Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati Hepatik
BAB 1
PENDAHULUAN
Hati merupakan salah satu organ yang sangat penting peranannya dalam mengatur
metabolisme tubuh, yaitu dalam proses anabolisme atau sintesis bahan-bahan yang penting
untuk kehidupan manusia seperti sintesis protein dan pembentukan glukosa ; sedangkan
dalam proses katabolisme dengan melakukan detoksikasi bahan-bahan seperti amonia,
berbagai jenis hormon dan obat-obatan. Di samping itu hati juga berperan sebagai gudang
tempat penyimpanan bahan-bahan seperti glikogen dan beberapa vitamin dan memelihara
aliran normal darah splanknikus. Oleh karena itu terjadi kerusakan sel-sel parenkhim hati
akut maupun kronik yang berat, fungsi-fungsi tersebut akan mengalami gangguan atau
kekacauan, sehingga dapat timbul kelainan seperti ensefalopati hepatikum.
Ensefalopati Hepatik adalah suatu sindrom neuropsikiatri, mempunyai spektrum klinik yang
luas, dapat timbul akibat penyakit hati yang berat, baik akut maupun yang menahun ditandai
adanya gangguan tingkah laku, gejala neurologik, astriksis, berbagai derajat gangguan
kesadaran sampai koma, dan kelainan elektro ensefalografi.
Enselafalopati Hepatik (EH) merupakan sindrom neuropsikiatrik yang terjadi pada penyakit
hati. Definisi tersebut menyiratkn bahwa spektrum klinis (EH) sangat luas, karena di
dalamnya juga termauk pasien hepatitis fulminan serta pasien sirosis dalam stadium
Ensefalopati Hepatik Subklinis (EHS)
Pasien sirosis hati yang telah dapat diatasi keadaan EH akutnya, berada dalam keadaan EH
kronik, yang setiap saat dapat kembali mengalami episode akut apabila terdapat faktor seperti
infeksi, pendarahan gastrointestinal dan asupan protein diet berlebihan. Karena terjadinya
episode EH akut biasanya didahului oleh keadaan dekompensasi (fungsi) hati, pengobatan ini
juga dapat bermakna mempertahankan keadaan kompensasi selama mungkin. Dengan
tercapainya kompensasi, berarti secara subjektif pasien memperoleh kualitas hidup yang lebih
baik (sympton-free). Hal hal tersebut perlu dicermati agar pengelolaan penderita-penderita
EH lebih terarah dengan hasil optimal.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati hepatik merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang umumnya terjadi karena
kadar protein yang tinggi di saluran pencernaan atau karena stress metabolik akut (perdarahan
saluran pencernaan, infeksi, dan gangguan elektrolit pada pasien dengan portal-systemic
shunting. Gejala-gejala yang muncul umumnya gejala neuropsikiatrik (confusion, flapping
tremor, koma).
Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan saraf pusat yang
dijumpai yang mengidap gagal hati. Kelainan ini ditandai oleh gangguan memori dan
perubahan kepribadian (Corwin., 2001).
Ensefalopati hepatik (ensefalopati sistem portal, koma hepatikum) adalah suatu kelainan
dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di dalam darah, yang dalam
keadaan normal dibuang oleh hati (Stein 2001).
2.2 Etiologi Ensefalopati Hepatik
Ensefalopati hepatik dapat muncul pada hepatitis fulminan yang disebabkan oleh obat-
obatan, atau racun, namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit kronik lainnya saat
terjadi kolateral portal-sistemik yang besar sebagai komplikasi dari hipertensi portal. Bahanbahan yang diserap kedalam aliran darah dari usus, akan melewati hati, dimana racunracunnya dibuang pada ensefalopati hepatic yang terjadi adalah:
a. Racun-racun ini tidak dibuang karena funsi hati terganggu.
b. Telah terbentuk hubungan antara system portal dan sirkulasi umum(sebagai akibat dari
penyakit hati),sehingga racun tadak melewati hati.
c. Pembedahan by pass untuk memperbaiki hipertensi portal(shunt system portal)juga akan
menyebabkan beberapa racun tidak melewati hati.apapun penyebabnya ,akibatnya adalah
sampainya racun di otak dan mempengaruhi fungsi otak.
