TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KOMPOSIT
Pengertian komposit adalah bahan yang terbentuk apabila dua atau lebih
komponen yang berlainan digabung (Kroschwitz, 1987). K. Van Rijswijk et.al
dalam bukunya Natural Fibre Composites (2001) menjelaskan komposit adalah
bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat dengan serat,
menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik. Ilustrasi ikatan dan sifat fisik
polimer dapat dilihat pada gambar 2.1.
fiber (serat)
resin
composite material
komposit
mempunyai
beberapa
keuntungan
diantaranya
(Schwartz, 1997):
1. Bobotnya ringan
2. Mempunyai kekuatan dan kekakuan yang baik
3. Biaya produksi murah
4. Tahan korosi
5
Universitas Sumatera Utara
Kerugian
Berat berkurang
mampu -
Sifat-sifat
yang
beradaptasi:
Kekuatan
kekakuan
dapat
dan fabrikasi
-
atau
matrik,
kekerasan
rendah
beradaptasi -
Matriks
dapat
menimbulkan
degradasi lingkungan
material
sulit
Konduktivitas
termal
atau
dilakukan,
analisis
untuk
konsensus
Material komposit terdiri dari dua buah penyusun yaitu filler (bahan
pengisi) dan matrik. Adapun definisi dari keduanya adalah sebagai berikut:
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5.
2.
3.
2.
3.
Structural Composite Materials (komposit berlapis) terdiri dari sekurangkurangnya dua material berbeda yang direkatkan bersama-sama. Proses
pelapisan dilakukan dengan mengkombinasikan aspek terbaik dari masingmasing lapisan untuk memperoleh bahan yang berguna.
Untuk lebih jelasnya, pembagian komposit dapat dilihat pada gambar
berikut:
10
11
filler akan terjebak dalam matriks tanpa memiliki ikatan yang kuat dengan
matriksnya. Sehingga akan ada udara yang terjebak dalam matriks sehingga dapat
menimbulkan cacat pada spesimen. Akibatnya beban atau tegangan yang
diberikan pada spesimen tidak akan terdistribusi secara merata. Hal inilah yang
menyebabkan turunnya kekuatan mekanik pada komposit.
Ikatan antar permukaan yang terjadi pada awalnya merupakan gaya adhesi
yang ditimbulkan karena kekasaran bentuk permukaan, yang memungkinkan
terjadinya interlocking antar muka, gaya elektrostatik yaitu gaya tarik menarik
antara atom bermuatan ion, ikatan Van der Waals karena adanya dipol antara
partikel dengan resin. Permulaan kekristalan (nukleasi) pada polimer bisa terjadi
secara acak di seluruh matriks ketika molekul-molekul polimer mulai bersekutu
(nukleasi homogen) atau mungkin juga terjadi disekitar permukaan suatu kotoran
(impurities asing), yaitu mungkin suatu nukleator sengaja ditambahkan sehingga
terjadi nukleasi heterogen. Jadi partikel yang ditambahkan pada polimer akan
berpengaruh terhadap kristalisasi dari polimer itu sendiri.
Peningkatan volume filler akan mengurangi deformability (khususnya
pada permukaan) dari matriks sehingga menurunkan keuletannya. Selanjutnya,
komposit akan memiliki kekuatan lentur yang rendah. Namun apabila terjadi
ikatan antara matriks dan filler kuat sifat mekanik akan meningkat karena
distribusi tegangan merata.
Pola distribusi dari partikel juga akan mempengaruhi kekuatan mekanik.
Pola distribusi partikel dalam matriks dapat dianalisa secara sederhana dengan
menghitung densitas dari komposit pada beberapa bagiannya dalam satu variabel.
Dari hasil perhitungannya, densitas komposit memiliki nilai-nilai yang berbedabeda dalam satu variabelnya. Hal ini menunjukkan pola sebaran dari partikel yang
kurang homogen.
Pada penelitian ini komposit dianalisa secara makroskopik. Makroskopik
adalah menganalisa bahan komposit dengan anggapan bahan komposit bersifat
homogen sehingga dalam analisa kekuatan komposit berdasarkan kekuatan
komposit secara keseluruhan. Sedangkan tinjauan secara mikroskopik pada
12
2.1.4 Pembebanan
Bahan komposit dibentuk pada saat yang sama ketika struktur tersebut
dibuat. Hal ini berarti bahwa orang yang membuat struktur menciptakan sifat-sifat
bahan komposit yang dihasilkan. Proses manufaktur yang digunakan biasanya
merupakan bagian yang kritikal yang berperan menentukan kinerja struktur yang
dihasilkan.
Terdapat empat beban langsung utama dimana setiap bahan dalam suatu
struktur harus menahannya yaitu tarik, tekan, geser/lintang dan lentur.
