BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Suhu tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: kecepatan metabolisme basal,
rangsangan saraf simpatis, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin,
demam (peradangan), status gizi, aktivitas, variasi diurnal (Ritme Sirkadian), gangguan
organ, lingkungan (radiasi, konduksi, evaporasi), usia, stress. Dikatakan demam jika
temperatur tubuh meninggi sampai 380C atau lebih, yang biasanya menunjukkan bahwa
tubuh sedang melawan infeksi (Tony Smith & Sue Davidson, 2009).
Berbagai penyakit memang dimulai dengan manifestasi demam, terutama
penyakit infeksi pada umumnya, juga dehidrasi, gangguan pusat pengatur panas,
keracunan termasuk oleh obat, proses imun, dan sebagainya. Sebanyak 10-15% anak
yang dibawa ke dokter adalah karena demam. Demam pada umumnya tidak berbahaya
tetapi demam tinggi dapat membahayakan anak (Purwoko, Djauhar Ismail, Soetaryo,
2003). Pada anak, peningkat suhu tubuh sangat berbahaya. Hal ini dikarenakan luas
permukaan tubuh yang lebih besar dari pada berat badan anak mempercepat kehilangan
suhu tubuh anak, sehingga anak dapat berada pada kondisi dehidrasi lebih cepat dan
dapat berujung pada komplikasi terjadinya kejang (Suriadi, 2010).
Salah satu faktor yang mempengaruhi seringnya anak mengalami sakit adalah
wilayah tropis, dimana wilayah tropis seperti Indonesia memang baik bagi kuman untuk
berkembangbiak contohnya flu, malaria, demam berdarah, dan diare (Tri Tuti Damayati,
2008). Anak dengan diare, sangat beresiko mengalami kehilangan cairan sehingga
mengarahkan anak pada kondisi dehidrasi. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa
anak yang berada pada kondisi dehidrasi lebih cepat dan dapat berujung pada komplikasi
terjadinya kejang (Suriadi, 2010). Hal ini tentu saja menjadi penting untuk
dipertimbangkan. Di RSUP NTB, Diare merupakan kasus penyakit anak tertinggi. Dari
data yang diambil pada 12 November 2010 di bangsal Dahlia RSUP NTB, didapatkan
data pasien anak yang dirawat inap dengan diare 2008-2010 sebagai berikut:
Tabel 1.1 : Jumlah Pasien Rawat inap Bangsal Dahlia Dengan kasus Gastroenteritis 200812 November 2010.
Tahun
Total
Jan
Feb.
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Ags.
Sept.
Okt.
Nov.
Des.
2008
68
32
31
54
54
35
35
34
32
97
63
40
575
2009
28
14
44
46
53
60
54
42
39
68
82
46
576
.2010
54
75
48
84
58
32
40
23
34
43
22*
513*
Sumber: Buku Ekspedisi Pasien Rawat Inap Bangsal Dahlia RSUP NTB
Keterangan Tabel:
22*
: Jumlah pasien dari tanggal 1 12 November 2010.
513*
: Total jumlah pasien per 1 Januari 2010- 12 November 2010.
Pengendalian suhu tubuh juga telah diakui sebagai komponen penting dari
perawatan di Britania Raya (Johnston et al, 2003.). Tindakan-tindakan dalam mengatasi
demam menurut Mueser (2007) antara lain, kompres dengan air hangat dan pemberian
obat antipiretik. Namun, selama ini kompres dingin atau es menjadi
kebiasaan yang diterapkan para ibu saat anaknya demam. Selain itu,
kompres alkohol juga dikenal ibu sebagai bahan untuk mengompres.
