Anda di halaman 1dari 15

I.

Pendahuluan
Glaukoma adalah
adalah sekelompok gangguan mata yang
menyebabkan optik neuropati yang ditandai dengan perubahan kepala
saraf optik (optic disk) yang berhubungan dengan hilangnya sensitivitas
visual dan bidang. Peningkatan tekanan intraokular (Increased
intraocular pressure), kriteria diagnostik tradisional untuk glaukoma,
diduga memainkan peran penting dalam patogenesis glaukoma, namun
tidak lagi menjadi kriteria diagnostik untuk glaukoma. Dua jenis utama
glaukoma telah diidentifikasi yaitu sudut terbuka dan sudut tertutup.
Glaukoma sudut terbuka menyumbang sebagian besar kasus. Kedua
jenis gangguan tersebut utamanya dapat menjadi penyakit yang
diwariskan, bawaan, atau penyakit sekunder, trauma, atau obat-obatan,
dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius. Kedua glaukoma
primer dan sekunder dapat disebabkan oleh kombinasi dari sudut
terbuka dan mekanisme sudut tertutup (Dipiro, 2008).

(Sumber: Dipiro, 2008)

Tabel 1. Klasifikasi Umum Glaukoma


Gambar 1. anatomi mata

Glaukoma adalah penyebab kedua kebutaan yang paling umum di


dunia, dan penyebab paling umum kebutaan ireversibel. Cara yang paling
efektif untuk mencegah kerusakan ini adalah untuk menurunkan tekanan
intraokular. Biasanya tubuh ciliary mengeluarkan air, yang mengalir ke

dalam ruang posterior dan melalui pupil ke ruang anterior. Ia


meninggalkan mata melalui trabecular meshwork, mengalir ke kanal
Schlemm dan ke dalam pembuluh darah episcleral. Aliran dan drainase
dapat terhambat dalam beberapa cara (Khaw,2004).

(Sumber: Khaw, 2004)

Gambar.2 Aliran cairan normal pada mata dan bagian yang memungkinkan
terjadinya obstruksi

Pada glaukoma sudut terbuka, jalinan trabekula terlihat normal


namun terjadi peningkatan resistensi aliran keluar aquous yang
menyebabkan peningkatan tekanan okuler. Penyebab obstruksi aliran
keluar antara lain:
Penebalan lamela trabekula yang mengurangi ukuran pori
Berkurangnya julah sel trabekula pembatas
Peningkatan bahan ekstraseluler pada jalinan trabekula.
Suatu bentuk glaukoma juga terjadi dimana terjadi kehilangan
lapang pandang glaukomatosa dan cupping lempeng optik meski tekanan
intraokular tidak meningkat (glaukoma tekanan normal atau rendah ).
Diduga papil saraf optik pada pasien ini rentan terhadap tekanan
intraokular dan/atau memiliki aliran darah intrinsik yang berkurang.
Sebaliknya, tekanan intraokular dapat meningkat tanpa bukti
adanya kerusakan visual atau cupping lempeng optik patologis (hipertensi
okular). Pasien-pasien ini mempresentasikan ujung ekstrim kisaran normal
tekanan intraokular; namun sebagian kecil pasien ini kemudian akan
mengalami glaukoma.

(Sumber: James, 2010)

Gambar 2. Perbedaan glaukoma sudut terbuka dan tertutup dan distribusi tekanan intraokular pada
populasi normal dan glaukomatosa.

