasilan yang dapat dicapai setelah menjalani
proses belajar mengajar nanti. Model evaluasi ini untuk
mengetahui taraf keefektifan proses belajar mengajar
bersipat diagnostik.
f. Inovasi Pembelajaran
Mulyasa, dkk (2016:12) menyatakan bahwa inovasi pem-
belajaran pada hakekatnya menyiapkan sumber daya berkualitas.
Artinya, mampu mengolah sumber daya alam menjadi sesuatu yang
88

bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Hal ini bisa mengangkat


martabat bangsa dan negara untuk maju terdepan dalam menghadapi
era globalisasi.
Sumber daya manusia yang menguasai teknologi informasi
akan memiliki pengetahuan dan keterampilan secara unggul dan beda
sehingga menjadi modal dasar dalam menganalisis tuntutan inovasi
pembelajaran. Hal ini yang mengakibatkan seseorang untuk siap
menghadapi era global. Selanjutnya, Mulyasa, dkk (2016:13)
menyebutkan karateristik manusia Indonesia yang diperlukan dalam
masyaraat ASEAN, antara lain:
1) Visioner dan modern
2) Kreatif dan mengembangkan diri
3) Produktif dan bekerja sama
4) Taat beragama dan menjunjung tinggi nilai moral
5) Innovatif dan bekerja keras
6) Cerdas dan ikhlas
7) Mandiri dan mengendalikan diri
8) Hemat
9) Cinta tanah air
Karakteristik sumber daya manusia di atas sebagai acuan untuk
inovasi pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pembelajaran mengarah
pada pembentukan pribadi peserta didik yang memiliki kecakapan
hidup yang berani, dan percya diri untuk memecahkan berbagai
masalah kehidupan dengan mencari dan menemukan setiap
pemecahan masalah yang dihadapi. Hal ini diakibatkan oleh adanya
keberanian dan kepercayaan diri yang ditunjukkan dalam konteks
belajar pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan maupun dalam
lingkungan kehidupan praktis di masyarakat.
Inovasi pembelajaran dapat berlangsung di berbagai lembaga
pendidikan, baik formal, informal maupun nonformal. Hal ini
dapat memfasilitasi perkembangan potensi individu secara optimal.
89

Oleh karena itu, inovasi pembelajaran disesuaikan dengan tuntutan


standar nasional pedidikan untuk kepentingan pembelajaran. Pada
level manapun harus diorientasikan terhadap pembentukan
kemampuan berpikir tingkat tinggi Higher order thinking skill
(HOTS). Sampai saat ini kualitas pendidikan di Indonesia masih
belum bagus. Sebagaimana dinyatakan oleh Mulyasa, dkk (2016:14)
indikator kualitas pendidikan Indonesia antara lain:
1) Rendahnya daya saing di dunia Internasional.
2) Bidang sains dan teknologi masih tertinggal di lingkungan Dunia
dan Asean.
3) Penelitian dan pengembangan kurang menunjang kehidupan.
4) Kemampuan manajemen teknologi masih rendah.
Rendahnya peringkat daya saing sebagai indikator
pendidikan belum mampu menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Inovasi pembelajaran dapat menghasilkan
model-model pembelajaran yang berkualitas karena pembelajar-
an sampai saat ini belum maksimal dalam memfasilitasi pem-
bentukan sumber daya manusia sesuai dengan tuntutan global.
Dalam hal ini, kualitas pembelajaran menuntut penyem-
purnaan sitematik terhadap seluruh komponen pembelajaran.
Komponen tersebut, seperti: peningkatan kualitas, pemerataan
penyebaran guru, kurikulum yang disempurnakan, sumber belajar,
sarana prasarana, didukung oleh kebijakan pemerintah pusat,
provinsi, maupun oleh kabupaten.
Inovasi pembelajaran harus diorientasikan pada kepenting-
an dan kebutuhan peserta didik. Oleh karena itu, pembelajarannya
harus mampu memandirikan peserta didik. Hal ini terbukti dengan
adanya kerja sama secara partisipatif, menggali dan mengem-
bangkan nilai-nilai kehidupan, memotivasi dan membangkitkan
rasa ingin tahu, dan mendayagunakan alam sebagai sumber bela-
jar yang menyenangkan. Pada akhirnya bisa memberikan
90

kebebasan dan keleluasaan kepada peserta didik untuk


mengembangkan potensi dirinya secara optimal.
g. Pembelajaran sesuai dengan Standar Proses Pendidikan
Perlunya inovasi pembelajaran akibat adaya berbagai
tantang-an yang dihadapi. Tantangan tersebut menurut Mulyasa, dkk
(2016:16-18), yaitu sebagai berikut:
1) Tantangan Internal
Perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari pertum-
buhannya berdasarkan usia produktif dan pemenuhan delapan
standar nasional pendidikan. Kedelapan standar itu, adalah standar
kompetensi lulusan, isi, proses, penilaian, pendidik dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, dan pengelolaan.
2) Tantangan eksternal.
Tantangan dunia pendidikan pada saat ini, antara lain:
a) tantangan masa depan, seperti globalisasi, kemajuan teknologi
dan informasi.
b) Kompetensi masa depan, seperti kemampuan berkomunikasi,
berpikir jernih, dan bertanggung jawab
c) persepsi masyarakat, seperti terlalu menitikberatkan pada aspek
kognitif dan kurang bermuatan karakter.
d) Perkembangan pengetahuan dan teknologi, seperti observation
based learning dan collaborative learning
e) Fenomena negatif, seperti perkelahian pelajar, narkoba,
korupsi, dan flagiarisme
3) Penyempurnaan pola pikir
Pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masa depan. Hal
ini hanya akan terwujud, apabila terjadi perubahan pola pikir
dalam proses pembelajaran. Perubahan tersebut antara lain dari
terpusat kepada guru menjadi kepada peserta didik, proses
pembelajaran satu arah menjadi interaktif, dari pemikiraan faktual
91

menjadi kritis, dan dari penyampaian pengetahuan menjadi


pertukaran pengetahuan.
f. Jenis Layanan Bimbingan dalam Kaitannya dengan Proses Belajar
Mengajar (PBM)
Layanan bimbingan dan konseling erat kaitannya dengan
layanan tugas dan kegiatan evaluasi sejalan dengan tahapan-tahapan
berlang-sungnya pembelajaran, yaitu:
1) Sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kegiatan yang
harus dikerjakan adalah membuat persiapan, mencakup penyusunan
TIK, pembuatan instrumen evaluasi, mempertimbangkan entering
beha-vior siswa, menyusun program kegiatan, dan menetapkan
strategi yang akan ditempuh. Pada kegiatan evaluasi mencakup
pengad-ministrasian pre-test, menilai, menganalisis, dan
menginterpretasi-kannya. Sedangkan kegiatan bimbingan
mencakup: pengadaan, pengelompokkan siswa, penyesuaian
bahan/jenis kegiatan dan cara pendekatan yang sesuai dengan
karakteristik siswa.
2) Selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang mencakup
apersepsi, presentasi, memberikan tugas/ latihan/ memberikan ke-
sempatan resitasi dan finalisasi merupakan kegiatan wajib sebagai
evaluasi formatif dengan mengadakan wawancara, observasi, dan
sebagainya merupakan kegiatan yang bersifat optimal.
3) Tahap ketiga, setelah berlangsungnya kegiatan belajar mengajar,
kegiatan pokok yang wajib dilakukan adalah evaluasi post test atau
pemeriksaan terhadap tugas /pekerjaan siswa, penilaian, analisis,
interpretasi, bimbingan yang mencakup diagnostik dan remedialnya.
Akan tetapi pengajaran, tindak lanjut dengan tiga kemungkinan,
yaitu
a) Promosi program baru
b) Perbaikan program yang sudah ada
c) Pengayaan dengan program sejenis
92

Menurut Makmun, A. Sy. (2012:283) jenis pekerjaan guru BK


dalam kontek PBM secara keseluruhan yang dapat dan seyogyanya
dijalankan oleh para guru, antara lain
a) Mengumpulkan informasi mengenai diri peserta didik, khususnya
mengenai entering behavior melalui pre-test mengenai
kelemahan-kelemahan pola-pola sambutan belajar.
b) Memberikan informasi tentang berbagai kemungkinan jenis
program dan kegiatan sesuai dengan karekteristik peserta didik
c) Menempatkan peserta dengan kelompok belajar sesuai dengan
karakteristiknya
d) Mengidentifikasi peserta didik yang diduga mengalami kesulitan
atau hambatan dalam belajar
e) Membuat rekomendasi tentang kemungkinan-kemungkinan usaha
Selanjutnya dengan membuat rekomendasi kepada guru BK atau
guru bidang studi lain atau ahli lain kalau dipandang perlu
(referal)
f) Melakukan remedial teaching, kalau guru yang bersangkutan
memiliki keahlian dalam bidang studi yang dimaksud.
g. Pengajaran Remedial
1) Pengertian
Secara metodologis dapat dikatakan bahwa penanganan kesulitanan
belajar–mengajar dapat dilakukan melalui pendekatan pengajaran reme-
dial, bimbingan konseling, psikoterapi dan atau pendekatan lainnya. Pen-
dekatan yang seyogyanya dikuasai oleh para guru pada umumnya dan
guru bidang studi khususnya. Sedangkan jika guru tersebut bertugas se-
bagai wali kelas atau petugas bimbingan seyogyanya minimal mengusai
atau setidak-tidaknya mengenal prinsip dasar bimbingan dan konseling.
Pengajaran remedial dapat didefinisikan sebagai upaya guru
dengan atau bantuan//bekerja kerja sama dengan pihak ahli atau pihak
lain untuk menciptakan suatu situasi, baik membentuk kondisi yang sama
dengan semula maupun dengan baru dan berbeda. Dengan karakteristik
93

tertentu diharapkan peserta didik tersebut lebih mampu mengembangkan


dirinya untuk meningkatkan prestasi dan penyesuaian kembali seop-
timal mungkin.
2) Prosedur Pengajaran Remedial
Setiap langkah pengajaran remedial mendeskripsikan fungsi,
tujuan/sasaran dan kegiatannya. Secara skematik prosedur pengajaran
remedial dapat dikembangkan sekurang-kurangnya empat alternatif pro-
sedur sesuai dengan keperluannya Keempat alternatif itu adalah:
a) Prosedur I, mencakup langkah 1-2-3-4-5-6
b) Prosedur II, mencangkup langkah 1-2-(3)-4-5-6
c) Prosedur III, mencangkup langkah 1-2-3-4-5-6-(7), dan
d) Prosedur IV, mencangkup langkah 1-2-(3)-4-5-6-(7) Penelaahan
kembali kasus
Langkah ini merupakan tahapan yang paling fundamental
dalam pengajaran remedial. Sasaran pokoknya adalah diperolehnya
gambaran yang lebih definitif mengenai karakteristik beserta permas-
alahannya dan fasibilitas alternatif tindakan remedial yang direko-
mendasikan.
‘3) Menentukan alternatif pilihan tindakan
Langkah ini merupakan lanjutan logis dari langkah pertama.
Pada langkah ini akan diperoleh dua kesimpulan mengenai dua hal
pokok, yaitu layanan penyuluhan atau pelaksanaan layanan pengajaran
remedial
(a) Karakteristik khusus yang akan ditangani secara umum, yang
dikategorikan pada salah satu dari ketiga kemungkinan, yaitu:
(1) Disimpulkan hanya memiliki kesulitan dalam menemukan
dan mengembangkan pola strategi belajar yang sesuai, efektif dan
efisien, (2) Disimpulkan di samping memiliki kesulitan dalam
menemukan dan mengembangkan pola strategi yang sesuai,
efektif, dan efisien, dan (3) Disimpulkan memiliki kecenderungan
kearah kemampuan menemukan dan mengembangkan pola-pola
94

strategi yang sesuai, efektif dan efisien namun terhambat oleh ego
emosional, sosial psikologis dan faktor instrumental environ-
mental lainnya.
b) Alternatif pemecahan yang lebih strategis, kalau:
(1) Langsung pada langkah keempat (pelaksanaan pengajaran
remedial) kalau kasusnya termasuk pada kategori pertama.
(2) Harus menempuh dahulu langkah ketiga (layanan bimbingan
konseling/psikoterapi kalau kasusnya termasuk pada kategori
kedua dan ketiga.
c). Layanan bimbingan dan konseling
Langkah ini pada dasarnya merupakan pilihan bersyarat.
Sasaran pokok pada langkah ini adalah kesehatan mental kasus
dalam arti terbebas dari hambatan dan ketegangan batinnya kemudian
siap kembali melakukan kegiatan belajar secara wajar dan realistis.
d) Melaksanakan pengajaran remedial
Sasaran pokok pada pengajaran remedial adalah peningkatan
prestasi. Selanjutnya, secara langsung memiliki kemampuan penye-
suaian diri sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan.
e) Mengadakan pengukuran prestasi belajar kembali.
Hasil pengukuran ini akan memberikan informasi seberapa
jauh, seberapa besar perubahan telah terjadi baik dalam arti kuanti-
tatif maupun kualitatif. Instrumen yang digunakan pada waktu post
test maupun tes sumatif dalam pengukuran seyogyanya sama.
f) Mengadakan reevaluasi dan rediagnostik.
Hasil penafsiran dan pertimbangan ini akan ada tiga
kemungkinan kesimpulan:
(1) Klien menunjukkan peningkatan prestasi dan kemampuan
penyesuaian diri dengan mencapai kriteria keberhasilan
minimum.
95

(2) Klien menunjukkan peningkatan prestasi dan kemampuan


penyesuaian diri, namun belum memadai terhadap kriteria
yang diharapkan
(3) Klien belum menunjukkan perubahan yang berarti. Dengan
kata lain perubahan perilaku terjadi belum sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
f) Remedial pengayaan dan atau pengukuran
Langkah ini merupakan pilihan yang kondisional. Sasaran
pokok langkah ini agar hasil remedial lebih sempurna dengan
diadakan pengayaan dan pengukuhan. Konsep dasar diagnostik
dan pengajaran remedial; Ross dan Stanley (makmun, A.
Sy.:2012;357) menjelaskan bahwa tindakkan strategis itu
seyogyanya dapat dilakukan secara kuratif dan preventif. Strategi
dan teknik pendekatan Pengajaran Remedial yang bersifat
pengembangan (Developmental)
4) Evaluasi Pengajaran Remedial
a) Tujuan evaluasi
Prestasi belajar individu memiliki kemampuan penyesuaian
\diri sesuai dengan guru yang seyogyanya mempunyai kemampuan
memilih melakukan model mana yang dianggap paling cocok
baginya Setiap tindakan evaluasi memerlukan adanya suatu
perangkat kriteria atau tolak ukur sebagai pegangan, suatu cara
atau teknik pengumpulan dan pengelolaan data informasi untuk
menun-jukkan gambaran sejauh mana objek yang telah ditetapkan.
Suatu model strategi dan atau teknik pendekatan
pengajaran remedial dapat dipandang baik jika indikator yang
didukung oleh data dan informasi memadai bahwa model itu:
(1) Serasi dengan tujuan
(2) Efektif yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan kriteria
keberhasilan yang diharapkan
96

