Anda di halaman 1dari 129

ANALISA PENGARUH PARAMETER TEKANAN

DAN WAKTU PENEKANAN TERHADAP SIFAT


MEKANIK DAN CACAT PENYUSUTAN DARI
PRODUK INJECTION MOLDING BERBAHAN
POLYETHYLENE (PE)
Diajukan untuk melengkapi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan program
Strata-1 (S1) pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

SKRIPSI
Oleh
Sendi Dwi Oktaviandi
3331071008

JURUSAN TEKNIK MESIN


UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2012

Pernyataan Keaslian Skripsi

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Sendi Dwi Oktaviandi


NIM

: 3331071008

Menyatakan bahwa Skripsi dengan judul


ANALISA PENGARUH PARAMETER TEKANAN DAN WAKTU
PENEKANAN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN CACAT
PENYUSUTAN DARI PRODUK INJECTION MOLDING BERBAHAN
POLYETHYLENE (PE)

Adalah benar hasil karya sendiri dan tidak ada duplikat dari karya orang lain,
kecuali untuk bagian yang telah disebutkan sumbernya.

Cilegon, April 2012

Sendi Dwi Oktaviandi


NPM 3331071008

ABSTRAK

Injection molding adalah salah satu operasi yang paling umum dan serba
guna untuk produksi massal pada komponen plastik yang komplek dengan
toleransi dimensional yang sempurna. Pada proses injection molding, parameter
waktu dan penekanan merupakan salah satu parameter penting yang harus
diperhatikan untuk keberhasilan proses produksi melalui injection molding.
Metode yang digunakan adalam menggunakan response surface
methodology . metode ini merupakan suatu proses perencanaan percobaan untuk
memperoleh data yang tepat sehingga dapat dianalisa dengan metode statistik
serta kesimpulan yang diperoleh dapat bersifat objektif dan valid.
Dari hasil penelitian didapat kesimpulan bahwa Parameter tekanan dan
waktu penekanan hanya memberi pengaruh terhadap sifat mekanik flexural
strength dan flexural modulus spesimen. Dari segi nilai properties yang
dihasilkan spesimen no.4 yang memiliki nilai properties terbaik. Dan dari data
output analisis shrinkage dengan menggunakan RSM didapat kesimpulan bahwa
bahwa kedua parameter proses tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap terjadinya shrinkage. Dari hasil optimasi menggunakan fitur response
surface optimizer didapat hasil setting parameter optimal adalah waktu
penekanan: 1,6898 (s), tekanan: 78,2290 (bar).
Kata kunci: injection molding, shrinkage, pressure, injection time, response
surface methodology

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
karunia serta nikmat-Nya sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan
baik yang berjudul Analisa Pengaruh Parameter Tekanan dan Waktu Penekanan
Terhadap Sifat Mekanik dan Cacat Dari Produk Injection Molding Berbahan
Polyethilene (PE).
Penulisan tugas akhir ini, merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu Teknik Mesin Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Tersusunnya tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik
langsung maupun tidak langsung, untuk itu ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Sunardi, ST., M.Eng selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Slamet Wiyono, ST., MT selaku dosen pembimbing I yang
senantiasa memberikan koreksi dan bimbingannya.
3.

Bapak Erwin, ST., MT. selaku koordinator tugas akhir dan sekaligus
sebagai Pembimbing II. Terimakasih atas segala bimbingan dan
masukannya.

4.

Bapak dan Ibu Dosen Pengajar Teknik Mesin Universitas Sultan ageng
Tirtayasa yang telah memberikan ilmu perkuliahan kepada penulis semasa
kuliah.

5. Orang tua, serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral
maupun materil yang tidak akan pernah tergantikan.
6. Bapak Sinema Madrofa selaku pembimbing lapangan P.T Indragraha Nusa
Plasindo.

7. Mas Budi, selaku pembimbing pengujian dari Laboratorium Uji Polimer


yang telah membantu dalam pengujian.
8. Tak lupa rekan-rekan seperjuangan Teknik Mesin angkatan 2007 yang telah
memberikan dukungan serta bantuan dikala susah dan senang.
9. Dan terakhir kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan Tugas
Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari
sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun, agar penulis dapat mengetahui dimana saja kekurangan
laporan ini. Semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat berguna serta bermanfaat
khususnya bagi penulis, dan bagi para pembaca pada umumnya.

Cilegon, April 2012

Penulis

ii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................

ix

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG.................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah ..............................................................

1.2

Rumusan Masalah ......................................................................

1.3

Batasan Masalah..........................................................................

1.4

Maksud dan Tujuan Penelitian ...................................................

1.5

Sistematika Penelitian .................................................................

BAB II
2.1

2.5

xi

LANDASAN TEORI
Pengertian Umum Tentang Polimer....

2.2 Polimer Termoplastik, Termoset dan Elastomer .........................

2.2.1

Polimer Termoplastik ......................................................

2.2.2

Polimer Termoset ............................................................

2.2.3

Polimer Elastomer ..........................................................

2.3

Polietilen ......................................................................................

2.4

Sifat Mekanik Polimer .................................................................

10

Proses Pembentukan Polimer ..................................................................

12

2.5.1 Injection Molding.

12

2.5.2 Blow Molding...

14

2.5.3 Extrusion Molding

16

2.5.4 Blown Film Molding...

17

2.5.5 Sheet Forming...

19

2.5.6 Thermoforming

19

2.5.7 Vacuum Forming..

21

iii

2.6

2.5.8 Rotational Molding...

21

2.5.9 Transfer Molding..

23

Konstruksi Mesin Injection Molding ....

24

2.6.1 Injection Unit. 24

2.7

2.8

BAB III

2.6.2 Clamping Unit ....................................................................

26

2.6.3 Mold Unit............................................................................

27

Cacat Produk Injection Molding ..................................................

28

2.7.1 Cacat Penyusutan (Shrinkage) ............................................

30

Design of Experiment (DOE) ......................................................

31

2.8.1 Metode Response Surface ...................................................

32

2.8.2 Analysis of Variance (ANOVA).........................................

36

METODE PENELITIAN

3.1

Diagram Alir Penelitian ...............................................................

3.2

Tahap Persiapan........................................................................

38

3.3

Design of Experiment................................................................

38

3.3.1 Penentuan Nilai Parameter Proses.....................................

38

3.3.2 Penentuan Desain Faktorial...............................................

38

3.4

Prosedural Preparasi Spesimen...................................................

39

3.5

Tahap Pelaksanaan Pengujian dan Pengambilan Data

3.6

BAB IV

37

di Lapangan...............................................................................

42

3.5.1 Bahan Baku Spesimen Yang Digunakan..........................

42

Pelaksanaa Pengujian................................................................

43

3.6.1 Uji Tarik..........................................................................

43

3.6.2 Uji Tekan........................................................................

45

3.6.3 Uji Lentur.......................................................................

46

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.1

Hasil Penelitian Dan Pengujian Sifat Mekanik .............................

49

4.2

Hasil Pengujian Tarik ....................................................................

51

4.3

Hasil Pengujian Tekan ..................................................................

53

4.4

Hasil Pengujian Lentur ..................................................................

57

4.5

Pengolahan Data Hasil Setiap Pengujian ......................................

59

iv

4.5.1

Uji Tarik Dengan ASTM D638.......................................

59

4.5.2

Uji Tekan Dengan ASTM D695 .....................................

65

4.5.3

Uji Lentur Dengan ASTM D6272 ..................................

93

4.6

Analisa Shringkage.. 100

4.7

Optimasi Setting Parameter....................................................... 101

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan ................................................................................. 103

5.2

Saran..... ....................................................................................... 104

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1

Klasifikasi Material Polimer ....................................................

Gambar 2.2

Bijih Plastik Polietilen .............................................................

Gambar 2.3

Grafik Tegangan-Regangan Polimer........................................

11

Gambar 2.4

Bagian Utama Mesin Injection Molding ..................................

13

Gambar 2.5

Skematik Proses Injection Molding ........................................

14

Gambar 2.6

Skematik dari Proses Extruksion Blow Molding .....................

15

Gambar 2.7

Skematik dari Proses Injection Blow Molding ............... .

15

Gambar 2.8

Skematik dari Proses Stretch Blow Molding ..........................

16

Gambar 2.9

Mesin Extrussion Molding Beserta Bagian-bagiannya ............

17

Gambar 2.10 Skematik Proses Blown Film Molding ....................................

18

Gambar 2.11 Skematis Proses Sheet Forming ...............................................

19

Gambar 2.12 Skematis Proses Thermoforming .............................................

20

Gambar 2.13 Produk Hasil Thermoforming ..................................................

20

Gambar 2.14 Skematis Proses Vacum Forming ............................................

21

Gambar 2.15 Skematis Proses Rational Molding ..........................................

23

Gambar 2.16 Produk Hasil Proses Rotational Molding .................................

23

Gambar 2.17 Skematis Proses Transfer Molding ..........................................

24

Gambar 2.18 Bagian-bagian Mesin Injection Molding .................................

25

Gambar 2.19 Bagian-bagian Injection Unit ...................................................

25

Gambar 2.20 Skematis dan Bagian-bagian dari Clamping Unit ....................

26

Gambar 2.21 Bagian Utama dari Mold Unit ..................................................

27

Gambar 2.22 Faktor yang Mempengaruhi Cacat Penyusunan .......................

31

Gambar 2.23 Ilustrasi Perkiraan Daerah Response Orde Pertama.................

34

Gambar 3.1

Diagram Alir Penelitian ...........................................................

37

Gambar 3.2

Tampilan Monitor Saat Penyetelan Variasi Tekanan...............

41

Gambar 3.3

Tabung Hopper.........................................................................

41

Gambar 3.4

Spesimen yang Digunakan .......................................................

43

Gambar 3.5

Bentuk Spesimen Pengujian Menurut ASTM D638 Type IV .

44

vi

Gambar 3.6

Universal Testing Machine. .....................................................

45

Gambar 3.7

Dial Indikator Digital ..............................................................

45

Gambar 3.8

Sistematika Pengujian Tekan Berdasarkan ASTM D695 ........

46

Gambar 3.9

Metode Uji Lentur Satu Titik ...................................................

47

Gambar 3.10 Metode Uji Lentur Beban Dua Titik ........................................

47

Gambar 3.11 Metode Uji Lentur Momen Murni ...........................................

47

Gambar 3.13 Skematik Uji Lentur berdasarkan ASTM D6272.....................

48

Gambar 4.1

(a) Spesimen No. 1 dan (b) Spesimen No. 5 ............................

50

Gambar 4.2

Model Perpatahan yang Terjadi pada Spesimen ......................

53

Gambar 4.3

Kondisi Aktual Spesimen Setelah Pengujian ...........................

56

Gambar 4.4

Contour Plot untuk Tensile Strength vs Parameter ..................

60

Gambar 4.5

Surfacr Plot untuk Tensile Strength vs Parameter ...................

61

Gambar 4.6

Residual Plots untuk Tensile Strength .....................................

61

Gambar 4.7

Contour Plot untuk Tensile Elongation vs Parameter ..............

63

Gambar 4.8

Surface Plot untuk Tensile Elongation vs Parameter ...............

64

Gambar 4.9

Residual Plots untuk Elongation ..............................................

64

Gambar 4.10 Contour Plot untuk Tensile Strength 5kg vs Parameter ...........

66

Gambar 4.11 Surface Plot untuk Tensile Strength 5kg vs Parameter ............

67

Gambar 4.12 Residual plots untuk tensile strength 5kg................................

67

Gambar 4.13 Contour Plot untuk Modulus Young 5kg vs Parameter ...........

70

Gambar 4.14 Surface Plot untuk Modulus Young 5kg vs Parameter ............

70

Gambar 4.15 Residual Plots Untuk Modulus Young 5kg..............................

71

Gambar 4.16 Contour Plot untuk Deflection 5kg vs Parameter ....................

73

Gambar 4.17 Surface Plot untuk Deflection 5kg vs Parameter .....................

73

Gambar 4.18 Residual Plots untuk Deflection 5kg ........................................

74

Gambar 4.19 Contour Plot untuk Tensile Strength 10kg vs Parameter .........

76

Gambar 4.20 Surface Plot untuk Tensile Strength 10kg vs Parameter ..........

76

Gambar 4.21 Residual Plots untuk Tensile Strength 10kg ...........................

77

Gambar 4.22 Contour Plot untuk Modulus Young 10kg vs Parameter .........

79

Gambar 4.23 Surface Plot untuk Modulus Young 10kg vs Parameter ..........

79

Gambar 4.24 Residual Plots untuk Modulus Young 10kg ............................

80

vii

Gambar 4.25 Contour Plot untuk Deflection 10kg vs Parameter ..................

82

Gambar 4.26 Surface Plot untuk Deflection 10kg vs Parameter ...................

83

Gambar 4.27 Residual Plots untuk Deflection 10kg ......................................

83

Gambar 4.28 Contour Plot untuk Tensile Strength 15kg vs Parameter .........

86

Gambar 4.29 Surface Plot untuk Tensile Strength 15kg vs Parameter ..........

86

Gambar 4.30 Residual Plots untuk Tensile Stength 15kg ..............................

87

Gambar 4.31 Contour Plot untuk Modulus Young 15kg vs Parameter .........

89

Gambar 4.32 Surface Plot untuk Modulus Young 15kg vs Parameter ..........

89

Gambar 4.33 Residual Plots untuk Modulus Young 15kg ............................

90

Gambar 4.34 Contour Plot untuk Deflection 15kg vs Parameter ..................

92

Gambar 4.35 Surface Plot untuk Deflection 15kg vs Parameter ...................

92

Gambar 4.36 Residual Plots untuk Deflection 15kg ......................................

93

Gambar 4.37 Contour Plot untuk Flexural Strength vs Parameter ................

95

Gambar 4.38 Surface Plot untuk Flexural Strength vs Parameter .................

96

Gambar 4.39 Residual Plots untuk Flexural Strength ....................................

96

Gambar 4.40 Contour Plot untuk Flexural Modulus vs Parameter ................

98

Gambar 4.41 Surface Plot untuk Flexural Modulus vs Parameter .................

99

Gambar 4.42 Residual Plots untuk Flexural Modulus ...................................

99

Gambar 4.43 Grafik Respon Optimal..........................................................

viii

102

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Kekuatan Tarik, Tekan, Lentur Bahan Polimer Polietilen ......

12

Tabel 3.1

Desain Faktorial .......................................................................

39

Tabel 3.2

Kecepatan Penekanan dan Waktu Penginjeksian yang divariasikan


..................................................................................................

40

Tabel 3.3

Sifat Mekanik Dasar Polietilen Jenis HDPE ............................

43

Tabel 3.4

Dimensi Spesimen Pengujian Menurut ASTM D638 type IV .

44

Tabel 4.1

Variabel Spesimen yang Mengalami Kegagalan .....................

49

Tabel 4.2

Nilai Tensile Properties dan Hasil Pengujian Tarik .................

52

Tabel 4.3

Hasil Pengujian Tekan dengan Beban 5kg...............................

54

Tabel 4.4

Hasil Pengujian Tekan dengan Beban 10kg.............................

54

Tabel 4.5

Hasil Pengujian Tekan dengan Beban 15kg.............................

55

Tabel 4.6

Hasil Pengujian Lentur .............................................................

58

Tabel 4.7

ANOVA untuk Tensile Strength ..............................................

59

Tabel 4.8

Koefisien Regresi untuk Tensile Strength................................

59

Tabel 4.9

ANOVA untuk Elongation.......................................................

62

Tabel 4.10

Koefisien Regresi untuk Elongation ........................................

62

Tabel 4.11

ANOVA untuk Tensile Strength 5kg .......................................

65

Tabel 4.12

Koefisien Regresi untuk Tensile Strength 5kg.........................

66

Tabel 4.13

ANOVA untuk Modulus Young 5kg .......................................

65

Tabel 4.14

Koefisien Regresi untuk Modulus Young 5kg .........................

69

Tabel 4.15

ANOVA untuk Deflection 5kg ................................................

71

Tabel 4.16

Koefisien Regresi untuk Deflection 5kg ..................................

72

Tabel 4.17

ANOVA untuk Tensile Strength 10kg .....................................

74

Tabel 4.18

Koefisien Regresi untuk Tensile Strength 10kg.......................

75

Tabel 4.19

ANOVA untuk Modulus Young 10kg .....................................

77

Tabel 4.20

Koefisien Regresi untuk Modulus Young 10kg .......................

78

Tabel 4.21

ANOVA untuk Deflection 10kg ..............................................

81

Tabel 4.22

Koefisien Regresi untuk Deflection 10kg ................................

81

ix

Tabel 4.23

ANOVA untuk Tensile Strength 15kg .....................................

84

Tabel 4.24

Koefisien Regresi untuk Tensile Strength 15kg.......................

85

Tabel 4.25

ANOVA untuk Modulus Young 15kg .....................................

87

Tabel 4.26

Koefisien Regresi untuk Modulus Young 15kg .......................

88

Tabel 4.27

ANOVA untuk Deflection 15kg ..............................................

90

Tabel 4.28

Koefisien Regresi untuk Deflection 15kg ................................

91

Tabel 4.29

ANOVA untuk Flexural Strength ............................................

94

Tabel 4.30

Koefisien Regresi untuk Flexural Strength ..............................

94

Tabel 4.31

ANOVA untuk Flexural Modulus ............................................

97

Tabel 4.32

Koefisien Regresi untuk Flexural Modulus .............................

