Anda di halaman 1dari 5

Kajian teoritis

2.1 Pengertian Pesantren Kilat


Istilah pesantren kilat mengandung dua kata yaitu pesantren dan kilat. Dalam
kamus besar bahasa indonesia “pesantren berarti asrama tempat santri atau murid
belajar mengaji” pesantren adalah suatu lembaga pendididkan agama islam yang di
dalamnya terdapat seorang kyiai (pendidik) yang tugasnya mendidik dan mengajar
para santri (siswa) yang bertempat tinggal dengan menggunakan asrama untuk
tinggal, ibadah dan mengaji. Sedangkan kilat maksudnya belajar dalam waktu singkat.
Dalam pengertian khusus pesantren kilat adalah “kegiatan pendidikan agama
islam yang diikuti oleh siswa yang memeluk agama islam serta dilaksankan oleh
sekolah pada waktu libur.”
Dengan demikian pesantren kilat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pihak sekolah untuk belajar ilmu agama, menambah wawasan, serta mempertebal
amal ibadah dalam waktu singkat atau pada jangka waktu tertentu secara terbatas.
2.2 Tujuan Pesantren Kilat

2.3 Peran Guru Dan Siswa Dalam Kegiatan Pesantren Kilat


Guru memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar.
Dipundaknya terpikul tanggung jawab utama keefektifan seluruh usaha kependidikan
persekolahan. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pasal
27 ayat 3 dikemukakan bahwa guru dalah tenaga pendidik yang khusus diangkat
dengan tugas utama mengajar. Disamping itu, ia juga mempunyai tugas lain yang
bersifat pendukung, yaitu membimbing dan mengelola administrasi sekolah.1
Sebagai pengajar, guru mempunyai tugas menyelenggarakan proses belajar
mengajar. Sebagai pembimbing, guru mempunyai tugas memberi bimbingan kepada
siswa berkaitan erat dengan berbagai masalah di luar kelas yang sifatnya non-
akademis. Tugas guru sebagai administrator mencakup ketatalaksanaan bidang
pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya seperti mengelola sekolah,
memanfaatkan prosedur dan mekanisme pengelolaan tersebut untuk melancarkan
tugasnya, serta bertindak sesuai dengan etika jabatan. 2 Dalam kegiatan pesantren kilat
ini, semua unsur guru yang mengajar disekolah ikut terlibat, baik berupa pengajaran
maupun bimbingan. Dan siswa yang ikut dalam kegiatan ini adalah seluruh siswa
kelas 7 karena kegiatan ini diwajibkan bagi mereka, tetapi tidak untuk murid kelas 8
dan 9, karena mengingat kurangnya tempat dan banyaknya murid, sehingga bagi
murid kelas 8 dan 9 kegiatan ini diadakan tanpa paksaan, mereka datang dan
mendaftarkan diri secara sukarela.
2.4 Pengertian Nilai
Dalam kamus besar bahsa indonesia kata nilai dapat diartikan sebagai sifat-
sifat (hal-hal) yang penting atau berguana bagi kemanusiaan. 3 Sedangkan menurut
sutarjo adi susilo nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan serta keluhuran budi

3
dan akan menjadin sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi, serta dikejar oleh
seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan dan ia merasa menjadi
manusia yang sebenarnya.4
Dalam kajian yang lebih dalam, istilah nilai tidak mudah diberikan secara
pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan sebuah realitas yang abstrak. Nilai juga
bisa diartikan sebagai sebuah pikiran atau konsep mengenai apa yang dianggao
penting bagi seorang dalam kehidupanya, ini sesuai dengan pandangan Gazalba
sebagaimana yang dikutip oleh Chabib Thoha mendefinisikan nilai sebagai sesuatu
yang bersifat abstrak, ideal, namun bukan konkrit, bukan fakta, bukan hanya
persoalan benar dan salah yang menurut pembuktian empirik, melainkan penghayatan
yang dikehendaki dan tidak di kehendaki. Sedangkan menurut Chabib Thoha sendiri
nilai adalah sifat yang melekat pada sesuatu yang berhubungan dengan subjek yang
memberi arti.5
Dalam kehidupan sehari-hari sering terdengar adanya ungkapan nilai-nilai dan
norma-norma, misalnya nilai-nilai agama atau norma-norma masyarakat. Dan
seringkali keduanya saling dipertukarkan dan terbatasi oleh ruang dan waktu. Nilai
adalah sesuatu harapan yang baik dan buruk, sedangkan norma adalah hal yang terkait
benar dan salah sehingga sering dihubungkan dengan sanksi.
Berdasarkan pada definisi diatas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah harapan
tentang suatu hal yang berguna, bermanfaat, selalu dijunjung tinggi, dan sebagai
acuan tingkah laku bagi kehidupan manusia.
2.5 Pengertian, strategi, serta metode penanaman Akhlak