(3) Efisien yang didukung oleh minimalnya waktu yang digunakan


untuk mencapai peningkatan prestasi dan kemampuann
penyesuaian siswa tersebut
i. Mutu pembelajaran
Mutu pembelajaran merupakan hal pokok yang perlu dibenahi
agar menuju peningkatan pendidikan. Sejalan dengan ini, Suhadan
(2010:67) menjelaskan bahwa pembelajaran pada dasarnya interaksi
komunikasi antara pendidik dengan peserta didik. Proses ini sebagai
tindakan professional yang bertumpu pada kaidah ilmiah.
Proses pembelajaran yang bermutu melibatkan berbagai aspek.
Aspek tersebut seperti: peserta didik (kognitif, afektif, dan psikomotor,
beleiving skill, dan manajemen skill), bahan ajar, metodelogi
(bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan
administrasi, dan sumber daya lainnya.
Manajemen sekolah mensinkronkan semua komponen dalam
interaksi belajar mengajar meliputi interaksi antara guru dengan
peserta didik dan sasaran pendukung di kelas maupun di luar kelas.
Mengacu pada PP No.19 tahun 2005 tentang SNP menyatakan bahwa
standar proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran,
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan proses
pembelajaran.
Pembelajaran yang bermutu dihasilkan oleh guru yang
kompeten, terutama dalam kecakapan guru untuk mengelola proses
pembelajaran menjadi inti persoalannya. Surakhmad (1986:45-46):
menunjukan bahwa:
Tahapan dalam proses pembelajaran setidaknya harus meliputi
fase-fase berikut :
1) Menetapkan tujuan
2) Memilih dan melaksanakan metode
3) Memilih dan mempergunakan alat bantu
4) Melakukan penilaian
97

Guru berkewajiban untuk mempunyai kecakapan dasar agar


mampu melaksanakan tugasnya secara professional. Selanjutnya,
Surakhmad (1986:47) memaparkan bahwa pengetahuan dan kecakapan
dasar yang harus dimiliki seorang guru yaitu:
1) Guru harus mengenal setiap peserta didik. Potensi peserta didik
mencakup: karakteristik, kebutuhan, minat, tingkat kepandaian
peserta didik harus bisa dipahami oleh guru.
2) Guru harus mempunyai kemampuan dalam bimbingan terhadap
peserta didik. Proses pembelajaran melibatkan proses bimbingan.
Bimbingan ini dilaksanakan sebagai bentuk layanan untuk
mengetahui tingkat perkembangan peserta didik dalam
pembelajaran.
3) Guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang luas
mengenai tujuan pendidikan dan tujuan pembelajaran. Hal ini agar
proses yang dilaksanakannya sesuai dengan tujuan yang hendak
dicapai.
4) Guru harus mempunyai pengetahuan yang bulat mengenai
pelajaran yang dipegangnya dan juga metode-metode yang sesuai.
Pembelajaran bermutu adalah pembelajaran yang efektif.
Intinya adalah menyangkut kemampuan guru dalam proses
pembelajaran di kelas. Proses pembelajaran yang dilakukan guru
sangat menentukan hasil pembelajaran yang akan diperoleh peserta
didik. Mutu pembelajaran pada hakikatnya menyangkut mutu
proses dan hasil pembelajaran. Hal ini sebagaimana dinyatakan
oleh Hadis (2010: 97) memaparkan bahwa :
Mutu proses pembelajaran sebagai mutu aktivitas
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan peserta
didik di kelas dan tempat lainnya. Sedangkan mutu
pembelajaran adalah aktivitas pembelajaran yang terwujud
dalam bentuk hasil belajar nyata yang dicapai oleh peserta
didik berupa nilai-nilai.
98

Proses pembelajaran yang dilakukan guru dan peserta didik


berdasarkan pada pernyataan di atas menunjukkan proses
optimalisasi masing-masing peran. Proses optimalisasi mencakup :
kehadiran tatap muka, aktivitas KBM, diskusi, tanya jawab,
pemamfaatan buku-buku dan alat pelajaran yang dilakukan selama
pembelajran berlangsung.
Banyak pendapat para ahli tentang mutu. Mereka memiliki
sudut pandang yang berbeda-beda tergantung pada bidang
keahliannya. Sejalan dengan ini Tim dosen Adpen UPI (2010:295)
menegaskan bahwa mutu sebagai karakteristik menyeluruh dari
barang atau jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan.
Pengertian mutu berdasarkan pada pendapat di atas
menunjukkan fokus mutu tergantung atas kepuasan pelanggan
(konsumen). Dengan kata lain, bahwa mutu suatu barang atau jasa
yang dihasilkan oleh suatu lembaga atau perusahaan atau
perorangan diupayakan agar sesuai dengan keinginan pelanggan.
Sementara Sallis (2006:33) mendefinisikan mutu sebagai sebuah
filosofis dan metodologis untuk membantu institusi dalam
memecahkan dan mengatur agenda perubahan agar dapat
menghadapi tekanan-tekanan eksternal yang berlebihan.
Selanjutnya, Engkoswara (2010:304) menyatakan bahwa : mutu
sebagai konsep yang sulit didefinisikan apalagi berkaitan dengan
jasa yang dapat dipersepsi secara beragam.
Istilah mutu didefinisikan beraneka ragam pada kriterianya
sendiri, antara lain:
1) Melebihi dari yang diinginkan
2) Kesesuaian antara kenyataan dan keinginan
3) Sangat cocok digunakan
4) Selalu ada perbaikan dan penyempurnaan secara terus menerus
5) Sejak awal tidak ada kesalahan
6) Menggembirakan pelanggan
99

7) Tidak ada cacat


Selanjutnya, Goetsch dan Davis (1994:4) memiliki
pendapat lain tentang mutu. Menurutnya, mutu diartikan sebagai
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang melebihi harapan pelanggan.
Selain itu juga, Juran (1995:10-13) menegaskan bahwa mutu
sebagai kecocokan pemakaian pelanggan.
Selanjutnya, Ishikawa (1992:432) menyatakan bahwa
“quality is costumer satisfaction”. Hal ini menunjukkan bahwa
mutu berhubungan langsung dengan kepuasan pelanggan. Oleh
karena itu, barang dan jasa yang dihasilkan harus memuaskan
pelanggan yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh
produsen. Singkatnya, bahwa mutu berkaitan dengan erat dengan
kepuasan pelanggan.
Menurut, Deming (Engkoswara 2010:307) terdapat empat
belas poin yang dapat membantu pimpinan untuk mencapai
perbaikan kualitas produknya, yaitu :
1) Menunjukan kepastian tujuan
2) Mengadopsi filosofi baru bahwa cacat tidak bisa diterima
3) Mandiri
4) Berhenti melaksanakan bisnis atas dasar harga semata
5) Perbaikan sistem dan jasa secara terus menerus dan konsisten
6) Melembagakan metode pelatihan kerja modern
7) Melembagakan kepemimpinan yang mengutamakan kepen-
tingan perusahaan
8) Menghilangkan rintangan antar perusahaan
9) Hilangkan ketakutan
10) Kurangi tujuan-tujuan jumlah pada pekerja
11) Managemen tidak hanya pada sasaran tetapi pada semuanya
12) Hilangkan rintangan yang merendahkan pekerja
13) Melaksanakan program pendidikan dan pelatihan yang efektif
100

14) Menunjukkan struktur dalam managemen puncak.


Prinsip mutu diyakini memiliki kekuatan untuk
mewujudkan kualitas. Ada delapan prinsip mutu menurut ISO
(Tim Dosen Adpen UPI 2010:298) yaitu
1) Kepemimpinan
2) Keterlibatan orang-orang
3) Pendekatan proses
4) Pendekatan sistem dalam manajemen
5) Peningkatan secara berkelanjutan
6) Pendekatan nyata dalam pengambilan keputusan
7) Hubungan yang saling menguntungkan dengan pemasok
Selanjutnya, Riduwan (2010:24) memaparkan variabel
manajemen mutu dilihat dari perilakunya dalam mewujudkan
pelayanan kepada stakeholder. Hal ini menunjukkan bahwa
manajemen mutu sebagai perencanaan strategis untuk mutu,
penerapan pengelolaan mutu, serta peningkatan pelayanan mutu.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, dapat penyusun nyatakan
bahwa mutu adalah untuk memberi keputusan kepada pelanggan.
j. Indikator layanan pembelajaran
Indikator layanan pembelajaran ini terdapat pada tahapan
pelaksanaanya. Menurut Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Bab IV
tahapan pelaksanaan pembelajaran sebagai implementasi dari RPP
sebagai berikut.
1) Kegiatan pendahuluan
Pendahuluan dalam kegiatan belajar mengajar, guru wajib :
a) Menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pem-
belajaran;
b) Membangkitkan motivasi belajar peserta didik secara konteks-
tual dalam kehidupan sehari-hari dengan memberikan contoh
disesuaikan yang karakteristik dan jenjang peserta didik;
101

c) Mengajukan pertanyaan yang mengaitkan materi sebelumnya


dengan yang akan dipelajari;
d) Menjelaskan tujuan pembelajaran
e) Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
2) Kegiatan inti
Kegiatan inti pembelajaran dengan model, metode, media, dan
sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik
dan mata pelajaran.
a) Sikap
Karakteristik kompetensi ini diawali dengan mulai menerima,
menjalankan, menghargai, menghayati, hingga mengamalkan.
b) Pengetahuan
Karakteristik kompetensi ini diawali dengan aktivitas
mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengeva-
luasi, hingga, mencipta.
c) Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya,
mencoba, manalar, menyaji, dan mencipta.
3) Kegiatan penutup
Kegiatan penutup dalam pembelajaran, diantaranya peserta didik
melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
a) Proses pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh untuk
selanjutnya bersama.
b) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembel-
ajaran:
c) Kegiatan dalam bentuk pemberian tugas, baik tugas individual
maupun kelompok; dan
d) Menginformasikan kegiatan pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.
102

k. Kompetensi Guru
Guru menguasai empat kompetensi untuk mencetak peserta
didik yang berkualitas. Keempat kompetensi tersebut, yaitu
kompetensi pedagogik, professional, sosial, dan kepribadian. Guru
harus sungguh-sungguh menguasai keempat kompetensi tersebut agar
tujuan pendidikan tercapai dengan bermutu.
1) Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemapuan guru dalam
mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini yang
membedakan kegiatan profesi dengan yang lainya. Ada tujuh aspek
kemampuan, yaitu:
a) Mengenal karakteristik peserta didik
b) Menguasai teori balajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
c) Mampu membangun kurikulum
d) Kegiatan pembelajaran yang mendidik
e) Memahami dan mengembangkan potensi peserta didik
f) Komunikasi dengan peserta didik
g) Penilaian dan evaluasi pembelajaran
2) Kompetensi professional.
Kompetensi ini berkenaan dengan tugas pokok sebagai
guru yang harus dikembangkan dengan belajar dan tindakan
reflektif. Hal ini untuk menguasai materi pembelajaran secara luas
dan mendalam yang meliputi:
a) Konsep, struktur, metode, teknologi, atau seni yang menaungi
materi ajar
b) Materi ajar dalam kurikulum sekolah
c) Hubungan konsep antar pelajaran terkait
d) Penerapan konsep keilmuan dalam kehidupann sehari-hari
e) Konteks global dengan tetap melestarikan nilai budaya nasional
103

4. Layanan Kepemimpinan Kepala Sekolah


a. Pengertian
Kepemimpinan merupakan suatu topik penting dalam
mempelajari dan mempraktikan manajemen. Istilah kepemimpinan
berasal dari kata “pimpin” yang berarti tuntun, bina atau bimbing.
Pemimpin dapat pula menunjukkan jalan yang baik dan benar, tetapi
dapat pula berarti mengepalai pekerjaan atau kegiatan. Istilah kata
kepemimpinan mengandung makna berhubungan dengan proses
menggerakan, memberi keteladanan, mempengaruhi, dan meyakinkan
pihak lain.
Banyak ahli menjelaskan pengertian kepemimpinan, menurut
Sudarmanto (2009:133) kepemimpinan adalah cara mengajak karya-
wan agar bertindak benar, mencapai komitmen, dan memotivasi mere-
ka untuk mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan ini menunjukkan
beberapa karakteristik, yaitu: (1) cara mengajak karyawan sebagai
bawahanya, (2) mencapai komitmen. Maksudnya memperoleh
kesepakatan antara pemimpin dengan karyawan sebagai bawahanya,
dan (3) mencapai tujuan bersama. Maksudnya, antara pemimpin dan
karyawan mempunyai kesamaan tujuan sebagai hasil komitmennya.
Selanjutnya Anoraga (2003:2) menjelaskan kepemimpinan adalah
Kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain,
melalui komunikasi yang baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan maksud untuk menggerakan orang-orang
tersebut agar dengan penuh pengertian.

Sementara Fahmi, Irham (2014: 15-16) menyebutkan beberapa


definisi kepemimpinan menurut para ahli, diantaranya:
1) Stephen P. Robbin menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan.
2) Richard L. Daft menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan
mempengaruhi orang yang mengarah kepada pencapaian tujuan.
3) GR. Terry menyatakan bahwa leadership is the activity of
influencing people to strive willingly for mutual objektives.
104

4) Ricky W. Griftin menyatakan bahwa kepemimpinan adalah


individu yang mampu mempengaruhi perilaku orang lain tanpa
harus mengendalikan kekerasan.
Selanjutnya, Sulistyati (2008:9) mengkaji istilah kepemimpinan
dari aspek etimologis yang dapat menelusuri maknanya secara
harpiah to lead lebih cenderung mencari asal muasal kata
pembentuk konsep tersebut. Kepemimpinan dapat dipahami
sebagai :
1) Kepemimpinan berasal dari bahasa inggris, dari kata leadership
dari akar kata berupa kata kerja yang mengandung arti pemimpin.
2) Kepemimpinan dapat dipahami dengan to slow the way to by going
in advance.
3) Memimpin sebagai suatu pekerjaan seseorang tentang bagaimana
cara-cara untuk mengarahkan orang lain.
Di sisi lain, Yulk (2010:20) menyatakan bahwa kepemimpinan
sebagai a trait, behavior, influence, interaction, pattern, role
relationship, and accu pation of an administrative position.
Selanjutnya Yulk (2010:31) mengelompokan kepemimpinan kedalam
lima pendekatan , yaitu : 1) the trait approach (pendekatan sifat), 2)
the behavior approach (pendekatan perilaku), 3) the power influence
approach (pendekatan pengaruh kewibawaan), 4) the situasional
approach (pendekatan situasional), 5) the integrative approach
(pendekatan integrative).
Selanjutnya, Nawawi Hadari (2000:9) menyatakan bahwa
kepemimpinan sebagai kemampuan mendorong sejumlah orang.
Upaya ini dilakukan agar bawahannya bekerja secara terarah pada
tujuan bersama. Sedangkan menurut Mulyasa (2002:107)
merumuskan bahwa:
kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi kegiatan
seseorang atau kelompok dalam usaha ke arah pencapaian
tujuan dalam situasi tertentu.
105

Definisi kepemimpinan diatas memiliki beberapa


karakteristik, yaitu: (1) mempengaruhi orang lain, (2) adanya
komunikasi, baik langsung maupun tidak langsung. Maksudnya
komunikasi antara atasan dengan bawahan , dan (3) memiliki tujuan,
yaitu berupa menggerakan orang-orang dengan penuh perhatian.
Selanjutnya Rivai (2003:3) mendefinisikan bahwa:
kepemimpinan sebagai seni mempengaruhi dan mengarahkan
orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan
kerja sama yang bersemangat untuk mencapai tujuan bersama.