97

Tabel 4.33

Parameter yang Mengalami Shrinkage .................................... 100

Tabel 4.34

ANOVA untuk Shrinkage ........................................................ 100

Tabel 4.35

Koefisien Regresi untuk Shrinkage .......................................... 101

Tabel 5.1

Parameter yang Mengalami Shrinkage .................................... 103

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat

sekarang ini memberi dampak yang baik serta manfaat yang besar bagi manusia
dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini dapat dilihat dengan semakin
banyaknya peralatan yang telah diciptakan oleh manusia dengan berbagai model
bentuk serta kemampuan pakai yang relatif unggul dibandingkan dengan
peralatan-peralatan konvensional. Keunggulan tersebut tidak lepas dari hasil
penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli sains, yang selalu mencari
terobosan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia. sehingga memudahkan manusia dalam memenuhi berbagai kebutuhan
hidup. Diantara banyaknya peralatan dan produk yang cukup banyak diminati
masyarakat adalah plastik.
Hal ini selain disebabkan faktor kebutuhan yang makin menuntut efisiensi
dimana-mana, juga adanya kemajuan teknologi, baik kemajuan teknologi dalam
bidang

rekayasa

material

maupun

teknologi manufaktur dari material itu

sendiri. Dalam konteks ini, kekurangan sifat plastik yang ada sekarang sudah
dapat dieliminir sehingga secara perlahan-lahan plastik mulai menggantikan
peranan besi atau baja yang selama ini mendominasi proporsi dalam suatu
mesin/peralatan. Sifat plastik yang paling menonjol saat ini adalah sifat mampu
bentuknya (formability) yang lebih baik dibanding baja. Selain itu daya redam
plastik juga lebih baik selain beratnya yang lebih ringan.
Injection molding adalah salah satu operasi yang paling umum dan serba
guna untuk produksi massal pada komponen plastik yang komplek dengan
toleransi dimensional yang sempurna. Hal ini dikarenakan pada proses ini hanya
memerlukan operasi minimal tanpa finishing. Injection molding merupakan suatu
daur proses pembentukan plastik kedalam bentuk yang diinginkan dengan cara
1

menekan plastik cair kedalam sebuah ruang (cavity). Proses injection molding
secara luas digunakan pada industri untuk memproduksi produk geometris rumit
yang dibentuk dengan produktivitas dan ketelitian tinggi tetapi dengan biaya yang
relatif rendah. Salah satu pengaplikasian dari hasil injection molding adalah untuk
produk eksterior. Karena itu tampilan permukaan eksterior merupakan hal yang
paling utama. Bagian eksterior yang cacat atau rusak adalah tantangan utama
dalam injection molding (Moerbani, 1999).
Pada proses injection molding, dengan pengaturan parameter penekanan
yang tepat dapat meningkatkan kualitas produk dan menghemat biaya produksi.
Hal ini dikarenakan parameter proses tekanan dan waktu penekanan yang pada
umumnya dilakukan oleh sistem hidrolik merupakan salah satu parameter penting
yang harus diperhatikan untuk keberhasilan proses produksi melalui injection
molding (Manas Chanda and Shalil Roy, 2006).

1.2

Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas, maka dapat penulis rumuskan

permasalahannya adalah membuktikan dan mengidentifikasi bahwa kualitas


produk akhir dan sifat mekanik dari produk injection molding berbahan polietilen
sangat terpengaruh oleh setting tekanan dan waktu penekanannya.

1.3

Batasan Masalah
Agar pembahasan masalah tidak terlalu luas maka batasan masalah yang

diambil adalah:
1.

Waktu penekanan yang digunakan adalah 1,25s 1,75s sedangkan


untuk tekanan adalah 60bar 80bar.

2.

Bahan polimer pengisi adalah polietilen (PE).

3.

Pengujian yang dilakukan ialah :


- Uji tarik (tensile test)
- Uji tekan (compressive test)
2

- Uji lentur (bending/flexural test)


4.

Mold yang digunakan adalah jenis single mold dan Mold temperature
yang digunakan adalah 115C dan temperatur di dalam barrel yang
digunakan adalah 150C.

5.

Mesin injection molding yang digunakan adalah Hwa Chin tipe HC450 SE.

1.4

Maksud dan Tujuan Penelitian


Maksud dan tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi pengaruh tekanan dan waktu penekanan terhadap sifat
mekanik dari setiap spesimen.
2. Menyelidiki dan meneliti kemungkinan cacat yang terjadi akibat variasi
tekanan dan waktu penekanan terhadap spesimen.
3. Meneliti apakah setting variabel yang biasa dipakai adalah setting variabel
terbaik.
4. Meneliti bagaimana model hubungan parameter injection molding
terhadap variable respon dengan menggunakan response surface
methodology.

1.5

Sistematika Penulisan
Agar lebih mudah untuk dipahami dan ditelusuri maka sistematika

penulisan laporan tugas akhir ini disusun dalam lima bab, yaitu:
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, maksud dan tujuan penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini diuraikan tentang teori dasar dan ulasan yang mendukung
penelitian
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang rancangan dan prosedur penelitian yang


dilakukan.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan tentang penganalisaan variabel-variabel yang diperoleh
untuk mendapatkan kesimpulan yang tepat terhadap penelitian.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan menyeluruh dari hasil pengolahan data dan
beberapa saran untuk kesempurnaan hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Umum Tentang Polimer


Polimer adalah material yang terdiri dari atas banyak molekul kecil (yang
disebut mer), yang dapat disambung satu sama lainnya untuk membentuk rantai
yang panjang. Dengan demikian, polimer sering disebut sebagai molekul makro.
Dan umumnya polimer terdiri atas puluhan monomer. Monomer-monomer
bereaksi dengan menghasilkan polimerisasi drimer (dua bagian) kemudian
menjadi trimer, tetramer dan akhirnya setelah sederetan tahap reaksi akan
menghasilkan molekul polimer.
Peradaban manusia telah memanfaatkan berbagai jenis polimer selama
berabad-abad, dalam bentuk minyak, resin dan karet. Akan tetapi, industri modern
polimer baru dimulai setelah revolusi industri. Pada akhir periode 1830-an,
Charles Goodyear berhasil memproduksi salah satu bentuk karet melalui proses
vukanisasi. Kurang lebih 40 tahun kemudian, selulosa (plastik keras terbuat dari
nitroselulosa) berhasil diciptakan dan diproduksi secara komersial. Namun
demikian, perkembangan polimer melambat hingga periode 1930-an, ketika
material vinil, neopren, polistiren dan nilon mulai dikembangkan. Sejak itu,
perkembangan penelitian di bidang polimer terus melaju dan berkembang hingga
saat ini. Beragam material polimer sekarang ini banyak tersedia di pasaran dan
siap menggantikan peranan logam, kayu, kulit dan bahan alami lainnya dengan
harga yang jauh lebih murah dan memiliki sifat mekanis yang beragam. Polimer
dapat diklasifikasikan berdasarkan aplikasinya, seperti yang ditunjukkan pada
gambar berikut:

Material Polimer

Plastik

Elastomer

Adesif

Pelapis

Serat

Polimer Alam

Termoplastik

Sistem Bio

Termoset

Ethenis

Fenolik

Poliamida

Poliester Tak Jenuh

Poliester

Uretan

Selulosa

Silikon

Asetal

Urea

Polikarbonat

Melamin

Polimida

Epoksida

Poliester
Gambar 2.1 Klasifikasi material polimer

2.2 Polimer Termoplastik, Termoset dan Elastomer


Salah satu klasifikasi polimer berdasarkan kriteria material rekayasa
adalah polimer termoplastik, termoset dan elastomer. Termoplastik dan termoset
biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang dikenal sebagai plastik,
sedangkan elastomer lebih dikenal sebagai karet.

2.2.1 Polimer Termoplastik


Termoplastik merupakan material yang melunak jika dipanaskan (dan
akhirnya akan mencair) dan mengeras jika didinginkan, dan reaksinya pun dapat
berbalik. Pada suhu beberapa ratus derajat, termoplastik dapat berubah menjadi
cairan kental. Oleh karena itu, termoplastik mudah dan ekonomis untuk
difabrikasi menjadi berbagai bentuk. Contoh termoplastik diantaranya adalah
polietilen (PE), polivinil Klorida (PVC), poliprpilen (PP), polistiren (PS), dan
nilon.
Terdapat dua jenis termoplastik. Jenis termoplastik yang pertama adalah
termoplastik yang berstruktur gelas (amorf). Jenis termoplastik ini sangat berguna
pada lingkungan yang bersuhu dibawah suhu transisi gelasnya. Suhu transisi gelas
(T) merupakan respon rantai polimer terhadap panas sebagai salah satu bentuk
energi kinetik. Pada suhu dibawah T polimer bersifat getas, sedangkan diatas T
polimer bersifat ulet bahkan menyerupai karet. Termoplastik yang berstruktur
gelas dapat direkayasa menjadi produk yang memiliki tingkat kejernihan tertentu.
Termoplastik yang berstruktur gelas ketahanan kimianya kurang dan dapat
mengalami retak tegang.
Jenis

yang kedua ialah

termoplastik

berstruktur semi

kristalin.

Terminologi semi-kristalin digunakan karena rantai-rantai polimer termoplastik


dapat tersusun teratur dalam tingkatan tertentu, dimana menyerupai struktur
kristal pada logam. Polimer jenis ini lebih tahan terhadap senyawa-senyawa
kimia. Apabila tingkat kristalinitasnya lebih besar dari panjang gelombang
cahaya, maka polimer tersebut memiliki kekeruhan yang tinggi atau tidak tembus
cahaya.

2.2.2 Polimer Termoset


Faktor yang membedakan termoset dan termoplastik adalah termoset akan
menjadi keras secara permanen jika dibakar dan tidak akan melunak jika
dipanaskan. Jika dipanaskan secara berulang, termoset tidak mampu melunak
kembali, melainkan akan terdegradasi menjadi arang. Pada saat pemrosesan awal,

ikatan crosslink (rantai) terbentuk diantara rantai molekul yang berdekatan


sehingga pada suhu tinggi tidak terjadi gerakan, rotasi ataupun vibrasi. Termoset
lebih keras dan lebih kuat daripada termoplastik dan memiliki stabilitas dimensi
yang lebih baik. Aplikasi termoset biasanya pada komponen-komponen yang
digunakan pada suhu tinggi. Contoh dari termoset adalah epoksi, fenolik dan
beberapa resin poliester.

2.2.3 Polimer Elastomer


Elastomer merupakan material yang mampu memanjang secara elastis
ketika dkenakan tegangan mekanis yang relatif rendah. Dalam kehidupan seharihari, elastomer lebih umum dikenal sebagai karet (rubber). Beberapa elastomer
dapat diregangkan hingga 10 kali lipat dan masih mampu kembali sempurna ke
ukuran

asal. Walaupun sifatnya cukup berbeda dengan termoset, elastomer

memiliki struktur yang lebih mirip dengan termoset daripada termoplastik. Contoh
dari elastomer adalah karet alam dan karet sintesis, seperti stiren-butadien (SBR).
Nitrile butadiene rubber (NBR), dan silicone rubber.

2.3 Polietilen
Polimerisasi etilen yang memberikan hasil polimer bermassa molekul
besar, pertama kali dilakukan oleh Fawlet dan Gibson dari ICI Ltd. di Inggris
pada tahun 1933 dengan menggunakan teknik tekanan tinggi. Penelitian ini
kemudian dilanjutkan oleh Zeigler dan Natta tahun 1953, yang menemukan
kemungkinan proses bertekanan rendah.
Produk Polietilen sendiri yang sering disebut polietena atau politena,
berdasarkan density dan berat molekul penyusunnya dikelompokkan menjadi 3
yaitu:
1.

Low Density Polyethylene (LDPE)


Density

: 0.912 0.925 gr/cm

BM

: 10.000 - 15. 000 gr/mol

2.

3.

Medium Density Polyethylene (MDPE)


Density

: 0.925 0.94 gr/ cm

BM

: 15.000 35.000 gr/mol

High Density Polyethylene (HDPE)


Density

: 0.94 0.965 gr/ cm

BM

: 35.000 100.000 gr/mol

Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel,


mempunyai kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik serta memiliki
kelebihan diantaranya adalah praktis, ringan, harganya murah dan dapat diwarnai
sehingga tampak menarik. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair
pada suhu 110C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat
mekaniknya yang baik, polietilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01inchi,
yang banyak digunakan sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang
thermoplastik, polietilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang
baik (Sacharow, 1970).

Gambar 2.2 Bijih plastik polietilen

2.4 Sifat Mekanik Polimer


Sifat mekanik bahan polimer mencerminkan hubungan antara beban atau
gaya yang diberikan terhadap respons atau deformasinya. Berikut adalah bentuk
beban.
1. Statik, adalah beban yang berubah secara lambat terhadap waktu dan
diberikan secara seragam di seluruh penampang. Pembebanan statik
dapat ditemukan pada pengujian tarik, tekan, geser, tekuk.
2. Impak, adalah beban yang diberikan secara cepat dan mendadak untuk
dikenakan pada penampang.
3. Dinamik, adalah beban yang berfluktuasi pada suatu periode waktu.
Polimer apabila diregangkan secara cepat ia akan patah dengan permukaan
patah yang rata seperti halnya patahan getas. Kelakuan ini sangat tergantung pada
laju deformasi. Dan apabila polimer didinginkan akan menjadi kaku dan sukar
untuk diregangkan, dalam hal ini waktu deformasi dan temperatur memberikan
pengaruh banyak terhadap sifat-sifat mekanik polimer.
Kekuatan bahan polimer diantaranya adalah kekuatan tarik, tekan, dan
lentur. Kekuatan tarik adalah suatu sifat dasar dari polimer. Beban tekan bekerja
terhadap kebalikan beban tarik. Karena bahan polimer mempunyai cacat yang
kecil atau mengandung zat pengisi tertentu, maka bahan polimer dapat memiliki
deformasi yang besar, umumnya kekuatan tekan lebih besar dari kekuatan tarik
dan modulus elastik untuk kekuatan tekan juga lebih besar daripada kekuatan tarik
(Yunauwar, 2008). Berikut adalah sifat mekanik yang umum ditemui pada
polimer.
1. Kekuatan : tarik, tekan, geser, fleksural (lentur) dan tekuk
2. Impak
3. Fatik/kelelahan
4. Kekerasan
Sifat mekanik polimer dinyatakan dalam parameter yang sama dengan
logam, seperti modulus elastisitas, kekuatan tarik dan kekuatan luluh. Tiga jenis
10

grafik tegangan-regangan ditampilkan pada gambar 2.3 grafik A mengilustrasikan


polimer rapuh, dimana polimer ini akan patah ketika berdeformasi elastis. Grafik
B mengilustrasikan polimer plastis, dimana deformasi awal adalah elastis yang
kemudian diikuti peluluhan daerah plastis. Sementara grafik C mengilustrasikan
perilaku elastis total, dimana regangan elastis yang besar dapat dihasilkan dengan
pemberian tegangan yang rendah, karakteristik ini hanya dimiliki oleh material
elastomer.

Gambar 2.3 Grafik tegangan-regangan polimer

Modulus elastisitas dan keuletan untuk polimer ditentukan dengan cara


yang sama dengan cara menentukan modulus elastisitas dan keuletan untuk
logam. Untuk polimer plastis, grafik B titik luluh diambil pada titik maksimum,
titik ini disebut dengan tegangan luluh. Tegangan maksimum diambil pada saat
spesimen patah. Tegangan maksimum bisa lebih rendah atau lebih tinggi dari
tegangan luluh. Sifat mekanik dari polietilen dapat dilihat pada tabel 2.1.

11

Tabel 2.1 kekuatan tarik, tekan, lentur bahan polimer polietilen


Polietilen

Kekuatan

Per-

Modulus

Kekuatan

Kekuatan

Tarik

panjangan

elastik

tekan

lentur

(MPa)

(%)

(Gpa)

(MPa)

(MPa)

HDPE

21-38

15-100

0,4-1,0

22

LDPE

7-14

90-650

1,4-2,4

2.5 Proses Pembentukan Polimer


Ada beberapa teknik pembentukan polimer. Banyak kesamaan antara
proses pembentukan logam dengan proses pembentukan polimer. Penentuan
teknik pembentukan polimer bergantung pada beberapa faktor, diantaranya:
1. Apakah polimernya termoplastik atau termoset
2. Jika termoplastik, pada suhu berapakah material ini melunak
3. Kestabilan material ketika dibentuk, serta
4. Bentuk dan ukuran produk akhir
Fabrikasi material polimer umumnya dilakukan pada suhu tinggi dan
dengan aplikasi tekanan. Tekanan harus diberikan ketika produk didingan agar
bentuknya dapat dipertahankan. Untuk fabrikasi dengan bahan termoplastik salah
satu faktor ekonomis adalah kemampuannya untuk didaur ulang. Fabrikasi dengan
bahan termoset biasanya dapat dikeluarkan dari cetakan saat masih panas karena
dimensinya sudah stabil. Polimer termoset tidak dapat didaur ulang, tidak dapat
mencair, selain lebih tahan secara kimiawi dan terhadap suhu yang tinggi.

2.5.1 Injection molding


Injection molding pada polimer identik dengan pengecoran bertekanan
pada logam dan merupakan salah satu teknik pembentukan polimer yang paling
banyak digunakan. Untuk termoplastik, waktu satu siklus proses injection molding
singkat (sekitar 10-30 detik) karena produk langsung membeku setelah
diinjeksikan ke dalam cetakan. Sementara, untuk termoset waktu yang dibutuhkan

12

agak lama karena pemanasan terjadi selama material berada dalam tekanan
didalam cetakan yang bersuhu tinggi.
Parameter yang harus diperhatikan dalam proses injection molding adalah
tekanan dan suhu apabila tekanan dan suhu terlalu tinggi, maka cacat flashes akan
terjadi pada produk injection molding, yaitu sirip yang melebar keluar pada garis
pemisah dua cetakan. Namun demikian, apabila tekanan dan suu rendah, maka
cacat shortshot akan terjadi pada produk injection molding, yaitu rongga cetak
tidak terisi sepenuhnya sehingga terdapat kekurangan pada bentuk produk.
Produk-produk yang dihasilkan melalui proses injection molding meliputi
produk yang berukuran besar hingga berukuran cukup kecil demikian juga produk
yang sederhana hingga sangat rumit. Contoh produk yang dihasilkan melalui
proses injection molding diantaranya printer, keyboard, casing handphone,
packaging makanan dan minuman, pesawat telepon, dashboard mobil, body
motor, helm, peralatan rumah tangga dan lain-lain.