II. Epidemiologi
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun
2002, dilaporkan bahwa glaukoma merupakan penyebab kebutaan paling
banyak kedua dengan prevalensi sekitar 4,4 juta (sekitar 12,3% dari
jumlah kebutaan di dunia).5 Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat
glaukoma diperkirakan akan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi
glaukoma diperkirakan juga akan mengalami peningkatan, yaitu dari 60,5
juta (2010) menjadi 79,6 juta (2020).6 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, prevalensi glaukoma di Indonesia adalah 4,6%.7.
Glaukoma sudut terbuka atau disebut juga glaukoma kronik adalah
penyebab kedua kebutaan, yang mempengaruhi hingga 3 juta orang di
Amerika Serikat dan sampai 60,5 juta orang di seluruh dunia pada tahun
2010. Diperkirakan bahwa pada tahun 2010, 135.000 orang di Amerika
Serikat, dan sekitar 4,5 juta di dunia, akan memiliki kebutaan bilateral.
Tingkat prevalensi bervariasi dengan usia, ras, kriteria diagnostik, dan
faktor lainnya. Di Amerika Serikat, glaukoma sudut terbuka terjadi pada
1,5% dari populasi yang lebih tua dari 30 tahun, 1,3% dari kulit putih dan
3,5% dari kulit hitam. Insiden glaukoma sudut terbuka meningkat dengan
bertambahnya usia. Insiden penyakit pada pasien 80 tahun adalah 3%
dalam putih dan 5% menjadi 8% pada orang kulit hitam (Dipiro, 2008).
Prevalensi PACG (Primary angle-closure glaucoma) adalah lebih
rendah dari POAG (Primary open-angle glaucoma) dan bervariasi secara
signifikan dengan ras dan etnis. Hal ini rendah pada pasien keturunan
Eropa (0,09% sampai 0,16%) tetapi lebih tinggi pada pasien Cina (1,3%),
Eskimo (2,9% sampai 5%), dan Asia India (4.33%) keturunan. PACG juga
lebih umum dengan meningkatnya usia dan jenis kelamin perempuan.
III. Patogenesis
Patogenesis glaukoma sampai saat ini masih belum jelas. Dada,et al
(2006), menyatakan bahwa kerusakan syaraf optik tidak hanya oleh

karena peningkatan tekanan intra okuli , tetapi penurunan aliran/perfusi


darah dapat menyebabkan kerusakan syaraf optik. Selain itu faktor
genetik, faktor metabolik dan faktor-faktor yang bersifat toksik seperti
glutamat, NMDA, eksitotoksin, radikal bebas dan nitrix oxide juga
berpengaruh terhadap kerusakan syaraf optik (Schwartz, 2003).
Kerusakan syaraf optik pada glaukoma dapat dibagi atas 2 tipe yakni
kerusakan neuron primer (primary neuronal damage) dan kerusakan
neuron sekunder (secondary neuronal damage).
1. Kerusakan Neuron Primer
Kerusakan neuron primer ini disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain faktor mekanik dan faktor iskemik.
a. Faktor Mekanik
Menurut teori mekanis, TIO yang tinggi berperan menyebabkan
kerusakan langsung pada nervus optikus dan akan mengubah struktur
jaringan. Kenaikan TIO akan menghasilkan dorongan dari dalam ke luar
(inside-outside push) yang akan menekan lapisan laminar ke arah luar dan
meningkatkan regangan laminar serta meningkatkan regangan dinding
sklera (Lewis, et al., 1993). Selain itu dengan meningkatnya TIO akan
menyebabkan remodelling dan irregularitas matriks ekstraselular syaraf
optik yang akan menurunkan mechanical support bagi serabutserabut
syaraf (Sihota, et al., 2006). Peningkatan TIO juga dapat memblok aliran
aksoplasma sehingga pengiriman growth factor esensial yang dihasilkan
oleh sel target dari kollikulus superior dan korpus genikulatum lateralis ke
papil syaraf optik akan turun (Dada, et al., 2006) Selain itu, peningkatan
TIO juga disebabkan oleh karena meningkatnya tahanan/ resistensi pada
humor akuous. Ada beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan
bertambahnya resistensi pada outflow humor akuous, antara lain
penyempitan ruang intertrabekular, penebalan lamella trabekular, collaps
kanalis sklemmi, dan hilangnya sel endotel trabekula. Keadaan tersebut
secara fisiologis terjadi pada proses penuaan, tetapi pada glaukoma
proses tersebut terjadi lebih progresif (Dada, et al., 2006)
b. Faktor Iskemik
Menurut teori iskemik, turunnya aliran darah di dalam lamina
kribrosa akan menyebabkan iskemia dan tidak tercukupinya energi yang
diperlukan untuk transport aksonal. Iskemik dan transport aksonal akan
memacu terjadinya apoptosis (Lewis et al., 1993). Pada hakekatnya
kematian sel (apoptosis) dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal
yang berasal dari luar ataupun dari dalam sel itu sendiri (bersifat aktif
ataupun pasif). Kematian sel yang berasal dari dalam sel itu sendiri dapat
terjadi melalui mekanisme genetik, yang merupakan suatu proses
fisiologis dalam keadaan mempertahankan keseimbangan fungsinya.
Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif dapat tejadi
karena jejas ataupun injury yang letal akibat faktor fisik, kimia, iskhemik