1. Tarik
Reaksi komposit terhadap beban tarik sangat tergantung pada sifat kekakuan
dan kekuatan tarik dari serat penguat, dimana jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan resinnya.
2. Tekan
Sifat daya rekat dan kekakuan dari sistem resin sangat penting. Resin menjaga
serat sebagai kolom lurus dan mencegah dari tekukan (buckling).
3. Geser/Lintang
Beban ini mencoba untuk meluncurkan setiap lapisan seratnya. Di bawah
beban geser resin memainkan peranan utama, memindahkan tegangan
melintang komposit. Untuk membuat komposit tahan terhadap beban geser,
unsur resin diharuskan tidak hanya mempunyai sifat-sifat mekanis yang baik
tetapi juga daya rekat yang tinggi terhadap serat penguat.
4. Lenturan
Beban lentur sebetulnya merupakan kombinasi beban tarik, tekan dan geser.
Ketika beban seperti diperlihatkan, bagian atas terjadi tekan, bagian bawah
terjadi tarik dan bagian tengah lapisan terjadi geser.
13
Atap merupakan salah satu elemen dari sebuah interior yang saling
melengkapi dengan elemen-elemen penunjang lainnya. Selain itu atap berfungsi
sebagai pelindung dari berbagai cuaca sehingga konstruksi dan bentuknya
haruslah menunjang untuk menghadapi problem yang disebabkan oleh bunyi,
panas, dingin, dan hujan. Pemilihan material atap pun harus benar-benar
diperhatikan. Kualitas atap dapat dinilai baik, jika mempunyai struktur yang kuat
serta tahan lama, sehingga elemen pendukung atap harus dirancang sedemikian
rupa agar atap tetap kuat dan awet. Berbagai macam bahan material yang biasa
14
digunakan sebagai atap antara lain yaitu atap alang-alang, sirap, beton, kaca,
asbes, genteng, dan sirap. Beragam material tersebut mempunyai karakteristik
tersendiri. Pastikan material yang digunakan dan teknik pengerjaannya kuat,
aman, dan tahan lama.
Genteng adalah elemen utama pelindung bangunan dari panas dan hujan.
Jenis, bentuk, dan warnanya berkembang mengikuti tren desain arsitektur.
Fungsinya pun tidak lagi sebatas penutup atap, tapi sekaligus elemen
mempercantik.
Dalam pemilihan jenis penutup atap ini ada beberapa kriteria yang perlu
diperhatikan:
1. Tinjauan terhadap iklim setempat
2. Bentuk keserasian atap
3. Fungsi dari bangunan tersebut
4. Bahan penutup atap mudah diperoleh
5. Dana yang tersedia
Adapun jenis-jenis atap yang beredar di pasaran antara lain adalah:
1. Atap Sirap
Penutup atap yang terbuat dari kepingan tipis kayu ulin (eusideroxylon
zwageri) ini ketahanannya tergantung keadaan lingkungan, kualitas kayu yang
15
digunakan, dan besarnya sudut atap. Penutup atap jenis ini bisa bertahan hingga
25 tahun atau lebih. Bentuknya yang unik cocok untuk rumah-rumah bergaya
pedesaan yang menyatu dengan alam.
Material genteng ini berbahan dasar tanah liat. Namun genteng ini telah
mengalami proses finishing, jadi permukaannya sudah diglasur. Lapisan ini dapat
diberi warna yang beragam untuk melindungi genteng dari lumut. Ketahanannya
sekitar 2050 tahun. Aplikasinya sangat cocok untuk hunian modern di perkotaan.
16
beton. Mulai dari warna natural, seperti terakota dan coklat, sampai ke warnawarna cerah semisal biru dan hijau. Dari bentuknya, terdapat dua jenis genting
beton, yaitu flat (rata) dan bergelombang. Genteng flat, biasa digunakan untuk
rumah bergaya modern minimalis
5. Atap seng
Atap ini terbuat dari lembaran baja tipis yang diberi lapisan seng secara
elektrolisis yang tujuannya untuk membuatnya jadi tahan karat. Jadi, kata 'seng'
berasal dari bahan pelapisnya. Jenis ini akan bertahan selama lapisan seng ini
belum hilang. Jika sudah lewat masa itu, atap akan mulai berkarat dan bocor.
Atap ini biasanya merupakan atap datar yang terbuat dari kombinasi besi
dan beton. Penerapannya biasanya pada rumah-rumah modern minimalis dan
kontemporer. Karena konstruksinya kuat, atap ini dapat digunakan sebagai tempat
beraktivitas, misalnya untuk menjemur pakaian dan bercocok tanam dengan pot.