Gambar 2.4 Bagian utama mesin injection molding

13

Gambar 2.5 Skematik proses injection molding

2.5.2 Blow Molding


Blow molding banyak dipakai untuk memproduksi botol plastik. Mulamula bakalan (preform) dibuat dahulu dengan proses injection molding kemudian
bakalan kemudian ditekan ke dalam mesin blow molding menggunakan batangan
logam dan dipanaskan diatas suhu transisi gelasnya. Kemudian udara bertekanan
tinggi (5-25bar) ditiupkan melalui batangan logam sehingga bakalan berubah
bentuk menyentuh dasar cetakan. Tekanan udara kemudian dinaikan hingga 40
bar, sehingga bakalan menggelembung mengikuti bentuk cetakan.
Secara umum blow molding digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu
extrusion blow molding, injection blow molding dan stretch blow molding. Pada
proses extrusion blow molding tabung berongga terlebih dahulu dibuat dengan
mesin extruder kemudian peniupan dilakukan terhadap bakalan yang sebelumnya
sudah di tempatkan di tengah cetakan. Injection blow molding menggunakan
14

proses injection molding untuk menghasilkan bakalan berupa tabung yang


kemudian dipndahkan ke mesin blow molding melalui core rod. Proses ini lebih
cocok digunakan untuk menghasilkan produk blow molding dalam jumlah yang
banyak. Stretch blow molding melibatkan penekanan dua arah (biaksial) untuk
menghasilkan produk dengan kualitas yang tinggi. Bakalan yang digunakan pada
proses ini merupakan hasil proses injection molding dan memiliki bagian yang
sudah jadi. Sebagai contoh dalam pembuatan botol minuman, bakalannya sudah
memiliki leher dan ulir yang sama seperti produk jadinya.

Gambar 2.6 Skematik dari proses extruksion blow molding

Gambar 2.7 Skematik dari proses injection blow molding

15

Gambar 2.8 Skematik dari proses stretch blow molding

2.5.3 Extrusion Molding


Extrusion

molding

adalah

proses

pembentukan

polimer

untuk

menghasilkan produk seperti, pipa, selang, sedotan, dan produk batangan lainnya
yang memiliki bentuk penampang khusus. Mesin yang digunakan dalam proses
ini sangat menyerupai mesin pada injection molding. Pada proses extrusion
molding terdapat sebuah motor yang berfungsi untuk memutar ulir pendorong
sehingga mendorong polimer granular melewati pemanas. Polimer granular
kemudian meleleh, serta ditekan dan di dorong melewati cetakan yang memiliki
profil atau bentuk tertentu. Proses ekstrusi tersebut dapat dianalogikan seperti
menekan dan mengeluarkan pasta gigi dari tempatnya.
Polimer yang panjang dan memiliki penampang khusus tersebut kemudian
didinginkan kemudian dipotong menjadi sebuah produk. Hasil ekstrusi tidak
selalu dipotong, melainkan dapat digulung menjadi gulungan yang besar. Hal
yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah bentuk dari cetakan yang
menentukan bentuk akhir produk. Mesin untuk proses extrusion molding dapat
dilihat pada gambar 2.9.

16

Gambar 2.9 Mesin extrussion molding beserta bagian-bagiannya

2.5.4 Blown Film Molding


Blown film molding adalah sebuah proses pembentukan produk polimer
dengan cara menekan lelehan plastik melalui sebuah cetakan berbentuk cincin
sehingga membentuk tabung plastik. Tabung tersebut kemudian secara bertahap
ditiupkan udara hingga membesar dan membentuk sebuah gelembung plastik
besar. Selanjutnya, gelembung didinginkan hingga menjadi gelembung plastik
yang padat. Sebuah rol di sisi mesin akan memipihkan gelembung tersebut
menjadi suatu lembaran plastik dengan dua sisi. Kemudian, plastik digulung
menjadi gulungan yang besar dan proses masih terus berlanjut. Terkadang, proses

17

tersebut dilanjutkan dengan proses pemotongan, pencetakan label (merek), dan


penyegelan.
Penipisan pada polimer terjadi pada arah radial dan longitudinal. Hal yang
harus diperhatikan dalam proses ini adalah volume udara yang diberikan dan
banyaknya plastik cair yang dipasok. Semakin besar jumlah udara yang
diinjeksikan, semakin tipis produk yang diperoleh. Sebaliknya, semakin banyak
polimer yang dipasok, semakin tebal produk yang diperoleh. Akan tetapi,
parameter tersebut biasanya dijaga tetap konstan dalam suatu siklus produksi,
sesuai karakteristik produk yang diinginkan.
Material yang biasanya sering digunakan dalam proses blown film molding
adalah material kelompok polietilen, seperti HDPE, LDPE, dan LLDPE. Namun
demikian, polimer lain seperti PP (polipropilen) juga dapat digunakan sebagai
campuran polietilen. Aplikasi polimer yang diproduksi dengan proses ini biasanya
berupa kantung dan media pembungkus lainnya.

Gambar 2.10 Skematik proses blown film molding

18

2.5.5 Sheet Forming


Sheet forming merupakan proses pengolahan polimer menjadi bentuk
lembaran dan biasanya digunakan untuk menghasilkan produk setengah jadi,
kecuali untuk beberapa jenis pembungkus makanan. Pada proses ini, bahan baku
polimer dilewatkan melalui beberapa rol hingga terbentuk produk lembaran yang
memiliki ketebalan tertentu. Ketebalan yang yang diinginkan dapat diatur dengan
mengatur susunan rol pada tingkat tertentu. Hasil dari proses sheet forming ini
adalah bahan baku material untuk diproses lebih lanjut pada proses
thermoforming. Proses sheet forming juga sering disebut disebut dengan
calendering. Ilustrasi skematis dari proses sheet forming dapat dilihat pada
gambar 2.11

Gambar 2.11 Skematis proses sheet forming

2.5.6 Thermoforming
Thermoforming merupakan proses yang sangat umum digunakan untuk
menghasilkan produk plastik berbentuk cekung seperti wadah. Contoh produk
yang diproses secara thermoforming adalah gelas plastik air mineral dan nampan.
Material yang digunakan untuk proses ini haruslah termoplastik yang sudah
dibentuk menjadi lembaran melalui proses sheet forming. Lembaran plastik pada
awalnya dipanaskan secara kontinyu melalui sebuah pemanas, kemudian
dimasukkan ke bagian pencetakan dan dipotong menjadi produk yang diinginkan.
Ilustrasi skematis proses tersebut diperlihatkan pada gambar 2.12

19

Pada umumnya, pabrik-pabrik yang memproduksi produknya melalui


proses thermoforming memanfaatkan sisa plastik yang tidak terpakai pada proses
sebelumnya untuk dijadikan bahan baku. Sisa plastik dibentuk kembali menjadi
lembaran melalui proses sheet forming. Ketebalan produk pada proses
thermoforming bergantung pada ketebalan material awal hasil proses sheet
forming, biasanya berkisar antara 1,5mm hingga 3mm. Contoh produk hasil
thermoforming dapat dilihat pada gambar 2.13.

Gambar 2.12 Skematis proses thermoforming

Gambar 2.13 Produk hasil thermoforming

20

2.5.7 Vacuum Forming


Vacuum Forming adalah suatu teknik yang digunakan untuk membentuk
berbagai plastik. Pada umumnya vacuum forming digunakan untuk membentuk
plastik tipis seperti polietilen dan poliester, serta digunakan apabila suatu bentuk
tidak biasa seperti piring atau suatu bentuk-bentuk yang menyerupai kotak.
Material plastik dimasukkan dalam ruang cetakan di atas cetakan bendanya.
Kemudian ruangan cetakan dipanaskan sehingga material plastik menjadi lunak.
Pada saat material plastik melunak, cetakan bergerak ke atas sehingga material
plastik mengenai cetakan. Kemudian bagian bawah cetakan dihisap dengan udara
sehingga material plastik akan membentuk benda sesuai dengan cetakan, bisa
dilihat pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Skematis proses vacuum forming

2.5.8 Rotational Molding


Rotational molding (biasa disingkat rotomolding) merupakan suatu proses
yang bisa digunakan untuk memproduksi produk plastik berongga. Rotomolding

21

merupakan proses yang paling efektif dan efisien dalam pembuatan produk plastik
berongga dengan ukuran besar. Dalam proses ini, resin polimer dimasukkan ke
dalam cetakan dan dipanaskan dengan cara diputar-putar. Pemutaran yang
dilakukan terjadi pada arah vertikal dan horizontal. Pemanasan dan pemutaran
yang konstan mampu mendistribusikan material ke bagian-bagian yang sulit
dicetak sehingga terjadi pemerataan. Ilustrasi produk rotomolding dapat dilihat
pada gambar 2.15.
Rotomolding terdiri dari empat tahapan proses, yaitu pemuatan,
pemanasan, pendinginan, dan pelepasan. Pada proses pemuatan, polimer resin
yang sudah diukur jumlahnya dimasukkan ke dalam cetakan. Beberapa cetakan
mungkin dapat dipasang pada satu mesin dalam satu siklus. Tahap kedua dimulai
ketika cetakan yang telah penuh ditutup dan dipindahkan ke dalam oven,
kemudian keduanya diputar pada sumbu vertikal dan horizontal secara perlahan.
Oleh karena ada panas yang masuk ke cetakan dan gerakan berputar,
lelehan resin akan melekat ke bagian cetakan dan terjadi pemerataan. Selanjutnya
proses pendinginan polimer dilakukan. Selama tahapan ini cetakan akan terus
dipertahankan dalam keadaan berputar, sementara udara, semburan air, atau
gabungan keduanya secara bertahap akan mendinginkan produk. Tujuan
dipertahankannya cetakan agar tetap berputar adalah untuk mempertahankan
bentuk produk dengan ketebalan merata. Produk rotational molding biasanya
produk berukuran besar yang berongga baik yang berbentuk bulat ataupun
menyerupai kubus misalnya tangki air, portal, drum besar, pembatas jalan, ember
dan tempat sampah. Produk-produk hasil rotational molding dapat dilihat pada
gambar 2.16.

22

Gambar 2.15 Skematis proses rotational molding

Gambar 2.16 Produk hasil proses rotational molding

2.5.9 Transfer Molding


Transfer molding adalah pembentukan artikel (benda kerja) kedalam
sebuah mold yang tertutup dari material termoseting yang disiapkan ke dalam

23

reservoir dan memaksanya masuk melalui runner / kanal ke dalam cavity dengan
menggunakan panas dan tekanan.

Gambar 2.17 Skematis proses transfer molding

Dalam transfer molding dibutuhkan toleransi yang kecil pada semua


bagian mold, sehingga sangat perlu dalam pembuatan mold berkonsultasi secara
baik dengan product designer, mold designer dan molder / operator untuk
menentukan toleransi tersebut. Proses transfer molding dapat ditunjukkan pada
gambar 2.17.

2.6 Konstruksi Mesin Injection Molding


Secara umum konstruksi mesin injection molding terdiri dari tiga unit
pokok yang penting yaitu injection unit, clamping unit dan mold unit.

2.6.1 Injection Unit


Injection unit merupakan unit yang berfungsi untuk melelehkan plastik
dengan suhu yang disesuaikan dengan material plastik hingga mendorong cairan
ke dalam cavity dengan waktu, tekanan,temperatur, dan kepekatan tertentu.

24

Gambar 2.18 Bagian-bagian mesin injection molding

Gambar 2.19 Bagian-bagian injection unit

Bagian-bagian injection unit beserta fungsinya :


1. Cylinder Screw Ram
Cylinder screw ram berfungsi untuk mempermudah gerakan screw
dengan menggunakan momen inersia sekaligus menjaga putaran screw
tetap konstan, sehingga didapatkan tekanan dan kecepatan yang konstan
saat dilakukan proses injeksi.

2. Hopper
Hopper adalah tempat untuk meletakkan bahan baku (bijih plastik)
sebelum masuk ke barrel.

25

3. Barrel
Barrel adalah tempat screw dan selubung yang menjaga aliran
plastik ketika dipanasi oleh heater, pada bagian ini jugaterdapat heater
untuk memanaskan plastik.

4. Screw
Screw berfungsi untuk mengalirkan plastik dari hopper ke nozzle.

2.6.2 Clamping Unit


Clamping unit berfungsi membuka dan menutup mold dan menjaganya
dengan memberikan tekanan penahan (clamping pressure) terhadap mold agar
material yang diinjeksikan pada mold tidak meresap keluar pada saat proses
berlangsung. Gambar 2.20 menunjukkan skematis proses dari clamping unit.

Gambar 2.20 Skematis dan bagian-bagian dari clamping unit

26

2.6.3 Mold Unit


Mold unit adalah bagian terpenting pada mesin injection molding, yang
mempunyai fungsi utama yaitu untuk membentuk benda yang akan dicetak.
Bagian-bagian utama dari mold unit dapat dilihat pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Bagian utama dari mold unit

1. Sprue dan Runner System


Sprue adalah bagian yang menerima plastik dari nozzle lalu oleh
runner akan dimasukkan ke dalam cavity mold. Biasanya berbentuk taper
(kerucut) karena dikeluarkan dari sprue bushing. Bentuk kerucut ini dibuat
dengan tujuan agar pada saat pembukaan cetakan, sisa material dapat
terbawa oleh benda sehingga tidak menghambat proses injeksi berikutnya.
Sprue bukan merupakan bagian dari produk molding dan akan dibuang
pada finishing produk.

2. Cavity Side/ Mold Cavity


Cavity side atau mold cavity yaitu bagian yang membentuk plastik
yang dicetak, cavity side terletak pada stationary plate, yaitu plate yang
tidak bergerak saat dilakukan ejecting.

27

3. Core Side
Core side merupakan bagian yang ikut memberikan bentuk plastik
yang dicetak. Core side terletak pada moving plate yang dihubungkan
dengan ejector sehingga ikut bergerak saat dilakukan ejecting.

4. Ejector System
Ejector adalah bagian yang berfungsi untuk melepas produk dari
cavity mold.

5. Gate
Gate yaitu bagian yang langsung berhubungan dengan benda kerja,
sebagai tempat mulainya penyemprotan / injeksi atau masuknya material
ke dalam cavity.

6. Insert
Insert yaitu bagian lubang tempat masuknya material plastik ke
dalam rongga cetakan (cavity).

7. Coolant Channel
Coolant channel yaitu bagian yang berfungsi sebagai pendingin
cetakan untuk mempercepat proses pengerasan material plastik.

2.7 Cacat Produk Injection Molding


Kualitas akhir permukaan dari produk plastik hasil injection molding
merupakan kriteria utama dari standar kualitas produk. Namun keadaan ini tidak
dapat mutlak dipenuhi sehingga seringkali terjadi gangguan/cacat produk yang
dapat merusak penampilan produk. Cacat produk dapat ditimbulkan oleh berbagai
faktor, baik yang bersumber pada faktor parameter proses maupun faktor desain.
Untuk mengatasi masalah cacat tersebut tentunya harus disesuaikan dengan
28

bentuk dan jenis gangguan atau cacat yang timbul serta pengaruhnya terhadap
produk. Macam-macam cacat pada proses injection molding ini ialah sink mark,
weld line, streaks, jetting, burns, flashes, gloss difference, stress whitening,
incompletely filled parts, air trapped, dll.
Adapun parameter-parameter yang berpengaruh terhadap proses produksi
plastik melalui metode injection molding adalah:
1. Temperatur leleh (melt temperature)
Adalah batas temperatur dimana bahan plastik mulai meleleh
jikalau diberikan enegi panas.

2. Batas tekanan (pressure limit)


Adalah batas tekanan udara yang perlu diberikan untuk
menggerakkan piston guna menekan bahan plastik yang telah dilelehkan.
Terlalu rendah tekanan, maka bahan plastik kemungkinan tidak akan
keluar atau terinjeksi ke dalam mold. Akan tetapi jika tekanan udara terlalu
tinggi dapat mengakibatkan tersemburnya bahan plastik dari dalam mold
dan hal ini akan berakibat proses produksi menjadi tidak efisien.

3. Waktu tahan (holding time)


Adalah waktu yang diukur dari saat temperatur leleh yang di-set
telah tercapai hingga keseluruhan bahan plastik yang ada dalam tabung
pemanas benar-benar telah meleleh semuanya. Hal ini dikarenakan sifat
rambatan panas yang memerlukan waktu untuk merambat ke seluruh
bagian yang ingin dipanaskan. Dikhawatirkan jika waktu tahan ini terlalu
cepat maka sebagian bahan plastik dalam tabung pemanas belum meleleh
semuanya, sehingga akan mempersulit jalannya aliran bahan plastik dari
dalam nozzle.

4. Waktu penekanan (holding pressure)


Adalah durasi atau lamanya waktu yang diperlukan untuk
memberikan tekanan pada piston yang mendorong plastik yang telah leleh.

29

Pengaturan waktu penekanan bertujuan untuk meyakinkan bahwa bahan


plastik telah benar-benar mengisi ke seluruh rongga cetak. Oleh karenanya
waktu penekanan ini sangat tergantung dengan besar kecilnya dimensi
mold. Makin besar ukuran cetakan makin lama waktu penekan yang
diperlukan.

6. Temperatur cetakan (mold temperature)


Yaitu temperatur pemanasan awal cetakan sebelum dituangi bahan
plastik yang meleleh.

7. Kecepatan injeksi (injection rate)


Yaitu kecepatan lajunya bahan plastik yang telah meleleh keluar
dari nozzle untuk mengisi rongga cetak. Untuk mesin-mesin injeksi
tertentu kecepatan ini dapat terukur, tetapi untuk mesin-mesin injeksi
sederhana kadang-kadang tidak dilengkapi dengan pengukur kecepatan ini.

8. Ketebalan dinding cetakan (wall thickness)


Menyangkut desain secara keseluruhan dari cetakan (mold).
Semakin tebal dinding cetakan, semakin besar kemungkinan untuk
terjadinya cacat.