Bahan apa yang bersifat racun terhadap otak,secara pasti belum diketahui.tetapi tingginya
kadar hasil pemecahan protein dalam darah,misalnya ammonia,tampaknya memegang
peranan yang penting.
Pada pasien dengan penyakit hati kronis, episode akut ensefalopati umumnya dicetuskan oleh
beberapa faktor, antara lain :
Jenis Penyebab
Excessive
nitrogen
load Intake protein dalam jumlah tinggi, pendarahan gastrointestinal seperti pada kondisi
varises esophagus (dimana darah dalam keadaan tinggi protein, yang direabsorbsi oleh usus),
gagal ginjal (ketidakmampuan untuk mengekskresikan nitrogen yang mengandung produk
sisa seperti urea), konstipasi
Gangguan
elektrolit
atau
metabolik Hyponatraemia, hypokalaemia, yang biasanya terjadi pada pasien yang
menggunakan diuretic, sering digunakan untuk mengobati asites, alkalosis, hypoxia
(insufficient oxygen levels), dehydration
Obatobatan Sedatives seperti benzodiazepines (sering digunakan untuk menekan enxietas dan
alcohol withdrawal), narkotik (sebagai pain kellers), (sering digunakan untuk menekan
penarikan alkohol atau gangguan kecemasan), isoniazid (sering digunakan untuk penyakit
infeksi paru)
Infeksi Pneumonia, infeksi saluran kemih , peritonitis bakteri spontan , infeksi lain
Lain-lain pembedahan, perburukan dari penyakit hati, menyebabkan kerusakan hati
kerusakan hati (misalnya hepatitis alkoholik , hepatitis A )
idiopathik Pada 20-30% kasus, tidak ada penyebab yang jelas
Enselopati hepatik akut
Pada tipe akut terjadi prekoma/koma hepatikum dalam waktu singkat (kurang dari 8 minggu);
sedangkan pada tipe subakut terjadi prekoma/koma hepatikum dalam waktu 8 minggu dari
gejala awal. Etiologi umumnya adalah hepatitis akut (fulminan), hepatitis alkoholik,
reaksi/keracunan obat, bahan kimia. Dapat juga karena penyakit lain, seperti ; kelainan
pembuluh darah, seperti iskemia hati, veno occlusive disease, heat stroke, infiltrasi maligna,
syok berat atau tanpa sepsis
Penyebab enselopati hepatik kronik :
Tipe kronik sering terjadi pada sirosis hati dengan kolateral porto-sistemik yang ekstensif. Di
sini didapatkan gejala-gejala gangguan mental, emosional atau kelainan neurologik dalam
periode berbulan-bulan atau bertahun-tahun.
Faktor etiologinya :
a. Penyakit hati menahun dengan kolateral portal-sistemik yang ekstensif, diit protein yang
berlebihan, aktivitas bakteri usus yang berlebihan.
b. Sirosis hati dengan atau tanpa komplikasi
c. Hepatoma (karsinoma hepatoseluler)
Koma hepatikum tipe kronik dapat timbul pada sirosis hepatis tahap terminal atau akibat
faktor pencetus seperti ; diuresis yang berlebihan, perdarahan, parasentesis cairan asites, diare
dan muntah berlebihan, pembedahan, terlalu banyak minum alkohol, pemberian sendatif,
infeksi dan konstipasi.
2.3 Klasifikasi Ensefalopati hepatik
Klasifikasi Ensefalopati Hepatikum yang banyak dianut adalah :
2.3.1. Menurut cara terjadinya
a. EH tipe akut :
Timbul tiba-tiba dengan perjalanan penyakit yang pendek, sangat cepat memburuk jatuh
dalam koma, sering kurang dari 24 jam. Tipe ini antara lain hepatitis virus fulminan, hepatitis
karena obat dan racun, sindroma reye atau dapat pula pada sirosis hati.
b. EH tipe kronik :
Terjadi dalam periode yang lama, berbulan-bulan sampai dengan bertahun-tahun. Suatu
contoh klasik adalah EH yang terjadi pada sirosis hepar dengan kolateral sistem porta yang
ekstensif, dengan tanda-tanda gangguan mental, emosional atau kelainan nueurologik yang
berangsur-angsur makin berat.