Kebocoran pada atap dak beton sering sekali terjadi. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengawasan pada bagian cor-nya dan pada saat memasang lapisan
waterproof pada bagian atasnya.
Atap ini berbentuk material lembaran, mirip seng. Hanya jenis bahan dasar
yang membedakan. Genting metal terbuat dari logam, dengan bobot ringan. Ada
dua jenis bahan pelapis yang dipakai, baja ringan dan galvanis. Dipasaran beredar
dua jenis genting metal, yang berlapis pasir dan tidak. Lapisan pasir berfungsi
untuk menahan panas, dan harganya pun lebih mahal sekitar Rp100 ribuan per
keping di banding yang tidak berpasir. Untuk pemasangan genting metal
17
9. Atap Polikarbonat
Atap ini berbentuk lembaran besar yang dapat dipasang tanpa sambungan.
Keunggulan polikarbonat adalah pada kualitas materialnya dan ketahanannya
terhadap radiasi matahari. Atap jenis ini biasanya dipakai pada kanopi atau atap
tambahan. Atap polikarbonat dapat dipasang dengan mudah dan cepat, namun
harganya memang lebih mahal dari atap lainnya.
18
2.3 ASPAL
Aspal dalam bahasa yang umum dikenal juga dengan "tar". Untuk kata
"tar" atau "aspal" sering digunakan secara bergantian, mereka memiliki arti yang
berbeda. Salah satu alasan untuk kebingungan ini disebabkan oleh fakta
bahwa,
di
pembangunan
jalan.
19
Aspal alamiah merupakan aspal ini berasal dari berbagai sumber alam,
seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung
kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut,
sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat
yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal
alamiah relatif menjadi tidak penting.
2.
Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang
diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai
bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan
yang sangat tahan lama dan stabil.
3.
20
Aspal penetrasi 60/70 asal iran merupakan salah satu jenis aspal minyak
bumi yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan
direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain
untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang
dipergunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini yaitu aspal penetrasi
60/70. Untuk data jenis pengujian dan data persyaratan aspal tersebut tercantum
seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70
(sumber: Spesifikasi Bidang Jalan dan Jembatan Dep. PU, 2005)
Sifat
Ukuran
Spesifikasi
Standar
Pengujian
Densitas pada T 25 oC
kg/m3
1010 - 1060
ASTM-D71/3289
Penetrasi pada T 25 oC
0,1 mm
60/70
ASTM-D5
Titik leleh
oC
49/56
ASTM-D36
Daktilitas pada T 25 oC
cm
Min. 100
ASTM-D113
Kerugian pemanasan
%wt
Max. 0,2
ASTM-D6
Max. 20
ASTM-D6&D5
Titik nyala
oC
Min. 250
ASTM-D92
%wt
Min. 99,5
ASTM-D4
Negatif
AASHO T102
setelah pemanasan
Spot Test
21
2.4 PASIR
Pasir adalah butiran halus yang terdiri dari butiran berukuran 0,15-5 mm
yang didapat dari hasil desintregrasi batuan alam atau juga dari pecahan batuan
alam (Tjokrodimuljo, 1996).
Menurut
asalnya
pasir
alam
digolongkan
menjadi
memplester tembok.
3. Pasir laut yaitu pasir yang diambil dari pantai, butirannya halus dan bulat
karena
gesekan.
Pasir
ini
merupakan
jenis
pasir
yang
paling
jelek dibandingkan pasir galian dan pasir sungai. Apabila dibuat beton
maka harus dicuci terlebih dahulu dengan air tawar karena pasir ini
akan menyerap banyak kandungan air di udara dan pasir ini selalu
agak basah, juga menyebabkan pengembangan volume pasir bila sudah
menjadi bangunan.
22
polipropilen
dibawah
0C
dapat
dihilangkan
dengan
penggunaan bahan pengisi. Dengan bantuan pengisi dan penguat, akan terdapat
adhesi yang baik. Polimer yang memiliki konduktivitas panas rendah seperti
23
(Ahmad Hafizullah,
2011).
24
cetaknya yang baik, permukaannya yang licin, mengkilap dan tembus cahaya.
Film yang diregangkan pada dua arah sumbu kuat dan baik ketahanan
impaknya pada suhu rendah. Untuk memperbaiki permeabilitas gas dan ketahanan
terhadap panas telah dikembangkan berbagai macam laminasi film. Benang celah
dibuat dengan cara meregangkan film sampai putus pada panjang yang sama, dan
benang pisah dengan robekan yang banyak, dipakai untuk membuat tali dan pita
untuk keperluan pengepakan. Serat dipergunakan untuk tambang, karpet, tirai dan
bahkan yang dicetak tiup untuk berbagai macam botol (Ghanie, 2011).