2.7.1 Cacat penyusutan (shrinkage)


Teknologi plastic injection molding sudah demikian maju, berbagai bentuk
dapat dibuat dengan baik. Tetapi dibalik itu semua ternyata terdapat masalah yang
sangat rumit berkaitan dengan pembuatan mold dan hasil produk yang diinginkan,
yaitu masalah shrinkage (penyusutan). Tiap material mempunyai tipe shrinkage
yang berbeda, secara umum penyusatan pada proses injeksi plastik dibagi dalam
tiga jenis yaitu In mold shrinkage adalah penyusutan yang terjadi selama proses
injeksi berlangsung sebelum plastik mengalami solidifikasi, as mold shrinkage
adalah penyusutan yang terjadi sesaat setelah plastik dikeluarkan dari cetakan,
post shrinkage adalah penyusutan yang terjadi setelah plastik disimpan serta telah

30

mengalami physical aging dan rekristalisasi. Dalam proses injektion molding ada
empat faktor yang harus diperhatikan, yaitu temperatur mold, temperatur lelehan
(melt temperature), tingkatan injeksi dan tekanan pemegang (hold pressure).

Gambar 2.22 Faktor yang mempengaruhi cacat penyusutan

2.8 Design of experiment (DOE)


Design of experiment adalah suatu rancangan percobaan (dengan tiap
langkah tindakan yang betul-betul terdefinisikan) sedemikian sehingga informasi
yang berhubungan dengan atau diperlukan untuk persoalan yang sedang diteliti
dapat dikumpulkan. Dengan kata lain, desain eksperimen merupakan langkahlangkah lengkap yang perlu diambil lebih jauh sebelum eksperimen dilakukan
agar data yang semestinya diperlukan dapat diperoleh sehingga akan membawa
kepada analisa objektif dan kesimpulan yang berlaku untuk persoalan yang sedang
dibahas. Tujuan dari desain percobaan adalah untuk memperoleh atau
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dan berguna
dalam melakukan penelitian suatu persoalan.
Desain percobaan terdiri dari beberapa jenis antara lain:
1. Desain praeksperimental

31

Adalah desain percobaan yang tidak mencukupi syarat-syarat dari suatu


desain percobaan yang sebenarnya.
2. Desain eksperimental semu
Adalah desain percobaan yang belum sepenuhnya mempunyai sifat-sifat
suatu percobaan sebenarnya. Desain percobaan ini mempunyai banyak
kekurangan baik dalam masalah randomisasi, replikasi ataupun masalah kontrol
internal. Karena kekurangan-kekurangan ini penelitian harus mempunyai cukup
syarat untuk disebut percobaan yang sebenarnya.
3. Desain percobaan sebenarnya.
Adalah desain dimana aturan untuk menempatkan perlakuan pada unit
percobaan

dibuat

sedemikian

rupa,

sehingga

memungkinkan

membuat

perbandingan antar kelompok dengan validilitas tinggi dan dapat mengontrol


sumber-sumber variasi pada percobaan tersebut. Bergantung dari jenis percobaan,
apakah percobaan dengan menggunakan faktor tunggal atau percobaan dengan
menggunakan faktor ganda.
Rancangan percobaan dilakukan dengan menggunakan metode response
surface. Metode ini digunakan untuk mengetahui hasil pengujian untuk kombinasi
kecepatan dan waktu penekanan terhadap benda uji. Metode response surface ini
menggunakan bantuan software Minitab 14.

2.8.1 Metode Response Surface


Perancangan percobaan statistika merupakan suatu proses perencanaan
percobaan untuk memperoleh data yang tepat sehingga dapat dianalisa dengan
metode statistik serta kesimpulan yang diperoleh dapat bersifat obyektif dan valid.
Salah satu metode perancangan percobaan yang digunakan untuk mengetahui
kondisi optimal adalah metode response surface. Metode ini menggabungkan
teknik matematika dengan teknik statistika yang digunakan untuk membuat dan
menganalisa suatu respon Y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas atau
faktor X guna mengoptimalkan respon tersebut. Hubungan antara respon Y dan
variabel bebas dapat dirumuskan sebagai:
Y = f (X1,X2,X3,...,Xk) +

(2.1)

32

dimana:
Y = variabel respon
X = variabel bebas/faktor ( i = 1,2,3,,k )
= error
Hubungan antara Y dan Xi dapat dicari menggunakan orde pertama dan
orde kedua, dimana model orde pertama digunakan untuk mencari daerah optimal
dan model orde kedua digunakan untuk mencari titik optimal. Hubungan antara Y
dan X1 untuk model orde pertama dapat ditulis sebagai:
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + ... + biXi

(2.2)

Dimana:
Y = respon
Xi = prediktor
bi = koefisien prediktor
Tujuan dari pembuatan model orde pertama adalah sebagai pendekatan
untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Untuk
membangun model orde pertamater lebih dahulu dilakukan pengumpulan data
desain eksperimen.
Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde
pertama antara lain:
1.

Menentukan terlebih dahulu desain percobaan yang akan digunakan untuk


kemudian dilakukan percobaan.

2.

Model desain percobaan dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan


melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model pertama.
Interval yang terlalu kecil diantara level dapat disimpulkan bahwa faktor

yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan. Pada


estimasi awal dari kondisi optimal sering terjadi tidak menjadi titik optimal yang
sebenarnya bahkan jauh dari kenyataannya, untuk itu dilakukan pencarian titik
optimal yang mendekati kenyataan dengan suatu metode steepest descent. Gambar
2.22 menunjukkan suatu daerah perkiraan response surface orde pertama yang
belum merupakan titik optimal sebenarnya dan akan bergerak menuju titik
33

optimal yang sebenarnya dengan mengikuti alur dari steepest descent yang pada
akhirnya didapatkan titik optimal yang sebenarnya.

Gambar 2.23 ilustrasi perkiraan daerah response orde pertama

Sementara, untuk model orde kedua dapat ditulis sebagai berikut:


Y = b0X0 + b1X1 + b2X2 + b11X1 + b22X2 + b12X1X2

(2.3)

Dimana:
Y = respon
X1 = prediktor
bi = koefisien prediktor
Tujuan dari pembuatan orde kedua adalah untuk menentukan titik yang
memberikan respon yang optimum. Alasan pembuatan model orde kedua
dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumya bertujuan untuk
mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya
sehingga wilayah optimum yang diperkirakan dan dieksplorasi lebih lanjut dapat
diperkirakan dengan model yang lebih kompleks.
Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde
kedua antara lain:
1. Melakukan eksperimen dengan Central Composite Design.
2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan

melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde kedua.

34

Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan


pengumpulan data dengan desain eksperimen. Untuk menentukan koefisien
regresi pada model orde kedua tiap variabel xi harus memiliki sekurang-kurangnya
3 level berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa desain faktorial 3 dapat
digunakan dimana 3 level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi ada kerugian
dari penggunaan desain faktorial 3 yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel percobaan
akan menjadi besar. Response surface methodology memiliki kegunaan antara
lain:
1. Menunjukan bagaimana variabel respon y dipengaruhi oleh variabel bebas
x di wilayah yang secara tertentu diperhatikan.
2. Menentukan pengaruh variabel bebas yang paling tepat dimana akan
memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon yang berupa
hasil, pengaruh, perbandingan dan sebagainya.
3. Mengeksplorasi ruang dari variabel bebas x untuk mendapatkan hasil
maksimum dan menentukan sifat dasar dari nilai maksimum.
Untuk melaksanakan response surface methodology ada tahap-tahap
perencanaan yang dilakukan dimana definisi perencanaan adalah proses, cara atau
kegiatan

merencanakan,

menyusun

dan

menguraikan

langkah-langkah

pelaksanaan suatu penelitian. Adapun tahap-tahap perencanaan untuk memulai


pelaksaan response surface methodology (RSM) antara lain:
1. Menentukan model orde pertama, dimana suatu desain eksperimen
dilakukan untuk pengumpulan data dan arah penelitian selanjutnya
ditentukan dengan metode stepest descent.
2. Setelah arah penelitian selanjutnya telah diperoleh kemudian ditentukan
level faktor untuk pengumpulan data selanjutnya.
3. Menentukan model persamaan orde kedua, penentuan model dilakukan
dengan melakukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan
setelah metode stepest descent dilakukan.
4. Menentukan titik optimum dari faktor-faktor yang diteliti.
Salah satu pertimbangan penting yang muncul dalam response surface
methodology adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat cocok

35

dengan model yang akan dikembangkan. Jika faktor dan level yang dipilih dalam
suatu eksperimen tidak tepat maka kemungkinan terjadinya ketidakcocokan model
akan sangat besar dan jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan bersifat bias.

2.8.2 Analysis of Variance (ANOVA)


Adalah suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang
statistika inferensi. Dalam literatur Indonesia metode ini dikenal dengan berbagai
nama lain, seperti analisis ragam, sidik ragam, dan analisis variansi. Analisis
varian pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ronald Fisher, bapak statistika
modern. Dalam praktik, analisis varian dapat merupakan uji hipotesis (lebih sering
dipakai) maupun pendugaan, khususnya di bidang genetika terapan).
Secara umum, analisis varian menguji dua varian berdasarkan hipotesis
nol bahwa kedua varian itu sama. Varian pertama adalah varian antar contoh
(among samples) dan varian kedua adalah varian di dalam masing-masing contoh
(within samples). Analisis varian relatif mudah dimodifikasi dan dapat
dikembangkan untuk berbagai bentuk percobaan yang lebih rumit. Selain itu,
analisis ini juga masih memiliki keterkaitan dengan analisis regresi. Akibatnya,
penggunaannya sangat luas di berbagai bidang, mulai dari eksperimen
laboratorium hingga eksperimen periklanan, psikologi, dan kemasyarakatan.

36

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Tahap Persiapan

Design of experiment
(DOE)

Preparasi pembuatan
spesimen

Pengambilan data dan


Melakukan Pengujian

Pengolahan Data

Analisa

Kesimpulan

Selesai
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

37

3.2 Tahap Persiapan


Pada saat melakukan penelitian ada beberapa tahap. Tahap yang pertama
adalah melakukan persiapan ekseperimen diantaranya adalah studi pustaka dan
survey lapangan. Studi pustaka menggunakan literatur dari buku dan jurnal
sedangkan survey lapangan dengan mengamati langsung proses pembuatan produk
injection molding langsung di pabrik pembuatan produk injection molding.

3.3 Design Of Experiment


3.3.1 Penentuan Nilai Parameter Proses
a. Waktu Penekanan
Pada parameter ini level yang digunakan untuk penelitian ini adalah:
Level Low

: 1,25s

Level Medium : 1,50s


Level High

: 1,75s

b. Tekanan
Tekanan yang digunakan adalah Tekanan yang relatif tinggi untuk kategori
micro molding process. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa level
dari tekanann yaitu sebagai berikut:
Level Low

: 60bar

Level Medium : 70bar


Level High

: 80bar

3.3.2 Penetapan Desain Faktorial


Desain faktorial (factorial design) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah suatu desain dengan tiga level dan dua faktor dengan model full factorial,
sehingga didapat runs 9. Faktor dalam hal ini adalah suatu variabel pengamatan, jadi
pengamatan dengan dua faktor adalah pengamatan dengan menggunakan dua
variabel. Kedua faktor inilah yang nantinya akan digunakan sebagai penggambaran
dua sumbu dasar plot tiga dimensinya. Tiga level artinya adalah bahwa dalam
setiap faktor didesain dalam dua nilai perubahan. Untuk memudahkan, digunakan

38

istilah nilai rendah (-1), nilai medium (0) dan nilai tinggi (+1). Sehingga diperlukan
pengkodean dari data skala pengamatan ke data kode nilai rendah, medium dan
tinggi. Penetapan desain faktorial dari masing-masing faktor adalah dapat dilihat
pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Desain faktorial
Spesimen

Faktor
Waktu

Tenekanan

penekanan
1

-1

-1

-1

-1

-1

-1

-1

-1

3.4 Prosedural Preparasi Spesimen


Proses preparasi spesimen dilaksanakan di PT. Indragraha Nusa Plasindo di
Tangerang. Pada penelitian ini material yang digunakan untuk pembuatan spesimen
adalah polimer jenis Polietilen jenis High Density Polyethylene (HDPE). Mesin
injection molding yang digunakan adalah Hwa Chin type HC-450 SE. Berikut
adalah tahapan pembuatan spesimen.
1. Sambung semua sumber energi yang dibutuhkan untuk menghidupkan
mesin injection molding, kemudian hidupkan mesin dengan menekan
tombol power.
2. Pasang mold dan cavity pada mesin.

39

3. Nyalakan pemanas mold dan silinder barrel dan periksa temperatur


permukaan mold dengan bantuan pirometer. Biasanya proses pemanasan
dimulai dengan temperatur cetakan 120C - 125C dan temperatur silinder
barrel 130C - 137C. Selanjutnya adalah pengaturan setiap parameter
mesin. Atur temperatur mold pada 115C dan temperatur silinder pemanas
pada 150C. Temperatur harus relatif dijaga seragam di seluruh permukaan
mold.
4. Dengan melihat temperatur silinder barrel dan mold pada pirometer,
periksa jalur jalur "in" dan "out dari setiap daerah pemanas untuk
mengetahui bahwa kondisi temperatur sudah mendekati suhu yang sudah
disetel dan usahakan jalur in dan out tadi temperaturnya seragam,
karena dapat menimbulkan penyumbatan aliran dalam water jacket.
5. Atur nilai panjang langkah cetakan dan jarak nozzle terhadap cetakan.
6. Langkah selanjutnya adalah mengatur nilai tekanan dan injection time
(waktu penginjeksian). Untuk proses pembuatan spesimen ini, nilai tekanan
dan waktu penekanan yang divariasikan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Tekanan dan waktu penginjeksian yang divariasikan


Spesimen no.

Pressure (bars)

Injection Time (s)

60

1,25

70

1,50

80

1,75

60

1,75

70

1,25

80

1,50

60

1,50

70

1,75

80

1,25

40

Gambar 3.2 Tampilan monitor saat penyetelan variasi tekanan

7. Setelah langkah penyetelan sudah dilakukan, langkah berikutnya adalah


mencampur bijih plastik kedalam tabung pengisi (hooper).

Gambar 3.3 Tabung hooper

41

8. Selajutnya tekan tombol start pada operation panel untuk memulai


langkah proses penginjeksian pertama.
9. Lakukan penginjeksian sesuai dengan nilai variabel yang telah ditentukan.
10. Pada saat melakukan penginjeksian, pantau slalu temperatur cetakan dan
silinder serta variabel yang bekerja lainnya pada monitor. Karena apabila
ada salah satu variabel yang tidak stabil akan sangat mempengaruhi kondisi
akhir spesimen tersebut.
11. Langkah terakhir adalah pembukaan mold (mold opening) untuk
selanjutnya proses ejecting atau melepas spesimen yang sudah mengering
dari mold.
12. Produk akhir selesai diproduksi.

3.5 Tahap Pelaksanaan Pengujian dan Pengambilan Data di Lapangan


Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai sifat mekanik dari
spesimen. Pada setiap pengujian sifat mekanik metode yang digunakan mengacu
pada ASTM (American Society for Testing and Materials).

3.5.1 Bahan baku spesimen yang digunakan


Bahan spesimen yang digunakan pada pengujian ini adalah polimer jenis
High Density Polyethylene (HDPE). Spesimen ini diproduksi untuk kebutuhan ice
cream pack. Spesimen tersebut dapat dilihat pada gambar 3.4.

42

Gambar 3.4 Spesimen yang digunakan

Dan data sifat mekanik dasar dari bahan baku spesimen Polietilen jenis
HDPE yang didapat dari katalog distibutor dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.2 Sifat mekanik dasar polietilen jenis HDPE


Sifat Meaknik

Nilai

Specific gravity

0,952 - 0,965

Satuan
g/cm

Young's modulus

600 - 1400

MPa

Tensile strength

20 - 32

MPa

Elongation at break

45 - 55

Flexural strength

90 - 95

MPa

Bending strength

20 - 45

MPa

Impact strength

0.27 - 10.9

J/cm

3.6 Pelaksanaan pengujian


3.6.1 Uji tarik
Uji tarik digunakan untuk mengetahui sifat dan karakeristik yang dimiliki
oleh spesimen. Prinsip pengujian tarik ini adalah spesimen ditarik dengan beban

43

kontinyu dibarengi dengan mengukur pertambahan panjangnya. Hasil dari


pengujian ini adalah didapat nilai tensile properties.
Pada pengujian ini dimensi dan bentuk spesimen harus berdasarkan
standarisasi metode ASTM D638 type IV. Dimana bentuk dan dimensi spesimen
adalah sebagai berikut:

Gambar 3.5 Bentuk spesimen pengujian menurut ASTM D638 type IV

Tabel 3.3 Dimensi spesimen Pengujian menurut ASTM D638 type IV


l3
l2
l1
b2
b1
h
L0
L
r

Type 1A (mm)
150
104 113
80 2
20 0,2
10 0,2
4,0 2
50,0 0,5
115,0 1
20 - 25

Pengujian ini menggunakan mesin Universal Testing Machine merk


Shimadzu type UMH kapasitas 1Ton.

44

Gambar 3.6 Universal Testing Machine

3.6.2 Uji tekan


Pengujian tekan atau compression testing bertujuan untuk mengetahui sifat
& respon spesimen terhadap pembebanan tekan, hasil dari pengujian ini hampir
sama dengan pengujian tarik. Yang membedakan diantara keduanya adalah pada
pengujian tekan dibutuhkan hasil lendutan yang terjadi pada permukaan
spesimen.Pengukuran lendutan menggunakan dial indikator digital. Pengujian ini
menggunakan mesin yang sama dengan pengujian tarik yaitu Universal Testing
Machine merk Shimadzu type UMH kapasitas 1Ton dengan standard test yang
mengacu pada ASTM D695.