maupun biologis (Chen, 2003). Pada proses iskemik, terjadi mekanisme


autoregulasi yang abnormal sehingga tidak dapat mengkompensasi
perfusi yang kurang dan terjadi resistensi (hambatan) aliran humor
akuous pada trabekular meshwork yang akhirnya menyebabkan
peningkatan tekanan intraokuli (TIO) (Lewis, 1993). Hipotesis lain yang
mendasari teori ini adalah turunya perfusi aliran darah yang dapat
menyebabkan akumulasi eksitotoksin seperti glutamat yang berakhir
dengan kematian sel lebih lanjut. Fase iskemia yang diikuti dengan
perbaikan pasokan darah juga dapat menyebabkan reperfusion injury
pada sel ganglion retina oleh karena adanya radikal bebas (Dada, et al.,
2006).
c. Reperfusion Injury
Reperfusion injury atau cedera reperfusi adalah kerusakan jaringan
yang disebabkan oleh kekurangan aliran darah ke jaringan setelah
kurangnya pasokan oksigen (iskemia). Proses restorasi aliran darah ini
secara paradoks akan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut
(Flammer, et al., 2002). Saat terjadi proses reperfusi sel-sel endotel
trabekular meshwork yang terpapar iskemia akan terjadi adhesi leukosit
dan platelet yang akan menyebabkan permeabilitas sel endotel akan
meningkat. Leukosit adherent tersebut juga akan melepas spesies oksigen
reaktif (radikal bebas) dan bermacam sitokin yang mengakibatkan
kaskade inflamatorik. Pathway inflamatorik dan produksi radikal bebas
saling bertumpang tindih yang akan menimbulkan kerusakan yang lebih
berat pada cedera reperfusi (Izzoti, et al., 2006). Pada glaukoma sudut
terbuka primer, tekanan oksigen pada jaringan selalu rendah. Turunnya
tekanan ini biasanya ringan, tetapi selalu rekuren selama beberapa tahun.
Reperfusi pada glaukoma sudut terbuka dapat terjadi pada penderita
dengan tekanan intra okuli yang tinggi maupun tekanan darah yang
rendah yang melebihi kapasitas dari autoregulasi, begitu juga pada
penderita dengan tekanan intraokuli normal ataupun sedikit meningkat
dan pada penderita dengan tekanan Universitas Sumatera Utaradarah
normal ataupun rendah jika terjadi gangguan autoregulasi (Flammer. et
al., 2002) Reperfusi rekuren akan dapat menyebabkan stress oksidatif
kronis terutama di mitokondria. Mitokondria sangat banyak pada syaraf
optik yang disebabkan tingginya asupan energi pada area serabut-serabut
mielin. Apabila terjadi reperfusi, maka mitokondria akan mendapat lebih
banyak kerusakan dan supplai energi akan semakin berkurang (Izzoti, et
al., 2006).
2. Kerusakan Neuron Sekunder
Kerusakan neuron primer telah memicu pelepasan sejumlah faktor
dari sel ganglion retina yang dapat menyebabkan kerusakan sekunder selsel sekitarnya. Istilah degenerasi neuron sekunder digunakan untuk
neuropati progresif yang meluas di sekitar area neuron yang telah