2.3.2. Menurut faktor etiologinya
a. EH primer / Endogen
Terjadi tanpa adanya faktor pencetus, merupakan tahap akhir dari kerusakan sel-sel hati yang
difus nekrosis sel hati yang meluas. Pada hepatitis fulminan terjadi kerusakan sel hati yang
difus dan cepat, sehingga kesadaran terganggu, gelisah, timbul disorientasi, berteriak-teriak,
kemudian dengan cepat jatuh dalam keadaan koma, sedangkan pada siridis hepar disebabkan
fibrosi sel hati yang meluas dan biasanya sudah ada sistem kolateral, ascites. Disini gangguan
disebabkan adanya zat racun yang tidak dapat dimetabolisir oleh hati. Melalui sistem portal /
kolateral mempengaruhi susunan saraf pusat.
b. EH Sekunder / Eksogen
Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus pada pederita yang telah mempunyai:
1. kelainan hati. Faktor-faktor antara lain adalah:
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan PH darah : (Dehidrasi / hipovolemia,
Parasintesis abdomen, Diuresis berlebihan), 2. Pendarahan gastrointestinal, 3. Operasi besar,
4. Infeksi berat, 5. Intake protein berlebihan, 6. Konstipasi lama yang berlarut-larut, 7.
Obat obat narkotik/ hipnotik, 8. Pintas porta sistemik, baik secara alamiah maupun
pembedahan, 9. Azotemia
EH dapat diklasifikasikan berdasarkan gangguan dari hepar, yaitu :
tipe A : berhubungan dengan gangguan hepar akut
tipe B : berhubungan dgn bypass portosistemik tanpa penyakit hepatoselular intrinsik
tipe C : berhubungan dengan sirosis dan hipertensi portal atau shunt portosistemik.
Pada kasus dengan penyakit hati kronik, tipe ini dapat muncul secara episodik atau bahkan
menetap
Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada pathogenesis ensefalopati hepatic adalah :
1. Hipotesis amoniak
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam lumen usus dan dari
bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia diubah menjadi urea pada sel hati
periportal dan menjadi glutamine pada sel hati perivenus,sehingga jumlah amonia yang
masuk ke sirkulasi dapat dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%),
hati, ginjal, dan otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguan metabolisme
amonia sebesar 5 10 kali lipat.
2. Hipotesis toksisitas sinergik
Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti merkaptan,asam
lemak rantai pendek (oktanoid),fenol,dan lain lain.
3. Hipotesis neurotransmitter palsu
Pada keadaan normal pada otak terdapat neurotransmitter dopamine dan nor-adrenalin,
sedangkan pada keadaan gangguan fungsi hati,neurotransmitter palsu seperti oktapamin dan
feniletanolamin, yang lebih lemahdibanding dopamine / nor-adrenalin.
4. Hipotesis GABA dan benzodiazepine
Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmitter yang merangsang dan menghambat
fungsi otak merupakan factor yang berperan pada terjadinya ensefatopati hepatic. Terjadinya
penurunan trasmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamate,aspartat dan dopamine
sebagai akibat meningkatnya amonia dan gama (GABA) yang menghambat transmisi
impuls.Efek GABA yang meningkat bukan karena influks yang meningkat ke dalam otak
tetapi akibat perubahan reseptor GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip
benzodiazepine.
Beberapa bahan toksik yang diduga berperan :
1. Ammonia
Ammonia merupakan bahan yang paling banyak diselidiki. Zat ini berasal dari penguraian
nitrogen oleh bakteri dalam usus, di samping itu dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot perifer,
otak dan lambung. Secara teori ammonia mengganggu faal otak melalui. Pengaruh langsung
terhadap membran neuron Mempengaruhi metabolisme otak melalui siklus peningkatan
sintesis glutamin dan ketoglutarat, kedua bahan ini mempengaruhi siklus kreb sehingga
menyebabkan hilangnya molekul ATP yang diperlukan untuk oksidasi sel. Peneliti lain
mendapatkan bahwa kadar ammonia yang tinggi tidak seiring dengan beratnya kelainan
rekaman EEG. Dilaporkan bahwa peran ammonia pada EH tidak berdiri sendiri. Tetapi
bersama-sama zat lain seperti merkaptan dan asam lemak rantai pendek. Diduga kenaikan
kadar ammonia pada EH hanya merupakan indikator non spesifik dari metabolisme otak yang
terganggu.