Gambar 3.7 Dial indikator digital

45

Gambar 3.8 Sistematika pengujian tekan berdasarkan ASTM D695

3.6.3 Uji Lentur


Pengujian lenturatau flexural testing merupakan suatu pengujian untuk
mengetahui sifat lenturterutama keelastisan spesimen. Hasil yang diperoleh pada
pengujian ini adalah flexural Strength (S), Flexural Modulus (EB) dan bending
strength. Pengujian ini masih menggunakan mesin uji universal testing machine.
Pada pengujian lentur dikenal 3 metode pengujian, diantaranya adalah:
a. Metode Uji lentur beban satu titik
Adalah metode uji lentur yang menggunakan satu titik beban yang berada di
tengah bentang.

46

Gambar 3.9 Metode uji lentur satu titik

b. Metode Uji lentur beban dua titik


Adalah metode uji lentur dua titik beban yang diletakan pada jarak
bentang dari tumpuan reaksi.

Gambar 3.10 Metode uji lentur beban dua titik

c. Metode Uji lentur momen murni


Adalah metode uji lentur yang tanpa dipengaruhi oleh gaya geser.

Gambar 3.11 Metode uji lentur momen murni

47

Pada pengujian ini digunakan metode uji lentur beban satu titik dengan
standard test yang digunakan adalah ASTM D6272. Berikut adalah skema
pengujian berdasarkan ASTM D6272.

Gambar 3.12 Skematik uji lentur berdasarkan ASTM D6272

Dimana
l : Panjang spesimen (mm)
h : Tebal spesimen (mm)
F : Gaya (N)
L : Jarak antar kedua support (mm)
R1: Sudut permukaan loader (5.0 mm 0.1 mm)
R2: Sudut support (2.0 mm 0.2 mm)

48

BAB IV
HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.1 Hasil penelitian dan pengujian sifat mekanik spesimen


Pada proses persiapan spesimen, terjadi masalah pada variabel spesimen
no.1 dan no.5.
Tabel 4.1 Variabel spesimen yang mengalami kegagalan
Specimen no.

Pressure (bars)

Injection Time (s)

60

1,25

70

1,50

80

1,75

60

1,75

70

1,25

80

1,50

60

1,50

70

1,75

80

1,25

Masalah yang terjadi adalah cacat pada hasil akhir spesimen. Cacat yang
terjadi adalah shrinkage. Menurut (Firdaus dan Soejono Tjitro. 2002) dalam
jurnalnya mendefinisikan shrinkage sebagai perbedaan antara dimensi produk
cetakan dengan dimensi cetakan diukur pada temperatur kamar. Untuk kecacatan
shrinkage yang terjadi pada spesimen no.1 dan no.5 dapat dilihat pada gambar
4.1.

49

(a)

(b)
Gambar 4.1 (a) spesimen no.1 dan (b) spesimen no.5
Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa untuk variabel spesimen no 1
shrinkage terjadi di sisi atas bagian depan dan belakang. Sedangkan untuk
spesimen no.5 shrinkage hanya terjadi pada bagian depan spesimen. Penyusutan
material (shrinkage) dinyatakan dalam prosen, sehingga jika dirumuskan:
Shrinkage %

..............................................................................[4.1]

50

dimana :
L = besarnya penyusutan
L = ukuran sebenarnya
Jikalau spesimen yang mengalami shrinkage diaplikasikan pada rumus
diatas maka perhitungannya sebagai berikut:
-

Spesimen no.1
Shrinkage %
5,95%

Spesimen no.5
Shrinkage %
0,96%
Cacat penyusutan yang terjadi pada spesimen no.1 dan no.5 yang

mengenai sebagian permukaan spesimen yang digunakan, mengindikasikan


bahwa telah terjadi kegagalan pengeringan pada permukaan spesimen. Dilihat dari
segi faktor variabel tekanan dan waktu penekanan, variabel untuk pembuatan
spesimen no.1 dan no.5 terhitung yang terlalu rendah sehingga cairan pengisi
tidak bisa mengisi seluruh bagian spesimen.

4.2 Hasil pengujian tarik


Standar yang dipakai untuk pengujian tarik ini, ASTM D 638. Besar
tensile properties dari masing masing spesimen dapat dilihat dari tabel berikut:

51

Tabel 4.2 Nilai tensile properties dari hasil pengujian tarik


Test / Specimen No.

Tensile Strength,
(MPa)

Elongation at break,
%

Modulus Young, E
(Mpa)

25,03

45,16

726,68

25,21

47,22

727,11

25,15

50,12

727,32

26,48

50,48

727,49

24,91

43,91

726,75

25,41

49,98

727,21

25,35

49,88

727,05

25,27

49,78

726,89

25,13

49,67

726,81

Average

227,94

48,46666667

727,0344444

Min

24,91

43,91

726,68

Max

26,48

50,48

727,49

Pada pengujian yang telah dilakukan diperoleh hasil dimana spesimen no.
4 memiliki rata-rata tensile properties yang tinggi. Sedangkan untuk spesimen no.
5 rata-rata nilai tensile properties yang dimiliki paling rendah diantara spesimen
lainnya. Menurut (bondan. 2010) kekuatan tarik pada polimer sangat dipengaruhi
oleh kerapatan media pengisi terhadap benda jadinya dan juga bisa sangat
ditentukan oleh ikatan antara filler atom yang terdapat pada permukaannya. Hal
ini yang sangat memungkinkan mempengaruhi hasil akhir dari pengujian tarik ini.
Pengujian ini juga diteliti mode perpatahan spesimen, ilustrasi dan kondisi
aktual perpatahan yang terjadi pada spesimen dapat ditunjukkan pada gambar
berikut.

52

Gambar 4.2 Model perpatahan yang terjadi pada spesimen


Dari gambar diketahui bahwa mode perpatahan yang terjadi pada setiap
spesimen adalah mode perpatahan ulet. Menurut (Soejono.2001). Perpatahan ulet
memberikan karakteristk berserabut, perpatahan ulet umumnya lebih disukai
karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih
dahulu sebelum terjadinya kerusakan. Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu
dapat dilakukan baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan stereoscan
macroscope. Pengamatan lebih detil dimungkinkan dengan penggunaan SEM
(Scanning Electron Microscope).

4.3 Hasil pengujian tekan


Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan 3 beban berbeda yaitu 5kg,
10kg, 15kg. Dari pengujian tekan yang telah dilakukan didapat hasil dimana
spesimen no.4 memiliki tensile strength dan modulus young terbesar pada setiap
beban yang dikenakan. Berikut adalah tabel hasil pengujian tekan berdasarkan
beban yg dikenakan.

53

Tabel 4.3 Hasil pengujian tekan dengan beban 5kg


Test / Specimen No.
1

Tensile Strength,
(MPa)
24,81

Modulus Young, E
(Mpa)
724,4

Deflection
(mm)
4,17

25,2

727,11

3,41

25,28

726,9

3,35

25,59

727,27

3,16

24,95

725,1

3,85

25,4

726,8

3,4

25,35

726,71

3,47

25,3

726,62

3,6

25,12

726,52

3,78

Average

25,22222222

726,3811111

3,576666667

Min

24,81

724,4

3,16

Max

25,59

727,27

4,17

Tabel 4.4 Hasil pengujian tekan dengan beban 10kg


Test / Specimen No.
1

Tensile Strength,
(MPa)
23,6

Modulus Young, E
(Mpa)
723,7

Deflection
(mm)
5,41

24,28

725,7

4,43

25,03

725,6

4,53

26,09

727,03

4,21

23,72

726,18

5,21

25,8

726,89

4,4

25,67

726,7

4,58

25,55

726,6

4,65

24,11

726,29

4,9

Average

24,87222222

726,0766667

4,702222222

Min

23,6

723,7

4,21

Max

26,09

727,03

5,41

54

Tabel 4.5 Hasil pengujian tekan dengan beban 15kg


Test / Spesimen No.
1

Tensile Strength,
(MPa)
22,85

Modulus Young, E
(Mpa)
723,6

Deflection
(mm)
6,68

24,31

725,9

5,49

25,18

724,8

5,53

25,35

727,28

5,31

24

726,28

6,36

25,05

727,05

5,45

24,95

726,87

5,55

24,7

726,45

5,67

24,45

726,16

5,93

Average

24,53777778

726,0433333

5,774444444

Min

22,85

723,6

5,31

Max

25,35

727,28

6,68

Selain melalui tabel, hasil dari pengujian tekan ini juga dapat diamati dari
kondisi fisik setelah dikenakan beban. Pada gambar 4.3 dapat dilihat secara
langsung yang memperlihatkan perlakuan berat beban yang berbeda dan pengaruh
terhadap kondisi fisiknya.

(a)

55

(b)

(c)

(d)
Gambar 4.3 Kondisi aktual spesimen setelah pengujian

56

Hasil tes aktual dapat disimpulkan bahwa pada saat beban yang dikenakan
adalah 5kg setiap spesimen hanya mengalami sedikit lendutan pada sisi luar
bagian kanan (gambar 4.3a). Spesimen yang mengalami lendutan paling besar
adalah spesimen no.5 yaitu 3,96mm. Untuk pembebanan 10kg rata-rata setiap
spesimen masih mengalami lendutan, saat ini lendutan tidak hanya terjadi pada
sisi kanan tetapi sisi kiri juga terjadi lendutan (gambar 4.3 b). Untuk spesimen
no.5 terjadi crack atau retak sepanjang 2,3cm di bagian permukaan (gambar 4.3
c). Dan yang terakhir untuk pembebanan 15kg setiap spesimen mengalami
lendutan yang cukup signifikan, lendutan terbesar terjadi pada spesimen no.1.
Crack juga muncul pada spesimen no.5, kali ini crack yang muncul lebih besar
daripada crack yang terjadi pada pembebanan 10kg. Panjang crack yang terjadi
adalah 4,9cm, dan crack juga diikuti munculnya garis putih pekat bekas lekukan
akibat penekanan yang dilakukan (gambar 4.3 d).
Dari hasil pengamatan secara aktual dapat disimpulkan bahwa lendutan
terjadi apabila suatu bahan/material menerima beban tekan dengan besaran
tertentu. Dan lendutan yang terjadi pada spesimen berbanding lurus dengan gaya
yang diberikan artinya semakin besar gaya yang diberikan maka semakin besar
pula lendutan yang terjadi. Dan dari hasil pengamatan, bagian sisi spesimen yang
rusak atau mengalami crack disebabkan oleh pada saat pengujian ada ketidak
simetrisan peletakan beban terhadap permukaan spesimen satu dengan lainnya.
Ketidakseimbangan beban ini yang menyebabkan terjadinya momen pada sisi
yang diberi beban dan berakibat terjadinya crack.

4.4 Hasil pengujian lentur


Dari hasil pengujian bending terhadap setiap spesimen didapatkan data
sebagai berikut:

57

Tabel 4.6 Hasil pengujian lentur


Test / Specimen

Flexural Strength (S)

Flexural Modulus(EB)

No.

(MPa)

(MPa)

8,17

1151,89

8,42

1179,43

8,82

1190,83

9,43

1278,88

8,24

1120,02

9,34

1227,67

9,21

1197,53

9,12

1181,73

8,93

1171,78

Average

8,853333333

1188,862222

Min

8,17

1120,02

Max

9,43

1278,88

Pada pengujian lentur ini spesimen no.4 masih lebih baik kualitas
lenturnya dibanding dengan spesimen lainnya. Pada setiap spesimen deformasi
menjadi permanen dan tidak dapat balik, dimana jika beban dilepas spesimen
tidak kembali ke bentuk awalnya. Terdapat cacat penyusutan pada spesimen no.1
dan no.5 yang mengenai sebagian permukaan spesimen yang digunakan adanya
cacat ini mengindikasikan bahwa telah terjadi kegagalan pengeringan pada
permukaan spesimen yang berarti ikatan antar atom pada material telah
mengalami perubahan. Hal ini mengakibatkan adanya perubahan energi ikat antar
atom yang tentu saja mempengaruhi flexural strength dari material tersebut.
Energi ikat menjadi lebih kecil sehingga modulusnya pun semakin kecil.

58

4.5 Pengolahan data hasil setiap pengujian

4.5.1 Uji tarik dengan ASTM D638


Tensile Strength
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode :
Tabel 4.7 ANOVA untuk tensile strength
Analysis of Variance for tensile_strength
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

0,80395

0,803950

0,200988

0,91

0,535

Linear

0,50513

0,505125

0,252563

1,15

0,404

Square

0,19531

0,195312

0,195312

0,89

0,400

Interaction

0,10351

0,103512

0,103512

0,47

0,531

Residual Error

0,88205

0,882050

0,220513

Pure Error

0,88205

0,882050

0,220512

1,68600

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tarik ASTM D638. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D638. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari sebesar 0,05. Oleh karena
semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan demikian
dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan data pada
uji tarik ASTM D638.
b. Uji Partial
Tabel 4.8 Koefisien regresi untuk tensile strength
Estimated Regression Coefficients for tensile_strength
Term

Coef

SE Coef

24,9100

0,4696

53,047

0,000

waktu

0,1538

0,1660

0,926

0,407

tekanan

0,1988

0,1660

1,197

0,297

Constant

59

waktu*waktu

0,4687

0,4981

0,941

0,400

waktu*tekanan

0,1137

0,1660

0,685

0,531

S = 0,4696

R-Sq = 47,7%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter.


Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value pada parameter
yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansi, Hal ini berarti
bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk
model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah
konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari tingkat signifikansi.
Sedangkan model orde kedua untuk tensile strength yang dihasilkan ditunjukkan
dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

Gambar 4.4 Contour plot untuk tensile strength vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila
berada antara level 0 dan -0.5 untuk parameter waktu dan tekanan. Nilai optimum
akan berada antara 24.8 - 25.

60

Gambar 4.5 Surface plot untuk tensile strength vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon berada pada level yang mendekati 0.

Residual Plots for Tensile Strength


Normal Probability Plot of the Residuals

Residuals Versus the Fitted Values

99

1,0

Residual

Percent

90
50
10
1

-1

0
Residual

23,5

Histogram of the Residuals

24,0

24,5
25,0
Fitted Value

25,5

Residuals Versus the Order of the Data


1,0

Residual

Frequency

0,0
-0,5
-1,0

-2

1
0

0,5

0,5
0,0
-0,5
-1,0

-1,0

-0,5

0,0
Residual

0,5

1,0

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.6 Residual plots untuk tensile strength

Elongation
a. Tabel ANOVA

61

Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua


menggunakan data yang telah dikode :
Tabel 4.9 ANOVA untuk elongation
Analysis of Variance for Elongation
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Regression

30,4628

30,4628

Linear

6,1996

6,1996

Square

23,3586

23,3586

Adj MS

7,6157

1,79

0,294

3,0998

0,73

0,538

23,3586

5,48

0,079

0,21

0,669

Interaction

0,9045

0,9045

0,9045

Residual Error

17,0363

17,0363

4,2591

Pure Error

17,0362

17,0362

4,2591

47,4990

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tarik ASTM D638. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D638. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari tingkat signifikansi (alpha)
sebesar 0,05. Oleh karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji
tarik dengan demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk
menggambarkan data pada uji tarik ASTM D638.
b. Uji Partial
Tabel 4.10 Koefisien regresi untuk elongation
Estimated Regression Coefficients for Elongation
Term

Coef

SE Coef

Constant

43,9100

2,0637

21,277

0,000

waktu

-0,8263

0,7296

-1,132

0,321

tekanan

0,3038

0,7296

0,416

0,699

waktu*waktu

5,1263

2,1889

2,342

0,079

waktu*tekanan

0,3362

0,7296

0,461

0,669

S = 2,064

R-Sq = 64,1%

R-Sq(adj) = 28,3%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value

62

pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar nilai , Hal ini berarti
bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon untuk
model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon adalah
konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari tingkat signifikansi.
Sedangkan model orde kedua untuk elongation yang dihasilkan ditunjukkan
dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

Gambar 4.7 Contour plot untuk elongation vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum elongation akan berada pada daerah kurang dari 44.

63

Gambar 4.8 Surface plot untuk elongation vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon berada pada level yang mendekati 0.

Residual Plots for Elongation


Normal Probability Plot of the Residuals

Percent

90
50
10
1

Residuals Versus the Fitted Values


Standardized Residual

99

-2

-1
0
1
Standardized Residual

2
1
0
-1
-2

Histogram of the Residuals


Standardized Residual

Frequency

3
2
1
-1,5

-1,0 -0,5 0,0


0,5
1,0
Standardized Residual

49
Fitted Value

50

Residuals Versus the Order of the Data

48

1,5

2
1
0
-1
-2

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.9 Residual plots untuk elongation

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik

64

normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.

4.5.2 Uji tekan dengan ASTM D695


Tensile Strength 5 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode :
Tabel 4.11 ANOVA untuk tensile strength 5kg
Analysis of Variance for tensile strength
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

0,183406

0,183406

0,045851

0,69

0,634

Linear

0,086425

0,086425

0,043213

0,65

0,568

Square

0,083368

0,083368

0,083368

1,26

0,324

Interaction

0,013613

0,013613

0,013613

0,21

0,673

Residual Error

0,264150

0,264150

0,066038

Pure Error

0,264150

0,264150

0,066038

0,447556

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.

b. Uji Partial

65

Tabel 4.12 Koefisien regresi untuk tensile strength 5kg


Estimated Regression Coefficients for tensile strength
Term

Coef

SE Coef

Constant

24,9500

0,25698

97,090

0,000

waktu

-0,0063

0,09086

-0,069

0,948

tekanan

0,1038

0,09086

1,142

0,317

waktu*waktu

0,3063

0,27257

1,124

0,324

waktu*tekanan

0,0413

0,09086

0,454

0,673

S = 0,2570

R-Sq = 41,0%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai , Hal ini
berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon
untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon
adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai .
Sedangkan model orde kedua untuk tensile strength yang dihasilkan ditunjukkan
dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

Gambar 4.10 Contour plot untuk tensile strength 5kg vs parameter

66

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum tensile strength akan berada pada daerah 24.9 - 25.

Gambar 4.11 Surface plot untuk tensile strength 5kg vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon berada pada level yang mendekati 0.