mengalami kerusakan sebelumnya. Kerusakan neuron sekunder ini


merupakan akibat sejumlah proses yang dipicu oleh trauma dan juga oleh
faktor-faktor yang bersifat toksis yang berasal dari kerusakan primer
sebelumnya seperti glutamat eksitotoksin, radikal bebas dan nitrit oksida.
Faktor-faktor toksik tersebut memicu serangkaian peristiwa yang
menyebabkan apoptosis. Akibatnya kerusakan fungsional jaringan neuron
berlanjut dan semakin berat sehingga hal inilah yang menyebabkan
mengapa pada pasien glaukoma progresifitas pernyakit tersebut terus
berlangsung meskipun TIO sudah terkontrol (Dada, et al., 2006). Menurut
Advance Glaucoma Intervention Study dalam menilai progresifitas
Universitas Sumatera Utaraglaukoma ada 3 parameter yang harus dinilai
yaitu syaraf optik dan lapisan serabut syaraf retina, lapang pandangan
dan tekanan intraokuli (Shaban & Demirel, 2009). Berdasarkan hal-hal
tersebut maka diperlukan suatu neuroprotektif untuk meminimalkan dan
mencegah degenerasi neuron sekunder (Schwartz, 2003).
IV. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan neuropati
optik glaukoma pada glaukoma sudut terbuka primer yaitu peningkatan
tekanan bola mata (TIO), usia dewasa, riwayat keluarga dengan
glaukoma, ras (Skuta, et al., 2010)
a. Tekanan Intra Okuli
Sejumlah faktor yang dapat berhubungan dengan timbulnya
glaukoma sudut terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini
disebabkan karena tekanan bola mata merupakan salah satu faktor yang
paling mudah dan paling penting untuk meramalkan timbulnya glaukoma.
yang lebih tinggi akan lebih memungkinkan terhadap peningkatan
progresifitas kerusakan diskus optikus, walaupun hubungan antara
tingginya tekanan bola mata dan besarnya kerusakan sampai saat ini
masih diperdebatkan. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya
tekanan bola mata di atas nilai normal akan diikuti dengan kerusakan
diskus optikus dan gangguan lapang pandangan dalam beberapa tahun.
Sebaliknya pada beberapa kasus, pada tekanan bola mata yang normal
dapat juga terjadi kerusakan pada diskus optikus dan lapang pandangan.
Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar
untuk ditentukan dengan pasti (Lisegang, et al., 2005). Secara umum
dinyatakan bahwa hanya sekitar 0.5%-2% per tahun terjadi kerusakan
diskus optikus dan lapang pandangan selama pengamatan. Ironisnya,
sebagian besar penderita glaukoma sudut terbuka primer hampir tidak
pernah menyadari bahwa tekanan bola matanya mengalami peningkatan.
Seringkali mereka baru menyadari setelah merasakan ada gangguan yang
jelas terhadap tajam penglihatan atau penyempitan lapang pandangan.
Liesegang juga menyatakan bahwa kenaikan tekanan bola mata,

merupakan salah satu faktor resiko utama terjadinya glaukoma.