2. Asam amino neurotoksik (triptofan, metionin, dan merkaptan)
Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap SSP. Metionin dalam usus
mengalami metaolisme oleh bakteri menjadi merkaptan yang toksis terhadap SSP. Di
samping itu merkaptan dan asam lemak bebas akan bekerja sinergistik mengganggu
detoksifikasi ammonia di otak, dan bersama-sama ammonia menyebabkan timbulnya koma.
3. Gangguan keseimbangan asam amino
Asam Amino Aromatik ( AAA) meningkat pada EH karena kegagalan deaminasi di hati dan
penurunan Asan Amino Rantai Cabang (AARC) akibat katabolisme protein di otot dan ginjal
yang terjadi hiperinsulinemia pada penyakit hati kronik.AAA ini bersaing dengan AARC
untuk melewati sawar otak, yang permeabilitasnya berubah pada EH. Termasuk AAA adalah
metionin, fenilalanin, tirosin, sedangkan yang termasuk AARC adalah valin, leusin, dan
isoleusin.
4. Asam lemak rantai pendek
Pada EH terdapat kenaikan kadar asam lemak rantai pendek seperti asam butirat, valerat,
oktanoat, dan kaproat, diduga sebagai salah satu toksin serebral penyebab EH. Bahan-bahan
ini bekerja dengan cara menekan sistem retikuler otak, menghemat detoksifikasi ammonia.
5. Neurotramsmitter palsu
Neurotrasmitter palsu yang telah diketahui adalah Gamma Aminobutyric Acid (GABA),
oktapamin, histamin, feniletanolamin, dan serotonin. Neurotransmitter palsu merupakan
inhibitor kompepetif dari true neurotrasmitter (dopamine dan norephinephrine) pada sinaps di
ujung saraf, yang kadarnya menurun pada penderita PSE maupun FHF.
Penelitian menunjukkan bahwa GABA bekerja secara sinergis dengan benzodiasepine
membentuk suatu kompleks, menempati reseptor ionophore chloride di otak, yang disebut
reseptor GABA/BZ. Pengikatan reseptor tersebut akan menimbulkan hiperpolarisasi sel otak,
di samping itu juga menekan fungsi korteks dan subkorteks, rangkaian peristiwa tersebut
menyebabkan kesadaran dan koordinasi motorik terganggu. Hipotesis ini membuka jalan
untuk penelitian lebih lanjut untuk keperluan (Gitlin., 1996).
6. Glukagon
Peningkatan AAA pada EH/ koma hepatik mempunyai hubungan erat dengan tingginya kadar
glukagon. Peninggian glukagon turut berperan atas peningkatan beban nitrogen. Karena
hormon ini melepas Asam Amino Aromatis dari protein hati untuk mendorong terjadinya
glukoneogenesis. Kadar glukagon meningkat akibat hipersekresi atau hipometabolisme pada
penyakit hati terutama bila terdapat sirkulasi kolateral.
7. Perubahan sawar darah otak
Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permiabel terhadap berbagai macam
substansi. Terdapat hubungan kuat antara endotel kapiler otak, ini merupakan sawar yang
mengatur pengeluaran bermacam-macam substansi dan menahan beberapa zat essensial
seperti neurotrasmitter asli. Pada koma hepatikum khususnya FHF ditemukan kerusakan
kapiler, rusaknya hubungan endotel, terjadi edema serebri sehingga bahan yang biasanya
dikeluarkan dari otak akan masuk dengan mudah seperi fenilalanin dalam jumlah besar,
sehingga kadar asam amino lainnnya meningkat di dalam otak.