Namun kompres mengunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada
kenyataannya demam tidak turun bahkan naik dan dapat menyebabkan
anak menangis, menggigil dan kebiruan ( Tri Tuti Damayati, 2008). Kenyataan
lain yang ditemukan dilapangan, pelaksanaan kompres sebagai salah satu tindakan
mandiri untuk menangani demam masih juga sering dilupakan, dan kalaupun
dilaksanakan, kompres kebanyakan dilakukan di daerah dahi (frontal). Hal ini sesuai dari
hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada tanggal 12 November 2010 pada
orang tua dengan anak yang menderita diare didapatkan bahwa 5 dari 6 orang tua pasien
melakukan kompres hangat pada daerah dahi. Jika dlihat dari sisi anatomis, sebenarnya
kompres yang dilakukan pada daerah aksila lebih efektif dibandingkan kompres didaerah
dahi. Hal ini dikarenakan pada daerah aksila banyak terdapat pembuluh darah besar dan
juga banyak terdapat kelenjar keringat apokrin (Elizabeth J. Crowin, 2002). Sesuai
dengan teori radiasi, vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk
memperluas penyebaran suhu tubuh yang meningkat ke luar. Dengan kompres hangat
pada daerah yang mempunyai vaskular yang banyak, maka akan memperluas daerah yang
mengalami vasodilatasi. Vasodilatasi yang kuat pada kulit, akan memungkinkan
percepatan perpindahan panas dari tubuh ke kulit, hingga delapan kali lipat lebih banyak
(Anas Tamsuri, 2006). Dengan hal ini diharapkan, proses penyesuaian suhu tubuh dengan
lingkungan akan berlangsung lebih cepat. Namun, sebagai seorang perawat pemberian
intervensi keperawatan lebih ditekankan pada pemberian tindakan mandiri, diluar
penanganan kolaborasi farmakologi. Hal ini dapat dilihat dari intervensi keperawatan
pada diagnosa keperawatan hipertermia (Anas Tamsuri, 2006).
Dengan mempertimbangkan pentingnya penanganan demam dan eksistensi
tindakan mandiri dalam intervensi keperawatan, peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai perbandingan efektifitas pemberian kompres pada daerah aksila dan dahi
dengan harapan, adanya bahan acuan untuk memilih daerah yang lebih baik dalam
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 KONSEP SUHU
2.1.1 DEFINISI
Suhu yang dimaksud adalah panas atau dingin suatu substansi. Suhu tubuh
adalah perbedaan antara jumlah panas yang diprodukssi oleh proses tubuh dan jumlah
panas yang hilang ke lingkungan luar. (Potter & Perry, 2005).
2.1.2 SUMBER SUHU
Adapun suhu tubuh dihasilkan dari:
1. Laju metabolisme basal (Basal Metanolic Rate, BMR) disemua sel tubuh.
2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk
kontraksi otot akibat menggigil).
2.1.3
penyebaran
yang
ke
luar.
Vasokontriksi
perifer
dengan
melepaskan
pakaian
atau
selimut.
Posisi
klien
10
11
kulit
yang
seriua
yang
merusak
diaphoresis
tidak
12
Pelepasan
norefinefrin
menyebabkan
vasokontriksi
13
berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dan panas tubuh akan
dipindahkan ke lingkungan. Hubungan arteriovena (AV), yang disebbut
anastomosis, dijumpai pada sebagian pembuluh darah. Anastomosis AV
memmpermudah pengaturan suhu tubuh oleh kulit dengan memungkinkan
darah melewati bagian atas dermis pada keadaan yang sangat dingin. Saraf
simpatis ke dermis juga mempersarafi kelenjar keringat, kelenjar minyak
dan folikel rambut.
c) Subkutis
Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri dari
lemak dan jaringan ikat dan berfungsi sebagai perendam kejut dan
insulator panas. Lapisan subkutis adalah tempat penyimpanan kalori.
d) Rambut dan kuku
Kuku adalah lempeng berkreatinin yang tumbuh di jari tangan dan
kaki. Kuku melindungi bagian ujung jari, dan mungkin berevolusi dari
maksud semula yaitu sebagai pertahanan diri. Rambut adalah keratin yang
mengeras yang tumbuh dengan kecepatan berbeda-beda di bagian tubuh
yang berlain. Rambut tumbuh sebagai suatu folikel rambut saling
berhubungan dalam saluran tersebut dengan sebuah kelenjar sebasea dan
serat otot polos, yang disebut otot erector pili. Apabila sel otot ini
terangsang oleh saraf simpatis, maka rambut akan berdiri tegak. Rambut di
kepala mungkin berfungsi sebagai proteksi untuk menghindari kulit kepala
terbakar sinar matahari (Elizabeth J. Corwin, 2002).
e) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea menyertai folikel rambut.
Kelenjar
ini
14
keringat
rambut. Apabila
banyaknya 30% darah yang diejeksikan dari jantung (Guyton, 1991). Panas
15
2.1.6
Davidson, 2009).
Mekanisme Demam
Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen.
Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh
16
kejang.
Mekanisme Tubuh Terhadap Demam
1. Vasodilatasi
Vasodilatasi pembuluh darah perifer, hampir dilakukan diseluruh area
tubuh. Vasodilatasi ini disebabkankan oleh hambatan dari pusat simpatif
hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokonstriksi, sehingga terjadi
17
18
2.2.5
2.2.5 MM
2.3 KONSEP KOMPRES HANGAT
2.3.1 Definisi
19
Memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang
2.3.2
2.3.3
menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya (Eni Kusyati, 2006).
Tujuan
1) Memperlancar sirkulasi darah
2) Mengurangi rasa nyeri
3) Merangsang peristaltik usus
4) Memperlancar pengeluaran eksudat
5) Memberi rasa nyaman
6) Menurunkan suhu tubuh (Eni Kusyati, 2006 & Mueser, 2007).
Efek terapeutik pemberian kompres hangat
Stimulasi panas dapat memberikan respon fisiologis yang berbeda. Efek
terapeutik pemberian kompres hangat adalah :
1) Permeabilitas kapiler meningkat
Ini akan meningkatkan pergerakan zat sisa dan nutrisi.
2) Vasodilatasi
Peningkatan aliran darah ke bagian tubuh yang cidera ; pengiriman nutrisi dan
2.3.4
pembuangan zat sisa ; menurunkan kongesti vena pada jaringan yang cedera.
3) Viskositas darah menurun
Ini akan meningkatkan pengiriman leukosit dan antibodi ke daerah nyeri.
4) Ketegangan otot menurun
Ini akan meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan nyeri akibat spasme.
5) Metabolisme meningkat
Meningkatkan aliran darah ; rasa hangat lokal
Faktor yang mempengaruhi toleransi panas
1) Durasi terapi
Individu lebih mampu mentoleransi suhu ekstrim dalam jangka waktu singkat.
2) Bagian tubuh
Ada area tertentu yang sensitiv terhadap variasi suhu.
3) Kerusakaan permukaan tubuh
Lapisan kulit yang terbuka akan lebih sensitiv terhadap variasi suhu.
4) Suhu kulit sebelumnya
Tubuh akan dapat berespon dengan baik terhadap penyesuaian suhu tubuh yang
rendah.
5) Area permukaan tubuh
Seorang individu memiliki toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu yang
2.3.5
20
aliran darah dan panas ke kulit. Hal ini meningkatkan suhu kulit sehingga memicu
pengeluaran keringat dan pengeluaran panas melalui radiasi (John R. Cameron,
2006). Pemberian kompres hangat juga dapat menyebabkan vasodilatasi dan dengan
pemberian kompres hangat otak akan menyangka bahwa suhu luar tubuh panas,
sehingga otakpun akan segera memproduksi dingin atau menurunkan produksi panas
dan terjadilah penurunan suhu tubuh. Mengompres hangat juga dapat menyebabkan
terjadinya proses penguapan dan dalam proses menguapannya ini akan menarik panas
2.3.6
21
Cuci tangan
22
Basahi kain pengompres dengan air hangat dalam wadahnya, lalu peras
hingga tidak terlalu basah
10 Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres seperti dahi, ketik, dan lipat
paha
11 Tutup kain kompres dengan handuk atau kain plastic
12 Lakukan pengompresan 15-30 menit dan ganti kain kompres setiap 5 menit
13 Jika kain kompres relative menjadi dingin, ganti kain kompres dan masukan
kembali ke cairan kompres. Lakukan secara berulang hingga efek yang
diharapkan tercapai.
14 Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit
15 Setelah selesai, keringkan dengan handuk kering di daerah yang di
kompres/basah
16 Rapikan alat
17 Lepaskan sarung tanagn
18 Atur posisi klien nyaman
19 Cuci tangan
20 Dokumentasikan (Eni Kusyati, 2006 & Anas Tamsuri, 2006)
2.4 KONSEP GASTROENTERITIS
23
2.4.1
Definisi
Menurut Hipocrates, gastroenteritis adalah pengeluaran tinja yang abnormal dan cair
(Bagian ilmu kesehatan anak FKUI, 2007).
Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi
karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer
2.4.2
2.4.3
pankreas
c. Iritasi langsung saluran pencernaan oleh makanan
d. Obat-obatan : antibiotik
e. Penyakit usus : crohn disease, enterocolitis
f. Emosional dan stress
g. Obstruksi usus
Patofisiologi
Terjadinya iritasi oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus
sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik, termasuk mukus. Iritasi oleh
mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motilitas.
Peningkatan motilitas menyebabkan banyaknya cairan dan elektrolit terbuang karena
waktu yang tersedia untuk penyerapan di kolon berkurang. Selain itu peningkatan
sekresi air dan elektrolit ke dalam usus besar, menyebabkan unsur-unsur plasma yang
penting terbuang dalam jumlah besar sehingga individu yang mengalami
gastroenteritis berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik (Elizabeth J. Corwin,
24
2002). Adapun tahapan dehidrasi menurut Ashwill and Droske (1997) adalah sebagai
berikut :
1) Dehidrasi ringan : Berat badan menurun 3%-5%, denga volume cairan yang
kurang dari 50ml/kg
2) Dehidrasi sedang : Berat badan menurun 6%-9%, dengan volume cairan yang
hilang 50-90ml/kg
3) Dehidrasi berat : Berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan
yang hilang sama denan atau lebiih dari 100ml/kg
Disfungsi seluler
Syok hipovolemik
Kematian
Gambar 2.1 : Patofisiologi Gastroenteritis: sumber dar Aswhill and Droske (1997).
Nursing Care of Child Principles and Practice. Philadelphia; W.B.
Saunders Company (Suriadi, Rita Yulianni, 2010).
2.4.4
Manifestasi klinis
1) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
25
2) Terdapat tanda-tanda dehirdrasi ; turgor kulit jelek, ubun-ubun dan mata cekung,
2.4.5
2.4.6
2.4.7
FKUI, 2007).
Komplikasi
1) Dehidrasi
2) Hipokalemia
3) Hipokalsemia
4) Hipoglikemia
5) Syok hipovolemi
6) Asidosis
7) Kejang
8) Hiponatremia
9) Malnutrisi (Bagian ilmu kesehatan anak FKUI, 2007 dan Suriadi, 2010)
Penatalaksanaan medis
1) Penanganan fokus pada penyebab
2) Pemberian cairan dan elektrolit per oral dan parenteral
3) Dietetic (pemberian makanan)
4) Obat-obtan
5) Pada bayi, pemberian ASI diteruskan jika penyebab bukan dari ASI (Suriadi, Rita
Yulianni, 2010).
26
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konseptual
Mekanisme feedback:
a.
Vasodilatasi
b.
Berkeringat
c.
Demam
Kompres hangat
Vasodilatasi pembuluh darah
perifer
Percepatan perpindahan panas (secara konduksi dan radiasi)
27
Gambar 3.1 : Kerangka Konseptual Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Pada Daerah
Aksila dan Frontal Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam
Dengan Gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB Dengan
Menggunakan Konsep Pengaturan Termo-Hipotalamus (Anas Tamsuri,
2006).
BAB 4
28
DESAIN PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Experiment
dengan rancangan Control Time Series Design. Dalam penelitian ini, kelompok
eksperiment dan kelompok control sama-sama dilakukan Pre-tes, dan dipostes setelah
diberikan perlakuan.
Berikut gambar rancangan penelitian ini:
Pretes
Perlakuan
Postes
Kel. Eksperimen
01 02 03 04
05 06 07 08
Kel. kontrol
01 02 03 04
05 06 07 08
Gambar 4.1: Bentuk Rancangan Control Time Series Design Pada Desain Penelitian
Quasi Experiment (Soekidjo Notoatmojo, 2005).
29
Pemberian kompres
Kelompok Kontrol:
Kompres frontal
Kelompok eksperimen:
Kompres aksila
Analisa data:
Uji T Berpasangan
Penyajian hasil
Kesimpulan dan
desiminasi hasil
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gastroenteritis yang dirawat
inap di bangsal Dahlia RSUP NTB yang sesuai dengna kriteria inkulasi. Besar
30
populasi dalam penelitian ini yaitu 33 orang yang didapat dari perhitungan ratarata pasien rawat inap gastroenteritis di Bangsal Dahlia RSUP NTB 3 bulan
terakhir pada tahun 2010.
4.3.2
Sampel
Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari suatu populasi (Muhamad
Zainusin, 2000).
