Kekerapan
Huang dkk,5 dalam penelitiannya pada tahun
1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi leher dalam
sebanyak
185 kasus. Abses submandibula (15,7%)
merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses
Gejala klinis
Pada
abses
submandibula
didapatkan
pembengkakan di bawah dagu atau di bawah lidah baik
unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri
tenggorok dan trismus. Mungkin didapatkan riwayat
infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat berfluktuasi
atau tidak.1,2,3
Diagnosis
Diagnosis abses leher dalam ditegakkan
berdasarkan hasil anamnesis yang cermat, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus
kadang-kadang sulit untuk menentukan lokasi abses
terutama jika melibatkan beberapa daerah leher dalam
dan jika pasien sudah mendapatkan pengobatan
sebelumnya.2
Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam
menegakkan diagnosis. Pada foto polos jaringan lunak
leher anteroposterior dan lateral didapatkan gambaran
pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan
lunak, udara di subkutis dan pendorongan trakea. Pada
foto polos toraks, jika sudah terdapat komplikasi dapat
dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat
ditemukan gambaran pneumomediastinum.2
Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak
menunjukkan kecurigaan abses leher dalam, maka
pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan.
Tomografi Komputer (TK) dengan kontras merupakan
standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan
ini dapat membedakan antara selulitis dengan abses,
menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran
TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah
hipodens yang berkapsul, dapat disertai udara di
dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat
menentukan waktu dan perlu tidaknya operasi.2,12
Pemeriksaan
penunjang
lainnya
adalah
pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik (Magnetic
resonance Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi
abses, perluasan dan sumber infeksi. Sedangkan
Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang
diagnostik yang tidak invasif dan relatif lebih murah
Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan
diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak adekuat.
Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit
diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan
kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan
kematian.1,2,12,13
Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam
lainnya, dapat mengenai struktur neurovaskular seperti
arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran
infeksi ke daerah selubung karotis dapat menimbulkan
erosi sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena
jugularis interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat
menimbulkan osteomielitis mandibula dan vertebra
servikal. Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas,
mediastinitis, dehidrasi dan sepsis.2,13,14,15,16
Terapi
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob
dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Hal yang
paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang
adekuat dan drainase abses yang baik.3,15,16
Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan
hasil biakan kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri
penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan
waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya,
sedangkan pengobatan harus segera diberikan.16 Sebelum
hasil mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman aerob
dan anaerob.2.3,13
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi
lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan
luas.2,3,13
Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya
pipa endotrakea peroral. Pada kasus demikian diperlukan
tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika terdapat
fasilitas bronkoskop fleksibel, intubasi pipa endotrakea
dapat dilakukan secara intranasal.2,4
Insisi abses submandibula untuk drainase
dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi
os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi
dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang
sublingual, kemudian dipasang salir.2,3,13 (Gambar 4)
Gejala klinis
Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diirisiris menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada serupa dengan
angina tetapi lebih intensif dan lama, serta tidak
sepenuhnya hilang dengan istirahat atau pemberian
nitrogliserin. Rasa nyeri kadang di daerah epigastrium
dan dapat menjalar ke punggung sehingga pasien merasa
gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas.20
Pemeriksaan Penunjang
Pada EKG terdapat elevasi segmen ST diikuti
dengan perubahan sampai inverse gelombang T,
kemudian muncul peningkatan gelombang Q
minimal di 2 sadapan.
