Anda di halaman 1dari 55

Teknik Polimerisasi

1. Polimerisasi Ruah (Bulk)


dilakukan dengan cara mereaksikan monomer-monomernya ke dalam
keadaan murni baik gas maupun cairan dengan bantuan inisiator.
2. Polimerisasi Larutan
dilakukan dengan cara melarutkan monomer-monomer ke dalam pelarut
yang sesuai sebelum polimerisasi berlangsung.
3. Polimerisasi Suspensi
dilakukan dengan cara membuat suspensi monomer yang akan
direaksikan dalam suatu pelarut dengan bantuan pengadukan sehingga
terbentuk tetesan-tetesan monomer.
4. Polimerisasi Emulsi
dilakukan dengan pembuatan emulsi ke dalam pelarut dibantu dengan
emulsifier untuk memantapkan tetesan-tetesan monomer.

Teknik Polimerisasi
1. Teknik polimerisasi Bulk, dilakukan dengan cara mereaksikan
monomer-monomernya ke dalam keadaan murni baik gas
maupun cairan dengan bantuan inisiator.
Inisiator
ditambahkan
kemudian

Monomer

Terminator
ditambahkan
terakhir

Kerugian : Ada kenaikan


viskositas yang besar,
sehingga perlu modifier,
misal pakai chain

Keuntungan :

-Tanpa solvent
-Tak perlu separasi
solvent
-Baik diterapkan pada
system
yang langsung dicetak

Menghindari
Gell effect

Inisiator
ditambahkan
kemudian

Monomer

Terminator
ditambahkan
terakhir

2. Teknik polimerisasi larutan, yaitu dengan melarutkan


monomer-monomer ke dalam pelarut yang sesuai sebelum
reaksi polimerisasi berlangsung dan memisahkan pelarut dari
polimer yang terbentuk pada proses akhir.

Inisiator
ditambahkan
kemudian
Terminator
ditambahkan
terakhir
Monomer +
solvent

Bentuk produk dengan solution, and bulk polym

3. Suspension polymerization
Monomer droplets dispersed in aqueous phase
Suspension agent (PVA)
Monomer-soluble initiator
Polymer insoluble in monomer
Batch-wise in autoclave

Terminator
ditambahkan
terakhir

Air
Monomer +
initiator

Mekanisme Polimerisasi Emulsi

HLB (Hydrophile-Lipophile Balance)


is an empirical expression for the relationship of the
hydrophilic (water-loving) and hydrophobic (waterhating) groups of a surfactant.

HLB system

identify surfactants for oil and water emulsification.

Water-in-oil (w/o): water is dispersed


in oil

low HLB surfactants.

Oil-in-water (o/w):

require higher HLB surfactants.

oil is dispersed
in aqueous phase

The higher the HLB value, the more water-soluble the surfactant.

HLB Values and Properties

HLB

Property

Examples of Selected Surfactant

<10

Oil soluble

>10

Water Soluble

4-8

Antifoaming agent

TERGITOL 15-S-3

7-11

Water-in-oil emulsifier

TERGITOL 15-S-5

12-16

Oil-in-water emulsifier

TERGITOL 15-S-7, 15-S-9, 15-S-12, 15-S-15

11-14

Wetting agent

TERGITOL 15-S-7, 15-S-9

12-15

Detergent

TERGITOL 15-S-7, 15-S-9, 15-S-12

16-20

Stabilizer

Glass transition temperature, Tg


Melting temperature, Tm
Tg adalah temperature transisi yang menandai bahan
polymer akan berubah menjadi keras seperti gelas bila
didinginkan dibawah temperature ini, dan menjadi lunak
bila dipanaskan di atasnya.

PS dan PMMA
Karet polyisoprene
dan polyisobutylene

Digunakan pada keadaan glas (padat/keras)

Digunakan pada keadaan lunak (rubbery)

Lunak dan
flexible

Melting temperature, Tm adalah :


temperature transisi yang terjadi pada polymer berkristal

Melting/pelelehan terjadi manakala struktur


kristal yang terbentuk dari rantai-rantai
polymer yang terikat kuat rdan teratur
runtuh, sehingga menjadi dapat mengalir
Glass transition temperature terjadi pada
polymer dengan susunan struktur kristal
yang tak teratur dan terikta tidak sekuat
polymer berkristal. Tapi bentuk polimer
masih solid, walau keadaannya lunak.
Tak ada polimer yang 100 % berkristal saja.
Polimer terdiri dari bagian berkristal dan bagian
tak berkristal (amorf)