1) Kriteria inkulsi
a) Penderita gastroenteritis yang mengalami demam (Suhu tubuh di atas
37,50C).
b) Belum dimandikan (dilap badannya)
c) Bersedia menjadi responden
d) Belum mengkonsumsi obat anti piretik atau telah mengkonsumsi obat 4
jam sebelum diberikan perlakuan.
2) Kriteria eksklusi
a) Berada dalam waktu paruh obat
b) Responden baru selesai makan
c) Responden menggunakan pakaian tebal/selimut.
d) Responden mengalami penyakit infeksi lain selain gastroenteritis
(pneumonia, varisella, dll.).
31
4.3.3
Besar sampel
Besar sampel adalah banyaknya anggota yang akan dijadikan sampel
(Notoatmojo, 2002). Sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yang
memenuhi criteria inklusi.
Besar sampel diambil dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
N
n=
1+N (d2)
Keterangan :
n
= Jumlah sampel
= Populasi
Jadi dari hasil perhitungan didapatkan besar sampel, yaitu : 30. Dari
jumlah ini akan dipecah menjadi 15 sampel untuk kelompok eksperimen dan 15
sampel untuk kelompok kontrol.
4.3.4
Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi (Nursalam, 2008). Penelitian ini menggunakan Quota
Sampling. Tehnik sampling Quota Sampling merupakan tehnik penentuan sampel,
dimana setelah besar sampel ditetapkan, maka, jumlah itu dijadikan dasar untuk
32
mengambil unit sampel yang diperlukan sesuai dengan criteria sampel yang
dibutuhkan.
4.4 Identifikasi variabel
4.4.1
Variabel independen
Variabel independen adalah suatu stimulasi aktivitas oleh peneliti untuk mencapai
suatu dampak pada dependen variabel. Dalam ilmu keperawatan, variabel bebas
biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada
klien untuk mempengaruhi tingkah laku (Nursalam & Pariani, 2001). Yang
menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah kompres hangat aksila
dan kompres hangat frontal.
4.4.2
Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel respon atau output. Variabel ini akan muncul
sebagai akibat dari manipulasi suatu variable-variabel independen (Nursalam,
2008). Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah suhu tubuh.
Definisi
operasinal
Independen: Kompres
Hangat
Parameter
Nilai
Skala data
Kompres Hangat
aksila.
Evaluasi hasil
dengan
33
Kompres
Hangat
Dependen:
Suhu tubuh
merupakan
salah satu cara
untuk
menurunkan
suhu tubuh
yang
meningkat,
dengan
menggunakan
kain yang
telah dibasahi
dengan air
hangat yang
bisa dilakukan
di daerah dahi
atau di lipatan
ketiak.
Kompres hangat
frontal.
Suhu tubuh
merupakan
panas atau
dinginnya
tubuh yang
dipengaruhi
oleh proses
tubuh dan
jumlah panas
yang hilang
ke lingkungan
luar.
Hipotermi:
Dilakukan
pengompresan
selama 15-30
menit dan ganti
kain kompres
setiap 5 menit.
< 36,5 0C
Normal:
36,5 0C - 37,5 0C
mengukur
suhu tubuh
klien setelah
15 menit
dengan
menggunakan
thermometer.
Penurunan
suhu tubuh
diukur
dengan
menggunakan
thermometer.
Hipertermi:
> 37,5 0C
Nominal:
Efektif =
Penurunan suhu
lebih besar.
Tidak efektif =
penurunan suhu lebih
kecil.
Hiperpireksia:
41 0C
(Anas Tamsuri,
2006)
Demam/
Febris
Seseorang
yang
mengalami
peningkatan
suhu tubuh
yang diukur
dengan alat
pengukur
suhu tubuh
yang disebut
thermometer.
Afebris: orang
yang tidak
mengalami
demam
Subfebril: orang
yang mengalami
peningkatan suhu
cukup ringan
(37,50C -38 0C)
34
Sumber: Anas
Tamsuri (2006)
Gastroenteri Suatu keadaan
tis
dimana
seseorang
buang air
besar lebih
dari 4 kali,
dengan
kondisi encer.