2.6. SERAT
Serat merupakan bahan yang kuat, kaku, dan getas. Karena serat yang
terutama menahan gaya luar, ada dua hal yang membuat serat menahan gaya
yaitu:
1. Perekatan (bonding) antara seart dan matriks (intervarsial bonding) sangat
baik dan kuat, sehingga tidak mudah lepas dari matriks (debonding)
2. Kelangsingan (aspect ratio) yaitu perbandingan antara panjang serat dan
diameter serat yang cukup besar.
Arah serat penguat menntukan kekuatan komposit, arah serat sesuai dengan
arah kekuatan maksimum. Arah serat mempengaruhi jumlah serat yang dapat
diisikan ke dalam matriks. Makin cermat penataannya, makin banyak penguat
dapat dimasukkan. Bila sejajar berpeluang sampai 90%, bila separuh separuh
saling tegak lurus peluangnya 75%, dan tatanan acak hanya berpeluang
pengisian 15 sampai 50%. Hal tersebut menentukan optimum saat komposit
maksimum (Surdia, 1995).
25
maka terjadi penurunan gradient kurva kekuatan untuk nilai Vf (fraksi volume
serat) yang lebih besar dari Vmin. Efek pengurangan ini diperoleh dengan
memasukkan faktor orientasi dalam persamaan kekuatan dasar yang
menghasilkan:
...............................................................................2.1
Dimana:
= Tegangan (kekuatan) komposit
= Faktor orientasi
= Tegangan (kekuatan)serat
Untuk menyajikan analisis yang lebih rinci dari variasi kekuatan komposit
dengan orientasi serat, lazim diterapkan teori tegangan maksimum berdasarkan
kenyataan bahwa ada tiga mode kegagalan komposit. Selain sudut orientasi serat
, terdapat tiga sifat komposit lain : kekuatan parallel dengan serat (
kekuatan geser matrik parallel dengan serat
serat
),
26
Pada mode kegagalan ketiga, terjadi rupture transvers, baik di matrik atau antar
muka serat/matrik (debonding). Persamaan yang berlakua ialah :
...................................................................................2.4
Kekuatan
komposit
Kegagalan geser
4
50
9
00
Gambar 2.3 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat
(diagram skematik untuk komposit serat kontinu satu arah) (Smallman, 2000)
27
). Mode
besar. Untuk
yang relative rendah, kekuatan komposit turun dengan cepat, hal ini
berkaitan dengan transisi dari kegagalan tarik ke kegagalan geser pada serat.
Dengan eliminasi
..........................................................................2.5
Kegagalan tarik (baik serat atau matriks) akan tergantung pada kombinasi
tertentu dari bahan serat dan matriks serta fraksi volume serat
2.
Keruntuhan geser dari matriks sebagai akibat dari tegangan geser besar
bertindak sejajar dengan serat
28
3.
Apabila penerapan yang meliputi tegangan kerja yang tidak bekerja dalam
satu arah, maka masalah anisotropi dapat diselesaikan secara efektif atau
diminimalkan dengan penggunaan serat-kontinu dalam bentuk tenunan kain atau
laminasi. Meskipun bentuk ini lebih isotropik dibandingkan komposit satu arah,
selalu terjadi penurunan kekuatan sedikit tetapi masih wajar dan penurunan
kekakuan yang tak terelakkan. Salah orientasi serat sering terjadi pada komposit,
yang seringkali merupakan hasil fabrikasi yang tidak dapat dihindari (Smallman,
2000).
Orientasi
yang
harus
serat
adalah
diperhitungkan
bagian
untuk
penting
menganalisis
dari
informasi
kinerja
struktural
29
Serat alam (natural fibre) adalah jenis-jenis serat sebagai bahan baku
industri tekstil atau lainnya, yang diperoleh langsung dari alam. Berdasarkan asal
usulnya, serat alam dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu serat
yang berasal dari hewan, bahan tambang, dan tumbuhan (Kirby, 1963).
Serat daun nanas (pineappleleaf fibres) adalah salah satu jenis serat yang
berasal dari tumbuhan (vegetable fibre) yang diperoleh dari daun-daun tanaman
nanas. Tanaman nanas yang juga mempunyai nama latin, yaitu Ananas Cosmosus,
(termasuk dalam family Bromeliaceae), pada umumnya termasuk jenis tanaman
semusim. Menurut sejarah, tanaman ini berasal dari Brazilia dan dibawa ke
Indonesia oleh para pelaut Spanyol dan Portugis sekitar tahun 1599.
30
menghasilkan serat yang kuat, halus, dan mirip sutera (strong, fine and silky fibre)
(Kirby, 1963, Doraiswarmy et al., 1993).