2.5.1 Pengertian Akhlak

Akhlak secara bahasa berasal dari kata khalaqa yang kata asalnya khuluqun yang
berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. 6 Sedangkan menurut istilah,
pengertian akhlak dapat merujuk dari pendapat beberapa pakar ahli dalam bidang ini,
antara lain:
a. Pendapat abu hamid al ghazali dalam kitab iya’ ulum al-din, akhlak
merupakan suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya muncul
tingkah laku secara mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran
lebih dahulu.
b. Pendapat ibnu maskawaih dalam kitab Tahzib al-akhlaq, akhlak merupakan
keadaan jiwa yang mengajak atau mendorong seseorang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa difikirkan dan diperhitungkan.
c. Pendapat Ahmad amin, akhlak merupakan manifestasi dari menangnya
keinginan dari beberapa keinginan manusia secara langsung dan berlaku terus
menerus. Karena budi pekerti merupakan sifat jiwa yang tidak kelihatan,
sedangkan akhlak nampak dan melahirkan kelakuan dan muamalah.7

7
Dari penjelasan diatas dapat disimpulakan bahwa akhlak merupakan sifat yang
tertanam dalam jiwa, yang berupa keinginan-keinginan yang mendorong seseorang
untuk melakukan suatu perbuatan baik maupun buruk, dengan berkelanjutan atau
terus menerus tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam.
Muhammad Abdullah Darraz dalam Ulil Amri Syafri (2012: 79), membagi
ruang lingkup akhlak menjadi lima bagian; pertama, akhlak pribadi (al akhlak al-
fardiyah) yang mencakup akhlak yang diperintahkan, yang di larang dan yang
diperbolehkan serta akhlak yang dilakukan dalam keadaan darurat. Kedua, akhlak
berkeluarga (al akhlak al-usariyah) yang mencakup tentang kewajiban antara orangtua
dan anak, kewajiban antara suami dan istri, serta kewajiban keluarga dan kerabat.
Ketiga, akhlak bermasyarakat (al-akhlak al-ijtimaiyah) yang mencakup akhlak yang
dilarang dan yang diperbolehkan dalam bermuamalah serta kaidah-kaidah adab.
Keempat, akhlak bernegara (al akhlak al-daulah) yang mencakup akhlak diantara
pemimpin dan rakyatnya serta akhlak terhadap negara lain. Kelima, akhlak beragama
(al-akhlak ad-diniyah) yang mencakup tentang kewajiban terhadap Allah Swt.
2.5.2 Strategi Penanaman Akhlak
Suatu perbuatan baru dapat disebut pencerminan akhlak jika memenuhi
beberapa syarat sebagai berikut, (1) perbuatan akhlak telah tertanam kuat dalam jiwa
seseorang, sehingga telah menjadi kepribadian. (2) perbuatan akhlak dilakukan
dengan mudah tanpa pemikiran. (3) perbuatan akhlak timbul dari diri orang yang
mengerjakanya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. (4) perbuatan akhlak
dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan main-main atau karena bersandiwara. (5)
perbuatan akhlak dilakukan ikhlas karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau
ingin mendapatkan suatu pujian (Abudin Nata, 1997: 5-7)
Berkaitan dalam hal ini (muhaimin, 2009: 115-116) mengungkapkan strategi
pembinaan akhlak yang mulia berdasarkan modifikasi Depdiknas 2003 adalah sebagai
berikut.
1. Keteladanan
2. Kegiatan spontan
3. Pengkondisian lingkungan
4. Kegiatan rutin
5. Pengintregasian dalam kegiatan yang diprogramkan, misalnya menyusun RPP
dengan memasukkan nilai-nilai akhlak yang mulia
6. Pemilihan materi ajar yang sesuai
7. Implementasi dalam kegiatan pembelajaran yang didukung oleh alat, media, dan
sumber
8. Evaluasi untuk mencapai hasil pembelajaran dan muatan nilai-nilai akhlak yang
mulia sebagai efek penggiring dalam kegiatan pembelajaran
2.5.3 Metode penanaman akhlak
Secara etimologi, metode berasal dari kata method yang berarti suatu cara
kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai
suatu tujuan.8 Sedangkan menurut ramyulis, metode diartikan sebagai langkah-