35
2) Bahan
a) Air hangat (40-46C)
b) Cairan lisol 3%
c) Kertas & pensil
4.6.2
Periapan perawat/pasien
1. Identifikasi kemampuan perawat
2. Perkenalkan diri dan tujuan pelaksanaan
3. Minta persetujuan pada klien
4. Jelaskan prosedur pelaksanaan
5. Siapkan lingkungan
4.6.3
Pelaksanaan
1
Cuci tangan
36
Basahi kain pengompres dengan air hangat dalam wadahnya, lalu peras
hingga tidak terlalu basah
10 Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres seperti dahi, ketik, dan lipat
paha
11 Tutup kain kompres dengan handuk atau kain plastic
12 Lakukan pengompresan 15-30 menit dan ganti kain kompres setiap 5 menit
13 Jika kain kompres relative menjadi dingin, ganti kain kompres dan masukan
kembali ke cairan kompres. Lakukan secara berulang hingga efek yang
diharapkan tercapai.
14 Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 15 menit
15 Setelah selesai, keringkan dengan handuk kering di daerah yang di
kompres/basah
16 Rapikan alat
17 Lepaskan sarung tanagn
18 Atur posisi klien nyaman
19 Cuci tangan
20 Dokumentasikan (Eni Kusyati, 2006 & Anas Tamsuri, 2006)
37
Instrumen
Instrimen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah
lembar observasi untuk penilaian suhu dan kuesioner untuk menentukan
pemenuhan ktiteria inkulsi sampel.
4.7.2
4.7.3
Prosedur
Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti melapor pada kepala Bangsal Dahlia.
Setelah mendapatkan ijin, peneliti akan mencari sampel yang dibutuhkan. Pada
sampel tersebut peneliti akan
maksud dan tujuan, kemudian meminta persetujuan dari pasien untuk diteliti.
Setelah mendapatkan persetujuan, maka peneliti akan melakukan observasi awal,
kemudian diberikan perlakuan sesuai pembagian kategori kelompok penelitian
(kelompok eksperimen atau kontrol), dan kemudian diobservasi kembali.
38
Analisa Data
Berdasarkan hasil observasi, selanjutnya akan dilakukan tabulasi data dan analisa
data dengan menggunakan uji statistk Uji T Berpasangan.
1) Editing
2) Coding
3) Analisa statisk
Hasil observasi akan di scoring kemudian dibandingkan efektifitas antara
kompres hangat aksila dan kompres hangat frontal. Derajat kemaknaan
ditentukan P 0,05.
4.8.2
Tanpa nama
4.8.3
Kerahasiaan
39
DAFTAR PUSTAKA
Johnston NJ, Raja AT, Protheroe R, Childs C. (2006). Suhu tubuh manajemen setelah cedera
otak traumatik yang parah: Metode dan protokol yang digunakan di Britania Raya dan
Irlandia. 262 Resuscitation. 2006; 70 :254 [PubMed ]
McCarthy PL. Fever in children. In: Mackowiak PA. Ed. Fever mechanisms and management.
New York: Raven Press. 1991 :219-3 1
Smith, Tony, Davidson Sue. (2009). Dokter Di Rumah Anda. Dian Rakyat: Jakarta
Syaifudin. (2006). Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. EGC: Jakarta
Tamsuri Anas. (2006). Tanda-Tanda Vital: Suhu Tubuh. EGC: Jakarta
40
Purwoko, etall. (2002). Demam pada anak: perabaan kulit, pemahaman dan tindakan ibu.
Berkala Ilmu Kedokteran Vol. 35, No. 2, 2003 (online). Bagian llrnu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Diakses
pada: Tanggal, 5 November 2010, pukul 19.30 WITA.
Tri Tuti Damayati. (2008). SKRIPSI: Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Demam
Dengan Perilaku Kompres di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Moewardi Surakarta.
(Online). Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
http://etd.eprints.ums.ac.id/1879/1/J210040011.pdf. Diakses pada, Tanggal 5 November
2010, Pukul 19.11 WITA.
Kusyati Eni. (2006). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. EGC :
Jakarta
Wasis. (2008). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. EGC : Jakarta
Corwin Elizabeth J. (2002). Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta
Patricia A. Potter & Anne Grivin, Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Vol. 1,
Ed. 4. EGC : Jakarta
Cameron J. John. (2006). Editor : Chaerunnisa. Fisika Tubuh Manusia. EGC : Jakarta
Guyton, Athur C. & Hall, Jhon E. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. EGC :
Jakarta
Mueser, A. M. (2007). Panduan Lengkap Perawatan Bayi dan Anak. Diglossia Media :
Yogjakarta