Residual Plots for tensile strength


Normal Probability Plot of the Residuals

Percent

90
50
10
1

Residuals Versus the Fitted Values


Standardized Residual

99

-2

-1
0
1
Standardized Residual

2
1
0
-1
-2

Histogram of the Residuals


Standardized Residual

Frequency

1,5
1,0
0,5
-1,5

-1,0 -0,5 0,0


0,5
1,0
Standardized Residual

25,2
25,3
Fitted Value

25,4

Residuals Versus the Order of the Data

2,0

0,0

25,1

1,5

2
1
0
-1
-2

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.12 Residual plots untuk tensile strength 5kg

67

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.

Modulus Young 5 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode :
Tabel 4.13 ANOVA untuk modulus young 5kg
Analysis of Variance for Modulus Young
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

4,54764

4,54764

1,13691

1,53

0,345

Linear

1,36463

1,36463

0,68231

0,92

0,469

Square

1,84640

1,84640

1,84640

2,49

0,190

Interaction

1,33661

1,33661

1,33661

1,80

0,251

Residual Error

2,96905

2,96905

0,74226

Pure Error

2,96905

2,96905

0,74226

7,51669

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.

68

b. Uji Partial
Tabel 4.14 Koefisien regresi untuk modulus young 5kg
Estimated Regression Coefficients for Modulus Young
Term

Coef

SE Coef

725,100

0,8615

841,626

0,000

-0,146

0,3046

-0,480

0,656

tekanan

0,386

0,3046

1,268

0,274

waktu*waktu

1,441

0,9138

1,577

0,190

waktu*tekanan

0,409

0,3046

1,342

0,251

Constant
waktu

S = 0,8615

R-Sq = 60,5%

R-Sq(adj) = 21,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai , Hal ini
berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon
untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon
adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai .
Sedangkan model orde kedua untuk modulus young 5kg
ditunjukkan dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

69

yang dihasilkan

Gambar 4.13 Contour plot untuk modulus young 5kg vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum modulus young akan berada pada daerah kurang dari 725.

Gambar 4.14 Surface plot untuk modulus young 5kg vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon berada pada level yang mendekati 0.

70

Residual Plots for Modulus Young


Normal Probability Plot of the Residuals
90

Percent

Residuals Versus the Fitted Values


Standardized Residual

99

50
10
1

-2

-1
0
1
Standardized Residual

2
1
0
-1
-2
725,5

Histogram of the Residuals


Standardized Residual

Frequency

3
2
1
-2

-1
0
1
Standardized Residual

726,5
Fitted Value

727,0

Residuals Versus the Order of the Data

726,0

2
1
0
-1
-2
1

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.15 Residual plots untuk modulus young 5kg

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
varian yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.

Defelection 5 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode :
Tabel 4.15 ANOVA untuk deflection 5kg
Analysis of Variance for Deflection
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

0,335400

0,335400

0,083850

0,78

0,591

Linear

0,140900

0,140900

0,070450

0,66

0,566

Square

0,084050

0,084050

0,084050

0,78

0,426

Interaction

0,110450

0,110450

0,110450

1,03

0,367

Residual Error

0,428600

0,428600

0,107150

Pure Error

0,428600

0,428600

0,107150

0,764000

Total

71

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.

b. Uji Partial
Tabel 4.16 Koefisien regresi untuk deflection 5kg
Estimated Regression Coefficients for Deflection
Term

Coef

SE Coef

3,85000

0,3273

11,762

0,000

waktu

-0,00750

0,1157

-0,065

0,951

tekanan

-0,13250

0,1157

-1,145

0,316

waktu*waktu

-0,30750

0,3472

-0,886

0,426

waktu*tekanan

-0,11750

0,1157

-1,015

0,367

Constant

S = 0,3273

R-Sq = 43,9%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hamper semua nilai
p_value pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat
signifikansi, Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan
berpengaruh pada respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan
berpengaruh pada respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih
kecil dari nilai . Sedangkan model orde kedua untuk deflection 5kg yang
dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

72

Gambar 4.16 Contour plot untuk deflection 5kg vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum Deflection akan berada pada daerah 3.8 - 3.9

Gambar 4.17 Surface plot untuk deflection 5kg vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon yang mendekati level 0.

73

Residual Plots for Deflection


Normal Probability Plot of the Residuals

Percent

90
50
10
1

Residuals Versus the Fitted Values


Standardized Residual

99

-2

-1
0
1
Standardized Residual

2
1
0
-1
-2

Histogram of the Residuals


Standardized Residual

Frequency

1,5
1,0
0,5
-1,5

-1,0 -0,5 0,0


0,5
1,0
Standardized Residual

3,6
Fitted Value

3,8

Residuals Versus the Order of the Data

2,0

0,0

3,4

1,5

2
1
0
-1
-2

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.18 Residual plots untuk defletion 5kg

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.
Tensile Strength 10 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode:
Tabel 4.17 ANOVA untuk tensile strength 10kg
Analysis of Variance for Tensile Strength
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

2,85391

2,85391

0,71348

0,64

0,664

Linear

1,20633

1,20633

0,60316

0,54

0,621

Square

1,49357

1,49357

1,49357

1,33

0,313

Interaction

0,15401

0,15401

0,15401

0,14

0,730

74

Residual Error

4,48845

4,48845

1,12211

Pure Error

4,48845

4,48845

1,12211

7,34236

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.
b. Uji Partial
Tabel 4.18 Koefisien regresi untuk tensile strength 10kg
Estimated Regression Coefficients for Tensile Strength
Term

Coef

SE Coef

Constant

23,7200

1,0593

22,392

0,000

waktu

-0,0737

0,3745

-0,197

0,853

tekanan

0,3813

0,3745

1,018

0,366

waktu*waktu

1,2963

1,1236

1,154

0,313

-0,1388

0,3745

-0,370

0,730

waktu*tekanan
S = 1,059

R-Sq = 38,9%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansi,
Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada
respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada
respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai .
Sedangkan model orde kedua untuk tensile strength 10kg yang dihasilkan
ditunjukkan dalam persamaan berikut:

75

c. Analisa Grafik

Gambar 4.19 Contour plot untuk tensile strength 10kg vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum tensile strength akan berada pada daerah 23.5-24.

Gambar 4.20 Surface plot untuk tensile strength 10kg vs parameter

76

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

Residual Plots for Tensile Strength


Normal Probability Plot of the Residuals

Residuals Versus the Fitted Values

99

1,0

Residual

Percent

90
50
10
1

-1

0
Residual

-0,5

23,5

Histogram of the Residuals

24,0

24,5
25,0
Fitted Value

25,5

Residuals Versus the Order of the Data


1,0

Residual

Frequency

0,0

-1,0
-2

1
0

0,5

0,5
0,0
-0,5
-1,0

-1,0

-0,5

0,0
Residual

0,5

1,0

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.21 Residual plots untuk tensile strength 10kg

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.

Modulus Young 10 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode :

77

Tabel 4.19 ANOVA untuk modulus young 10kg


Analysis of Variance for Modulus Young
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

2,09105

2,09105

0,52276

0,34

0,842

Linear

2,01243

2,01243

1,00621

0,65

0,571

Square

0,01201

0,01201

0,01201

0,01

0,934

Interaction

0,06661

0,06661

0,06661

0,04

0,846

Residual Error

6,21555

6,21555

1,55389

Pure Error

6,21555

6,21555

1,55389

8,30660

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.
b. Uji Partial
Tabel 4.20 Koefisien regresi untuk modulus young 10kg
Estimated Regression Coefficients for Modulus Young
Term
Constant
waktu
tekanan
waktu*waktu
waktu*tekanan
S = 1,247

Coef

SE Coef

726,180

1,2466

582,552

0,000

-0,234

0,4407

-0,530

0,624

0,444

0,4407

1,007

0,371

-0,116

1,3222

-0,088

0,934

0,091

0,4407

0,207

0,846

R-Sq = 25,2%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai , Hal ini
berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon
untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon

78

adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai .
Sedangkan model orde kedua untuk modulus young 10kg yang dihasilkan
ditunjukkan dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

Gambar 4.22 Contour plot untuk modulus young 10kg vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila
berada pada level 0 dan -0.5 untuk parameter waktu dan level 0 dan -0.5 untuk
parameter tekanan. Nilai optimum modulus young akan berada pada daerah 726.

Gambar 4.23 Surface plot untuk modulus young 10kg vs parameter

79

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

Residual Plots for Modulus Young


Residuals Versus the Fitted Values

99

90

Residual

Percent

Normal Probability Plot of the Residuals

50
10
1

-2

-1

0
Residual

Histogram of the Residuals

725,6

726,0
Fitted Value

726,4

726,8

Residuals Versus the Order of the Data


2

Residual

Frequency

-1
-2
725,2

3
2
1
0

-1,5

-1,0

-0,5 0,0
0,5
Residual

1,0

1
0
-1
-2

1,5

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.24 Residual plots untuk modulus young 10kg

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.
Deflection 10 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode:

80

Tabel 4.21 ANOVA untuk deflection 10kg


Analysis of Variance for Deflection
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

0,64781

0,647806

0,161951

1,07

0,474

Linear

0,24013

0,240125

0,120063

0,79

0,513

Square

0,29007

0,290068

0,290068

1,92

0,238

Interaction

0,11761

0,117613

0,117613

0,78

0,428

Residual Error

0,60515

0,605150

0,151287

Pure Error

0,60515

0,605150

0,151287

1,25296

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.
b. Uji Partial
Tabel 4.22 Koefisien regresi untuk deflection 10kg
Estimated Regression Coefficients for Deflection
Term

Coef

SE Coef

5,21000

0,3890

13,395

0,000

waktu

-0,02625

0,1375

-0,191

0,858

tekanan

-0,17125

0,1375

-1,245

0,281

waktu*waktu

-0,57125

0,4126

-1,385

0,238

0,1375

-0,882

0,428

Constant

waktu*tekanan
S = 0,3890

-0,12125

R-Sq = 51,7%

R-Sq(adj) = 3,4%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai , Hal ini
berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon
untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon

81

adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai .
Sedangkan model orde kedua untuk deflection 10kg yang dihasilkan ditunjukkan
dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

Gambar 4.25 Contour plot untuk deflection 10kg vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum deflection akan berada pada daerah 5.2.

82

Gambar 4.26 Surface plot untuk deflection 10kg vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

Residual Plots for Deflection


Normal Probability Plot of the Residuals

Residuals Versus the Fitted Values

99

0,50

Residual

Percent

90
50
10
1

-0,25

0,00
Residual

0,25

-0,25

0,50

4,4

Histogram of the Residuals

4,6
4,8
Fitted Value

5,0

5,2

Residuals Versus the Order of the Data


0,50

Residual

Frequency

0,00

-0,50
-0,50

1
0

0,25

0,25
0,00
-0,25
-0,50

-0,6

-0,4

-0,2 0,0
0,2
Residual

0,4

0,6

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.27 Residual plots untuk deflection 10kg

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan

83

demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menynjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.

Tensile Strength 15 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode:

Tabel 4.23 ANOVA untuk tensile strength 15kg


Analysis of Variance for Tensile Strength
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

1,46966

1,46966

Linear

0,76585

Square

Interaction

Residual Error
Pure Error
Total

0,367414

0,45

0,770

0,76585

0,382925

0,47

0,656

0,32536

0,32536

0,325356

0,40

0,562

0,37845

0,37845

0,378450

0,46

0,533

3,25850

3,25850

0,814625

3,25850

3,25850

0,814625

4,72816

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.
b. Uji Partial

84

Tabel 4.24 Koefisien regresi untuk tensile strength 15kg


Estimated Regression Coefficients for Tensile Strength
Term

Coef

SE Coef

Constant

24,0000

0,9026

26,591

0,000

waktu

-0,2150

0,3191

-0,674

0,537

tekanan

0,2225

0,3191

0,697

0,524

waktu*waktu

0,6050

0,9573

0,632

0,562

waktu*tekanan

0,2175

0,3191

0,682

0,533

S = 0,9026

R-Sq = 31,1%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansi,
Hal ini berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada
respon untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada
respon adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai .
Sedangkan model orde kedua untuk tensile strength 15kg yang dihasilkan
ditunjukkan dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik
Contour Plot of Tensile Strength vs waktu; tekanan
1,0

Tensile
Strength
< 23,8
23,8 - 24,0
24,0 - 24,2
24,2 - 24,4
24,4 - 24,6
24,6 - 24,8
> 24,8

waktu

0,5

0,0

-0,5

-1,0
-1,0

-0,5

0,0
tekanan

0,5

1,0

Gambar 4.28 Contour plot untuk tensile strength 15kg vs parameter

85

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanana.
Nilai optimum tensile strength akan berada pada daerah 23.8.

Surface Plot of Tensile Strength vs tekanan; waktu

24,8

Tensile Strength

24,4

24,0
1
-1

0
0
waktu

tekanan

-1

Gambar 4.29 Surface plot untuk tensile strength 15kg vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

Residual Plots for Tensile Strength


Normal Probability Plot of the Residuals

Residuals Versus the Fitted Values

99

1,0

Residual

Percent

90
50
10

0,0
-0,5
-1,0

-1

0
Residual

24,0

Histogram of the Residuals

1,0

1,5

0,5

1,0
0,5
0,0

24,2

24,4
24,6
Fitted Value

24,8

Residuals Versus the Order of the Data

2,0

Residual

Frequency

0,5

0,0
-0,5
-1,0

-1,0

-0,5

0,0
Residual

0,5

1,0

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.30 Residual plots untuk tensile strength 15kg

86

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.

Modulus Young 15 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode :
Tabel 4.25 ANOVA untuk modulus young 15kg
Analysis of Variance for Modulus Young
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

3,0810

3,08095

0,77024

0,39

0,809

Linear

3,0143

3,01433

1,50716

0,76

0,525

Square

0,0630

0,06301

0,06301

0,03

0,867

Interaction

0,00

0,968

0,0036

0,00361

0,00361

Residual Error

7,9164

7,91645

1,97911

Pure Error

7,9164

7,91645

1,97911

10,9974

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 5%. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.

87

b. Uji Partial
Tabel 4.26 Koefisien regresi untuk modulus young 15kg
Estimated Regression Coefficients for Modulus Young
Term
Constant
waktu
tekanan
waktu*waktu
waktu*tekanan
S = 1,407

Coef

SE Coef

726,280

1,4068

516,260

0,000

-0,056

0,4974

-0,113

0,915

0,611

0,4974

1,229

0,286

-0,266

1,4921

-0,178

0,867

0,021

0,4974

0,043

0,968

R-Sq = 28,0%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai , Hal ini
berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon
untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon
adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai .
Sedangkan model orde kedua untuk modulus young 15kg yang dihasilkan
ditunjukkan dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

88

Contour Plot of Modulus Young vs waktu; tekanan


1,0

Modulus Young
< 725,50
725,75
726,00
726,25
726,50
726,75

725,50
725,75
726,00
726,25
726,50

0,5

waktu

>

726,75

0,0

-0,5

-1,0
-1,0

-0,5

0,0
tekanan

0,5

1,0

Gambar 4.31 Contour plot untuk modulus young 15kg vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum modulus young akan berada pada daerah 726.25 - 726.50.

Surface Plot of Modulus Young vs tekanan; waktu

727,0
726,5
Modulus Young
726,0
725,5

1
-1

0
0
waktu

tekanan

-1

Gambar 4.32 Surface plot untuk modulus young 15kg vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

89

Residual Plots for Modulus Young


Residuals Versus the Fitted Values
2

90

Residual

Percent

Normal Probability Plot of the Residuals


99

50
10
1

-2

-1

0
Residual

-2
725,2

Histogram of the Residuals

725,6

726,0
Fitted Value

726,4

726,8

Residuals Versus the Order of the Data


2

Residual

Frequency

0
-1

2
1
0

-1,5

-1,0

-0,5 0,0
0,5
Residual

1,0

0
-1
-2

1,5

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.33 Residual plots untuk modulus young 15kg

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.
Deflection 15 kg
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode :
Tabel 4.27 ANOVA untuk deflection 15kg
Analysis of Variance for Deflection
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

0,85017

0,850172

0,212543

0,99

0,504

Linear

0,31593

0,315925

0,157963

0,73

0,535

Square

Interaction

0,38573

0,385735

0,385735

1,79

0,251

0,14851

0,148512

0,148512

0,69

0,453

90

Residual Error

0,85985

0,859850

0,214962

Pure Error

0,85985

0,859850

0,214962

1,71002

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji tekan ASTM D695. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak tidak sesuai atau signifikan pada data uji
tarik ASTM D695.Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masingmasing bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Oleh
karena semua bentuk model regresi tidak sesuai pada data uji tarik dengan
demikian dapat disimpulkan model tersebut tidak sesuai untuk menggambarkan
data pada uji tekan ASTM D695.

b. Uji Partial
Tabel 4.28 Koefisien regresi untuk deflection 15kg
Estimated Regression Coefficients for Deflection
Term

Coef

SE Coef

Constant

6,36000

0,4636

13,718

0,000

waktu

0,03125

0,1639

0,191

0,858

tekanan

-0,19625

0,1639

-1,197

0,297

waktu*waktu

-0,65875

0,4918

-1,340

0,251

waktu*tekanan

-0,13625

0,1639

-0,831

0,453

S = 0,4636

R-Sq = 49,7%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih besar dari nilai , Hal ini
berarti bahwa masing-masing parameter tidak signifikan berpengaruh pada respon
untuk model regresi awal. Parameter yang signifikan berpengaruh pada respon
adalah konstan, karena nilai p_value pada konstan lebih kecil dari nilai .
Sedangkan model orde kedua untuk deflection 15kg yang dihasilkan ditunjukkan
dalam persamaan berikut:

91

c. Analisa Grafik
Contour Plot of Deflection vs waktu; tekanan
1,0

Deflection
< 5,50
5,50 - 5,75
5,75 - 6,00
6,00 - 6,25
6,25 - 6,50
> 6,50

waktu

0,5

0,0

-0,5

-1,0
-1,0

-0,5

0,0
tekanan

0,5

1,0

Gambar 4.34 Contour plot untuk deflection 15kg vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apabila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum deflection akan berada pada daerah 6.25 - 6.50.