Tabel 2.3 Karakteristik Fisis Serat Daun Nanas (Doraiswarmy et al., 1993)
Physical Characteristics
Varietas Nanas
Length (cm)
Width(cm)
Thickness(cm)
Assam local
75
4.7
0.21
Cayenalisa
55
4.0
0.21
Kallara Local
56
3.3
0.22
Kew
73
5.2
0.25
Mauritius
55
5.3
0.18
Pulimath Local
68
3.4
0.27
Smooth Cayenne
58
4.7
0.21
Valera Moranda
65
3.9
0.23
Daun nanas mempunyai lapisan luar yang terdiri dari lapisan atas dan
bawah. Diantara lapisan tersebut terdapat banyak ikatan atau helai-helai serat
(bundles of fibre) yang terikat satu dengan yang lain oleh sejenis zat perekat
(gummy substances) yang terdapat dalam daun. Karena daun nanas tidak
mempunyai tulang daun, adanya serat-serat dalam daun nanas tersebut akan
memperkuat daun nanas saat pertumbuhannya. Dari berat daun nanas hijau yang
masih segar akan dihasilkan kurang lebih sebanyak 2,5 sampai 3,5% serat daun
nanas.
Pengambilan serat daun nanas pada umumnya dilakukan pada usia
tanaman berkisar antara 1 sampai 1,5 tahun. Serat yang berasal dari daun nanas
31
yang masih muda pada umumnya tidak panjang dan kurang kuat. Sedang serat
yang dihasilkan dari tanaman nanas yang terlalu tua, terutama tanaman yang
pertumbuhannya di alam terbuka dengan intensitas matahari cukup tinggi tanpa
pelindung, akan menghasilkan serat yang pendek kasar dan getas atau rapuh
(short, coarse and brittle fibre). Oleh sebab, itu untuk mendapatkan serat yang
kuat, halus dan lembut perlu dilakukan pemilihan pada daun-daun nanas yang
cukup dewasa yang pertumbuhannya sebagian terlindung dari sinar matahari.
dan
kesabaran
seseorang
untuk
mengerjakannya.
Penelitian
menunjukkan kadang proses water retting ini akan menghasilkan warna serat daun
nanas yang kecoklat-coklatan akibat adanya proses mikro-organisme yang tumbuh
32
pada serat tersebut, yang pada umumnya dikenal dengan istilah rust atau karat
(Kirby, 1963).
Cara extraction serat daun nanas dapat juga dilakukan dengan peralatan
yang disebut mesin dekortikator, prosesnya disebut dengan dekortikasi. Mesin
dekortikator terdiri dari suatu linder atau drum yang dapat berputar pada
porosnya. Pada permukaan silinder terpasang beberapa plat atau jarum-jarum
halus (blades) yang akan menimbulkan proses pemukulan (beating action) pada
daun nanas, saat silinder berputar (Doraiswarmy et al.,1993).
Gerakan perputaran silinder dapat dilakukan secara manual (tenaga
manusia) atau menggunakan motor listrik. Saat silinder berputar, daun-daun
nanas, sambil dipegang dengan tangan, disuapkan diantara silinder dan pasangan
rol dan plat penyuap. Karena daun-daun nanas yang disuapkan mengalami proses
pengelupasan, pemukulan dan penarikan (crushing, beating and pulling action)
yang dilakukan oleh plat-plat atau jarum-jarum halus (blades) yang terpasang
pada permukaan silinder selama berputar, maka kulit daun ataupun zat-zat perekat
(gummy substances) yang terdapat disekitar serat akan terpisah dengan seratnya.
Pada setengah proses dekortikasi dari daun nanas yang telah selesai,
kemudian dengan pelan, daun nanas ditarik kembali. Dengan cara yang sama
ujung daun nanas yang belum mengalami proses dekortikasi disuapkan kembali
ke silinder dan pasangan rol penyuap. Kecepatan putaran silinder, jarak setting
antara blades dan rol penyuap, serta kecepatan penyuapan akan mempengaruhi
terhadap keberhasilan dan kualitas serat yang dihasilkan.
Untuk memudahkan pemisahan zat-zat yang ada disekitar serat dan
menghindari kerusakan pada serat, proses dekortikasi sebaiknya dilakukan pada
kondisi daun dalam keadaan segar dan basah (wet condition). Daun-daun nanas
yang telah mengalami proses dekortikasi, kemudian dicuci dan dikeringkan
melalui sinar matahari, atau dapat dilakukan dengan cara-cara yang lain.
33
Hampir semua jenis serat alam, khususnya yang berasal dari tumbuhan
(vegetable fibres), abaca, henequen, sisal, yute, rami, daun nanas dan lidah
mertua, komposisi kandungan serat secara kimia yang paling besar adalah
cellulose, meskipun unsur atau zat-zat lain juga terdapat pada serat tersebut, misal
fats dan waxs, hemicellulose, lignin, pectin dan colouring matter (pigmen) yang
menyebabkan serat berwarna.