Perhatikan proses pemanasan plastik

Perubahan fase

Perubahan kapasitas
Panas, Cp

Gambaran pemanasan dan perubahan temperature


dari material plastik dengan 100 % berkristal (kiri)
dan 100 % amorf (kanan)

Pada pemanasan, temperature meningkat, tapi pada Tm, pemberian energi berlanjut
tanpa diikuti perubahan suhu, lalu meningkat dengan slope tertentu lagi
Pada pemanasan, temperature meningkat, tapi pada Tg terjadi perubahan
kebutuhan panas untuk meningkatkan temperature plastik (slope semakin tajam)

Molecular Factors and Tg

Free Volume
Backbone Stiffness
Steric effects (side groups)
Network structure (thermosets)
Anything which makes movement more
difficult will increase Tg

Glass Transition Temp.


1. Breakdown of Van Der Waals Forces
2. Onset of large scale molecular
motions
3. Polymer goes from Glassy/Rigid to
rubbery behavior

4. Upper service temperature in


amorphous polymers

Backbone Rigidity & Tg

Side Group Symmetry & Tg

Side Group Polarity & Tg

Faktor-faktor berpengaruh pada Tg

Factors Influencing Crystallinity

Backbone stiffness
Backbone symmetry
Absence or presence of branches
Pendant group size
Pendant group polarity
Pendant group regularity

Polyethylene Varieties
Low density PE highly branched
Medium Density PE moderate branching
High Density PE almost no branching,
long molecules
Linear Low Density very short branches

Degree of Crystallinity & Properties

Data PVT (Pressure Volume Temperature)


Dari data ini :

-dapat diprediksi bentuk akhir produk cetak


-Perubahan volume dari material karena efek
tekanan dan temperatur selama pemrosesan
- ukuran dari produk dengan teliti
- compressibility, bulk modulus, thermal expans
- dan lain-lain

Specific volumenya tergantung juga terhadap sejarah


pemrosesan sebelumnya, efek panas dan tekanan turut
mempengaruhi struktur kristalan di dalamnya.

Gambar 6. Perubahan PVT dari plastik berkirstal, PP dan HDPE.

Melting temperature , Tm :
PP
: tidak terlalu banyak berubah pada berbagai tekanan
HDPE : ada perubahan yang signifikan

Gambar 7. Perubahan PVT dari plastik amorf PC, dan perubahan Tg & Tm pada PET

Tg
0.56
0.76
Tm

Umumnya sekitar 0.66

Gas terlarut [mg N2/g PP] :

Tm

PP-N2
Kelarutan gas : 4,95 mg N2/g PP

Data yang menunjukkan adanya


diskontinuity yang tak dapat
diapresiasi sebagai Tg.

0.01205 ( n 1) T

V
P
0.9421
Tg
O

( m 1)

V , cm3/g; P, atm; T, K;
Tg pada atmospheric,
R gas const, atm cm3/mol K;
g/cm3 pada room & 1 atm

T
y
P
V K
Tg

Harga x dan y dapat dilihat


pada gambar berikut:

Perhitungan perubahan volume karena proses pelelehan


dapat dilakukan dengan persamaan berikut:

Tm
Vm 0.19
Vm
298

Panas Specifik dan Konduktivitas Thermal


Kedua sifat thermal ini berhubungan dengan keperluan
perhitungan energi balance, yang diperlukan dalam proses
pelelehan plastik, sampai siap dikeluarkan dari mold.
Specific heat (Cp) dan thermal conductivity, k
unique untuk setiap palstik. Sehingga dapat
diperhitungkan
beban
energi
dan
metode
pemanasan untuk suatu laju massa pemrosesan
Thermal
conductivity (k) merupakan besaran
yang
dikehendaki.

yang menyatakan daya hantar panas dari suatu


material.
Plastik umumnya memiliki harga yang lebih
rendah dibandingkan metal, terlebih foam
plastik dimana harga k-nya lebih rendah dari
solid plastik.