Sementara hubungan antara TIO dengan kerusakan neuropati optik
glaukoma merupakan hal yang fundamental untuk terapi glaukoma sudut
terbuka primer, walaupun terdapat beberapa faktor lainnya (contohnya
suplai darah pada nervus optikus, substansi toksis pada nervus optikus
dan retina, metabolisme aksonal atau ganglion sel retina, dan matriks
ekstraselular lamina cribosa) yang dapat memainkan peranan dalam
progresifitas neuropati optik pada glaukoma sudut terbuka primer.
Sementara itu, nilai batas normal tekanan bola mata dalam populasi
berkisar antara 1021 mmHg. Menurut Sommer, nilai rerata tekanan bola
mata yang normal adalah 16 mmHg (Soeroso, 2009).
b. Umur
Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar untuk
menderita glaukoma sudut terbuka primer. Vaughan (1995), menyatakan
bahwa frekuensi pada umur sekitar 40 tahun adalah 0,4%0,7% jumlah
penduduk, sedangkan pada umur sekitar 70 tahun frekuensinya
meningkat menjadi 2%3% dari jumlah penduduk. Framingham Study
dalam laporannya pada tahun 1994 menyatakan bahwa populasi
glaukoma adalah sekitar 0,7% pada penduduk yang berusia 5264 tahun,
meningkat menjadi 1,6% pada penduduk yang berusia 6574 tahun, dan
4,2% pada penduduk yang berusia 7585 tahun. Keadaan tersebut
didukung juga oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh Ferndale Glaucoma
Study pada tahun yang sama (Lisegang, et al, 2005).
c. Riwayat Keluarga
Glaukoma sudut terbuka primer juga dipengaruhi faktor keluarga. Hal
ini ditunjukkan oleh beberapa survei yang pernah dilakukan. Pada
Baltimore Eye Survey, resiko relatif glaukoma sudut terbuka primer
meningkat sekitar 3,7 kali pada seseorang yang memiliki kerabat
menderita glaukoma sudut terbuka primer. Pada Rotterdam Eye Study,
prevalensi glaukoma sudut terbuka primer sekitar 10,4% pada pasien
yang mempunyai riwayat keluarga yang pernah menderita penyakit yang
sama. Peneliti yang sama mengestimasikan bahwa resiko relatif untuk
menderita glaukoma sudut terbuka primer sebesar 9,2 kali pada
seseorang yang memiliki kerabat dekat yang menderita glaukoma sudut
terbuka primer (Lisegang, et al., 2005).
d. Ras
Hipotesa yang menyatakan bahwa ras merupakan faktor resiko
terjadinya glaukoma sudut terbuka primer berdasarkan data pada orang
berkulit hitam memunyai prevalensi tiga kali lebih besar untuk menderita
glaukoma sudut terbuka primer dibandingkan yang berkulit putih. Tetapi
penelitian terbaru menyatakan bahwa glaukoma sudut terbuka primer ini
banyak ditemukan pada populasi China dan Eskimo (Ritch, 1996).

V. Tanda dan Gejala gejala


Mata putih dan pada pemeriksaan dangkal terlihat normal. Tandatanda terbaik untuk tujuan deteksi adalah perubahan disk optik. Cangkir
rasio disk meningkatkan sebagai serabut saraf atrofi. Asimetri disc
cupping juga penting, sebagai Penyakit sering lebih maju dalam satu mata
dari yang lain. Pendarahan pada disk optik adalah tanda prognostik yang
buruk. Perubahan jangka panjang dalam disc bekam yang terbaik
terdeteksi oleh seri fotografi, dan laser scanning baru-baru ini
diperkenalkan ophthalmoscope mungkin dapat mendeteksi perubahan
struktural dalam saraf pada tahap awal penyakit. Kerugian bidang visual
sulit untuk memperoleh gejala klinis tanpa peralatan khusus sampai
kerusakan yang cukup (kehilangan hingga 50% dari serabut saraf) telah
terjadi. Komputer yang dibantu uji bidang juga metode terbaik untuk
mendeteksi perubahan jangka panjang dan kemerosotan bidang visual.
Tanda-tanda klasik dari glaukoma (kehilangan bidang dan disc
optikcupping) sering terlihat pada pasien yang memiliki tekanan rendah
dari batas atas statistik normal (21 mmHg). Namun, banyak dokter
sekarang merasa bahwa dua glaukoma ini bagian dari spektrum yang
sama tekanan tergantung optik neuropati, meskipun pasien ini kadangkadang disebut sebagai memiliki glaukoma ketegangan normal. Untuk
pengukuran akurat TIO, pentahapan tekanan intraokular, pengambilan
beberapa pengukuran sepanjang hari berguna, sehingga dapat dideteksi.
Dalam glaukoma ketegangan normal mungkin ada yang signifikan
komponen kerusakan pembuluh darah yang terkait di optik kepala saraf
(iskemia atau vasospasme). Pengelolaan progresif glaukoma ketegangan
normal melibatkan menurunkan IOP. Obat hipotensi malam hari diinduksi
harus dipertimbangkan dalam progresif glaukoma ketegangan normal.
Karena kehilangan penglihatan secara bertahap, pasien biasanya tidak
hadir sampai kerusakan parah terjadi. Penyakit ini bisa dideteksi oleh
skrining kelompok risiko tinggi untuk tanda-tanda glaukoma. Saat ini
sebagian besar pasien dengan terbuka primer glaukoma sudut terdeteksi
oleh dokter mata di rutinitas pemeriksaan (Khaw, 2004).
VI. Diagnosis
Pada diagnosis menawarkan semua orang yang memiliki COAG,
yang diduga memiliki COAG atau yang memiliki OHT semua dari tes
berikut:
a. Pengukuran TIO menggunakan Goldmann applanation tonometry
b. Pengukuran ketebalan kornea sentral (CCT)
c. Penilaian ruang anterior konfigurasi perifer dan kedalaman
menggunakan gonioscopy
d. Pengukuran bidang visual menggunakan perimetry otomatis
standar (tes thresholding pusat)