Senada dengan ini, Soepardi (1988:56) bahwa kepemimpinan


sebagai kemampuan untuk mengarahkan, mempengaruhi, memotivasi,
dan mengajak. Selain itu juga seorang pemimpin harus mampu
mengarahkan, menasehati, membimbing, menyuruh, memerintah,
melarang, dan bahkan menghukum (kalau perlu) serta membina
bawaannya. Itu semua dilakukan agar mau bekerja dalam rangka
mencapai tujuan administrasi secara efektif.
Kepemimpinan setidaknya mencakup tiga hal yang saling
berhubungan, yaitu pertama, adanya pemimpin dan karakteristiknya;
kedua, adanya pengikut; dan ketiga, adanya interaksi dalam suatu
kelompok tempat pemimpin dan pengikut. Selanjutnya usman, (2011 :
280) mendefinisikan Istilah kepemimpinan berkenaan dengan proses
pengaruh sosial. Hal ini dijalankan seseorang terhadap orang lain
untuk menstruktur aktivitas-aktivitas, dan hubungan-hubungan dalam
sebuah kelompok. atau organisasi.
Semua aktivitas itu dalam rangka mencapai tujuan bersama
yang telah ditetapkan. Di sisi lain, menurut Mulyana (2007:24) kepala
sekolah sebagai salah satu komponen pendidikan yang paling berperan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Kepala sekolah sebagai penanggung jawab penyelenggaraan
pendidikan. Oleh karena itu, yang bersangkutan harus menguasai
pengetahuan dan keterampilan dalam bidang adiministrasi sekolah,
106

pembinaan tenaga pendidikan lainya, pendaya-gunaan, pe-meliharaan


sarana dan prasarana, dan supervisor pada sekolah yang dipimpinnya.
Kepala sekolah dikatakan sebagai jenjang karir dan jabatan
fungsional guru. Untuk menjadi kepala sekolah harus mengikuti
prosedur tertentu. Mulai dari mendaftar menjadi calon kepala sekolah,
seleksi administrasi, tes tulis, dan pengumuman hasil seleksi kepala
sekolah. Hal ini dapat terjadi apabila seseorang guru mampu
memenuhi persyaratan terhadap kompetensi dan kemauan sebagai
kepala sekolah maka guru tersebut memperoleh tugas tambahan
sebagai kepala sekolah.
b. Indikator layanan kepemimpinan kepala sekolah
Indikator layanan kepemimpinan kepala sekolah sebagai pe-
mimpin, nampak pada pernyataan yang dinyatakan oleh ahli kepemim-
pinan. Mulyasa (2013:98-122) peran, fungsi, dan tugas seorang kepala
sekolah yang professional terdiri dari tujuh karakteristik yang meliputi:
1) Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
Kepala sekolah mampu mencetuskan iklim sekolah yang
kondusif. Hal ini mampu memberikan rasa aman dan nyaman
kepada warga sekolah. Kepala sekolah dapat memberikan dorong-
an kepada seluruh tenaga pendidikan, serta melaksanakan model
pembelajaran yang menarik. Kepala sekolah berusaha menanam-
kan empat nilai, yaitu pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik.
Pembinaan mental, yaitu membina tenaga pendidikan ber-
kaitan dengan sikap batin dan watak. Dalam hal ini, kepala sekolah
berusaha melengkapi sarana, prasarana, dan sumber belajar agar
dapat memberikan kemudahan kepada para guru dalam melaksa-
nakan tugas pokok dan fungsinya.
Pembinaan moral, yaitu membina para tenaga kependidikan
berkaitan dengan ajaran baik atau buruk. Selanjutnya, mengenai
suatu perbuatan, sikap, dan kewajiban sesuai dengan tugas pokok
dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah berusaha memberikan
107

nasihat pada saat upacara bendera rutin senin pagi. Dengan harapan
agar peserta didiknya memiliki moral yang baik.
Pembinaan fisik merupakan pembinaan terhadap para
tenaga pendidikan yang berkaitan dengan kondisi jasmaniah.
Kepala sekolah berusaha memberikan dorongan agar tenaga
pendidikan terlibat aktif dan kreatif, diantaranya dalam kegiatan
olah raga.
Pembinaan artistik, yaitu pembinaan tenaga kepedidikan
berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni keindahan.
Dalam hal ini kepala sekolah dibantu oleh para pembantu kepala
sekolah merencenakan kegiatan, seperti karyawisata agar dalam
pelaksanaannya tidak mengganggu jam pelajaran.
Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah, diantaranya:
a) Menginstruksikan guru-guru dalam penataran-penataran
b) Menggerakan tim evaluasi hasil belajar peserta didik
c) Menggunakan waktu pembelajaran di sekolah secara efektif
2) Kepala sekolah sebagai manager
Kepala sekolah dalam melakukan peran dan fungsinya
sebagai manajer harus memiliki strategi yang tepat untuk
mencapai tujuan organisasi secara efektif, efisien, produktif, dan
bertanggung jawab.
Strategi ini dapat memberdayakan tenaga kependidikan
melalui kerjasama yang kooperatif, memberi kesempatan kepada
para tenaga kependidikan untuk meningkatkan profesinya, dan
mendorong keterlibatan seluruh tangan kependidikan dalam
berbagai kegiatan yang menunjang program sekolah. Upaya
kepala sekolah diantaranya :
a) Memberdayakan tenaga kependidikan melalui kerja sama;
b) Memberikan kesempatan kepada para tenaga pendidikan untuk
meningkatkan profesinya
c) Mendorong keterlibatan seluruh tenaga kependidikan.
108

3) Kepala sekolah sebagai administrator


Pengelolaan tersebut berupa pencatatan yang rapih,
penyusunan secara teratur, dan pendokumenan yang berkualitas
terhadap seluruh program sekolah. Secara khusus kepala sekolah
memiliki kemampuan mengelola kurikulum, administrasi peserta
didik, administrasi personalia, administrasi kearsipan, dan
administrasi keuangan.
Kepala sekolah dalam rangka melaksanakan tugasnya
sebagai administrator, khusus dalam meningkatkan kinerja dan
produktivitas sekolah dapat dianalisis berdasarkan beberapa
pendekatan, baik pendekatan sifat, perilaku, maupun situasional.
Kegiatan tersebut dilakukan agar dapat menunjang produktivitas
sekolah secara efektif dan efesien.
Kemampuan kepala sekolah dalam mengelola kurikulum,
diantaranya diwujudkan dalam kelengkapan data administrasi:
a) Pembelajaran
b) Bimbingan konseling
c) Praktikum
d) Perpustakaan
Kemampuan kepala sekolah dalam mengelola administrasi
peserta didik, diantaranya diwujudkan dalam kelengkapan data
adminstrasi :
a) Peserta didik
b) Kegiatan ekstrakurikuler
c) Praktikum
d) Hubungan sekolah dengan orang tua peserta didik
Kemampuan kepala sekolah dalam mengelola administrasi
personalia, diantaranya diwujudkan dalam kelengkapan data
administrasi guru dan non guru, seperti pustakawan, pegawai tata
usaha, penjaga sekolah, dan teknisi. Kemampuan kepala sekolah
109

dalam mengelola administrasi sarana dan prasarana, diantaranya


diwujudkan dalam kelengkapan data administrasi:
a) Gedung dan ruang
b) Meubeler
c) Alat mesin kantor
d) Buku dan bahan pustaka, dan
e) Alat laboratortium,
Kemampuan kepala sekolah dalam rangka mengelola
administrasi kearsipan, diantaranya diwujudkan dalam
kelengkapan data administrasi:
a) Surat masuk
b) Surat keluar
c) Surat kepustakaan
d) Surat edaran
Kemampuan kepala sekolah dalam rangka mengelola
administrasi keuangan, diantaranya diwujudkan dalam
kelengkapan data administrasi:
a) Keuangan rutin
b) Keungan dari pemerintah
c) Keuangan yang bersumber dari masyarakat dan peserta didik
d) Pengembangan proposal untuk mendapatkan bantuan keuang-
an, seperti hibah dan lainnya yang tidak mengikat.
4) Kepala sekolah sebagai supervisior
Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang khusus
untuk membantu para guru dalam mempelajari tugas sehari-hari di
sekolah. Supervisi dilakukan di sekolah untuk meningkatkan
kinerja tenaga kependidikan.
Kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai penga-
wasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga
kependidikan. Hal tersebut harus direncanakan dengan matang agar
kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah
110

ditetapkan serta sebagai tindakan preventif untuk mencegah agar


para tenaga kependidikan mampu memperkecil penyimpangan dan
berhati-hati dalam bekerja.
5) Kepala sekolah sebagai leader
Kepala sekolah memberikan petunjuk dan pengawasan
kepada guru, staf tata usaha, dan caraka. Hal ini sebagai upaya
untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan, membuka
komunikasi dua arah dan medelegasikan tugas. Kepala sekolah
sebagai leader dapat dianalisis perilakunya. Hal tersebut berkenaan
dengan keperibadian, pengetahuan, visi, dan misi sekolah. Selain
itu juga kemampuan mengambil keputusan, dan kemampuan
berkomunikasi turut menentukan.
Kepala sekolah sebagai leader tercermin dalam
kepribadiannya. Sifat tersebut, diantaranya: jujur, percaya diri,
tanggung jawab, berani mengambil resiko dan keputusan, berjiwa
besar, kestabilan emosi, dan teladan. Pengetahuan kepala sekolah
tercermin dalam kemampuan memahami tenaga pendidik dan
kependidikan, memahami kondisi peserta didik beserta karakteris-
tiknya, menyusun program pengembangan tenaganya pendidik dan
kependidikan, dan menerima masukan dari berbagai pihak untuk
meningkatkan kualitas kepemimpinan.
Pemahaman kepala sekolah terhadap visi dan misi
tercermin dari kemampuannya. Hal ini menunjukkan pemahaman
untuk mengembangkan visi, misi, dan program. Upaya untuk
mencapai visi dan misi dimuat dalam tindakan. Kemampuan
kepala sekolah dalam mengambil keputusan tercermin dari
kemampuannya dalam hal: mengambil keputusan bersama di
sekolah, mengambil keputusan untuk internal sekolah, dan
mengambil keputusan untuk eksternal sekolah.
Kemampuan komunikasi kepala sekolah tercermin dari
kemampuannya dalam berbicara secara lisan dengan tenaga
111

pendidik, kependidikan, dan peserta didik di sekolah. Kemampuan


menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, dan berkomunikasi
secara lisan dengan orang tua peserta didik serta masyarakat.
6) Kepala sekolah sebagai innovator
Peran dan fungsi kepala sekolah sebagai inovator harus
memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang
harmonis. Hubungan tersebut terjalin dengan lingkungan, mencari
gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan
keteladanan kepada seluruh peserta didik, tenaga kependidikan,
dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif.
Dalam hal ini, sebagai inovator perilakunya tercermin pada
kemampuan untuk mencari, menemukan, dan melaksanakan ber-
bagai pembaharuan di sekolah. Selain itu juga, kepala sekolah
mampu melakukan pekerjaan secara konstruktif, kreatif, delegatif,
integrative, rasional dan objektif, pragmatis, keteladanan, disiplin,
serta adaptable, dan fleksibel.
7) Kepala sekolah sebagai motivator
Kepala sekolah memiliki strategi yang tepat untuk
memberikan motivasi kepada peserta didik, tenaga pendidik, dan
kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya.
Motivasi seseorang dapat tumbuh oleh dua faktor, baik insternal
maupun ekstrernal. Faktor insternal berasal dari dalam diri yang
bersangkutan.. Sedangkan faktor eksternal dapat tumbuh melalui
pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin,
dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyedian berbagai
sumber belajar. Beberapa strategi yang dapat dilakukan kepala
sekolah untuk membina disiplin tenaga kependidikan, diantaranya:
1) membantu tenaga kependidikan untuk mengembangkan pola
perilaku, 2) membantu tenaga kependidikan untuk meningkatkan
standar perilaku, dan 3) melaksanakan aturan yang telah disepakati
bersama.
112

c. Tipe Kepemimpinan
Ada beberapa tipe kepemimpinan. Tipe-tipe tersebut
diantaranya, ada yang mampu memotivasi bawahanya agar melakukan
tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan organisasi dengan
melakukan beberapa cara. Cara yang dilakukan merupakan
pencerminan sikap serta gambaran tentang tipe (bentuk)
kepemimpinan yang dijalankan. Ketiga tipe kepemimpinan dipaparkan
berikut ini.
1) Kepemimpinan otoriter
Ini adalah kepemimpinan yang bertindak sebagai diktator
terhadap anggota-anggotanya. Baginya, memimpin adalah meng-
gerakan dan memaksa kelompok. Oleh karena itu, perincian tugas
yang diperintahkan ke bawahan harus dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab, pemimpin bertindak sebagai penguasa dan tidak
dapat dibantah sehingga orang lain harus tunduk kepada
kekuasaannya. Oleh karena itu, ancaman dan hukuman sebagai alat
untuk menegakan kepemimpinannya. Kepemimpinan dengan tipe
otoriter di sekolah menyebabkan ketidakpuasan di kalangan guru.
2) Kepemimpinan laissez faire
Tipe kepemimpinan ini sebagai kebalikan dari otoriter.
Kepemimpinan laissez faire menitik beratkan kepada kebebasan
bawahan untuk melaksanakan tugas yang menjadi tanggung
jawabnya. Pemimpin dengan tipe laissez faire memberikan
kebebasan untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dalam
melaksanakan tugas, tidak ada pengawasan, dan sedikit sekali
memberikan pengarahan kepada personilnya.
Tipe ini kurang tepat diterapkan di lembaga pendidikan.
Hal ini dapat mengakibatkan kegiatan yang dilakukan tidak
terarah, perwujudan kerja simpang siur, wewenang dan tanggung
jawab tidak jelas. Hal ini bisa menyebabkan tujuan pendidikan
kurang tercapai.
113