Komposisi kandungan zat-zat tersebut pada umumnya sangat bervariasi
tergantung dengan jenis atau varietastanaman nanas yang berbeda. Zat-zat
tersebut perlu dihilangkan atau dikurangi pada proses selanjutnya (degumming)
agar proses bleaching ataupun dyeing lebih mudah dikerjakan.
Tabel 2.4 memperlihatkan perbandingan komposisi kimia yang terkandung
pada beberapa jenis serat alam, nanas, kapas dan rami (Anonim, 2006). Sedang
Tabel 2.5 menunjukkan komposisi kimia dari hasil proses pemisahan serat yang
berbeda, decortication dan water retting, pada serat nanas (Doraiswarmy et al.,
1993).
Serat Nanas
(%)
Serat Kapas
Serat Rami
(%)
(%)
Alpha Selulosa
69,5 71,5
94
72 92
Pentosan
17,0 17,8
Lignin
4,4 4,7
Pektin
1,0 1,2
0,9
3 27
3,0 3,3
0,6
0,2
0,71 0,87
1,2
2,87
4,5 5,3
1,3
6,2
0-1
34
Tabel 2.5 Komposisi Kimia Serat Nanas pada Metode Proses Pemisahan Serat
yang Berbeda (Doraiswarmy et al., 1993)
Komposisi Kimia
% Komposisi
Decortication
Water Retting
Alpha cellulose
79,36
87,36
Hemi cellulose
13,07
4,58
Lignin
4,25
3,62
Ash
2,29
0,54
Alcohol-benzene extractions
5,73
2,72
Sama halnya dengan serat-serat alam lainnya yang berasal dari daun (leaf
fibres), secara morphology jumlah serat dalam daun nanas terdiri dari beberapa
ikatan serat (bundle of fibres) dan masing-masing ikatan terdiri dari beberapa serat
(multi-celluler fibre). Berdasarkan pengamatan dengan microscope, cell-cell
dalam serat daun nanas mempunyai ukuran diameter rata-rata berkisar 10 m dan
panjang rata-rata 4.5 mm dengan ratio perbandingan antara panjang dan diameter
adalah 450. Rata-rata ketebalan dinding sel dari serat daun nanas adalah 8.3 m.
Sebagai perbandingan, ketebalan dinding sel ini terletak antara serat sisal (12.8
m) dan serat batang pisang (1.2 m), dan secara umum sifat atau karakteristik
serat daun nanas dapat ditunjukkan pada Tabel 2.7 (Doraiswarmy et al., 1993).
Meski akan mempengaruhi terhadap physical maupun mechanical
properties serat (terutama berat, kekuatan tarik dan mulur serat), penelitian
menunjukkan bahwa treatment yang dilakukan pada serat daun nanas tersebut,
hasil dari proses dekortikasi ataupun water retting, dengan bahan kimia misal
NaOH, H2SO4 atau bahan-bahan kimia lainnya dengan konsentrasi tertentu, akan
memudahkan dalam penguraian atau pemisahan antar serat dari ikatannya (bundle
of fibres), hal ini disebabkan terlepasnya beberapa impurity materials atau gummy
substances yang terdapat pada ikatan serat nanas tersebut.
Perubahan komposisi kimia setelah serat daun nanas mengalami proses
water retting dan degumming dapat dilihat pada Tabel 2.6.