e. penilaian saraf optik, dengan dilatasi, menggunakan stereoscopic


lampu celah biomicroscopy dengan pemeriksaan fundus.
VII.

Monitoring
Memonitor secara berkala orang dengan OHT atau dicurigai COAG
direkomendasikan untuk menerima pengobatan (lihat 'Pengobatan untuk
orang dengan OHT atau dicurigai COAG'), menurut risiko konversi ke COAG,
tabel 1)

IOP
pada
target

Ya

Ya

no

no

Penilaian Klinik dan Interval Monitoring (Bulan)


Risiko
IOP, kepala sistem
terkonv
Hasil
IOP sendiri
saraf dan bidang
ersi ke
visual.
COAG
Tidak ada
perubahan
Tidak
Rendah
pada
12-24
teraplikasikan
rencana
pengobatan
Tidak ada
perubahan
Tidak
Tinggi
pada
6-12
teraplikasikan
rencana
pengobatan
Review
target IOP
atau
Rendah
1-4
6-12
mengganti
rencana
pengobatan
Review
target
IOPatau
tinggi
1-4
4-6
mengganti
rencana
pengobatan
Tabel 1. Pengobatan untuk orang dengan OHT atau dicurigai COAG

Penilaian Klinik
IOP pada
targetya

Proses

ya

Tidak

ya

ya

Hasil
Tidak ada
perubahan
pada rencana
pengobatan
Review target
IOP dan

Interval Monitoring (Bulan)


IOP, kepala
sistem saraf
IOP sendiri
dan bidang
visual.
Tidak
teraplikasikan

6-11

1-4

2-6

ya

Tidak tentu

tidak

Tidak

tidak

Ya/tidak tentu

mengganti
rencana
pengobatan
Tidak ada
perubahan
pada
pengobatan
Review target
IOP atau
mengganti
rencana
pengobatan
Mengganti
rencana
pengobatan

Tidak
teraplikasikan

2-6

1-4

6-12

1-2

2-6

Tabel 2. Monitor interval reguler pada orang dengan COAG berdasarkan pada faktor
risikonya terhadap proses kehilangan penglihatan.

CCT
IOP
(mmHg)
yang
takdiobat
i

Lebih dari 590


micrometer

>21-25

>25-32

555-590
micrometer

Kurang dari
555
mikrometer

Apapu
n

>21-25

>2532

>2125

>2532

>32

Diobati
hingga
65

Diobati
hingga
80

apapu
n

PGA

PGA

PGA

Usia
(Tahun)

apapun

apapun

apaun

Diobat
i
hingga
60

Pengobat
an

Tidak ada
pengobat
an

Tidak ada
pengobat
an

Tidak ada
pengobat
an

BB

Tabel 3. Pengobatan untuk orang yang OHT (Okular Hipertensi) atau terduga COAG
*BB= Beta Bloker
PGA=Prostaglandin analog

VIII. Treatment
Penawaran untuk orang yang didiagnosis dengan awal atau
sedang COAG, dan beresiko kehilangan penglihatan yang signifikan dalam
hidup mereka, pengobatan dengan analog prostaglandin. Penawaran
operasi dengan pembesaran farmakologi (mitomycin C [MMC] atau 5fluorouracil [5-FU]) seperti yang ditunjukkan kepada orang-orang dengan
COAG yang beresiko hilangnya penglihatan. Menawarkan mereka
informasi tentang risiko dan manfaat yang terkait dengan operasi.
IX. Farmakologi dan Farmakoterapi

Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan. Manifestasi utama


adalah peningkatan tekanan intraokular awalnya tidak berhubungan
dengan gejala. Tanpa pengobatan, peningkatan hasil tekanan intraokular
pada kerusakan retina dan saraf optik, dengan pembatasan bidang visual
dan, akhirnya, kebutaan. Tekanan intraokular mudah diukur sebagai
bagian dari pemeriksaan rutin optalmologi. Dua jenis utama glaukoma
yaitu: sudut terbuka dan tertutup sudut (atau sudut sempit). bentuk sudut
tertutup dikaitkan dengan ruang anterior dangkal, di mana iris melebar
dapat menutup jalan jalur keluar drainase di sudut antara kornea dan
tubuh ciliary. Ini dikaitkan dengan peningkatan akut dan menyakitkan
tekanan, yang harus dikendalikan secara darurat dengan obat atau
dicegah dengan operasi pengangkatan bagian dari iris (iridectomy).
Bentuk glaukoma sudut terbuka adalah kondisi kronis, dan pengobatan
sebagian besar farmakologis. Karena tekanan intraokular adalah fungsi
dari keseimbangan antara input cairan dan drainase keluar, strategi untuk
pengobatan glaukoma sudut tertutup jatuh ke dalam dua kelas:
pengurangan sekresi aqueous humor dan peningkatan aliran air. Lima
kelompok umum obat bius cholinomimetics, agonis, -blockers,
prostaglandin F2a analog, dan diuretik-telah ditemukan berguna dalam
mengurangi tekanan intraokular dan dapat berhubungan dengan strategi
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Dari lima kelompok obat yang
tercantum dalam Tabel 10-3, yang analog prostaglandin dan -blockers
yang yang paling populer. Popularitas ini hasil dari kenyamanan (sekaliatau dua kali sehari dosis) dan relatif kurangnya efek samping (kecuali,
dalam kasus -blockers, pada pasien dengan asma atau jantung alat pacu
jantung atau penyakit jalur konduksi). Obat lain yang telah dilaporkan
untuk mengurangi tekanan intraokular termasuk prostaglandin E2 dan
ganja. Penggunaan obat-obatan di sudut tertutup akut glaukoma terbatas
cholinomimetics, acetazolamide, dan agen osmotik sebelum operasi
(Katzung, 2007).

Tabel.4 Pengobatan Glaukoma

Obat yang paling sering digunakan untuk mengobati glaukoma


adalah nonselektif -blocker, yang analog prostaglandin (latanoprost,
travoprost, dan Bimatoprost), brimonidine (sebuah 2-agonis), dan produk
kombinasi tetap timolol dan dorzolamide. Sebelum tahun 1996, -blocker
digunakan tidak memberikan kontraindikasi ada, karena golongan obat ini
memiliki sejarah panjang yang sukses digunakan, memberikan kombinasi
efikasi klinis dan tolerabilitas. Para agen baru, khususnya analog
prostaglandin, brimonidine, dan topikal CAIs, juga dianggap terapi lini
pertama yang sesuai atau terapi awal alternatif pada pasien dengan
kontraindikasi atau masalah lain dengan -blocker (lihat Gambar.9).
Pilocarpine dan dipivefrin digunakan sebagai terapi lini ketiga karena
frekuensi meningkat dari efek samping atau dikurangi khasiat. Terapi
optimal dimulai sebagai agen tunggal dalam satu mata (kecuali pada
pasien dengan IOP sangat tinggi atau maju hilangnya bidang visual) untuk
mengevaluasi khasiat obat dan toleransi. Pemantauan terapi harus
individual: respon awal terhadap terapi biasanya dilakukan 4 sampai 6
minggu setelah pengobatan dimulai. Sebuah percobaan bermata obat
dianjurkan bila memungkinkan. Setelah IOPS mencapai diterima tingkat,
TIO dipantau setiap 3 sampai 4 bulan (lebih sering setelah setiap
perubahan dalam terapi obat). Bidang visual dan perubahan disk biasanya
dipantau setiap tahun atau sebelumnya jika glaukoma tidak stabil atau
ada kecurigaan penyakit memburuk. Pasien harus selalu dipertanyakan
mengenai kepatuhan terhadap toleransi dan terapi yang diresepkan.
Tanggapan IOP awal tidak memprediksi control IOP jangka panjang.
Menggunakan lebih dari satu tetes per dosis tidak meningkatkan respon,
namun meningkatkan kemungkinan efek samping dan biaya terapi. Bila
menggunakan lebih dari satu obat, pemisahan penurunan berangsur-