3) Kepemimpinan demokratis
Bentuk kepemimpinan demokratis menempatkan personil
sebagai faktor utama dan terpenting. Hal ini menunjukkan
hubungan antara atasan dengan bawahan diwujudkan dalam bentuk
human relationship atas dasar prinsip saling menghargai.
Pemimpin dengan tipe demokratis mau menerima dan
bahkan mengharapkan pendapat dan saran-saran dari bawahannya.
Selain itu, kritik-kritik yang membangun dari anggota diterima
sebagai umpan balik dan dijadikan bahan pertimbangan
kesanggupan dan kemampuan kelompoknya. Kepemimpinan
demokratis menunjukkan kepemimpinan yang aktif antara atasan
dengan bawahan. Tipe kepemimpinan ini berusaha memanfaatkan
setiap personil untuk kemajuan dan perkembangan organisasi
pendidikan.
d. Kriteria kepemimpinan
Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif antara lain dapat
dianalisis berdasarkan kriteria berikut :
1) Mampu memberdayakan pendidik dan tenaga kependidikan serta
seluruh warga sekolah lainya untuk mewujudkan proses
pembelajaran yang berkualitas, lancar dan produktif.
2) Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan secara tepat waktu dan
tepat sasaran.
3) Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat
sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka
mewujudkan visi dan misi sekolah serta tujuan pendidikan.
4) Mampu menerapkan prinsip kepemimpinan. Hal ini dilakukan
agar sesuai dengan tingkat kedewasaan pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah.
5) Dapat bekerja secara kolaboratif dengan tim manajemen sekolah
6) Dapat mewujudkan tujuan sekolah secara efektif, efesien, produk-
tif, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
114

e. Kompetensi kepala sekolah


Kompentensi yang dimiliki kepala sekolah/Madrasah
berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun
2007 tentang standar kepala sekolah/Madrasah terdiri dari lima
kompetensi, yaitu: kompetensi manajerial, kewirausahaan, supervisi,
keperibadian, dan sosial.
Kelima kompentensi kepala sekolah atau madrasah dijelaskan
dengan paparan berikut ini :
1) Kompetensi manajerial
Kompetensi manajerial memiliki indikator sebagai berikut:
a) Menyusun perencanaan sekolah/ madrasah
b) Mengembangkan organisasi sekolah/ madrasah sesuai dengan
kebutuhan
c) Memimpin sekolah/ madrasah dalam rangka pendayagunaan
sumberdaya secara optimal.
d) Mengelola perubahan dan pengembangan sekolah/madrasah.
Upaya ini dilakukan untuk menuju organisasi pembelajaran
yang efektif
e) Menciptakan budaya dan iklim sekolah/madrasah yang
kondusif. Hal ini dapat menunjang pembelajaran peserta didik
untuk mencapai prestasi belajar yang unggul.
f) Mengelola dewan guru dan staf agar pendayagunaan sumber-
daya manusia secara optimal
g) Mengelola sarana dan prasarana sekolah/ madrasah dalam
rangka pendayagunaan secara optimal
h) Mengelola hubungan sekolah/ madrasah dan masyarakat. Hal
ini dilakukan sebagai upaya dalam rangka pencarian dukungan,
ide, sumber belajar, dan pembiayaan
i) Mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta
didik baru. Selanjutnya melakukan penempatan dan
pengembangan terhadap kapasitas peserta didik.
115

j) Mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembel-


ajaran. Hal ini dilakukan agar pelaksanaannya sesuai dengan
arah dan tujuan pendidikan nasional
k) Mengelola keuangan sekolah/madrasah dalam mendukung
pencapaian tujuannya sehingga pelaksanaan seluruh kegiatan
berlangsung secara lancar, aman, dan tertib.
l) Mengelola ketatausahaan sekolah/madrasah dalam mendukung
pencapaian tujuannya
m) Mengelola unit layanan khusus sekolah/madrasah. Layanan ini
mendukung kegiatan pembelajaran peserta didik demi pengem-
bangan potensinya secara optimal.
n) Mengelola sistem informasi sekolah/madrasah. Hal ini dilaku-
kan untuk mendukung penyusunan program dan pengambilan
keputusan
o) Memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Hal ini dapat
meningkatkan pembelajaran dan manajemen sekolah/ madrasah
yang bermutu.
p) Melakukan monitoring, evaluasi, dan tindak lanjut. Selanjutnya
membuat pelaporan dari pelaksanaan program kegiatan
sekolah/ madrasah dengan prosedur yang tepat.
2) Kompetensi kewirausahaan
Kompetensi kewirausahaan memiliki indikator sebagai
berikut :
a) Menciptakan inovasi bagi pengembangan sekolah/ madrasah
agar mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman
akibat pengaruh era globalisasi.
b) Bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah/ madrasah
sebagai organisasi pembelajaran yang efektif
c) Memiliki motivasi yang kuat. Hal ini menunjukkan
kesungguhan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya
116

sebagai pemimpin sehingga dapat mencapai tujuan yang telah


ditentukan.
d) Pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik. Hal ini
sebagai upaya untuk menghadapi kendala yang dihadapi
sekolah/ madrasah sehingga mencapai kesuksesan.
e) Memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan
sekolah/madrasah. Hal ini menunjukkan kemampuan kepala
sekolah dalam mengelola sarana sebagai sumber belajar peserta
didik.
3) Kompetensi supervisor
a) Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru.
b) Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru. Kegiatan ini
hendaknya menggunakan pendekatan dan teknik supervise
yang tepat.
c) Melanjutkan hasil supervisi akademik terhadap guru dalam
rangka peningkatan profesionalisme guru.
4) Kompetensi kepribadian
a) Berahlak mulia, mengembangkan budaya, dan tradisi teladan
bagi komunitas di sekolah/ madrasah
b) Memiliki integritas kepribadian sebagai pemimpin
c) Memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri
sebagai kepala sekolah/ madrasah
d) Bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi
e) Mengendalikan diri dalam menghadapi masalah pekerjaan.
Oleh karena itu, kepala sekolah harus mampu menunjukkan
emosional yang stabil sebagai kepala sekolah/ madrasah
sehingga menjadi teladan bagi bawahan.
f) Memiliki bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin
pendidikan sehingga dapat mengabdikan diri untuk
melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab.
117

5) Kompetensi sosial
a) Bekerja sama dengan pihak lain untuk kepentingan sekolah/
madrasah
b) Berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan
c) Memiliki kepekaan sosial terhadap orang atau sekelompok.
f. Manajemen layanan kepemimpinan kepala Sekolah Yang Efektif
Dalam Menerapkan Manajemen Mutu Terpadu
Kepemimpinan dalam penerapkan manajemen mutu terpadu
memerlukan dua keterampilan yaitu keterampilan memimpin dan
keterampilan mengelola. Perilaku kepemimpinan dalam melaksanakan
keterampilan ini memegang peranan yang sangat penting untuk
menerapkan manajemen mutu terpadu.
Kepemimpinan yang menerapkan manjemen mutu terpadu
dalam sebuah organisasi akan lebih mencapai keberhasilan dibanding
dengan yang belum menggunakannya. Sejalan dengan ini, Gintings,
Abdorrakhman (2009:71) menyatakan bahwa ada tiga terminologi
tentang kualitas, yaitu:
1) Quality Manajement (QM). Hal ini terkait dengan kegiatan
pengendalian terhadap tujuan yang meyakinkan bahwa pelayanan
sesuai dengan tujuan dan spesifikasinya.
2) Quality Assurance (QA). Hal ini terfokus pada cara sistem
dihasilkan. Prosedur dan standar sebagai alat yang menjamin
bahwa kesalahan seyogyanya tereliminasi selama proses
produksi berlangsung,
3) Quality Control (QC). Hal ini terkait dengan pemeriksaan dan
penyempurnaan pekerjaan yang telah selesai.
Selanjutnya, Tiong (Usman, 2011:290) dalam penelitianya
menegaskan bahwa karakteristik perilaku kepala sekolah yang efektif.
antara lain sebagai berikut.
1) Adil dan tegas dalam mengambil keputusan
2) Membagi tugas secara adil kepada guru
118

3) Menghargai partisifasi staf


4) Memahami perasaan guru
5) Memiliki visi dan berupaya melakukan perubahan
6) Terampil dan tertib
7) Kemampuan dan efesien
8) Berdedikasi dan rajin
9) Tulus
10) Percaya diri
Kepemimpinan yang menunjukkan semangat kerja rendah,
berpandangan sempit, diktaktor, dan kurang memiliki rasa keterlibatan
dalam organisasi. Perilaku tersebut jika dikaitkan dengan karakteristik
manajemen mutu terpadu menunjukkan kepemimpinan yang kurang
efektif. Bagaimanapun kepemimpinan kepala sekolah yang efektif
dalam mencapai keberhasilan berhubungan dengan prinsip utama
manajemen mutu terpadu. Dengan kata lain, kepala sekolah yang
efektif harus mau, mampu, unggul, dan bertanggung jawab
menyesuaikan dengan empat prinsip manajemen mutu terpadu.
Penjelasan masing-masing prinsip dan perilaku kepemimpinan kepala
sekolah sebagai berikut:
1) Kepuasan pelanggan
Sekolah memiliki pelanggan internal dan eksternal.
Pelanggan internal, yaitu peserta didik, guru, dan staf tata usaha.
Kepala sekolah yang efektif antara lain bersifat adil dan tegas
dalam mengambil keputusan, memiliki dedikasi dan rajin,
memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah, memiliki
strategi mutu dan memiliki strategi evaluasi yang jelas.
Sedangkan terhadap pelanggan eksternal perilaku efektif kepala
sekolah dapat tercermin melalui tranparansi, pemberi informasi,
melihat mutu sebagai sebuah cara untuk meningkatkan kepuasan
pelanggan, dan menyikapi komplain sebagai peluang untuk belajar.
119

2) Respek terhadap setiap orang


Prinsip ini melihat setiap orang di sekolah sebagai asset dan
memiliki potensi. Perilaku kepemimpinan yang efektif dalam
mencerminkan prinsip ini adalah fasilitator, menghargai partisifasi
staf, memahami perasaan guru, memberikan dukungan, melibatkan
guru dan staf dalam pengambilan keputusan. Selanjutnya kepala
sekolah mengembangkan, membimbing, memotivasi, memberi
inspirasi, mendelegasikan tugas, dan semua masyarakat sekolah
dianggap memiliki peluang untuk menciptakan mutu.
3) Manajemen berdasarkan fakta
Kepala sekolah yang efektif mampu menunjukkan tertib
secara administrasi. Hal ini dapat mendukung sehingga selalu
mengambil keputusan dengan data berdasarkan fakta yang jelas,
bukan suatu perkiraan. Oleh karena itu, kepala sekolah sebelum
melaksanakan suatu kegiatan di sekolah terlebih dahulu harus
diprogramkan pada awal tahun pelajaran. Untuk melaksanakan
suatu program tentunya harus menempuh beberapa prosedur,
diantaranya perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak lanjut
dalam rangka mencapai tujuan organisasi secara efektif, efisien,
dan bertanggungjawab.
4) Perbaikan terus menerus
Dalam mencapai manajemen mutu, maka perubahan mutlak
dilakukan dalam suatu organisasi seiring dengan harapan
pelanggan. Kepala sekolah harus mencerminkan visioner, rencana
jangka panjang, membangun jaringan kerja dengan pelanggan
internal dan eksternal yang bersifat inovatif dan kreatif.
Mulyasa (2015:19) kepemimpinan kepala sekolah yang
efektif secara umum dapat diamati dari tiga hal pokok, yaitu:
1) Komitmen terhadap visi sekolah. Maksudnya bahwa kepala
sekolah dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam rangka
mencapai visi sekolah
120

2) Menjadikan visi sekolah sebagai pedoman untuk mengelola


dan memimpin sekolah
3) Memfokuskan kegiatan terhadap pembelajaran dan kinerja
guru di kelas
Selanjutnya, Mulyasa (2014:20) indikator kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif adalah sebagai berikut:
1) Menerapkan pendekatan kepemimpinan partisipatif tertata
dalam proses pengambilan keputusan.
2) Memiliki gaya kepemimpinan yang demokratis, logis, dan
terbuka.
3) Menyiapkan waktu untuk berkomunikasi secara terbuka
dengan para guru, peserta didik, dari warga sekolah lainnya.
4) Menekankan guru dan seluruh warga sekolah untuk memenuhi
norma-norma pembelajaran dengan disiplin yang tinggi
5) Memantau kemajuan belajar peserta didik melalui guru sesering
mungkin berdasarkan data prestasi belajar.
6) Menyelenggarakan pertemuan secara aktif, berkala, dan berke-
sinambungan dengan komite sekolah, guru,dan warga sekolah
lainnya mengenai topik-topik yang memerlukan perhatian.
7) Membimbing dan mengarahkan guru dalam memecahkan
masalah-masalah kerja dan bersedia memberikan kemampuan
secara profesional dan proporsional.
8) Mengalokasikan dana yang diperlukan untuk menjamin pelak-
sanaan program pembelajaran sesuai prioritas dan peruntuk-
kannya.
9) Melakukan berbagai kunjungan kelas untuk mengamati
kegiatan pembelajaran secara langsung.
10) Memberikan dukungan kepada para guru untuk menegakkan
disiplin peserta didik.
11) Memperhatikan kebutuhan peserta didik, guru, staf, orang tua,
dan masyarakat sekitar sekolah.
121

12) Menunjukkan sikap dan perilaku teladan yang dapat menjadi


panutan bagi guru, peserta didik, dan seluruh warga sekolah.
13) Memberikan kesempatan yang luas kepada seluruh warga
sekolah dan masyarakat untuk berkonsultasi dan berdiskusi
mengenai permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan
pendidikan dan pembelajaran di sekolah.
14) Mengarahkan perubahan dan inovasi dalam organisasi.
15) Membangun kelompok kerja aktif, kreatif, dan produk.
16) Menjamin kebutuhan peserta didik, guru, staf orang tua, dan
masyarakat sebagai pusat kebijakan.
17) Memiliki komitmen yang jelas terhadap penjaminan mutu
lulusan.
18) Memberikan ruang pemberdayaan sekolah kepada seluruh
warga sekolah.
g. Kunci sukses kepala sekolah
Kepemimpinan kepala sekolah berhubungan erat dengan tugas
dan fungsinya yang harus diemban untuk mewujudkan sekolah
efektif, produktif, mandiri, dan akuntabel. Berdasarkan pada tugas
dan fungsi sebagai kepala sekolah setidaknya terdapat sepuluh kunci
sukses kepemimpinan kepala sekolah, yang mencakup: visi yang utuh,
tanggung jawab, keteladanan, memberikan pelayanan terbaik,
mengembangkan orang, membina rasa persatuan dan kesatuan, fokus
pada peserta didik, manajemen yang mengutamakan praktis,
menyesuaikan gaya kepemimpinan, dan memanfaatkan kekuasaan
keahlian. Deskripsinya adalah sebagi berikut:
1) Visi yang utuh
Kepala sekolah yang sukses dalam mengembangkan manajemen
dan kepemimpinan yang memiliki dan memahami visi yang utuh
tentang sekolahnya. Visi sekolah menjadi atribut kepemimpinan
kepala sekolah sekarang dan masa yang akan datang. Kepala sekolah
dengan visi yang dangkal tidak jelas akan membawa kemunduran
122

sekolah dan hanya akan menghasilkan sekolah yang buruk yang


tidak disenangi masyarakat, Di sinilah kepala sekolah harus
memiliki dan memaham visi yang utuh tentang sekolahnya agar
dapat membawa sekolahnya ke arah kemajuan dan kemandirian.
Karakteristik kepala sekolah yang memiliki visi untuk dapat
diidentifikasi sebagai berikut:
a) Berniat ibadah dalam melaksankan tugasnya
b) Beragama dan taat melaksanakan ajarannya
c) Berniat baik sebagai kepala sekolah
d) Berlaku adil dalam memecahkan masalah
e) Memiliki keyakinan bahwa bekerja di lingkungan sekolah
merupakan panggilan jiwa
f) Bersikap tawadhu (rendah hati)
g) Berhasrat untuk memajukan sekolah
h) Tidak terlalu berambisi terhadap imbalan materi dan hasil
pekerjaannya
i) Bertanggung jawa terhadap segala ucapan dan perbuatannya
Visi sekolah harus dipahami oleh seluruh warga sekolah
agar mereka menyadari, memahami, memiliki kepedulian, dan
komitmen yang tinggi pada tujuan sekolah, tujuan pembel-
ajaran, perosedur penilaian, dan akuntabilitas. Oleh karena itu,
kepala sekolah harus menyisihkan waktu agar dapat mengko-
munikasikan visi tersebut ke seluruh jajaran dewan sekolah dan
tingkat manajemen. Hal ini dapat dilakukan dengan mengangkat
visi sebagai acuan pada berbagai pertemuan yang melibatkan un-
sur satuan pendidian. Dalam mengembangkan visinya, kepala
sekolah harus mampu mengangkat kekuatan-kekuatan yang rele-
van bagi kegiatan inter sekolah. Di samping itu, kepala sekolah
dalam menetapkan visinya harus berpijak pada peningkatan
kualitas masa depan. Dalam menjalankan visinya kepala sekolah
123

dipengaruhi oleh pengalaman hidup, pelatihan, profesional,


interaksi, dan komunikasi.
Visi sekolah didasarkan pada nilai suci serta hati nurani.
Pemimpin yang mandiri tentunya memiliki hati nurani. Seorang
pemimpin yang mandiri tentunya berorientasi pada keinginan
membantu orang lain secara optimal.
Visi sekolah dapat dikembangkan oleh lembaga masing-
masing dengan memperhatikan potensi dan kelemahan hasil eva-
luasi diri. Sebaliknya, visi sekolah bukan merupakan rumusan
yang hampa makna tetapi merupakan acuan yang syarat dengan
makna, sehingga mewarnai seluruh kegiatan di sekolah tersebut.
2) Tanggung jawab
Salah satu sifat kepala sekolah yang dapat memperkuat
keyakinannya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu
merasa dirinya diamanahi dan harus bertanggung jawab. Rasa
percaya diri sebagai perekat untuk bertindak sesuatu. Dengan
percaya diri seseorag dapat berbuat baik. Mulyasa (2015:26)
menyatakan bahwa:
....bagi kepala sekolah rasa percaya diri ini merupakan
salah satu dasar dalam memimpin sekolah. Upaya
peningkatan rasa percaya diri dapat dilakukan dengan
selalu belajar tentang berbagai hal yang diperlukan dalam
kehidupan.