35
Tabel 2.6 Perubahan Komposisi Kimia Serat Daun Nanas setelah Proses Water
Retting dan Degumming
Komposisi Kimia
% Komposisi
Water
Degumming
Retting
Alpha cellulose
87,36
94,21
Hemi cellulose
4,58
2,26
Lignin
3,62
2,75
Ash
0,54
0,37
Alcohol-benzene extractions
2,72
0,77
Length L (mm)
3-9
Width W (12.8 m)
4-8
L/W
450
Degree of polymerisation of
1178 - 1200
alpha cellulose
Filament
Bundle
Tenacity (MN/m2)
710
26
360
38
Length (cm)
55 - 75
18 20
Tenacity (MN/m2)
370
1480
1350
Porosity (%)
9,0
MR at 65% RH
11,8
MR at 100% RH
41,0
36
Tabel 2.8 Sifat-sifat Beberapa Jenis SeratAlam (Soumitra Biswas, et.al, 2009)
Sabut
Sifat
Rami
Pisang
Sisal
Nanas
Diameter (mm)
80-250
50-200
20-80
100-450
Kerapatan (g/cm3)
1,3
1,35
1,45
1,44
1,15
8,1
11
10-22
14-18
30-49
61/12
65/6
67/12
81/12
43/45
8-20
9-16
34-82
4-6
Keuletan (MN/m2)
440-533
529-754
568-
413-
640
1627
Pemuluran (%)
1-1,2
1-3,5
3-7
0,8-1,6
Selulosa/ Kandungan
Lignin (%)
Modulus Elastisitas
(GN/m2)
Kelapa
131-175
15-40
37
Kondisi Serat
Untreated
Degumming
Tenacity (CN/tex)
- Dry
38,4
36,5
- Wet
16,6
16,2
- Dry
2,9
3,3
- Wet
2,7
2,9
38
Tabel 2.10 Properties Benang yang dibuat dari Serat Daun Nanas (Doraiswarmy
et al., 1993)
Linear Density (tex)
196,8
295.3
System
Cotton
Rotor system
system with
with
modification
modification
38,0
50,0
4,2
6,0
4,2
4,9
CV of strength (%)
27,0
18,3
Quality Attributes:
39
Dengan beberapa kelebihan properties yang dimiliki oleh serat daun nanas,
disamping pemanfaatan utama untuk industri tekstil, serat dari daun nenas dapat
juga dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, misal sebagai bahan baku kertas
(pulp), dikembangkan sebagai bahan komposit sebagai reinforced plastics ataupun
roofing (eternit).
2.6.3 Serat Gelas
Serat gelas (glass fiber ) adalah bahan yang tidak mudah terbakar. Serat
jenis ini biasanya digunakan sebagai penguat matrik jenis polimer. Komposisi
kimia serat gelas sebagain besar adalah SiO dan sisanya adalah oksida-oksida
alumunium (Al), kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), dan unsur-unsur
lainnya.
Berdasarkan bentuknya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa
macam antara lain (Santoso, 2002).
1. Roving
Berupa benang panjang yang digulung mengelilingi silinder.
2. Woven Roving (WR)
Serat gelas jenis anyaman (woven roving) mempunyai bentuk seperti
anyaman tikar, serat gelas yang teranyam dibuat saling bertindih secara
selang seling ke arah vertikal dan horisontal (0 dan 90).
Berdasarkan jenisnya serat gelas dapat dibedakan menjadi beberapa
macam antara lain:
a. Serat E-Glass
Serat E-Glass adalah salah satu jenis serat yang dikembangkan sebagai
penyekat atau bahan isolasi. Jenis ini mempunyai kemampuan bentuk yang
baik.
b. Serat C-Glass
Serat C-Glass adalah jenis serat yang mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap korosi.
c. Serat S-Glass
Serat S-Glass adalah jenis serat yang mempunyai kekakuan yang tinggi.
40
Adapun perbandingan antara serat alami dan serat gelas ditunjukkan dalam
tabel berikut:
Tabel 2.11 Perbandingan antara serat alami dan serat gelas (Santoso, 2002)
Serat alami
Serat gelas
Massa jenis
Rendah
2x serat alami
Biaya
Rendah
Terbarukan
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Konsumsi Energi
Rendah
Tinggi
Distribusi
Luas
Luas
Menetralkan CO2
Ya
Tidak
Menyebabkan abrasi
Tidak
Ya
Resiko Kesehatan
Tidak
Ya
Limbah
Biodegradable
Tidak Biodegradable
41
meliputi uji lentur, uji impak, dan uji tarik, dan uji termal yang meliputi uji titik
nyala dan uji titik bakar.
2.7.1 Uji Fisis
2.7.1.1 Kerapatan
Kerapatan merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua
macam densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah
densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang
termasuk dengan pori pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut.
Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan
dengan Metode Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut (JIS A 5908-2003)
.....................................................................................................2.6
Dimana:
= densitas (gr/cm3)
42
Presentase berat air yang mampu diserap agregat dan serat didalam air
disebut daya serapan air, sedangkan bnayaknya air yang terkandung dalam agregat
dan serat disebut kadar air.
Pengujian daya serap air ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi
sampel yang ada, berikut data hasil penimbangan berat sampel kering dan berat
sampel basah. Pengujian daya serap air (Water absorbtion) dilakukan pada
masing masing sampel pengeringan. Lama perendaman dalam air adalah selama
24 jam dalam suhu kamar. Massa awal sebelum direndam diukur dan massa
sesudah perendaman. Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
.......................................................2.7
dimana:
Mb = Massa sampel dalam keadaan basah (gr)
Mk = Massa sampel dalam keadaan basah (gr)
Pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 tentang
prosedur pengujian, dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air
yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.