angsur dari setiap agen oleh setidaknya 5 sampai 10 menit disarankan


untuk memberikan kontak mata yang optimal untuk setiap agen. Nilai
agen dengan yang pasien telah menunjukkan penurunan TIO menyusul
respon awal dapat diukur dengan menghentikan obat sepenuhnya dan
menentukan apakah peningkatan IOP terjadi. Pasien merespon tetapi
toleran terhadap terapi awal dapat beralih ke obat lain atau ke bentuk
sediaan alternatif obat yang sama. Untuk pasien gagal untuk merespon
konsentrasi ditoleransi tertinggi obat awal, beralih ke alternatif agen
setelah 1 hari terapi bersamaan harus dipertimbangkan. Atau, jika hanya
respon parsial terjadi, penambahan obat topikal lain untuk digunakan
dalam kombinasi kemungkinan. Sejumlah obat atau kombinasi obat
mungkin perlu mencoba sebelum rejimen yang efektif dan baik-ditoleransi
diidentifikasi. Karena frekuensi efek samping, carbachol, inhibitor
cholinesterase topikal, dan lisan CAIs dianggap agen lalu-line untuk
digunakan pada pasien yang terapi topikal kombinasi yang kurang
beracun gagal.

Bagan 1. Algoritma Pengobatan Glaukoma sudut terbuka

DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, joseph T. 2008. Pharmacotherapy-A Patofisiology Approach seven
Edition. United States: Mc Graw Hill
Khaw, et al. 2004. ABC of Eyes Fourth Edition.London. BMJ Publishing
Group, Ltd.
Katzung,

Katzung, B. G. 2007. Basic & Clinical Pharmacology, Tenth Edition.


United States : Lange Medical Publications.

Dada, T., Sony, P., Sihota, R., 2006. Clinical Utility of OCT in Glaucoma, in: A.
Garg et al (eds), Mastering the Techniques of Glaucoma Diagnosis and
Management, Jaypee Brother Med Pub, New Delhi
Liesegang, T.J., Skuta, G.L., Cantor, L.B., 2003. Introduction to Glaucoma:
Terminology, Epidemiology and heredity in basic and Clinical science Course
section 10: Glaucoma. American Academy of Ophthalmology San Fransisco,
USA.
Wong, I.Y.H., Wong, A.C.M., Chan, C.W.N., 2010. Relationship Between Age
and Peripapillary Retinal Nerve Fibre Layer Thickness: an Optical Coherence
Tomography Study. Hong Kong Med J; 16: 265-8
Wilensky, J.T., 1994. Epidemiology of Open Angle Glaucoma In Textbook of
Ophthalmology Edited by Podos S Mansp; Yanoff Myron Glaucoma The CV
Mosby. London, St Louis, Baltimore, Boston, Chicago, Philidelphia, Sydney,
Toronto
Soeroso, A., 2009. Patogenesis Glaukoma Sudut Terbuka Primer dan Usaha
Pencegahannya, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Penyakit Mata FKUNS
Solo, Indonesia
Vaughan DG, Eva RP, Asbury T. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika.
Jakarta. 2000.hal : 220-38.
Schwartz K, Budenz D. Current management of glaucoma. Curr Opin Ophthalmol.
2004;15:119-26.
http://www.Nice.org.uk/guideline/published/glaukoma

Anda mungkin juga menyukai