Tanggung jawab merupakan beban yang harus dipikul dan


melekat pada diri seorang kepala sekolah sebagai pemimpin. Oleh
karena itu, segala tindakan yang dilakukan oleh semua staf sekolah
sebagai tanggung jawab kepala sekolah. Tanggung jawab seorang
pemimpin terbukti dengan kapan saja harus siap untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya. Untuk kepentingan itu ia harus
memposisikan diri sebagai seorang pekerja keras, berdedikasi,
seorang saudagar dan mampu mempengaruhi dan memperdaya-
kan orang lain secara positif.
124

Setiap kepala sekolah dalam melaksanakan fungsi kepe-


mimpinannya harus mampu memperdayakan tenaga pendidikan
dan kependidikan agar mau dan mampu melakukan langkah-
langkah untuk mencapai tujuan sekolah. Oleh karena itu. dalam
memberdayakan tenaga di sekolah jangan sampai meng-ulang
melakukan apapun yang membuat ketidakberdayaan tenaga, yang
bisa menyebabkan merasa tidak terpakai, membuang-buang waktu
dan tenaga saja.
3) Keteladanan
Keteladanan merupakan sifat penting yang ada pada diri
seorang pemimpin, termasuk kepala sekolah. Perilaku kepala
sekolah menjadi contoh bagi bawahannya. Contoh perilaku yang
bisa ditiru bawahan, seperti kehadiran, berpakaian, dan berbicara,
Keteladanan kepala sekolah akan membuat guru dan staf menjadi
segan dan pada suatu saat nanti akan meniru perilaku yang telah
dilakukan oleh kepala sekolah. Hal ini menjadi salah satu modal
utama bagi terlaksananya manajemen sekolah yang efektif .
Keteladan kepala sekolah bisa ditunjukkan dengan selalu
menghargai bawahan, guru dan staf dihargai pendapatnya,
Penghargaan tidak hanya berupa materi, tetapi juga berupa
ungkapan-ungkapan yang menyenangkan. Keteladanan ini hanya
sebagai salah satu perilaku yang harus dimiliki kepala sekolah
sebagai pimpinan di tingkat satuan pendidikan.
4) Memberdayakan staf
Memberdayakan staf berkaitan dengan harga diri. Staf yang
merasa dihargai tentang pendapat maupun pekerjaannya maka yang
bersangkutan dengan mudah dapat diberdayakan oleh kepala
sekolah untuk bekerja sama mencapai sekolah efektif. Sejalan
dengan ini, Mulyasa (2014:29-31) ada tiga hal sederhana yang
dapat dilakukan setiap hari untuk memberdayakan staf dan
membuatnya merasa nyaman. Ketiga hal tersebut, yaitu
125

a) Apresiasi
Cara yang pertama, ungkapan yang menyenangkan
bawahan dari seorang pimpinan, maka yang bersangkutan akan
merasa dipentingkan, berharga, dan berguna. Penghargaan yang
mengalir dengan tulus ikhlas terhadap seluruh interaksi dengan
orang lain sehingga memudahkan untuk bekerja sama.
b) Pendekatan
Cara yang kedua ini supaya bawahan merasa dihargai,
yaitu dengan pendekatan. Pendekatan yang tulus kepada orang
lain akan menghasilkan harapannya, sehingga yang bersang-
kutanpun akan sukarela untuk bekerja sama.
c) Perhatian
Cara yang ketiga untuk memberdayakan orang lain,
yaitu degan memberi perhatian penuh terhadap orang lain. Hal
ini juga berkaitan dengan menghargai kemampuan bawahan,
diantaranya memberikan kesempatan kepada guru untuk
mengikuti (MGMP) Musyawarah guru Mata Pelajaran, MGBK
(Musyawarah Guru Bimbingan Konseling), diskusi, dan
seminar. Selain itu juga kepala sekolah memperhatikan kenaikan
pangkat dan jabatan bawahannya, baik guru maupun staf.
4) Mendengarkan orang lain
Pendengar yang baik merupakan salah satu syarat bagi se-
orang pimpinan untuk bisa memiliki pengaruh kepada bawahannya.
Beberapa alasan seorang pimpinan harus mau mendengar, yaitu:
a) Membangun kepercayaan
Pimpinan yang mau mendengar bawahannya lebih
dipercaya daripada banyak bicara dan ngobrol. Mendengarkan
sebagai kunci pelumas terhadap perubahan pikiran seseorang.
b) Kredibilitas
Kepala sekolah yang mampu mendengar, menunjukkan
kredibilitasnya akan naik. Hal seperti ini menyebabkan
126

bawahan akan mempersepsikan bahwa pimpinannya memiliki


kapabilitas yang tinggi. Oleh karena itu, yang bersangkutan
memiliki potensi untuk bisa menjadi pemimpin besar.
c) Dukungan
Pada umumnya, orang merasa didukung apabila
ucapannya didengar orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
mendengar sama artinya dengan mengirin pesan yang menya-
takan bahwa saya menghargai Anda.
d) Menjadikan sesuatu terlaksana
Upaya membangun kepercayaan dengan mendengar
memungkinkan kepala sekolah mencapai tujuan. Orang yang
didengar menginginkan harapannya terbukti.
e) Informasi
Dengan mendengar pemimpin akan memperoleh
banyak informasi, baik yang berguna saat ini maupun di masa
yang akan datang. Seseorang yang memiliki banyak informasi
memiliki kemudahan untuk mengarahkan perkataan orang.
f) Pertukaran
Kepala sekolah yang mendengarkan perkataan bawahan
akan terjadi pertukaran informasi. Hal tersebut menjadikan
saling mendukung yang pada akhirya tercapai tujuan yang
diharapkan.
5) Memberikan layanan prima
Layanan terbaik sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan
konsumen. Peserta didik diibaratkan konsumen. Oleh karena itu,
layanan terhadap peserta didik harus tetap diutamakan. Dalam hal
ini jika terjadi pengurangan layanan, maka kepala sekolah harus
segera mengambil langkah-langkah positif agar pelayanan kembali
normal. Hal tersebut meningkatkan gengsi sekolah sehingga akan
disenangi masyarakat dan akhirnya menjadi sekolah favorit.
Mulyasa (2014:16) Layanan prima sekolah antara lain:
127

a) Guru disiplin waktu. Maksudnya kehadiran guru tepat waktu.


b) Guru bersikap ramah
c) Layanan cepat dari tenaga kependidikan
d) Adanya penghargaan terhadap peserta didik yang berprestasi
e) Adanya funishment terhadap peserta didik yang melanggar tata
tertib sekolah
f) Ada layanan tambahan bagi peserta didik yang memerlukannya
g) Bersikap kooperatif dengan masyarakat dan orang tua
h) Membantu peserta didik dalam membantu dan memecahkan
masalahnya secara optimal.
i) Memelihara keharmonisan dengan instansi terkait
j) Melakukan perbaikan secara berkesinambungan terhadap
layan-an yang kurang memuaskan
6) Mengembangkan orang
Kepala sekolah sebagai pemimpin harus jeli terhadap
potensi bawahannya. Walaupun setiap orang memiliki kelemahan,
akan tetapi segi kelebihan harus diutamakan agar pimpinan dapat
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk sukses. Upaya
yang dapat dilakukan, antara lain: memberikan tugas yang cocok
dan cukup menantang, memberi kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan, dan memberikan penghargaan kepada bawahan yang
berprestasi.
7) Memberdayakan sekolah
Cara yang efektif untuk mendapatkan kinerja terbaik dari
staf, disebut pemberdayaan. Pemberdayaan merupakan pelimpahan
proses pengembangan keputusan dan tanggung jawab secara
penuh. Manfaat bagi individu dapat meningkatkan kecakapan-
kecakapan penting pada saat menjalankan tugasnya dan memberi
rasa berprestasi lebih besar kepada staf sehingga dapat
meningkatkan motivasi kerja.
128

Kepala sekolah yang akan menumbuhkan budaya pember-


dayaan di sekolah perlu dua hal, yaitu: memupuk kepercayaan dan
keterbukaan. Kunci utama kepercayaan adalah keterbukaan. Dalam
kepemimpinan kepala sekolah keterbukaan merupakan kunci
keberhasilan. Dalam keterbukaan ada arus penilaian dari kepala
sekolah kepada guru dan staf, juga sebaliknya.
Dalam prakteknya, kepala sekolah mengambil peranan seba-
gai supervisor yang memiliki wawasan memberdayakan untuk
mampu membantu guru dalam mengelola pembelajaran, memper-
lancar pengembangan sekolah, menerima konsultasi, menjadi
perekat kerja sama, membimbing dan mendukung pihak terkait
dalam menjalankan fungsinya untuk memberdayakan sekolah.
8) Fokus pada peserta didik
Kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh kepala sekolah
adalah belajarnya peserta didik secara optimal. Melalui belajar
yang optimal dari peserta didik paling tidak yang bersangkutan
telah diberi pelayanan prima. Layanan tersebut antara lain berupa:
ter-sedianya sarana dan prasarana, yang diperlukan peserta didik,
seperti buku, alat tulis, dan alat olah raga.
9) Manajemen yang mengutamakan praktek
Seorang kepala sekolah harus pandai berteori dan mem-
praktikkan gagasan tersebut dalam tindakan nyata.
Keberhasilan kepala sekolah harus didukung oleh dedikasi dan
loyalitas yang tinggi pada tugasnya. Kepala sekolah jangan hanya
pandai berteori tetapi harus juga berani melakukan berbagai
tindakan yang dapat menghasilkan sesuatu.
Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya mereka
cenderung bersikap apriori dan bertindak atas dasar perintah sang
pemimpin semata. Model kepemimpinan yang demikian diharap-
kan dapat mendorong seluruh bawahannya.
129

h. Analisis SWOT Kepala Sekolah


Ada dua faktor dominan yang mendukung dan menghambat
kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen pendidikan.
Kedua faktor yang mendukung itu, adalah kekuatan dan peluang.
Sedangkan kedua faktor yang menghambat itu adalah kelemahan
dan tantangan. Secara lebih rincinya adalah sebagai berkut:
1) Faktor yang mendukung
Ada beberapa faktor dominan yang mendukung kepala
sekolah untuk menjalankan roda kepemimpinan dalam rangka
mencapai visi sekolah yang dipimpinnya. Hal ini sebagaimana
dinyatakan Mulyasa, (2013:68) bahwa:
Faktor dominan yang mendukung kepala sekolah dalam
melaksanakan paradigma pendidikan, diantaranya
gerakan meningkatkan kualitas pendidikan yang
dicanangkan pemerintah, sosialisasi peningkatan
kualitas pendidikan, gotong royong dan kekeluargaan,
potensi sumberdaya manusia, organisasi formal dan
informal, organisasi profesi, serta dukungan dunia
usaha dan mandiri.

Pendapat tersebut di atas, dapat dijabarkan sebagai


berikut:
a) Gerakan meningkatkan kualitas pendidikan yang dica-
nangkan pemerintah
Upaya peningkatan pendidikan, baik secara kuanti-
tas maupun kualitas terus-menerus dilakukan oleh pihak pe-
merintah maupun swasta. Hal ini menunjukkan adanya ke-
inginan utuk memperbaikinya. Pemerintah melalui menteri
Pendidikan Nasional mencanangkan “Gerakan peningkat-
kan mutu pendidikan pada tanggal 2 Mei 2002. Hal ini
meru-pakan momentum yang paling tepat untuk
mengantisipasi dan mempersiapkan peserta didik memasuki
era globalisasi.
130