Pathofisiologi dari gejala yang timbul :
1. BAB Hitam
Melena berarti tinja berwarna hitam mirip ter (lunak serta lengket). Adanya melena
menunjukkan adanya perdarahan pada saluran pencernaan bagian atas (mulai mulut sampai
usus halus). Kadang-kadang keluhan disertai muntah darah/hitam seperti kopi (hematemesis).
Bila darah terpapar asam lambung, maka akan berubah warna menjadi coklat kehitaman. Bila
perdarahnnya hebat, maka pasien akan mengeluh BAB darah merah dalam jumlah banyak
(hematokezia).
Salah satu penyebab penting dari perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kerusakan
mukosa hingga luka lambung oleh penggunaan obat-obat anti radang/nyeri dan alcohol.
2. Foetor Hepaticus
Bau mulut hepaticus atau hepaticus foetor (lihat perbedaan ejaan), juga dikenal sebagai napas
orang mati, adalah suatu kondisi yang terlihat pada hipertensi portal dimana shunting
portosystemic memungkinkan mercaptans untuk lulus langsung ke paru-paru. Ini adalah
tanda akhir gagal hati. Kemungkinan penyebab lainnya adalah adanya amonia dan keton
dalam napas. Nafas memiliki bau manis feses untuk itu.
3. Flapping Tremor
Asteriksis (juga disebut tremor mengepak, atau flap hati) adalah tremor dari pergelangan
tangan ketika pergelangan tangan diperpanjang, kadang-kadang dikatakan menyerupai
burung mengepakkan sayapnya. Gangguan motorik ditandai dengan gerakan yang
menghentak (seperti tangan terulur) dan berhubungan dengan berbagai encephalopathies
karena terutama untuk metabolisme rusak. [1] Istilah berasal dari bahasa Yunani yang, "tidak"
b) Anoreksi, mual
c) Berat badan turun
d) Kadang demam disertai menggigil
e) Nyeri tumpul perut kanan atas (sering tidak nyeri), tidak terus menerus
f) Rasa penuh pada perut kanan atas
2.7.3 Pemeriksaan fisik
a) Tentukan tingkat kesadaran / tingkat ensefalopati.
b) Stigmata penyakit hati (tanda-tanda kegagalan faal hati dan hipertensi portal).
c) Adanya kelainan neuroogik : inkoordinasi tremor, refleks patologi, kekakuan.
d) Kejang
e) Gejala infeksi berat / septicemia.
f) Tanda-tanda dehidrasi.
g) Ada pendarahan gastrointestinal.
2.7.4 Tanda penting
a) Ikterus
b) Ada tanda-tanda sirosis hepatis
c) Hepatomegali (pembesaran hati), konsistensi keras, permukaan tidak rata, sering tidak
nyeri tekan
d) Ada bising hepar, tanda khas
2.7.5 Pemeriksaan laboratorium
a) Fosfotase alkali naik
b) Gamma GT naik
c) Serum alfa-feto protein lebih besar dari 15 g/ml
d) Hiperkolesterolemi
e) Bilirubin total naik
f) Hematologi :
Hemoglobin, hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung jenis leukosit
Jika diperlukan : Faal pembekuan darah
Biokimia darah :
Uji faal hati : Transaminase, bilirubin, elektroforesis protein, kolesterol, fosfatase alkali
Uji faal ginjal : Urea nitrogen (BUN), kreatinin serum
Kadar amonia darah
Atas indikasi : HBsAg, Anti-HCV, AFP, elektrolit, analisis gas darah
g) Urine dan tinja rutin.
h) Pemeriksaan lain (tidak rutin ) : EEG, CT Scan dll.
EEG (Elektroensefaloram) dengan potensial picu visual (visual evoked potential)
merupakan suatu metode yang baru untuk menilai perubahan dini yang halus dalam status
kejiwaan pada sirosis.
CT Scan pada kepala biasanya dilakukan dalam stadium ensefalopatia yang parah untuk
menilai udema otak dan menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdura pada
pecandu alkohol).
Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali peningkatan
glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna zantokromat akibat meningkatnya kadar
bilirubin. Hitung sel darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi.
Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan.