Surface Plot of Deflection vs tekanan; waktu

6,5

Deflection

6,0

5,5
-1

0
0
waktu

tekanan

-1

Gambar 4.35 Surface plot untuk deflection 15kg vs parameter

92

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
kecepatan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

Residual Plots for Deflection


Normal Probability Plot of the Residuals

Residuals Versus the Fitted Values

99
0,50

Residual

Percent

90
50
10
1

-0,8

-0,4

0,0
Residual

0,4

0,8

5,50

Histogram of the Residuals

5,75
6,00
Fitted Value

6,25

6,50

Residuals Versus the Order of the Data


0,50

3,6

Residual

Frequency

0,00
-0,25
-0,50

4,8

2,4
1,2
0,0

0,25

0,25
0,00
-0,25
-0,50

-0,50

-0,25

0,00
Residual

0,25

0,50

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.36 Residual plots untuk deflection 15kg

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.

4.5.3 Uji Lentur dengan ASTM D6272


Flextural Strength
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode :

93

Tabel 4.29 ANOVA untuk flexural strength


Analysis of Variance for Flexural Strength
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

0,60100

0,60100

0,150250

0,50

0,037

Linear

0,17060

0,17060

0,085300

0,28

0,076

Square

0,42320

0,42320

0,423200

1,41

0,030

Interaction

0,02

0,038

0,00720

0,00720

0,007200

Residual Error

1,20460

1,20460

0,301150

Pure Error

1,20460

1,20460

0,301150

1,80560

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
uji lentur ASTM D6272. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak sesuai atau signifikan pada data uji lentur
ASTM D6272. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masing-masing
bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Dengan demikian
dapat disimpulkan model tersebut sesuai untuk menggambarkan data pada uji
lentur ASTM D6272.

b. Uji Partial
Tabel 4.30 Koefisien regresi untuk flexural strength
Estimated Regression Coefficients for Flexural Strength
Term
Constant
waktu
tekanan
waktu*waktu
waktu*tekanan
S = 0,5488

Coef

SE Coef

8,24000

0,5488

15,015

0,000

-0,09000

0,1940

-0,464

0,036

0,11500

0,1940

0,593

0,048

0,69000

0,5821

1,185

0,030

-0,03000

0,1940

-0,155

0,038

R-Sq = 95,3%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih kecil dari tingkat , Hal ini

94

berarti bahwa masing-masing parameter signifikan berpengaruh pada variabel


proses. Dari tabel pendugaan model orde kedua untuk flexural strength terhadap
variabel proses dapat diketahui bahwa besarnya variasi respon yang dapat
dijelaskan oleh pendugaan model ini mencapai 95.6% lebih besar dari taraf
signifikansi 95% dan dapat dinyatakan bahwa model orde dua tersebut telah
sesuai. Sedangkan model orde kedua untuk flexural strength yang dihasilkan
ditunjukkan dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik
Contour Plot of Flexural Strength vs waktu; tekanan
1,0

Flexural
Strength
< 8,2
8,2 - 8,4
8,4 - 8,6
8,6 - 8,8
8,8 - 9,0

0,5

waktu

>

9,0

0,0

-0,5

-1,0
-1,0

-0,5

0,0
tekanan

0,5

1,0

Gambar 4.37 Contour plot untuk flexural strength vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum flextural strength akan berada pada daerah 8.2 - 8.4.

95

Surface Plot of Flexural Strength vs tekanan; waktu

9,2

Flexural Strength

8,8

8,4
1
8,0
-1

0
0
waktu

tekanan

-1

Gambar 4.38 Surface plot untuk flexural strength vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
tekanan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

Residual Plots for Flexural Strength


Normal Probability Plot of the Residuals

Residuals Versus the Fitted Values

99
0,50
Residual

Percent

90
50
10

0,00
-0,25
-0,50

1
-1,0

-0,5

0,0
Residual

0,5

1,0

8,4

Histogram of the Residuals

0,50

3,6

0,25

2,4

8,7
Fitted Value

9,0

9,3

Residuals Versus the Order of the Data

4,8
Residual

Frequency

0,25

1,2

0,00
-0,25
-0,50

0,0

-0,50

-0,25

0,00
Residual

0,25

0,50

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.39 Residual plots untuk flexural strength

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0

96

dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.

Flextural Modulus
a. Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah dikode:
Tabel 4.31 ANOVA untuk flexural modulus
Analysis of Variance for Flexural Modulus
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

8103,4

8103,35

2025,84

1,00

0,050

Linear

2289,6

2289,65

1144,82

0,56

0,046

Square

5331,7

5331,66

5331,66

2,63

0,018

Interaction

482,1

482,05

482,05

0,24

0,042

Residual Error

8122,7

8122,73

2030,68

Pure Error

8122,7

8122,73

2030,68

16226,1

Total

Output di atas menjelaskan hasil pengujian bentuk model regresi pada data
Uji lentur ASTM D6272. Berdasarkan output di atas model regresi dengan bentuk
linear, kuadratik, interaksi dan serentak sesuai atau signifikan pada data uji lentur
ASTM D6272. Hal ini dapat dilihat dari semua nilai p_value pada masing-masing
bentuk model regresi yang lebih besar dari nilai sebesar 0,05. Dengan demikian
dapat disimpulkan model tersebut sesuai untuk menggambarkan data pada uji
lentur ASTM D6272.
b. Uji Partial

97

Tabel 4.32 Koefisien regresi untuk flexural modulus


Estimated Regression Coefficients for Flexural Modulus
Term

Coef

SE Coef

1120,02

45,06

24,854

0,000

waktu

12,00

15,93

0,753

0,049

tekanan

11,93

15,93

0,748

0,049

waktu*waktu

77,45

47,80

1,620

0,018

7,76

15,93

0,487

0,045

Constant

waktu*tekanan
S = 45,06

R-Sq = 96,9%

R-Sq(adj) = 0,0%

Output di atas merupakan hasil pengujian parsial tiap-tiap parameter pada


model regresi awal. Berdasarkan output diatas terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki nilai yang lebih kecil dari tingkat (0,05), Hal
ini berarti bahwa masing-masing parameter signifikan berpengaruh pada variabel
proses. Dari tabel pendugaan model orde kedua untuk flexural modulus terhadap
variabel proses dapat diketahui bahwa besarnya variasi respon yang dapat
dijelaskan oleh pendugaan model ini mencapai 96,9% lebih besar dari taraf
signifikansi 95% dan dapat dinyatakan bahwa model orde dua tersebut telah
sesuai. Sedangkan model orde kedua untuk flexural modulus yang dihasilkan
ditunjukkan dalam persamaan berikut:

c. Analisa Grafik

98

Contour Plot of Flexural Modulus vs waktu; tekanan


1,0

Flexural
Modulus
< 1120
1120 1140
1140 1160
1160 1180
1180 1200
1200 1220
> 1220

waktu

0,5

0,0

-0,5

-1,0
-1,0

-0,5

0,0
tekanan

0,5

1,0

Gambar 4.40 Contour plot untuk flexural modulus vs parameter

Pada contour plot diatas menjelaskan bahwa respon semakin baik apa bila
berada pada level 0 untuk parameter waktu dan level 0 untuk parameter tekanan.
Nilai optimum flextural modulus akan berada pada daerah kurang dari 1120.
Surface Plot of Flexural Modulus vs tekanan; waktu

1200
Flexural Modulus
1150
1
1100
-1

0
0
waktu

tekanan

-1

Gambar 4.41 Surface plot untuk flexural modulus vs parameter

Pada surface plot diatas menjelaskan variabel dependen yaitu waktu dan
kecepatan yang mengoptimalkan respon pada daerah mendekati 0.

99

Residual Plots for Flexural Modulus


Normal Probability Plot of the Residuals

Residuals Versus the Fitted Values

99

50

Residual

Percent

90
50
10
1

-80

-40

0
Residual

40

Histogram of the Residuals

-25

1140

1170
Fitted Value

1200

1230

Residuals Versus the Order of the Data


50

3,6

Residual

Frequency

-50
1110

80

4,8

2,4
1,2
0,0

25

25
0
-25
-50

-40

-20

0
Residual

20

40

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.42 Residual plots untuk flexural modulus

Berdasarkan grafik normal probability plot di atas data menyebar disekitar


garis, hal ini dapat berarti bahwa data mengikuti distribusi normal. Dengan
demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga menunjukkan data menyebar disekitar garis 0
dan tidak membentuk pola tertentu, hal ini dapat berarti bahwa data memiliki
variansi yang sama. Dengan demikian data telah lolos uji salah satu asumsi yaitu
asumsi homogenitas.
1
4.6. Analisa shrinkage
Analisa ini bertujuan untuk mengetahui hubungan parameter waktu dan
kecepatan penekanan terhadap shrinkage. Berikut adalah variabel parameter yang
mengalami shrinkage serta presentase besarnya
Tabel 4.33 Parameter yang mengalami shrinkage

Spesimen

Tekanan (bar)

no.

Waktu

Shringkage

penekanan (s)

(%)

60

1,25

5,95%

70

1,25

0,96%

100

Pengujian dilakukan dengan pendugaan model yang mana dengan


menggunakan bentuk orde kedua. Analisa hasil pendugaan orde kedua dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.34 ANOVA untuk shrinkage
Analysis of Variance for shrinkage
Source

DF

Seq SS

Adj SS

Adj MS

Regression

0,204778

0,204778

0,040956

5,82

0,089

Linear

0,085133

0,085133

0,042567

6,05

0,049

Square

0,062044

0,062044

0,031022

4,41

0,028

Interaction

0,057600

0,057600

0,057600

8,19

0,042

Residual Error

0,021111

0,021111

0,007037

Pure Error

0,081227

0,081227

0,010306

1,6572

2,6572

0,088579

1,45

0,044

10

16226,1

Lack-of-fit
Total

Tabel 4.35 Koefisien regresi untuk shrinkage


Estimated Regression Coefficients for shrinkage
Term

Coef

Constant

61,02

0,4506

24,854

0,000

waktu

0,0358

0,1593

0,753

0,031

tekanan

0,7348

0,0321

0,748

0,059

waktu*waktu

0,8436

0,0478

1,620

0,018

waktu*tekanan

0,8745

1,5931

0,487

0,045

S = 45,06

R-Sq = 97,1%

SE Coef

R-Sq(adj) = 0,0%

Dari Tabel ANOVA dapat disimpulkan bahwa kedua parameter proses


yakni waktu dan kecepatan penekanan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap terjadinya shrinkage. Dari untuk pengujian lack of fit nilai p_value yang
dihasilkan adalah 0,044 lebih kecil nilai p-value (0,05) yang berarti model orde
kedua telah sesuai. Selain itu juga didapat nilai R untuk shrinkage adalah 97,1%,
menunjukkan bahwa 97,1% variasi dari respon tersebut dapat dijelaskan oleh
model regresi yang dihasilkan. Sedangkan model orde kedua untuk shrinkage
yang dihasilkan ditunjukkan dalam persamaan berikut:

101

4.7 Optimasi Setting Parameter


Untuk

mencari

kombinasi

seting

parameter

proses

yang

dapat

menghasilkan respon yang optimal, maka digunakan metode response surface


dengan pendekatan fungsi desirability. Pendekatan fungsi desirability ini
digunakan untuk mencari nilai kombinasi seting parameter tekanan dan waktu
penekanan agar dihasilkan respon yang memiliki presentase shrinkage terkecil.
Berikut adalah hasil pengolahan data dengan menggunakan fitur response surface
optimizer.

Gambar 4.43 Grafik respon optimal

Optimasi hasil pengolahan data respon menghasilkan output kombinasi


parameter optimum sebagai berikut:
Waktu Penekanan

: 1,6898 (s)

Tekanan

: 78,2290 (bar)

Prediksi Shrinkage

: 0,20 (%)

102

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diperoleh beberapa hasil yang
merupakan jawaban dari tujuan penelitian ini.
5.1 Kesimpulan
1. Parameter tekanan dan waktu penekanan hanya memberi pengaruh
terhadap sifat mekanik flexural strength dan flexural modulus spesimen.
Hal ini diketahui dengan menggunakan response surface methodology
output yang dihasilkan menunjukan nilai signifikansi > 95% yaitu 95,3%
dan 96,9%,
2. Seting variabel yang biasa dipakai untuk proses produksi ice cream cup
(spesimen no.2) ternyata dari sisi nilai properties bukan merupakan seting
variabel terbaik dikarenakan dari hasil pengujian-pengujian yang
dilakukan, spesimen no.2 belum mendapat nilai properties yang terbaik.
Dan untuk seting variabel yang terbaik adalah pada spesimen no.4, itu
dikarenakan spesimen ini selalu menunjukan hasil terbaik setiap
pengujian.
3. Cacat shrinkage yang terjadi adalah jenis post shrinkage hal ini
dikarenakan penyusutan terjadi setelah plastik disimpan dan mengalami
physical aging dan rekristalisasi. Presentase shrinkage yang terjadi adalah
sebagai berikut:
Tabel 5.1 Parameter yang mengalami shrinkage

Spesimen

Tekanan (bar)

no.

Waktu

Shringkage

penekanan (s)

(%)

60

1,25

5,95%

70

1,25

0,96%

Dari data output analisis shrinkage dengan menggunakan RSM didapat


kesimpulan bahwa bahwa kedua parameter proses yakni tekanan dan
waktu penekanan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
terjadinya shrinkage.

103

5.2. Saran
1. Untuk setiap pengujian atau penelitian yang menggunakan Response
Surface Methodology, kombinasi seting parameter yang digunakan harus
diperhatikan ini

dikarenakan

kombinasi

seting parameter sangat

berpengaruh terhadap output nilai signifikansi.


2. Untuk membuktikan nilai properties optimal, alangkah baiknya juga
menggunakan pengujian Scanning Electron Microscope untuk mengetahui
bentuk struktur atom dari spesimen.
3. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan material plastik
yang berbeda, sehingga dapat diketahui perbedaan hasil sifat mekanik
yang akhirnya dapat disimpulkan bahan plastik yang paling baik untuk
produk ice cream cup.

104

DAFTAR PUSTAKA

1. Roger Brown, Hanbook of Polymer Testing, Rapra technology, Shawburry


UK, 2002.
2. Bondan T. Sofyan, Pengantar Material Teknik, Penerbit Salemba Teknika,
Jakarta, 2010.
3. Donald E. Hudgin, Manas Chanda dan Salil K. Roy, Plastic Technology
Handbook, CRC Press, New York, 2006.
4. Tim A. Osswald dan Juan P. Hernndez-Ortiz, Polymer Processing Modeling and Simulation, Hanser Publisher, Munich, 2006
5. George E. P. Box dan Norman R. Draper, Response Surfaces, Mixtures,
and Ridge Analyses. Wiley, Wiconsin, 2007.
6. Firdaus dan Soehono Tjitro, Studi Eksperimental Pengaruh Paramater
Proses Pencetakan Bahan Plastik Terhadap Cacat Penyusutan (Shrinkage)
Pada Benda Cetak Pneumatics Holder, Jurnal Teknik Mesin Vol.4 No.2.
Surabaya, 2002.
7. Toto Rusianto, Ellyawan, S.A. dan Arif Rahmanto, Shrinkage pada
Plastik Bushing dengan Variabel Temperatur Injeksi Plastik, Jurnal
Kompetensi Teknik, Yogyakarta, 2010.

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
Nama
Alamat

:
:

Kode Post
Jenis Kelamin
Tanggal Kelahiran
Status
Warga Negara
Agama
Nomor Telepon
Email

:
:
:
:
:
:
:
:

Sendi Dwi Oktaviandi


Komp. Kota Harapan Indah jl. Nusa Indah XI
blok MK no. 4 Kec. Medan Satria Kota
Bekasi, Jawa Barat
17131
Laki-laki
04 Oktober 1989
Belum menikah
Indonesia
Islam
085693010680
sendidwioktaviandi@gmail.com

Riwayat Pendidikan

1996
2001
2004

Periode
2001
2004
2007

2007

2012

Sekolah / Institusi / Universitas


SDN Pejuang VII Kota Bekasi
SMPN 19 Kota Bekasi
SMKN 1 Kota Bekasi
Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa

Jurusan

Mekanik
Otomotif
Teknik
Mesin

Jenjang

S1

1. Pendahuluan.
Injection molding adalah
salah satu operasi yang paling umum
dan serba guna untuk produksi
massal pada komponen plastik yang
komplek
dengan
toleransi
dimensional yang sempurna. Hal ini
dikarenakan pada proses ini hanya
memerlukan operasi minimal tanpa
finishing.
Injection
molding
merupakan suatu daur proses
pembentukan plastik kedalam bentuk
yang diinginkan dengan cara
menekan plastik cair kedalam sebuah
ruang (cavity).
Pada
proses
injection
molding,
dengan
pengaturan
parameter penekanan yang tepat
dapat meningkatkan kualitas produk
dan menghemat biaya produksi. Hal
ini dikarenakan parameter proses
penekanan (tekanan dan waktu
penekanan) yang pada umumnya
dilakukan oleh sistem hidrolik
merupakan salah satu parameter
penting yang harus diperhatikan
untuk keberhasilan proses produksi
melalui injection molding.
rumusan
permasalahannya
adalah
membuktikan
dan
mengidentifikasi bahwa kualitas
produk akhir dan sifat mekanik dari
produk injection molding berbahan
polietilen sangat terpengaruh oleh
setting
tekanan
dan
waktu
penekanannya.
Maksud dan tujuan penelitian
ini adalah:

Mengidentifikasi
pengaruh
tekanan dan waktu penekanan
terhadap sifat mekanik dari
setiap spesimen.