Beberapa indikatornya teknologi telah dapat dirasa-


kan sekarang ini. Hal ini mampu menebus batas-batas wila-
yah dan negara. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan pendi-
dikan yang berkualitas melalui kepemimpinan kepala
sekolah yang profesional.
b) Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan
Sampai saat ini, Kementrian Pendidikan dan Kebuda-
yaan telah gencar melakukan sosialisasi untuk mening-
katkan mutu pendidikan di berbagai wilayah kerja, baik
melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun pelatihan-
pelatihan. Kegiatan tersebut diantaranya: sosialis tentang
Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS), Kurikulum 2013, Peningkatan Keprofesionalan
Berkelanjutan (PKB) bagi guru yang hasil tes Uji
Kompetensi Guru (UKG) di bawah standar yang telah
ditentukan Kementerian Pendidikan.
c) Gotong Royong dan Kekeluargaan
Perilaku seperti ini merupakan budaya bangsa
Indonesia yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Hal
ini dapat mewujudkan kepala sekolah profesional menuju
terwujudnya visi pendidikan menjadi aksi nyata di
sekolah. Kondisi seperti ini dapat dikembangkan oleh
pengawas pembina sekolah dengan menjalin kerja sama
dengan pihak sekolah, masyarakat, dan dunia kerja.
Kepala sekolah sebagai pemimpin harus memiliki
kharisma serta dapat menjadi teladan dan panutan bagi
masyarakat. Hal seperti ini dapat dimanfaatkan oleh kepala
sekolah untuk memperkenalkan program-programnya
kepada masyarakat dan dunia kerja dalam rangka mencapai
peningkatan kualitas pendidikan.
131

d) Potensi kepala sekolah


Kepala sekolah memiliki berbagai potensi yang ada
pada dirinya. Potensi tersebut diantaranya kemampuan
kepala sekolah yang mencakup Educator (Pendidik),
Manajer (Pengelola), Administrator (tenaga admnistrasi),
supervisor (yang melakukan supervisi), leader (Pemimpin),
innovator (Pencetus), motivator (Pemotivasi).
Potensi kepala sekolah itu harus ditunjukkan dalam
kemauan dan kemampuannya untuk mengembangkan
sekolah secara optimal. Pada akhirnya kualitas pendidikan
dapat tercapai dengan unggul.
e) Organisasi formal dan informal
Banyak organisasi yang berkaitan dengan pendidi-
kan. Organisasi tersebut sangat mendukung terhadap
peningkatan kualitas pendidikan, diantaranya Dewan Pendi-
dikan, dan Komite Sekolah. Organisasi tersebut memiliki
tujuan untuk melakukan terobosan terhadap peningatan
kualitas pendidikan. Hal ini dikarenakan anggota dari orga-
nisasi itu hanyalah yang peduli terhadap dunia pendidikan.
f) Organisasi profesi
Organisasi profesi merupakan wadah untuk
membantu pemerintah dalam rangka meningkatkan
kualitas pendidikan. Organisasi tersebut diantaranya:
Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (K2PS), Kelompok
Kerja Kepala Sekolah (K3S), Kelompok Kerja Guru (K2G),
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan
Musyawarah Guru Bimbingan Konseling (MGBK).
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum
Peduli Guru (FPG), Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia
(ISPI). Organisasi profesi tersebut pendukung terhadap
kepala profesional yang mempunyai tugas untuk
132

meningkatkan kinerjanya dan prestasi belajar peserta didik


menuju peningkatan kualitas pendidikan nasional.
g) Harapan terhadap kualitas pendidikan
Kepala sekolah yang profesional dalam paradigma
pendidikan mestinya memiliki harapan yang tinggi untuk
meningatkan kualitas pendidikan. Hal ini terbukti dengan
adanya komitmen dan motivasi yang kuat untuk
meningkatkan mutu sekolah secara optimal.
Adanya dukungan yang kuat terhadap kepala
sekolah dari tenaga pendidik dapat meningkatkan prestasi
belajar peserta didik. Dukungan tersebut berupa pelayanan
primanya, seperti disiplin waktu dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas bagi guru dan memberikan materi
tambahan terhadap peserta didik yang membutuhkannya
sehingga peserta didik untuk mencapai prestasi belajarnya
yang unggul.
h) Input manajemen
Kepala sekolah profesional perlu ditunjang oleh
input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda
kepemimpinannya agar berlangsung secara efisien, efektif,
produtif, dan bertanggung jawab. Input manajemen
tersentuhnya yang handal untuk meyakinkan bahwa tujuan
input berupa tugas yang rinci, sistematis, dan jelas.
Program yang mendukung implementasi dan keten-
tuan-ketentuan yang jelas sebagai panutan bagi warga seko-
lah. Hal ini sebagai langkah bertindak dan adanya sistem
pengendalian mutu yang handal untuk meyakinkan bahwa
tujuan yang telah dirumuskan dapat terwujud di sekolah.
2) Faktor penghambat (kelemahan dan tantangan)
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kepala
sekolah profesional mengalami hambatan untuk meningkatkan
133

kualitas pendidikan. Sejalan dengan ini, Mulyasa (2014:72)


menyatakan bahwa:
Faktor-faktor tersebut, diantaranya: sistem politik yang
kurang stabil, rendahnya sikap mental, wawasan kepala
sekolah yang masih sempit, pengangkatan kepala yang
belum transfaran, kurang sarana dan prasarana, lulusan
kurang mampu bersaing, rendahnya kepercayaan
masyarakat, birokrasi dan rendahnya produk-tivitas
kerja.

Pendapat tersebut di atas, dipaparkan sebagai berikut:


a) Sistem politik yang kurang stabil.
Dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat menimbulkan berbagai masalah hidup dan kehidupan di
masyarkat. Contohnya: (1) wakil rakyat di dewan yang lamban
dan plin plan dalam memutuskan suatu prakarsa. (2) Selalu
menunggu demonstrasi masyarakat dalam mengambil suatu
keputusan. Kondisi seperti ini sangat mewarnai berbagai
bidang kehidupan termasuk pendidikan beserta komponen-
komponennya.
Pengembangan sumber daya pembangunan melalui
sistem pendidikan yang memadai perlu ditunjang oleh kondisi
yang stabil dan political will yang positif dari pemerintah.
b) Rendahnya sikap mental
Beberapa faktor yang bersifat rendahnya sikap mental
sebagai penghambat kepala sekolah dalam melaksanakan tugas
dan fungsi dari kepala yang professional. Faktor-faktor
tersebut, diantaranya:
(1) Kurang disiplin
(2) Kurang motivasi kerja
(3) Sering terlambat datang ke sekolah
c) Wawasan kepala sekolah yang masih sempit
134

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai


pelosok dunia menyebabkan adanya era globalisasi.
Adanya perubahan zaman itu memerlukan penyesuaian
pada manusia supaya tidak tergilas oleh akibatnya. Hal
tersebut hanya dapat ditempuh dengan pendidikan yang
memadai.
Kunci utama dalam pendidikan, yaitu belajar. Salah
satu kegiatan belajar, yaitu membaca. Di antara kepala
sekolah ada saja yang masih sempit wawasannya. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya membaca, baik buku, majalah,
jurnal, artikel,
d) Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan
Hal seperti ini merupakan salah satu penghambat
tumbuh kembangnya kepala sekolah yang profesional.
Hasil kajian menunjukkan, bahwa pengangkatan kepala
sekolah sampai saat ini belum melibatkan masyarakat dan
dunia kerja. Jabatan kepala sekolah selama empat tahun
dan setelah itu dapat dipilih kembali untuk satu periode
berikutnya.
e) Kurang sarana dan prasarana
Kurangnya sarana dan prasarana merupakan faktor
penghambat peningkatan kualitas pendidikan. Faktor
tersebut, mencakup: perpustakaan, laboratorium, bengkel,
pusat sumber belajar, dan perlengkapan pembelajaran.
Memanfaatkan kekuatan dan peluang, mengatasi kelemah-
an, dan ancaman
Kepala sekolah adalah manusia biasa yang memiliki tugas
tambahan sebagai pemimpin di sebuah lembaga pendidikan, tentunya
tidak terlepas dari kekuatan, kelemahan, tantangan, dan peluang. Oleh
karena itu, upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan potensi
135

tersebut dengan melakukan pembinaan. Sejalan dengan ini Mulyasa


(2014:78) Upaya tersebut diantaranya:
pembinaan terhadap kemampuan profesional kepala sekolah,
revitalisasi MGMP, peningkatan disiplin, pembentukan
kelompok diskusi, dan peningkatan layanan perpustakaan
dengan menambah koleksi.

Paparan lebih rincinya adalah wadah-wadah profesional kepala


Analisis SWOT Kepala Sekolah
Ada dua faktor dominan yang mendukung dan menghambat
kepala sekolah dalam melaksanakan manajemen pendidikan. Kedua
faktor yang mendukung itu, adalah kekuatan dan peluang. Sedangkan
kedua faktor yang menghambat itu adalah kelemahan dan tantangan.
Secara lebih rincinya adalah sebagai berkut:
3) Faktor yang mendukung
Ada beberapa faktor dominan yang mendukung kepala
sekolah untuk menjalankan roda kepemimpinan dalam rangka
mencapai visi sekolah yang dipimpinnya. Hal ini sebagaimana
dinyatakan Mulyasa, (2013:68) bahwa:
Faktor dominan yang mendukung kepala sekolah dalam
melaksanakan paradigma pendidikan, diantaranya
gerakan meningkatkan kualitas pendidikan yang
dicanangkan pemerintah, sosialisasi peningkatan
kualitas pendidikan, gotong royong dan kekeluargaan,
potensi sumberdaya manusia, organisasi formal dan
informal, organisasi profesi, serta dukungan dunia
usaha dan mandiri.

Pendapat tersebut di atas, dapat dijabarkan sebagai


berikut:
i) Gerakan meningkatkan kualitas pendidikan yang
dicanangkan pemerintah
Upaya peningkatan pendidikan, baik secara kuanti-
tas maupun kualitas terus-menerus dilakukan oleh pihak
pemerintah maupun swasta. Hal ini menunjukkan adanya
136

keinginan utuk memperbaikinya. Pemerintah melalui


mente-ri Pendidikan Nasional mencanangkan “Gerakan
pening-katan mutu pendidikan pada tanggal 2 Mei 2002.
Hal ini merupakan momentum yang paling tepat untuk
memper-siapkan peserta didik memasuki era globalisasi.
Beberapa indikatornya teknologi telah dapat dirasa-
kan sekarang ini. Hal ini mampu menebus batas-batas wila-
yah dan negara. Oleh karena itu, perlu dipersiapkan pendi-
dikan yang berkualitas melalui kepemimpinan kepala
sekolah yang profesional.
j) Sosialisasi peningkatan kualitas pendidikan
Sampai saat ini, Kementrian Pendidikan dan Kebuda-
yaan telah gencar melakukan sosialisasi untuk meningkat-
kan mutu pendidikan di berbagai wilayah kerja, baik mela-
lui pertemuan-pertemuan resmi maupun pelatihan-pelatih-
an. Kegiatan tersebut diantaranya: sosialisasi tentang Ma-
najemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS),
Kurikulum 2013, Peningkatan Keprofesionalan Berkelan-
jutan (PKB) bagi guru yang hasil tes Uji Kompetensi Guru
(UKG) di bawah standar yang telah ditentukan Kementrian
Pendidikan.
k) Gotong Royong dan Kekeluargaan
Perilaku seperti ini merupakan budaya bangsa Indo-
nesia yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Hal ini
dapat mewujudkan kepala sekolah profesional menuju ter-
wujudnya visi pendidikan menjadi aksi nyata di sekolah.
Kondisi seperti ini dapat dikembangkan oleh pengawas
pembina sekolah dengan menjalin kerja sama dengan
pihak sekolah, masyarakat, dan dunia kerja.
Kepala sekolah sebagai pemimpin harus memiliki
kharisma serta dapat menjadi teladan dan panutan bagi
137

masyaraat. Hal seperti ini dapat dimanfaatkan oleh kepala


sekolah untuk memperkenalkan program-programnya
kepada masyarakat dan dunia kerja dalam rangka mencapai
peningkatan kualitas pendidikan.
l) Potensi kepala sekolah
Kepala sekolah memiliki berbagai potensi yang ada
pada dirinya. Potensi tersebut diantaranya kemampuan
kepala sekolah yang mencakup Educator (Pendidik),
Manajer (Pengelola), Administrator (tenaga admnistrasi),
supervisor (yang melakukan supervisi), leader (Pemimpin),
innovator (Pencetus), motivator (Pemotivasi).
Potensi kepala sekolah itu harus ditunjukkan dalam
kemauan dan kemampuannya untuk mengembangkan
sekolah secara optimal. Pada akhirnya kualitas pendidikan
dapat tercapai dengan unggul.
m) Organisasi formal dan informal
Banyak organisasi yang berkaitan dengan
pendidikan. Organisasi tersebut sangat mendukung terhadap
peningkatan kualitas pendidikan, diantaranya Dewan
Pendidikan, dan Komite Sekolah. Organisasi tersebut
memiliki tujuan untuk melakukan terobosan terhadap
peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini dikarenakan
anggota dari organisasi itu hanyalah orang-orang yang
peduli terhadap dunia pendidikan.
n) Organisasi profesi
Orgaisasi profesi merupakan wadah untuk memban-
tu pemerintah supaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Organisasi tersebut diantaranya: Kelompok Kerja Pengawas
Sekolah (K2PS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah
(K3S), Kelompok Kerja Guru (K2G), Musyawarah Guru
138

Mata Pelajaran (MGMP), dan Musyawarah Guru


Bimbingan Konseling (MGBK).
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Forum
Peduli Guru (FPG), Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia
(ISPI). Oranisasi profesi tersebut pendukung terhadap
kepala profesional yang mempunyai tugas untuk
meningkatkan kinerjanya dan prestasi belajar peserta didik
menuju peningkatan kualitas pendidikan nasional.
o) Harapan terhadap kualitas pendidikan
Kepala sekolah yang profesional dalam paradigma
pendidikan mestinya memiliki harapan yang tinggi untuk
meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini terbukti dengan
adanya komitmen dan motivasi yang kuat untuk
meningkatkan mutu sekolah secara optimal.
Adanya dukungan yang kuat terhadap kepala
sekolah dari tenaga pendidik dapat meningkatkan prestasi
belajar peserta didik. Dukungan tersebut berupa pelayanan
primanya, seperti disiplin waktu dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas bagi guru dan memberikan materi
tambahan terhadap peserta didik yang membutuhkannya
sehingga peserta didik untuk mencapai prestasi belajarnya
yang unggul.
p) Input manajemen
Kepala sekolah profesional perlu ditunjang oleh
input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda
kepemimpinannya agar berlangsung secara efisien, efektif,
produtif, dan bertanggung jawab. Input manajemen
tersentuhnya yang handal untuk meyakinkan bahwa tujuan
input berupa tugas yang rinci, sistematis, dan jelas.
Program yang mendukung implementasi dan
ketentuan-ketentuan yang jelas sebagai panutan bagi warga
139

sekolah. Hal ini sebagai langkah bertindak dan adanya


sistem pengendalian mutu yang handal untuk meyakinkan
bahwa tujuan yang telah dirumuskan dapat terwujud di
sekolah.
4) Faktor penghambat (kelemahan dan tantangan)
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kepala
sekolah profesional mengalami hambatan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Sejalan dengan ini, Mulyasa (2014:72)
menyatakan bahwa:
Faktor-faktor tersebut, diantaranya: sistem politik yang
kurang stabil, rendahnya sikap mental, wawasan kepala
sekolah yang masih sempit, pengangkatan kepala yang
yang belum transfaran, kurang sarana dan prasarana,
lulusan kurang mampu bersaing, rendahnya keper-
cayaan masyarakat, birokrasi dan rendahnya produk-
tivitas kerja.