2.7.6 Pemeriksaaan khusus
a) USG : ada lesi fokal atau difus
b) ST Scan abdomen
c) Biopsi hati
d) Angiografi hepar
2.7.7 Pemeriksaan penunjang lainnya
a) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya
hipertensi porta.
b) Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif
dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai
dengan USG meliputi sudut hari, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.
Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan adanya peningkatan
ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali,
trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrening adanya karsinoma hati pada
pasien sirosis.
c) Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography) informasinya sama dengan
USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.
d) Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis selain
mahal biayanya
e) Test Psikometri
f) Pemeriksaan Amonia Darah
Normal, amonia dikeluarkan oleh hati dengan pembentukan urea
jika hati rusak terjadi peningkatan konsentrasi amonia darah.
Biopsi hati untuk mengkonfirmasikan diagnosis. Untuk biopsi, digunakan jarum yang kecil
untuk memeriksa jaringan parut dan tanda-tanda lainnya dibawah mikroskop.
g) EEG (Elektroencefalografi).
Dengan pemeriksaan EEG terlihat peninggian amplitudo dan menurunnya jumlah siklus
gelombang perdetik. Terjadi penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8-12Hz). Tes
psikometriUHA dapat dipakai untuk menilai tingkat encepalopati hepatik terutama untuk
pasien sirosis hepatik yang rawat jalan.
h) CT Scan Kepala
Biasanya dilakukan dalam stadium koma hepatik yang parah untuk menilai udema otak dan
menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdural pada alkoholis).
i) Pungsi lumbal.
Umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali peningkatan glutamin. Cairan
serebrospinal dapat berwarna zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel
darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya infeksi. Edema otak dapat
menyebabkan peningkatan tekanan
2.7.8
DIAGNOSIS BANDING
Angka kematian akibat gagal hati akut masih tinggi, beberapa penulis melaporkan sekitar 5080%; pada gagal hati sub akut sektar 20-40%, sedangkan pada gagal hati kronik dengan
eksaserbasi akut (sirosis hati dengan komplikasi) 0-20% asalkan factor pencetus dikelola
dengan baik, tetapi kalau keadaan penyakit sudah terminal angka kematian hampir 100%.
Prognosis sangat tergantung dari :
1. umur penderita, makin muda prognosis makin baik
2. factor penyebab, halotan memberikan prognosis yang jelek, virus hepatitis A lebih baik
dari hepatitis B, sebaliknya hepatitis B lebih baik dari NANB
3. keadaan epidemic, kalau terjadi epidemic sering prognosisnya lebih jelek;
4. derajat koma
5. jenis kelamin, wanita lebih jelek dari pria
6. kemampuan hati untuk melakukan regenerasi.
Kematian umumnya disebabkan oleh perdarahan, kegagalan system sirkulasi dan pernapasan.
Gagal ginjal, infeksi, hipoglikemi dan pancreatitis. Perbaikan atau kesembuhan sempurna
dapat terjadi bila dilakukan pengelolaan yang cepat dan tepat. Prognosis penderita EH
tergantung dari :
a. Penyakit hati yang mendasarinya.
b. Faktor-faktor pencetus.
c. Usia, keadaan gizi.
d. Derajat kerusakan parenkim hati.
e. Jenis kelamin.
f. Kemampuan regenerasi hati.
2.10. KOMPLIKASI ENSELOPATI HEPATIK
1. Edema otak : dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial, sehingga dapat
menyebabkan kematian. Dijumpai pada 30-40% dari kasus-kasus yang fatal.
2. Gagal ginjal: akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal. Terdapat pada sekitar 40%
kasus.
3. Kelainan asam-basa: hampir selalu terjadi alkalosis respiratorik hiperventilasi,
sedangkan alkalosis metabolik terjadi akibat hipokalemi. Asidosis metabolik dapat terjadi
karena penumpukan asam laktat atau asam organik lainnya karena gagal ginjal.
4. Hipoksia: sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan
permeabilitas pembuluh darah kapiler di jaringan interstisiil atau alveoli.
5. Gangguan faal hemostasis dan perdaraahan terjadi pada 40-70% kasus.
6. Gangguan metabolisme (hipoglikemia) dan gangguan keseimbangan elektrolit
(hipokalsemia).
