Nyeri, Anatomi Dan Fisiologi
Nyeri, Anatomi Dan Fisiologi
Kornu Dorsalis
Neuron dibahas pada terminasi bagian pendahuluan pada neuron kedua pada
kornu dorsalis, yang mana naik spinal cord ke sinaps pada neuron ketiga di otak.
Neuron kedua pada spinal cord dibagi kedalam lapisan yang disebut lamina rex.
Terdapat 10 lamina rex : 6 pada kornu dorsalis, 3 pada kornu ventralis, dan 1 pada
kanal sentral dari spinal cord. Serabut saraf beta-A, delta-A, dan C dierminasi
pada lamina campuran dari kornu dorsalis. Serabut saraf delta-A diterminasi
secara primer pada lamina I dan V, serabut C secara primer pada lamina II, dan
serabut beta-A secara primer pada lamina III dan IV. Kornu dorsalis kaya akan
neurotransmiter dan melayani sebagai pintu menuju seluruh impuls nyeri yang
harus dilalui; juga memainkan peran menonjol pada proses nyeri. Disfungsi kornu
dorsalis dapat terlihat pada nyeri kronis (Fig. 2-2).
Traktus Spinothalamus
Neuron mulanya pada lamina I, II dan V melalui midline spinal cord dan
naik pada bagian anterolateral, dinamakan traktus spinothalamus (STT), yang
mana naik spinal cord ke sinaps pada nuklei thalamus. Itu merupakan sistem
konduksi langsung antara kornu dorsalis dan thalamus. STT terdivisi kedalam
sistem medial dan lateral. Sistem lateral dinamakan traktus neospinothalamus dan
memiliki konduksi cepat yang mentransmisikan ketajaman inisial, pengalaman
nyeri
terlokalisasi
pada
cedera.
Sistem
medial
dinamakan
traktus
Glisin adalah penghambat asam amino yang dilepaskan oleh aktivasi aferen
yang besar. Aferen besar mempunyai daya pengaruh rangsangan pada sel kornu
dorsalis tetapi memiliki efek berbahaya karena aktivasi interneuron glisinergik.
Fenomena ini mencontohkan pengetahuan secara luas teori gerbang kontrol
nyeri. Aktivasi dari serabut myelin besar menghambat masukan aktivitas serabut
saraf C, demikian mencetuskan mekanisme bantuan nyeri oleh stimulasi nervus
elektrikal transkutan, yang mana efek rangsangan pada serabut myelin besar
bertanggung jawab untuk tekanan dan sentuhan. Ini umum pada pasien yang
menggesekkan penurunan area nyeri; ini juga menutup pintu masuk aktivitas
serabut saraf C pada kornu dorsalis (Fig. 2-5). Cedera nervus perifer (trauma,
neuralgia post terpetik, diabetik retinopati) dihasilkan dari ketidakseimbangan
masukan neural kedalam spinal cord. Dapat dilihat dari pembahasan diatas,
ketidakseimbangan ini dapat memicu nyeri kronis.
Sistem Supraspinal
Farmakologi jalur nyeri supraspinal dipahami secara sedikit dan diluar
cakupan teks ini. Bagaimanapun, sistem supraspinal memiliki efek modulasi yang
kuat pada kornu dorsalis melalui serotonergik, noradrenergik, dan sistem opioid
endogen.