Anda di halaman 1dari 4

Atheis

Katamu, aku picik karena takut surga neraka


Mencari kebaikan dengan harap pahala
Katamu, amal baik itu untuk sesama manusia
Bukan sebab takut pada sosok imajiner yang selalu kupanggil Sang Maha Kuasa

Bis Kota
Ada suara mesin menderu
Penuhi pendengaranku
Saat laju ban bergesek jalanan berdebu

Ada suara tangisan pilu


Dari anak kecil dalam gendongan sang ibu
Wanita berbaju ungu
Yang belia wajahnya buatku yakin ia harusnya masih pakai putih abu-abu
Walau di bibirnya tersapu merah pekat gincu

Ada celoteh ribut dari Pak Tua


Di bangku depan sana
Lengan kurusnya legam dibakar cuaca
Mengeluh tentang sang anak yang sibuk bekerja
Hingga tak sanggup antar ia kemana-mana
Mengeluh tentang tubuhnya yang sudah renta
Senyum terlengkung di keriput wajahnya

Diujung sini masih ada aku


Membeku, menghadap jendela sambil menggumam lagu sendu
Semua orang punya kisah masing-masing tentang hari yang lalu
Namun bagaimana dengan aku?

Apa yang bisa diharapkan dariku?


Aku yang selalu larut dalam kata-kata
Menenggelamkan diri dalam kisah orang lain yang belum tentu nyata
Sementara kisahku
Aku hanyalah jiwa kosong yang selalu muncul bersama gores-gores pena

Dan akupun turun dari bis kota


Membawa cerita-cerita baru dari dalam sana
Kisah orang-orang asing yang kurekam dengan telinga
Yang kali ini, sepertinya akan kuubah jadi kisah penuh luka

Lalu, apa yang bisa diharapkan dariku?


Tidak. Tidak ada
Mungkin nanti, hanya namaku yang tertulis di kertas usang termakan usia
Bersama kata-kata kosong yang ditlis tanpa rasa

Catur
Diatas papan hitam putih itu
Pion hitam melangkahi dua petak ragu
Tatap pasukan berkuda putih didepan sana
Biarkan cibir raja gemuk itu rendahkannya

Pion kecil tau ia memang tak bisa mundur lagi


Baginya janji tetaplah janji
Tak peduli kalau ia ditinggal sendiri
Tak peduli seluruh pasukan berkudanya telah mati
Tak peduli kalau tubuh ringkihnya mesti terus lari
Demi Sang Raja yang harus ia lindungi

Dakon
Dalam ruangan reyot berdinding kayu
Kita bergantian mengisi lubang papan dakon dahulu
Sambil bertanya tanya, siapa yang akan menang hari itu

Masa kecil kita, diatas dakon kosong yang kesepian


Kehilangan biji-biji untuk mengisi
Juga kehilangan tawamu yang dulu bermain setiap hari
Aku tatap papan dakon kasihan
Ingin rasanya aku temani
Namun tak mungkin aku main sendiri
-

Rizqy Nedia

Anda mungkin juga menyukai