8
langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.9 Dengan
demikian apabila metode disandingkan dengan penanaman akhlak bisa diartikan
sebagai jalan untuk menanamkan akhlak pada diri sesorang sehingga terlihat dalam
pribadi obyek sasaran, yaitu pribadi yang berkarakter.
Metode yang bisa dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai akhlak yaitu :
1. Pembiasaan
Tahap pertama yang cukup efektif dalam membentuk akhlak anak adalah
melalui pembiasaan. Dalam proses pembiasaan berfungsi sebagai perekat antara
tindakan akhlak dan diri seseorang. Semakin lama seseorang mengalami suatu
tindakan maka tindakan itu semakin rekat dan akhirnya menjadi suatu yang tak
terpisahkan dari diri dan kehidupannya.
2. Pengetahuan
Tahap kedua dalam menamkan nilai akhlak yaitu proses pengetahuan, proses
ini dapat dilakukan dengan cara menginformasikan tentang hakikat dan nilai-nilai
kebaikan yang terkandung di dalam pembiasaan yang sering dilakukan. Proses
pengetahuan ini berfungsi sebagai penguat terhadap pembiasaan yang dilakukan.
Setelah memahami dan meyakini bahwa pembiasaan yang dilakukan tersbut
mempunyai nilai, amka kemungkinan besar ia akan terus melakukanya dan
semakin yakin dengan apa yang dilakukanya.
Maka perlu bagi seorang orang tua maupun pendidik memberikan informasi
atau pengetahuan yang benar dan sesuai ajaran agama Islam, supaya mereka tidak
terjerumus dalam amlan-amalan yang sesat.
3. Internalisasi
Tahap ketiga dalam membentuk nilai anak yaitu, proses internalisasi. Proses
internalisasi adalah upaya memasukkan pengetahuan dan keterampilan
melaksanakan pengetahuan ke dalam diri seseorang sehingga pengetahuan itu
menjadi kepribadiannya dalam kehidupan sehari-hari. Metode ini menekan kan
penyatuan pengetahuan yang di dapat oleh seorang anak dengan kepribadian,
sehingga anak tersebut mampu melaksanakanya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga metode diatas tidak boleh dipisah-pisah, karena proses yang satu akan
memperkuat proses yang lain. jadi pembinaan akhlak harus dimulai dari
pembiasaan, agar seorang anak terasah motoriknya sehingga terbiasa melakukan
hal-hal yang baik, kemudian pemberian pengetahuan, agar seorang anak semakin
yakin dengan apa yang dilakukanya, dan yang terakhir internalisasi, agar seorang
anak berdasarkan keyakinan dalam hatinya mampu membiasakan perilaku yang
baik dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil kajian
9
1. Upaya penanaman nilai-nilai akhlak dalam kegiatan pesantren kilat
Dalam wawancara pada tanggal 26 Mei dengan ibu Ani Zuliani sebagai
pengajar serta pembina murid pesantren kilat mengemukakan bahwa penanaman nilai-
nilai akhlak pada siswa yaitu dengan mengikuti kegiatan-kegiatan yang telah diadakan
di pesantren. Seperti, mengikuti kegiatan mengaji kitab, quran, sholat jama’ah, dan
menghafalkan doa harian.
Sedangkan upaya yang telah dilakukan oleh pengajar yaitu dengan melakukan
kerjasama dengan pihak pesantren, ikut serta mengikuti kegitan pesantren kilat untuk
mengawasi murid.

Anda mungkin juga menyukai