Pendapat tersebut di atas, dipaparkan sebagai berikut:


f) Sistem politik yang kurang stabil
Dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat menimbulkan berbagai masalah hidup dan kehidupan
di masyarkat. Contohnya: (1) wakil rakyat di dewan yang
lamban dan plin plan dalam memutuskan suatu prakarsa.
(2) Selalu menunggu demonstrasi masyarakat dalam
mengambil suatu keputusan. Kondisi seperti ini sangat
mewarnai berbagai bidang kehidupan termasuk pendidikan
beserta komponen-komponennya.
Pengembangan sumber daya pembangunan melalui
sistem pendidikan yang memadai perlu ditunjang oleh
kondisi yang stabil dan political will yang positif dari
pemerintah.
g) Rendahnya sikap mental
Beberapa faktor yang bersifat rendahnya sikap mental
sebagai penghambat kepala sekolah dalam melaksanakan
140

tugas dan fungsi dari kepala yang professional. Faktor-


faktor tersebut, diantaranya:
(4) Kurang disiplin
(5) Kurang motivasi kerja
(6) Sering terlambat datang ke sekolah
h) Wawasan kepala sekolah yang masih sempit
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di
berbagai pelosok dunia menyebabkan adanya era
globalisasi. Adanya perubahan zaman itu memerlukan
penyesuaian pada manusia supaya tidak tergilas oleh
akibatnya. Hal tersebut hanya dapat ditempuh dengan
pendidikan yang memadai.
Kunci utama dalam pendidikan, yaitu belajar. Salah
satu kegiatan belajar, yaitu membaca. Di antara kepala
sekolah ada saja yang masih sempit wawasannya. Hal ini
disebabkan oleh kurangnya membaca, baik buku, majalah,
jurnal, artikel,
i) Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan
Hal seperti ini merupakan salah satu penghambat
tumbuh kembangnya kepala sekolah yang profesional.
Hasil kajian menunjukkan, bahwa pengangkatan kepala
sekolah sampai saat ini belum melibatkan masyarakat dan
dunia kerja. Jabatan kepala sekolah selama empat tahun
dan setelah itu dapat dipilih kembali untuk satu periode
berikutnya.
j) Kurang sarana dan prasarana
Kurangnya sarana dan prasarana merupakan faktor
penghambat peningkatan kualiatas pendidikan. Faktor
tersebut, mencakup: perpustakaan, laboratorium, bengkel,
pusat sumber belajar, dan perlengkapan pembelajaran
6) Lulusan kurang mampu bersaing
141

Pendidikan sekolah secara umum belum mampu


melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh
karena itu untuk melengkapinya perlu menempuh pendidikan
non formal, seperti kursus montir, menjahit, dan lain-lain.
7) Birokrasi
Birokrasi yang masih dipengaruhi feodalisme.
Contohnya, para pejabatnya lebih suka dilayani
8) Belum tumbuh budaya mutu
Mutu diartikan sebagai karakteristik menyeluruh dan
terpadu. Dalam hal ini, sekolah harus selalu mengadakan
layanan yang memuaskan kebutuhan warganya.
q) Memanfaatkan kekuatan dan peluang, mengatasi kelemahan, dan
ancaman
Kepala sekolah adalah manusia biasa yang memiliki tugas
tambahan sebagai pemimpin di sebuah lembaga pendidikan, tentunya
tidak terlepas dari kekuatan, kelemahan, tantangan, dan peluang. Oleh
karena itu, upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan potensi
tersebut dengan melakukan pembinaan. Sejalan dengan ini Mulyasa
(2014:78) Upaya tersebut diantaranya:
pembinaan terhadap kemampuan profesional kepala sekolah,
revitalisasi MGMP, peningkatan disiplin, pembentukan
kelompok diskusi, dan peningkatan layanan perpustakaan
dengan menambah koleksi.

Paparan lebih rincinya adalah sebagi berikut.


1) Pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah
Wadah-wadah profesional kepala sekolah, diantaranya:
Musyawarah Kepala Sekolah (MKS), Kelompok Kerja Kepala
Sekolah (K3S), dan Pusat Kegiatan Kepala Sekolah (PK2S). Oleh
karena itu, pembinaan kemampuan profesional kepala sekolah
dapat dilakukan melalui wadah tersebut. Selain itu, upaya pening-
katan kemampuan tersebut dengan memberikan kesempatan untuk
menempuh pendidikan lanjutan, baik program sekolah S2 (master),
142

maupun sekolah S3 (Doktor) sesuai dengan bidang keahliannya.


Hal ini dimaksudkan supaya tidak terlepas dari disiplin ilmu
masing-masing.
Ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan kepala
sekolah untuk melakukan pembinaan terhadap kemampuan guru.
Kegiatan tersebut, diantaranya:
(a) Melaksanakan pembinaan terhadap profesional guru dengan
menyusun program penyetaraan bagi guru yang memiliki
kualifikasi pendidikan D3 agar mengikuti penyetaraan
pendidikan S1/ Akta IV, sehingga wawasan keilmuannya
bertambah.
(b) Untuk meningkatkan keprofesional guru dengan mengikut-
sertakannya seminar atau pelatihan yang diadakan oleh Dinas
pendidikan kabupaten atau provinsi, maupun di luar kedinasan.
(c) Peningkatan profesional guru melalui Pemantapan Kinerja
Guru (PKG), Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah
Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Guru Bimbingan
Konseling (MGBK). Melalui wadah ini, guru akan
memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan berkaitan
dengan metodologi pembelajaran dan materi sebagai bahan
ajar yang dapat diterapkan di kelas.
(d) Meningkatkan kesejahteraan guru. Ini merupakan suatu hal
yang tak bisa diabaikan. Karena hal ini sebagai salah satu
faktor penentu untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
2) Revitalisasi MGMP dan MKKS di sekolah
Revitalisasi dapat dilakukan melalui wadah MGMP atau
MKKS. Tujuan kegiatan ini untuk meningkatan kualitas pendi-
dikan. Adapun upaya yang dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Cara-cara tersebut, diantaranya: menyiasati kurikulum yang padat,
mencari solusi pembelajaran yang tepat, menemukan berbagai
metode, dan variasi media.
143

Kegiatan tersebut di atas dapat dikoordinir oleh pengawas,


guru senior, maupun pengurus MGMP, MKKS dapat mengundang
ahli dari luar, atau pun memanfaatkan teman sejawat yang telah
mendapatkan pembinaan dari luar, baik ahli substansi mata
pelajaran untuk membantu guru maupun kepala sekolah dalam
memahami materi pelajaran yang dianggap sulit atau membantu
memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah.
Dengan mengaktifkan MGMP maupun MKKS, diharapkan
semua persoalan yang dihadapi guru dan kepala sekolah dapat
teratasi. Oleh karena itu, kualitas pendidikan di sekolah dapat
meningkat.
3) Peningkatan Disiplin
Pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah sampai saat
ini masih memerlukan kedisiplinan yang lebih baik terhadap tata
tertib sekolah. Oleh karena itu, untuk mengembangkan kepala
sekolah yang profesional dalam paradigma baru manajemen
pendidikan diperlukan adanya peningkatan terhadap kedisiplinan.
Hal ini dapat membentuk iklim kerja yang kondusif, motivasi
kerja, menciptakan budaya kerja, budaya disiplin tenaga pendidik
dan kependidikan dalam menjalankan tugasnya di sekolah.
Sekolah membuat tata tertib yang harus ditaati oleh warga
sekolah, seperti kepala sekolah, guru, karyawan, dan peserta didik.
Tata tertib tersebut dintaranya memuat kehadiran di sekolah, waktu
masuk kelas dan pulang. Dengan meningkatnya kedisiplinan
terhadap tata tertib sekolah, maka jam mengajar menjadi efektif
dan efisien sesuai dengan waktu yang ditetapkan dengan harapan
prestasi belajar peserta didik dapat meningkat menjadi lebih baik.
4) Pembentukan kelompok diskusi profesi.
Kelompok diskusi profesi di sekolah dapat dibentuk
dengan dipimpin oleh kepala sekolah. Tujuan kegiatan ini untuk
meningkatkan motivasi kerja tenaga pendidik dan kependidikan.
144

Kegiatan seperti ini dapat dilakukan minimal sekali dalam sebulan


dengan melibatkan komite, pengawas, atau orang lain yang
dianggap ahli untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi
kepala sekolah, tenaga pendidik, dan kependidikan berkenaan
dengan tugas dan fungsinya.
Peningkatan motivasi kerja dari tenaga pendidik dan
kependidikan sebagai hasil hari kelompok diskusi profesi ini. Hal
ini perlu dikembangkan dengan cara mencari model-model
pembinaan yang efektif dan efisien.
5) Peningkatan layanan perpustakaan dan penambahan koleksi
Pengadaan koleksi perpustakaan dimulai dengan identifi-
kasi buku-buku yang diperlukan oleh guru dan peserta didik.
Dengan kegiatan seperti ini dapat diketahui buku-buku yang
jumlahnya cukup, kurang, lebih, bahkan tidak ada. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk memenuhi jumlah buku, yaitu dengan
kerja sama dengan perpustakaan instansi lain yang mempunyai
potensi untuk membantu pengadaan buku sekolah atau membeli
buku-buku tersebut secara langsung apabila keuangan tersedia
4. Prestasi belajar
a. Pengertian
Pengertian terhadap istilah prestasi berbeda-beda tergantung
sudut pandang para ahli meninjaunya, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2005:895) menyatakan bahwa :
Prestasi / pres:ta;si/ /prestasi/ n hasil yang telah dicapai (dari
yang telah dilakukan, dikerjakan, dsb): ia merasa kecewa thd—
yang telah dicapai anak asuhnya;--nya telah menumbangkan
rekor sebelumnya;

Selanjutnya, Arif Gunarso (1993 : 77) menyatakan bahwa prestasi


belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar. Selanjutnya, Syah, Muhibbin
(2014:148) menegaskan bahwa pada prinsipnya pengungkapan hasil
145

belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai


akibat pengalaman dan proses belajar siswa.
Prestasi sebagai hasil yang dicapai seseorang ketika
mengerjakan tugas tertentu yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran
di sekolah yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Selanjutnya, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya
ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.
Berdasarkan definisi di atas, maka prestasi belajar dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1) Prestasi belajar adalah prestasi yang dicapai peserta didik ketika ia
mengikuti dan mengerjakan tugas dalam kegiatan pembelajaran di
sekolah
2) Penilaian utama prestasi belajar dari aspek kognitif. Hal ini
menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik terhadap materi
pelajaran dapat dinilai dari segi pengetahuan, ingatan, pemahaman,
aplikasi analisa, sistesa dan evaluasi
3) Prestasi belajar dibuktikan dan ditunjukkan melalui nilai dan hasil
evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas peserta didik dan
ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya.
Hasil evaluasi belajar peserta didik yang berupa nilai raport
didokumentasikan dalam buku daftar nilai guru. Selanjutnya, wali
kelas memberikan ke bagian administrasi kurikulum sekolah. Selain
itu, hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada peserta didik untuk
diketahui orang tua/ wali melalui buku raport yang disampaikan pada
waktu pembagian raport akhir semester atau kenaikan/ kelulusan.
Prestasi belajar di sini terfokus pada nilai atau angka yang
dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran di sekolah. Nilai
tersebut terutama dilihat dari sisi kognitif, karena aspek inilah yang
146

sering dinilai oleh guru di sekolah. Hal ini berkaitan dengan kemam-
puan para peserta didik dalam menguasai isi materi pengajaran.
b. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Kecerdasan itu jamak, dengan kata lain lebih dari satu. Artinya,
kecerdasan seseorang dapat berbeda-beda dengan orang lain. Menurut
Gardner (Sindoro, 2003:35-46), kecerdasan terdiri atas tujuh macam,
yakni: ‘kecerdasan musik, kecerdasan gerakan badan, logika
matematika, kecerdasan linguistic, kecerdasan ruangan, antar pribadi
dan intra pribadi’.
Seseorang dapat memiliki beberapa kecerdasan tersebut, dengan
satu atau lebih, tetapi yang lainnya kurang menonjol. Seorang peserta
didik berhasil dalam studi dan kehidupannya yang layak di kemudian
hari, maka pendidikan sebaiknya dilakukan dengan mempertimbang-
kan kecerdasan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran, guru perlu
memperhatikan peserta didik yang menonjol dalam bidang tertentu,
tetapi lemah dalam bidang yang lainnya. Pendekatan ini diharapkan
dapat menolong peserta didik lebih berhasil dalam belajarnya.
DePorter mengutip pendapat Magnesen dalam buku Quantum
Teaching bahwa, “ orang belajar 10% dari apa yang dibaca, 20% dari
apa yang ia dengar, 30% dari apa yang ia lihat, 50% dari apa yang ia
lihat dan dengar, 70% dari apa yang ia katakan, 90% dari apa yang ia
katakan dan lakukan,” (DePoter,2000:57).
Strategi pembelajaran akan memberi hasil yang lebih baik
terhadap peserta didik apabila yang bersangkutan terlibat dalam hal
berpikir, berbicara, berargumentasi dan mengutarakan gagasan-
gagasannya. Sebaliknya hasil belajar akan rendah jika peserta didik
bersifat pasif dan menjadi pendengar ceramah guru.
(DePoter,2000:10), mengatakan bahwa pembelajaran yang
berhasil haruslah dalam suasana menyenangkan dan menggembirakan
(fun) untuk mencapai suasana itu, dipakai tahapan: (1) ambak (apa
manfaat bagi aku). Guru menumbuhkan minat dan manfaat belajar. (2)
147

alami. Guru mengajak peserta didik mengalami dalam kegiatan atau


permainan. (3) namai. Guru mengajak peserta didik memberi nama
konsep, model, rumus, kata kunci yang mereka temukan. (4)
demonstrasikan. Guru mengajak peserta didik menunjukan apa yang
mereka ketahui. (5) ulangi. Guru memberi kesempatan peserta didik
mengatakan bahwa aku tahu, memang aku tahu ini. (6) rayakan. Guru
memberi pujian dan penghargaan dengan tepuk tangan atau dengan
cara lain atas partisipasi dan pendapat para peserta didik.
Ruangan belajar yang berhasil mendukung hasil belajar yang
baik menurut DePoter (2000:67-75), perlu : (1) dicipta dengan poster
ikon, poster afirmasi, dan menggunakan warna, (2) Memakai alat
bantu atau peraga, (3) ditambah aroma atau tanaman, (4) disertai
alunan musik barok”.
Prestasi belajar peserta didik dalam pembelajaran menurut
pendapat diatas dipengaruhi oleh peran dan strategi guru dalam
pelajaran tersebut. Pertama, strategi pendekatan pribadi terhadap
peserta didik yang menonjol dalam bidang-bidang tertentu sesuai
dengan tujuh macam kecerdasan. Kedua, strategi guru melibatkan
peserta didik dalam pembelajaran secara penuh dengan suasana
gembira dan menyenangkan. Ketiga, strategi guru membuat alat bantu
dan menciptakan ruangan yang hidup.
c. Upaya Peningkatan Prestasi Belajar
Peningkatan prestasi belajar dapat berlangsung dengan baik,
apabila adanya motivasi pada diri peserta didik. Hal ini disebut dengan
motivasi intrinsik. Selain itu juga, ada motivasi ekstrinsik yang berasal
dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat yang
mendorong agar anak didik mau belajar. Motivasi ekstrinsik
diperlukan bila diantara peserta didik yang kurang berminat mengakui
pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
Peranan motivasi ekstrinsik cukup besar untuk membimbing
anak didik agar mampu meningkatkan minat belajar lebih bergairah.
148