Menurut prinsip thermodinamika kapasitas panas dinyatakan


dalam volume konstan (Cv) dan tekanan konstan (Cp). Kapasitas
panas dalam tekanan konstan (Cp) selalu lebih besar dari pada
volume konstan (Cv). Hal ini dapat dipahami karena panas yang
ditambahkan juga dipakai untuk energi expansi dari material.
Hubungan kedua besaran kapasitas panas ditunjukkan dalam:

U
Cp Cv P

T
T

(1)
P

Besaran (U/V)T sangat berarti untuk solid atau lelehan palstik.


Hal ini berhubungan dengan perubahan sifat gaya saling terikmenarik antar molekul dalam palstik yang direpresentakan pada
perubahan density (volume) pada temperature konstan. Karena
harga dari (V/T)P untuk plastik kecil, maka persamaan di atas
dapat dianggap menjadi:
Cp = Cv

(2)

Pada tekanan specific heat dari palstik amorf solid meningkat dengan
kenaikan temperatur. Di sekitar Tg terjadi kenaikan mendadak sebagai
tanda adanya gerakan dari rantai dalam polymer. Pada daerah lelehan,
laju kenaikan Cp relatif kecil.

Perubahan harga Cp pada berbagai temperatur dari PC

Pada plastik berkristal, Cp meningkat


sampai sekitar melting point, dan
mendadak membentuk harga
maximum lalu turun lagi sampai harga
di bawah harga sebelum melting point

Harga Cp dari beberapa


contoh material plastic.

Apabila data Cp dari suatu polymer tak ditemukan


maka dapat menggunakan persamaan empiris untuk
solid (berkristal, Csp) atau liquid (amorf, Clp) berikut:

C T 0.64 0.0012T
C 298K
l

P
l
P

C T 0.106 0.003T
C 298K
S

P
S
P

Harga dariC

C
dan

adalah harga Cp pada


298 K yang dapat diambil untuk beberapa
polymer pada Tabel 6. Harga Cp (semicrystalline) dapat
dihitung dengan kaidah pembobotan sebagai
berikut:

(298)

p semicrystalline

(298)

C x C 1 x
S

Dimanan x adalah derajat kekristalan

Tabel 6. Harga C

S
P

dan C (298) untuk beberapa polymer


(298)
P

Konduktivitas thermal dari berbagai jenis plastik telah banyak dijumpai di dalam
literature. Apabila ternyata tidak ditemukan, maka kita dapat memperkirakan
dengan mengestimasinya dengan persamaan korelasi. Sebagai contoh kasus, untuk
polymer di atas titik Tg, maka harga k dapat dihitung:
a) Solid amorf

k 6.3 x 10

-3

1 - 0.00015 T - Tg M -0.3
Tg0.216

dimana : k = konduktivitas thermal (kal/cm s oC)


M = berat mer (error < 2%)
b) Lelehan polimer (termasuk semikristal)

1.2 x 10-2 Cp
k
Tm 0.216

1.33

M 0.3

dimana : Tm = temperatur lelehan (K)


Cp = kapasitas panas
= densitas

Bgaimana kalau sistemnya tidak homogen, seperti adanya filler,


blend dan lain-lain? Untuk sistem semacam ini maka
perlakuannya mirip dengan fluida homogen dengan menggunakan
istilah konduktivitas efektif, ke :

2k p k f 2 xv k p k f

ke k p

2k p k f xv k p k f

dimana :
ke, kp, dan kf = masing-masing adalah konduktivitas thermal
efektif, polymer dan filler
xv = fraksi volume komponen minor (filler)

Pengaruh % filler
pada k pada berbagai
temperature dari PVC

Pengaruh % kristal
terhadap k pada
berbagai temperature
dari PE (di bawah Tm)
(C=0.951, B=0.948,
A=0.94, D =0.935).

Thermal diffusivity, (k/Cp ) terhadap temperature untuk berbagai jenis polymer. Expresi
thermal diffusivity sering lebih berguna dari pada k, karena besaran ini langsung menunjukkan
kemampuan suatu polymer dipenetrasi oleh energi panas. Tampak bahwa harga thermal
diffusivity menurun dengan kenaikan temperatur.

Gambar 12. Ketergantungan thermal diffusivity dari PEI


(), PSF (), dan SAN ( ) (kiri), dan sebelah kanan adalah
untuk PC ( ), PI (), dan PES () (kiri).

Thermal diffusivity dipengaruhi berat molekul pada berbagai temperature.

Pengaruh berat molekul ternyata berpengaruh cukup signifikan


terhadap thermal diffusivity monodispersed polystyrene.

Anda mungkin juga menyukai