2.7.2 Sifat Mekanik
2.7.2.1 Kekuatan Lentur
43
terhadap sampel. Jika batang uji diberikan pembbanan pada kedua ujungnya dan
beban patah (P) diberikan ditengah, tegangan tekuk maksimum () pada titik nol
di tengah adalah:
...............................................................................................2.8
dimana:
P = beban patah (N)
L = jarak span (10 cm = 0,1 m)
b = lebar (m)
d = tebal (m)
Kekuatan tekuk berubah menurut ukuran batang uji L/d, oleh karena itu,
umumnya ditentukan pada L/d = 15 17. Modulus Young pada lenturan Ef
didapat dari persamaan:
...............................................................................................2.9
Umumnya pada bahan polimer modulus lastik untuk tekan berbeda dengan
untuk tarik, tegangan tekan yyang besar terjadi pada bagian yang mengalami
tegangan tekan. Kekuatan tekan jauh lebih besar dari pada kekuatan tarik, hal ini
yang menyebabkan patah karena tekukan pada bagian yang mengalami tegangan
tarik.
44
ketangguhan bahan tersebut, setelah benda uji patah akibat deformasi, bandul
pendulum melanjutkan ayunannya hingga posisi h. Bila bahan tersebut tangguh
maka makin mampu menyerap energi lebih besar maka makin rendah posisi h.
Suatu material dikatakan tangguh bila memiliki kemampuan menyerap beban
kejut yang besar tanpa terjadinya retak atau terdeformasi dengan mudah.
45
sampel penguji. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang hilang
akibat gesekan pada porosnya dan gesekannya dengan udara. Setelah penumpukan
sampel hingga sampel patah/retak maka pengukuran dilakukan dengan membaca
skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk skala.
Is
......................................................................................................2.10
dimana:
Is = Kekuatan impak (kJ/m2)
Es = Energi serap (kJ)
A = Luas permukaan (m2)
46
47
Pengujian ketahanan nyala api dilakukan sesuai sifat bahan yang sangat
mudah menyala seperti bahan yang terkandung didalamnya yaitu seluloid dan
yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walaupun api dipadamkan
setelah penyalaan (polikarbonat). Pengujian nyala api dilakukan dengan tujuan
untuk mengembangkan polimer dan serat-serat yang tak dapat nyala.
Dengan mengembangkan polimer dan serat yang tak dapat nyala dapat
mengurangi gas-gas berasap dan beracun yang
pembakaran. Ketahanan nyala api dilakukan dengan cara membakar ujung bahan
dengan api yang berasal dari pembakar bunsen. Cara ini telah ditetapkan dalam
JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Waktu yang diperlukan agar spesimen
48
menyala disebut waktu penyalaan dan panjang spesimen yang terbakar disebut
jarak bakar.
Adapun kategori kemampuan nyala dapat di kategorikan :
1). Mampu nyala : terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala.
2). Habis terbakar : jarak bakar lebih dari 25 mm tapi kurang dari 100mm.
3). Tak mampu nyala : jarak bakar kurang dari 25 mm.
49
50
Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column dan display
console. Electron column merupakan model electron beam scanning. Electron
column memiliki piranti-piranti sebagai berikut
1. Pembangkit elektron electron gun dengan filamen sebagai pengemisi elektron
atau disebut juga sumber iluminasi Filamen biasanya terbuat dari unsur yang
mudah melepas elektron misal tungsten.
2. Sebuah sistem lensa elektromagnet yang dapat dimuati untuk dapat
memfokuskan atau mereduksi berkas elektron yang dihasilkan filamen ke
diameter yang sangat kecil
3. Sebuah sistim perambah scan untuk menggerakan berkas elektron terfokus
tadi pada permukaan sampel
51
4. Satu atau lebih sistem deteksi untuk mengumpulkan hasil interaksi antara
berkas elektron dengan sampel dan merubahnya ke signal listrik
5. Sebuah konektor ke pompa vakum
Sedangkan display console merupakan elektron sekunder. Pancaran
elektron energi tinggi dihasilkan oleh electron gun yang kedua tipenya berdasar
pada pemanfaatan arus.
Prinsip kerja dari SEM adalah sebagai berikut:
1. Sebuah pistol elektron memproduksi sinar elektron dan dipercepat dengan
anoda.
2. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju ke sampel.
3. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai.
4. Ketika elektron mengenai sampel maka sampel akan mengeluarkan elektron
baru yang akan diterima oleh detektor dan dikirim ke monitor atau Cathode
Ray Tube (CRT).
Secara lengkap skema SEM dijelaskan oleh Gambar 2.9.
52
Ada beberapa sinyal yang penting yang dihasilkan oleh SEM. Dari
pantulan inelastis didapatkan sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X
sedangkan dari pantulan elastis didapatkan sinyal backscattered electron. Sinyalsinyal tersebut dijelaskan pada Gambar 2.10.
53
54
55
dan
kualitatif.