Peningkatan kadar enzim atau isoenzim20
Penatalaksanaan
Secara umum
Penjelasan mengenai penyakit dimana pasien
merasa tertekan, khawatir terutama untuk
melakukan aktivitas
Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan
psikis
Pengendalian faktor resiko
Pencegahan sekunder dengan aspirin
Pemberian O2
Secara khusus
Istrirahat total
Diet makanan lunak dan rendah garam
Pasang infuse dekstrose 5 % emergensi
Atasi nyeri dengan morfin 2,5 mg iv atau petidin
25 mg im
Oksigen 2-4 liter/menit
Sedatif sedang seperti diazepam
Antikoagulan seperti heparin
Streptokinase / trombolisis20
Laporan Kasus
Seorang pasien laki-laki umur 88 tahun dengan
berat badan 78 kg dan tinggi badan 165 cm (MR 682970)
datang ke IGD RSUP M. Djamil Padang tanggal 1 Maret
2010. Pasien dikonsulkan oleh dokter jaga IGD ke bagian
penyakit dalam dan didiagnosis dengan abses
submandibula dan uremia ec dehidrasi ec low intake,
dengan anjuran konsul ke bagian bedah. Di bagian bedah
dilakukan aspirasi dan tidak ditemukan pus dan pasien di
diagnosis tumor regio submandibula dengan diagnosis
banding curiga abses submandibula dan dianjurkan untuk
konsul ke bagian THT. Di bagian THT didapatkan keluhan
bengkak pada bawah dagu sejak
5 hari yang lalu.
Bengkak makin lama terasa makin nyeri dan berwarna
kemerahan. Keluhan demam dirasakan sejak 5 hari yang
lalu, hilang timbul. Nyeri menelan dikeluhkan sejak 5 hari
yang lalu namun pasien pada saat itu masih bisa makan
dan minum biasa. Susah buka mulut sejak 3 hari yang lalu.
Pasien mempunyai riwayat sakit gigi sebelumnya dan
tidak terdapat riwayat ketulangan. Pasien telah berobat
ke bidan dan diberi 2 macam obat, tetapi pasien tidak
ingat nama obatnya.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran komposmentis kooperatif, tekanan darah
120/90 mmHg, suhu 36,90C, dan tidak ada sesak nafas.
Dari pemeriksaan telinga dan hidung tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan orofaring terdapat gangren radiks
insisivus 1 dan 2 kanan bawah dan M2 kanan bawah.
Pada
pemeriksaan
regio
mandibula
terdapat
pembengkakan pada bagian anterior dan bagian dextra
dengan perabaan panas, fluktuatif, terdapat nyeri tekan
dan pembengkakan berwarna merah, trismus 2 cm,
angulus submandibula teraba.
Dari
pemeriksaan
laboratorium
kadar
haemoglobin 10.8 g/dl, leukosit 23800 /mm3, gula darah
sewaktu 103 mg/dl, ureum
105 mg/dl, didapatkan
kesan leukositosis dan uremia. Dilakukan aspirasi pada
daerah yang paling fluktuatif dan didapatkan pus. Pus
hasil aspirasi dikirim ke bagian mikrobiologi untuk kultur
dan uji tes sensitivitas. Pasien di diagnosis sebagai abses
submandibula. Dari pemeriksaan Rontgen foto cervical AP
dan lateral dan TK leher didapatkan kesan sugestif abses
sub mandibula kanan. Direncanakan untuk dilakukan
insisi dan eksplorasi abses dengan anastesi lokal, tapi
pasien menolak. Pasien dirawat di bangsal THT dengan
terapi : IVFD NaCl 0,9, inj ceftriaxon 2x1gr,
metronidazol drip 3x500mg, inj deksamethason 3x5 mg
dan posisi tidur Tredelenburg.
Pada tanggal 2 Maret 2010 didapatkan bengkak
pada bagian bawah rahang makin membesar, sukar
membuka mulut, nyeri menelan berkurang, pasien dapat
makan makanan cair dan dari pemeriksaan fisik daerah
fluktuatif pada bagian abses makin banyak, angulus
submandibula masih teraba, trismus 2 cm, tapi pasien
masih menolak untuk dilakukan tindakan.
Pada tanggal 3 maret 2010 pasien setuju untuk
dilakukan insisi dan eksplorasi dengan anestesi lokal,
sebelum dilakukan tindakan pasien diberikan analgetik
sub lingual.
Laporan operasi :
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.