7. Kerentanggan terhadap infeksi: sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram
negatif, peritonitis, infeksi jalan napas atau paru.
8. Gangguan sirkulasi: pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti
jantung.
9. Pankreatitis akut: jarang terjadi, sulit diketahui semasih hidup dan sering ditemukan post
mortem.
KESIMPULAN
Pak satrio mengalami kegagalan fungsi hati, sel-sel hati tidak dapat melakukan metabolisme
sehingga terjadi hipertensi porta yg mengakibatkan dilatasi vaskular terutama pada kapiler-
kapiler pembuluh darah seperti pada lambung dan esofagus, pada saat pembuluh darah pecah
pada daerah tersebut dan bertemu dgn HCl (asam lambung), maka akhir dari proses
pencernaan (feses) akan berwarna hitam. Akibat dari tekanan pada hati maka, hati mengalami
pembesaran sehingga pada saat dilakukan palpasi hati teraba. dan tekanan darah yang tinggi
ada kaitannya dengan terjadinya hipertensi porta. Ketika seseorang memakan protein, protein
tsb akan dipecah menjadi amonia (NH3) dan dialirkan kehati untuk dirubah menjadi urea
yang akan diekskresikan ke ginjal dan sebahagian amonia tertinggal di duodenum untuk
direabsorbsi, dan terlihat pada hipertensi portal dimana shunting portosystemic
memungkinkan mercaptans untuk lulus langsung ke paru-paru. Ini adalah tanda akhir gagal
hati. Kemungkinan penyebab lainnya adalah adanya amonia dan keton dalam napas sehingga
timbul foetor hepatikum.
Yang harus dilakukan yaitu Diet rendah protein (nabati) (20gram/hari) untuk stadium I-II.
Segera setelah fase akut terlewati, intake protein mulai ditingkatkan dari beban protein
kemudian ditambahkan 10 gram secara bertahap sampai kebutuhan maintanance (40-60
gram/ hari). Mengurangi populasi bakteri kolon (urea splitting organism), Laktulosa peroral
untuk stadium I-II dengan dosis 15-30 ml per oral 2-4 x sehari, pemberian neomisisn 4x12gram/hari peroral, untuk stadium I-II Antagonis benzodiaepin reseptor (Flumazenil)
memberi hasil memuaskan terutama untuk stadium I-II diberikan dengan dosis 1-2 mg secara
intravena. Neomycin, metrronidazon, suatu anti biotic akan mengurangi jumlah bakteri usus
yang dalam keadaan normal membantu mencernakan protein.
DAFTAR PUSTAKA
Price a. Selvia, wilson lorraine m; ensefalopati hepatik; patofisiologi; konsep klinis prosesproses penyakit; vol.i edisi 6 halaman 499; penerbit buku kedokteran-egc, jakarta; 2006
Ilmu penyakit dalam jilid 1 edisi v
Sylvia A Price, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit Penyakit Ed. 6 Vol. 1
Harisson , Prinsip Prinsip Penyakit Dalam Ed. 13 Vol . 4
Zubir, Nasrul. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. 5 Jilid. 2
Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam, EGC, Cetakan 1
http://www.scribd.com/doc/35329396/4/Ensefalopati-Hepatik
Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid i, edisi v, 2009, internal publishing
Mega astera, w. Gawat darurat dibidang penyakit dalam.
Price a.s, wilson m.l., 1995., patofisiologi ; konsep klinis proses-proses penyakit, ecg.
Sood, gagan k. Porto-systemic encephalopathy. Baylor college medicine.2010.
Http://emedicine.medscape.com/gastroenterolog y#liver Herrine, steven k. Portal-systemic
encephalopathy. Merck & co.2009. Http://www.merck.com/mmpe/sec03/ch022/ch022g.html
http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada-penyakithepatoma.html#more-515
patofisiologi edisi 6
buku saku patofisiologi
Buku gawat darurat di bidang penyakit dalam , prof.dr. Dr. I . Made balela sppd(kitom), dr. I .
Ketut suastika, sppd(ke)