Sejalan dengan ini, Gintings, Abdorrakhman. (2009:138) menyatakan


bahwa daya saing ditentukan oleh kepuasan pelanggan. Hal ini
menunjukkan bahwa keberhasilan lembaga pendidikan sangat
ditentukan kepuasan peserta didik, orang tua atau wali, tenaga
pendidik dan kependidikan yang berperan sebagai pelanggan. Oleh
karena itu, dalam menentukan pilihan atas jasa dan produk yang
diperlukan seyogyanya didasarkan atas kebutuhan pelanggannya.
Beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka
mengarahkan belajar peserta didik di kelas, yaitu sebagai berikut:
1) Memberi Angka
Angka sebagai symbol atau nilai dari hasil belajar yang di-
berikan kepada setiap anak didik sesuai hasil ulangan yang diper-
oleh peserta didik dari hasil penilaian guru. Angka sebagai alat
motivasi mampu memberikan rangsangan kepada peserta didik.
Tujuannya mempertahankan atau meningkatkan prestasi belajar di
masa mendatang. Angka ini biasanya terdapat dalam buku raport
sesuai jumlah mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum.
2) Hadiah
Hadiah adalah memberikan sesuatu kepada orang lain se-
bagai penghargaan atau kenang-kenangan. Hadiah diberikan ke-
pada peserta didik berupa apa saja. Hal ini terbukti dengan adanya
hal tersebut dapat merangsang untuk mencapai prestasi belajarnya
secara lebih baik. Dengan kata lain prestasi belajarnya menjadi me-
ningkat atau menetap. Dalam dunia pendidikan hadiah bisa dijadi-
kan alat motivasi. Hadiah dapat diberikan kepada anak didik yang
berprestasi tinggi, rangking satu, dua atau tiga dari anak didik.
Pemberian hadiah juga diberikan dalam bentuk beasiswa, tapi ben-
tuk lain, seperti berupa buku tulis, pensil, balpoin, dan buku bacaan
bacaan dalam sebuah kotak terbungkus dengan rapih.
3) Kompetensi
149

Kompetensi sebagai alat motivasi untuk mendorong peserta


didik agar bergairah belajar baik secara individu maupun kelompok
yang diperlukan dalam lingkungan pendidikan. Guru membentuk
anak didik kedalam beberapa kelompok belajar di kelas, ketika pel-
ajaran sedang berlangsung, semua anak didik terlibat kedalam sua-
sana belajar. Sedangkan guru bertindak sebagai fasilitator, semen-
tara anak didik aktif belajar untuk menguasai bahan pelajaran.
4) Ego-Involvement
Ego-involvement yaitu menumbuhkan kesadaran kepada
anak didik agar merasakan pentingnya tugas, menerima suatu
tantangan, dan bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.
Hal ini sebagai salah satu bentuk mencapai prestasi yang baik
untuk harga dirinya.
5) Memberi ulangan
Ulangan sebagai alat motivasi, biasanya peserta didik
mempersiapkan diri dengan belajar dari jauh-jauh hari untuk
menghadapi ulangan. Ulangan merupakan strategi yang cukup baik
untuk memotivasi anak didik agar lebih giat belajar. Ulangan yang
dilakukan oleh guru setiap hari dengan tak terprogram akan
membosankan peserta didik. Kondisi seperti ini akan menyebabkan
perubahan sikap peserta didik yang kurang baik, anak didik bukan
giat belajar, tetapi malas belajar, disebabkan merasa bosan dengan
soal yang diberikan. Lebih bahaya lagi bila ulangan itu dianggap
oleh peserta didik sebagai momok yang menakutkan. Ulangan akan
menjadi motivasi bagi peserta didik apabila dilakukan secara
akurat dengan teknik dan strategi sistematis dan terencana.
6) Mengetahui Hasil Ulangan
Hal ini bisa mendorong peserta didik untuk belajar lebih
giat. Apabila hasil belajar peserta didik mengalami kemajuan,
maka yang bersangkutan akan berusaha mempertahankan bahkan
meningkatkan intensitas belajarnya. Hal ini menunjukan
150

adanya kecenderungan prestasi belajarnya lebih baik di kemudian


hari. Hasil belajar yang rendah menjadikan peserta didik giat
belajar untuk memperbaikinya. Selain itu juga mungkin peserta
didik frustasi dengan nilai yang rendah, sehingga malas belajar.
Tetapi dengan peserta didik yang siap menerima prestasi
belajarnya yang rendah mereka akan berusaha untuk
memperbaikinya dengan belajar lebih optimal.
7) Pujian
Pujian merupakan reinforceemet yang positif dan sekaligus
sebagai motivasi yang baik. Guru memanfaatkan pujian untuk
memuji keberhasilan anak didik dalam mengerjakan pekerjaan di
sekolah. Pujian diberikan sesuai hasil kerja, bukan dibuat-buat
dengan hasil kerja peserta didik. Hal itu merupakan reaksi terhadap
stimulans. Pujian yang diberikan akan membesarkan jiwa dan lebih
bergairah pelaku untuk mengerjakannya. Peserta didik bisa malas
belajar karena menganggap gurunya pilih kasih.
8) Hukuman
Hukuman sebagai reinforceemet yang negatif, tetapi bila
dilakukan dengan tepat dan bijak akan merupakan alat motivasi
yang baik. Dengan efektif hukuman sebagai alat motivasi bila
dilakukan dengan pendekatan edukatif, bukan karena dendam.
Pendekatan ini memiliki maksud bahwa hukuman yang mendidik
untuk memperbaiki sikap dan perbuatan anak didik yang dianggap
salah, agar yang bersangkuan tidak mengulagi kesalahanya.
Hukuman yang tidak mendidik misalnya memukul peserta didik
sampai luka, menjewer telinga sampai menagis, dan tindakan
lainnya yang diberikan oleh guru dalam konteks mendidik seperti
menyiangi rumput dihalaman sekolah, membersihkan kelas,
membuat ringkasan, menghapal beberapa kosa kata bahasa inggris
dan lainya dengan tujuan mendidik.
151

E. Sistem Nilai Sanusi


Manusia yang berpikir sistem mengidentifikasi permasalahan yang
berkaitan dengan nilai. Selain itu, mementingkan terwujudnya nilai dalam
kehidupan manusia dan sebagai pedoman dalam tindakan kehidupannya.
Sistem nilai ini sesuai dengan ajaran agama islam. Nilai nilai tersebut menurut
Sanusi, Ahmad (2015:34-41) adalah sebagai berikut:
a. Nilai Teologis
Nilai ini, antara lain tercermin dalam Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam islam berkaitan dengan iman, islam, dan ihsan. Pertama, iman
memiliki enam rukun, yaitu: 1) mempercayai tidak ada Tuhan, selain Allah
Swt., beserta sifat-sifatnya, seperti: wujud, qidam baqo dan lain sebagainya,
2) mempercayai adanya malaikat, 3) percaya kepada kitab-kitab-Nya, yaitu
injil, taurat, jabur, dan al-qur’an, 4) percaya kepada Nabi dan Rosul, dan 5)
percaya akan adanya hari akhir, yaitu kiamat yang dahsyat, dan yang ke 6)
percaya kepada kadar-Nya yang bersifat baik maupun buruk.
Kedua, islam memiliki lima rukum, yaitu: 1) Saya bersaksi tidak ada
Tuhan selain Allah Swt, dan saya bersaksi bahwa nabi Muhammad SAW
adalah utusan-Nya; 2) menunaikan ibadah shalat lima waktu, yaitu waktu,
isya, subuh, lohor/zuhur, ashar, dan maghrib; 3) mengeluarkan zakat,
maksudnya zakat mal, apabila memiliki harta telah sampai pada nisabnya;
4) melaksanakan ibadah puasa selama sebulan pada bulan Ramadhan; dan 5)
menunaikan ibadah haji ke Baitullah apabila memenuhi persyaratannya.
Ketiga, ihsan memiliki dua pengertian. Pengertian yang pertama
berhubungan sang pencipta (khaliq), maksudnya ketika beribadah seolah-
olah melihat-Nya, apabila tidak (yakinkan) bahwa Ia melihatmu;
Pengertian, kedua berhubungan mahluk, yaitu manusia, jin, dan lainnya
yang ada di alam semesta ini. Maksudnya berbuat baiklah kepada sesama
manusia dan kepada lingkungan alam sekitarnya.
152

b) Nilai Fisik-Fisiologi
Nilai ini tampak jelas unsur-unsurnya, fungsi, ukuran, kekuatan,
perubahan, lokasi, asal-usul, dan sebab akibatnya. Dalam surat An-Nahl:78
Allah berfirman (artinya) bahwa:
“Dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan Dia memberimu pendengaran,
penglihatan, dan hati supaya kamu bersyukur.

Ayat tersebut di atas mengisyaratkan bahwa manusia harus memak-


simalkan fungsi fisik tubuh dalam menjalani kehidupan sehari-harinya
dengan melibatkan, seperti pendengaran, penglihatan, dan hati hanyalah
semata-mata dipergunakan untuk melaksanakaan ibadah kepada Allah Swt.
c) Nilai Etik
Nilai etik ini berkaitan dengan kehormatan, seperti sopan, santun,
jujur, adil, terbuka, damai, teratur, tertib, sabar, memaafkan, terpercaya,
saling tolong-menolong, setia, bertanggung jawab, dan yang lainnya
berhubungan dengan akhlak manusia. Dalam menjalani kehidupan sehari-
hari, akhlak yang baik sebagaimana dicontohkan oleh Rasullullah sebagai
suri teladan bagi umatnya, yaitu pemeluk islam. Hal ini terdapat dalam QS.
Al Ahzab: 21. Artinya antara lain:
“Sesungguhnya telah ada pada Rasullullah suri teladan yang baik
bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah Swt,
kedatangan hari kiamat, dan ia banyak menyebut Allah Swt.

d) Nilai Estetika
Nilai ini berkaitan dengan keindahan, diantaranya: indah, bersih,
suci, cantik, menarik, manis, keserasian, dan cinta kasih. Dalam menjalani
kehidupan yang harmonis seiring dengan nilai estetika, baik dengan sesama
manusia maupun dengan alam sekitarnya. Allah Swt dalam QS: Ar- Rum:21
berfirman:
“dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
merasa tenteram dan dijadikannya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya yang demikian itu, benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir.
153

e) Nilai Logik
Nilai ini berkaitan dengan logika atau berpikir atau pengetahuan.
Secara operasional berhubungan dengan mengingat, memahami, menerap-
kan, menganalisis, dan mengevaluasi. Contohnya, antara lain terwujud
dalam logika antara fakta dan kesimpulan, tepat, sesuai, jelas, nyata,
keadaan, dan kesimpulan cocok.
Nilai ini merupakan dasar bagi manusia untuk bertindak. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam QS Al-Imran:190 yang artinya antara lain:
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi dan saling bergantinya malam
dengan siang terdapat tanda-tanda bagi orang berakal. Selanjutnya Allah
Swt berfirman:
“dan orang-orang yang mendalami ilmunya berkata: “kami beriman
kepada ayat-ayat mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami,” dan tidak dapat mengambil pelajaran (dari padanya)
melainkan orang-orang yang berakal (QS Ali Imran:7)

Berpikir itu meliputi beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan


kehidupan manusia. Tahapan tersebut dimulai dari berpikir instingtif pada
masa bayi, berpikir initiatif pada masa anak-anak, berpikir kreatif pada masa
remaja, dan berpikit tingkat tinggi (higher order tinking) pada masa dewasa.
f) Nilai Teleologis
Nilai ini berkaitan dengan kebermaknaan. Sesuatu dikatakan
bermakna jika benda tersebut memiliki nilai, antara lain: nilai guna, efektif,
efisien, produktif, akuntabel, tugas, tanggung jawab, kerjasama, kompetitif
dalam setiap sisi kehidupannya.
Selanjutnya maslahat dan manfaat mendapatkan sorotan tajam dalam
islam untuk kepentingan manusia dalam rangka berinteraksi dengan
lingkungannya. Hal ini sebagaimana Allah swt berfirman: mereka bertanya
tentang khamar dan judi. Katakanlah “ Pada keduanya terdapat dosa yang
besar dan beberapa manfaat bagi manusia tentang dosa keduanya lebih besar
daripada manfaatnya” (QS Al Baqarah:219).
154

Manusia sebagai makhluk yang berpikir seyogyanya manfaatkanlah


ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sebagai alat dalam berinteraksi
dengan lingkungan dan alam semesta untuk kemaslahatan hidup di dunia
dan di akherat kelak.

E. Hasil Penelitian yang Relevan


Beberapa penelitian yang telah dilakukan terdahulu relevan dengan
penelitian penulis, diantaranya:
1. Sori, Supyan (2009:iii) penelitiannya berjudul manajemen program
pembelajaran keterampilan fungsional untuk memberdayakan warga belajar
paket B setara SMP. Menurutnya, jika program pembelajaran menggunakan
pendekatan partisipatif, belajar swaarah, berpusat dan mengutamakan warga
belajar mengembangkan komponen memimpin dan mengembangkan diri
maka program pembelajaran bisa berjalan lancar dan mencapai tujuannya.
2. Supriadi, Eddi (2014:131) Kepemimpinan memiliki kontribusi dan pengaruh
positif dan signifikan dengan prestasi belajar. Dengan demikian,
kepemimpinan memberikan sumbangan terhadap peningkatan prestasi belajar
siswa, peningkatan terhadap kepemimpinan akan diikuti dengan peningkatan
prestasi belajar siswa.
3. Yahya, Masrur (2015:231) Terdapat pengaruh kepemimpinan kepala sekolah
dan kompetensi profesional guru terhadap mutu lulusan. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai korelasi person X1X2 terhadap Z sebesar 0,329 dan koefisien
determinan sebesar (R2) adalah 0,108 % pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah dan kompetensi profesional guru terhadap mutu lulusan. Dengan
demikian pengaruh kepemimpinan kepala sekolah dan kompetensi
profesional guru terhadap mutu lulusan adalah positif dan kategori sangat
rendah.
4. Yayat Sudrajat. (2014:14) Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa
kinerja kepala sekolah, pembiasaan, kemitraan menajemen sekolah, sarana
/prasarana, dan implementasi kurikulum berpengaruh kuat, positif, dan
155

signifikan terhadap kinerja tenaga pendidik dan peserta didik yang muaranya
berpengaruh terhadap mutu manajemen proses pembelajaran di SMK.
5. Labiru. (2014:14) Terdapat interaksi antara layanan konseling dengan
motivasi berprestasi belajar siswa terhadap hasil belajar matematika
6. Endah Cristianingsih. (2011:8) Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
secara bersama-sama kepemimpinan visioner dan kinerja dosen memberikan
konstribusi sebesar 87,8% sehingga berpengaruh kuat serta signifikan
terhadap mutu PTS.
7. Purwanto, Nurtanio Agus. (2010:4) Temuannya bahwa pemimpin pendidikan
membutuhkan perilaku assertif, mencakup ekspresi, kebutuhan, pendapat,
pemikiran, perasaan yang dilakukan dengan bijak, adil, dan efektif.
8. Riansyah, Hafit (2017: iii) Temuan penelitiannya adalah layanan bimbingan
kelompok dapat meningkatkan interaksi sosial siswa.
9. Widodo (2018:iii) Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa inovasi guru sangat
diperlukan dalam proses pembelajaran sehingga sekolah perlu mengoptimalkan
inovasi guru melalui revitalisasi organisasi pembelajaran.
10. Utami, Sri (2018:iii) Hasil penelitiannya adalah (1) terdapat pengaruh yang
signifikan layanan informasi terhadap prestasi belajar, terdapat pengaruh yang
signifikan kedisiplinan siswa terhadap prestasi belajar, (3) terdapat pengaruh
yang signifikan antara layanan informasi dan kedisiplinan secara bersama-sama
terhadap prestasi belajar.

Anda mungkin juga menyukai