Menyelidiki dan meneliti


kemungkinan cacat yang
terjadi akibat variasi tekanan
dan
waktu
penekanan
terhadap spesimen.
Meneliti
apakah
setting
variabel yang biasa dipakai
adalah
setting
variabel
terbaik.
Meneliti bagaimana model
hubungan parameter injection
molding terhadap variable
respon dengan menggunakan
metode response surface.
2. Landasan Teori

Polimer adalah material yang


terdiri dari atas banyak molekul
kecil (yang disebut mer), yang dapat
disambung satu sama lainnya untuk
membentuk rantai yang panjang.
Polietilen merupakan film
yang lunak, transparan dan fleksibel,
mempunyai kekuatan benturan serta
kekuatan sobek yang baik serta
memiliki kelebihan diantaranya
adalah praktis, ringan, harganya
murah dan dapat diwarnai sehingga
tampak menarik.
Sifat mekanik bahan polimer
mencerminkan hubungan antara
beban atau gaya yang diberikan
terhadap respons atau deformasinya.
Injection
molding
pada
polimer merupakan salah satu teknik
pembentukan polimer yang paling
banyak digunakan. Contoh produk
yang dihasilkan melalui proses
injection
molding
diantaranya
printer, keyboard, casing handphone,
packaging makanan dan minuman,
pesawat telepon, dashboard mobil,
body motor, helm, peralatan rumah
tangga dan lain-lain.

Kualitas akhir permukaan


dari produk plastik hasil injection
molding merupakan kriteria utama
dari standar kualitas produk. Cacat
produk dapat ditimbulkan oleh
berbagai faktor, baik yang bersumber
pada faktor parameter proses maupun
faktor desain. Macam-macam cacat
pada proses injection molding ini
ialah sink mark, weld line, streaks,
jetting,
burns,
flashes,
gloss
difference,
stress
whitening,
incompletely filled parts, air trapped,
dll. masalah yang sangat rumit
berkaitan dengan pembuatan mold
dan hasil produk yang diinginkan,
yaitu
masalah
shrinkage
(penyusutan). Dalam proses injection
molding ada empat faktor yang harus
diperhatikan untuk menghindari
shrinkage, yaitu temperatur mold,
temperatur
lelehan
(melt
temperature), tingkatan injeksi dan
tekanan pemegang (hold pressure).
3. Metode Penelitian

Pada parameter ini level yang


digunakan untuk penelitian ini
adalah:
Level Low
: 1,25s
Level Medium : 1,50s
Level High : 1,75s
Tekanan
Tekanan yang digunakan
adalah tekanan yang relatif tinggi
untuk kategori micro molding
process. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan beberapa level
dari tekanan yaitu sebagai berikut:
Level Low
: 60bar
Level Medium : 70bar
Level High : 80bar
Tabel 3.1 Desain faktorial

Spesimen

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Faktor
Waktu
Tekanan
penekanan
1
-1
1
1
-1
-1
1
1
0
0
1
-1
-1
1
-1
1
-1
-1

Tabel 3.2 Parameter yang divariasikan

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Penentuan Nilai Parameter Proses

Waktu Penekanan

Spesimen Pressure Injection


no.
(bars)
Time (s)
1
60
1,25
2
70
1,50
3
80
1,75
4
60
1,75
5
70
1,25
6
80
1,50
7
60
1,50
8
70
1,75
9
80
1,25

Berdasarkan output di atas model


regresi dengan bentuk linear,
kuadratik, interaksi dan serentak
sesuai atau signifikan pada data uji
lentur ASTM D6272. Hal ini dapat
dilihat dari semua nilai p_value pada
masing-masing bentuk model regresi
Gambar 3.2 Spesimen yang digunakan

Pengujian sifat mekanik yang


dilakukan adalah:
Uji Tarik (ASTM D638 type IV)
Uji Tekan (ASTM D695)
Uji Lentur (ASTM D6272

0,05. Dengan demikian dapat


disimpulkan model tersebut sesuai
untuk menggambarkan data pada uji
lentur ASTM D6272.
Tabel 4.2 Koefisien regresi untuk flexural
strength
Estimated Regression Coefficients for Flexural Strength
Term
Constant

4. Hasil dan Analisa Penelitian


Shrinkage %

waktu

SE Coef

0,5488

15,015

0,000

-0,09000

0,1940

-0,464

0,036

tekanan

0,11500

0,1940

0,593

0,048

waktu*waktu

0,69000

0,5821

1,185

0,030

-0,03000

0,1940

-0,155

0,038

waktu*tekanan

Spesimen no.1

Coef
8,24000

S = 0,5488

R-Sq = 95,3%

R-Sq(adj) = 0,0%

Shrinkage %
5,95%

Spesimen no.5

Shrinkage %
0,96%
Uji Lentur dengan ASTM D6272
Flextural Strength
Tabel ANOVA
Tabel 4.1 ANOVA untuk flexural strength

Output di atas menjelaskan


hasil pengujian bentuk model regresi
pada data Uji lentur ASTM D6272.

Output di atas merupakan


hasil pengujian parsial tiap-tiap
parameter pada model regresi awal.
Berdasarkan output diatas terlihat
hampir semua nilai p_value pada
parameter yang ada memiliki nilai
yang lebih kecil dari tingkat , Hal
ini berarti bahwa masing-masing
parameter signifikan berpengaruh
pada variabel proses. Dari tabel
pendugaan model orde kedua untuk
flexural strength terhadap variabel
proses dapat diketahui bahwa
besarnya variasi respon yang dapat
dijelaskan oleh pendugaan model ini
mencapai 95.6% lebih besar dari
taraf signifikansi 95% dan dapat
dinyatakan bahwa model orde dua
tersebut telah sesuai. Sedangkan
model orde kedua untuk flexural
strength yang dihasilkan ditunjukkan
dalam persamaan berikut:

Residual Plots for Flexural Strength


Normal Probability Plot of the Residuals

Contour Plot of Flexural Strength vs waktu; tekanan

0,5

>

waktu

Residuals Versus the Fitted Values


0,50

90

Residual

Flexural
Strength
< 8,2
8,2 - 8,4
8,4 - 8,6
8,6 - 8,8
8,8 - 9,0

Percent

1,0

99

50
10

0,0

-0,5

0,0
Residual

0,5

1,0

8,4

Histogram of the Residuals

9,0

9,3

0,50

3,6

Residual

Frequency

8,7
Fitted Value

Residuals Versus the Order of the Data

4,8

-0,5

0,00

-0,50

1
-1,0

9,0

0,25

-0,25

2,4
1,2

0,25
0,00
-0,25
-0,50

0,0

-1,0
-1,0

-0,5

0,0
tekanan

0,5

1,0

Gambar 4.1 Contour plot untuk flexural strength


vs parameter

Pada contour plot diatas


menjelaskan bahwa respon semakin
baik apa bila berada pada level 0
untuk parameter waktu dan level 0
untuk parameter tekanan. Nilai
optimum flextural strength akan
berada pada daerah 8.2 - 8.4.
Surface Plot of Flexural Strength vs tekanan; waktu

9,2

Flexural Strength

8,8

8,4
1
8,0
-1

0
0
waktu

-0,50

-0,25

0,00
Residual

0,25

0,50

4
5
6
7
Observation Order

Gambar 4.4.3 Residual plot untuk flexural


strength

Berdasarkan grafik normal


probability plot di atas data
menyebar disekitar garis, hal ini
dapat berarti bahwa data mengikuti
distribusi normal. Dengan demikian
data telah lolos uji salah satu asumsi
yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga
menunjukkan
data
menyebar
disekitar garis 0 dan tidak
membentuk pola tertentu, hal ini
dapat berarti bahwa data memiliki
variansi
yang sama.
Dengan
demikian data telah lolos uji salah
satu
asumsi
yaitu
asumsi
homogenitas.

tekanan

-1

Gambar 4.2 Surface plot untuk flexural


strength vs parameter

Pada surface plot diatas


menjelaskan variabel dependen yaitu
waktu
dan
tekanan
yang
mengoptimalkan respon pada daerah
mendekati 0.

Flextural Modulus
Tabel ANOVA
Di bawah ini merupakan tabel
ANOVA untuk Model Orde kedua
menggunakan data yang telah
dikode:
Tabel 4.3 ANOVA untuk flexural modulus
Analysis of Variance for Flexural Modulus
Source
Regression
Linear
Square
Interaction
Residual Error
Pure Error
Total

DF
4
2
1
1
4
4
8

Seq SS
8103,4
2289,6
5331,7
482,1
8122,7
8122,7
16226,1

Adj SS
8103,35
2289,65
5331,66
482,05
8122,73
8122,73

Adj MS
2025,84
1144,82
5331,66
482,05
2030,68
2030,68

F
1,00
0,56
2,63
0,24

P
0,050
0,046
0,018
0,042

Berdasarkan output di atas


model regresi dengan bentuk linear,
kuadratik, interaksi dan serentak
sesuai atau signifikan pada data uji
lentur ASTM D6272. Hal ini dapat
dilihat dari semua nilai p_value pada

masing-masing bentuk model regresi


yang lebih besar dari nilai sebesar
0,05. Dengan demikian dapat
disimpulkan model tersebut sesuai
untuk menggambarkan data pada uji
lentur ASTM D6272.
Tabel 4.4 Koefisien regresi untuk flexural
modulus
Estimated Regression Coefficients for Flexural
Modulus
Term

Coef

SE Coef

1120,02

45,06

24,854

0,000

waktu

12,00

15,93

0,753

0,049

tekanan

11,93

15,93

0,748

0,049

waktu*waktu

77,45

47,80

1,620

0,018

7,76

15,93

0,487

0,045

Constant

waktu*tekanan
S = 45,06

R-Sq = 96,9%

R-Sq(adj) = 0,0%

Berdasarkan output diatas


terlihat hampir semua nilai p_value
pada parameter yang ada memiliki
nilai yang lebih kecil dari tingkat
(0,05), Hal ini berarti bahwa masingmasing
parameter
signifikan
berpengaruh pada variabel proses.
Dari tabel pendugaan model orde
kedua untuk flexural modulus
terhadap variabel proses dapat
diketahui bahwa besarnya variasi
respon yang dapat dijelaskan oleh
pendugaan model
ini mencapai
96,9% lebih besar dari taraf
signifikansi
95%
dan
dapat
dinyatakan bahwa model orde dua
tersebut telah sesuai. Sedangkan
model orde kedua untuk flexural
modulus yang dihasilkan ditunjukkan
dalam persamaan berikut:

Gambar 4.4 Contour plot untuk flexural


modulus vs parameter

Pada contour plot diatas


menjelaskan bahwa respon semakin
baik apa bila berada pada level 0
untuk parameter waktu dan level 0
untuk parameter tekanan. Nilai
optimum flextural modulus akan
berada pada daerah kurang dari 1120.

Gambar 4.5 Surface plot untuk flexural


modulus vs parameter

Pada surface plot diatas


menjelaskan variabel dependen yaitu
waktu
dan
kecepatan
yang
mengoptimalkan respon pada daerah
mendekati 0.

Tabel 4.6 Koefisien regresi untuk shrinkage

Residual Plots for Flexural Modulus


Normal Probability Plot of the Residuals

Residuals Versus the Fitted Values

99

50

Residual

Percent

90
50
10
1

-80

-40

0
Residual

40

80

-25

1140

1170
Fitted Value

1200

1230

Residuals Versus the Order of the Data


50

4,8

Residual

3,6

Frequency

-50
1110

Histogram of the Residuals

2,4
1,2
0,0

Estimated Regression Coefficients for shrinkage

25

25

-20

0
Residual

20

40

4
5
6
7
Observation Order

Analisa shrinkage
Analisa ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan parameter
waktu dan kecepatan penekanan
terhadap shrinkage.
Pengujian
dilakukan
dengan
pendugaan model yang mana dengan
menggunakan bentuk orde kedua.
Analisa hasil pendugaan orde kedua
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.5 ANOVA untuk shrinkage
Analysis of Variance for shrinkage
Seq SS
0,204778
0,085133
0,062044
0,057600
0,021111
0,081227
1,6572
16226,1

Adj SS
0,204778
0,085133
0,062044
0,057600
0,021111
0,081227
2,6572

0,4506

24,854

0,000

waktu

0,0358

0,1593

0,753

0,031

tekanan

0,7348

0,0321

0,748

0,059

waktu*waktu

0,8436

0,0478

1,620

0,018

waktu*tekanan

0,8745

1,5931

0,487

0,045

R-Sq = 97,1%

R-Sq(adj) = 0,0%

Berdasarkan grafik normal


probability plot di atas data
menyebar disekitar garis, hal ini
dapat berarti bahwa data mengikuti
distribusi normal. Dengan demikian
data telah lolos uji salah satu asumsi
yaitu asumsi normalitas. Grafik
normal probability plot di atas juga
menunjukkan
data
menyebar
disekitar garis 0 dan tidak
membentuk pola tertentu, hal ini
dapat berarti bahwa data memiliki
variansi
yang sama.
Dengan
demikian data telah lolos uji salah
satu
asumsi
yaitu
asumsi
homogenitas.

DF
5
2
2
1
3
4
3
10

SE Coef

61,02

-25

Gambar 4.6 Residual plots untuk flexural


modulus

Source
Regression
Linear
Square
Interaction
Residual Error
Pure Error
Lack-of-fit
Total

Coef

Constant

S = 45,06

-50
-40

Term

Adj MS
0,040956
0,042567
0,031022
0,057600
0,007037
0,010306
0,088579

F
5,82
6,05
4,41
8,19

P
0,089
0,049
0,028
0,042

1,45

0,044

Dari Tabel ANOVA dapat


disimpulkan bahwa kedua parameter
proses yakni waktu dan tekanan
mempunyai
pengaruh
yang
signifikan
terhadap
terjadinya
shrinkage. Dari untuk pengujian lack
of fit nilai p_value yang dihasilkan
adalah 0,044 lebih kecil nilai p-value
(0,05) yang berarti model orde kedua
telah sesuai. Selain itu juga didapat
nilai R
untuk shrinkage adalah
97,1%, menunjukkan bahwa 97,1%
variasi dari respon tersebut dapat
dijelaskan oleh model regresi yang
dihasilkan. Sedangkan model orde
kedua untuk
shrinkage
yang
dihasilkan
ditunjukkan
dalam
persamaan berikut:

5. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan
Parameter
waktu
dan
kecepatan penekanan hanya memberi
pengaruh terhadap sifat mekanik
flexural strength dan flexural
modulus spesimen. Hal ini diketahui
dengan menggunakan
response
surface methodology output yang
dihasilkan
menunjukan
nilai
signifikansi > 95% yaitu 95,3% dan
96,9%,
Seting variabel yang biasa
dipakai untuk proses produksi ice
cream cup (spesimen no.2) ternyata
dari sisi nilai properties bukan
merupakan seting variabel terbaik

dikarenakan dari hasil pengujianpengujian yang dilakukan, spesimen


no.2 belum mendapat nilai properties
yang terbaik. Dan untuk seting
variabel yang terbaik adalah pada
spesimen no.4, itu dikarenakan
spesimen ini selalu menunjukan hasil
terbaik setiap pengujian.
Cacat shrinkage yang terjadi
adalah jenis post shrinkage hal ini
dikarenakan
penyusutan
terjadi
setelah plastik disimpan dan
mengalami physical aging dan
rekristalisasi. Presentase shrinkage
yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1 Parameter yang mengalami shrinkage
Spesimen
no.
1
5

Waktu
penekanan
(bar)
60
70

Tekanan
(s)
1,25
1,25

Shringkage
(%)
5,95%
0,96%

Dari data output analisis


shrinkage dengan menggunakan
RSM didapat kesimpulan bahwa
bahwa kedua parameter proses
yakni waktu dan kecepatan
penekanan mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap terjadinya
shrinkage.
Saran
Pada setiap pengujian sifat
mekanik
harus
mengikuti
standarisasi pengujian seperti ASTM,
JIS, dsb. Supaya hasil pengujian
yang didapat valid.
Untuk setiap pengujian atau
penelitian
yang
menggunakan
Response Surface Methodology,
kombinasi seting parameter yang
digunakan harus diperhatikan ini
dikarenakan
kombinasi
seting
parameter
sangat
berpengaruh
terhadap output nilai signifikansi
Untuk penelitian selanjutnya
hendaknya menggunakan material
plastik yang berbeda, sehingga dapat
diketahui perbedaan hasil sifat

mekanik yang akhirnya dapat


disimpulkan bahan plastik yang
paling baik untuk produk ice cream
cup.
Daftar Pustaka
1. Roger Brown, Hanbook of
Polymer
Testing,
Rapra
technology, Shawburry UK,
2002.
2. Bondan T. Sofyan, Pengantar
Material Teknik, Penerbit
Salemba Teknika, Jakarta,
2010.
3. Donald E. Hudgin, Manas
Chanda dan Salil K. Roy,
Plastic
Technology
Handbook, CRC Press, New
York, 2006.
4. Tim A. Osswald dan Juan P.
Hernndez-Ortiz,
Polymer
Processing - Modeling and
Simulation, Hanser Publisher,
Munich, 2006
5. George E. P. Box dan
Norman R. Draper, Response
Surfaces,
Mixtures,
and
Ridge
Analyses.
Wiley,
Wiconsin, 2007.
6. Firdaus dan Soehono Tjitro,
Studi
Eksperimental
Pengaruh Paramater Proses
Pencetakan Bahan Plastik
Terhadap Cacat Penyusutan
(Shrinkage) Pada Benda
Cetak Pneumatics Holder,
Jurnal Teknik Mesin Vol.4
No.2. Surabaya, 2002.
7. Toto Rusianto, Ellyawan,
S.A. dan Arif Rahmanto,
Shrinkage
pada Plastik
Bushing dengan Variabel
Temperatur Injeksi Plastik,
Jurnal Kompetensi Teknik,
Yogyakarta, 2010.

Spesifikasi Spesimen

Nama produk

: Plastic Ice Cream Cup CH-25 (660505)

Material

: Polyethilene (HDPE)

Berat

: 230g

Kapasitas

: 350ml

Tebal permukaan

: 1,1mm

Spesifikasi Mold
No. Produk

: M-193

Type

: Single Mold

Tightest Produk

: 1,1mm

Tightest Tolerances

: 0,508mm

Material

: Hi-Hard P-20 Steel

Luas Dimensi Produk: 163cm

Anda mungkin juga menyukai