Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Penukar Kalor Selongsong dan Tabung


Alat penukar kalor selongsong dan tabung umumnya banyak digunakan dalam
industri proses, sekurang-kurangnya 60% dari semua APK yang digunakan, karena
dapat di-disain untuk menjalankan lebih banyak tekanan dan temperatur seperti yang
dijumpai dalam industri proses. APK ini dapat juga dikonstruksi dari bermacammacam material. Tunggul [10] menjelaskan beberapa keuntungan APK selongsong
dan tabung bahwa konstruksinya sederhana, dapat dipisah satu sama lain (tidak
merupakan satu kesatuan yang utuh) sehingga pengangkutannya relatif mudah,
pemakaian ruang relatif kecil, dan mudah membersihkannya.
Farel H Napitupulu [6] melakukan kajian eksperimental efektifitas alat
penukar kalor selongsong dan tabung (shell and tube) sebagai pemanas air dengan
memanfaatkan energi thermal gas buang motor diesel bahwa dapat mencapai
efektifitas tertinggi 82,496 % untuk debit air masuk konstan 5 Liter/menit.

Gambar 2.1 : APK Selongsong dan Tabung

Universitas Sumatera Utara

Tipe APK selongsong dan tabung susunan yang lazim diklasifikasikan


menurut nomenklatur Tubular Exchanger Manufacturers Association (TEMA) of the

Unated States. Salah satu tipe APK selongsong dan tabung seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.1. Alat Penukar Kalor ini mempunyai selongsong tipe E yaitu satu
laluan selongsong (single-pass shell) dan satu laluan tabung (single-pass tube) serta
dilengkapi dengan sekat (buffle).
Yang dimaksud dengan laluan selongsong adalah lintasan yang dilakukan
oleh fluida sejak masuk kedalam selongsong melalui saluran masuk (inlet nozzle),
dan melewati bagian dalam selongsong melintasi bundel tabung, kemudian keluar
dari saluran buang (outlet nozzle). Apabila lintasan itu dilakukan satu kali maka
disebut satu laluan selongsong (single-pass shell), kalau terjadi dua kali disebut
dengan dua laluan selongsong (two-pass shell).
Untuk fluida di dalam tabung, jika fluida masuk ke dalam penukar kalor
melalui bagian depan (front head) lalu mengalir ke dalam tabung dan langsung keluar
dari bagian belakang (rear head), maka disebut dengan satu laluan tabung (single-

pass tube). Apabila fluida itu membelok lagi masuk ke dalam tabung, sehingga terjadi
dua kali lintasan fluida dalam tabung maka disebut dua laluan tabung (two-pass tube).
Biasanya jumlah laluan selongsong (pass shell) lebih sedikit atau sama dengan
jumlah laluan tabung (pass tube).
Susunan tabung yang biasa digunakan adalah susunan tabung bujur sangkar
(In-line square pitch), susunan tabung belah ketupat (rotated square pitch), susunan
tabung segitiga (triangular pitch), dan susunan tabung layang-layang (rotated

triangular pitch) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 : Bentuk Susunan Tabung

Umumnya aliran fluida dalam selongsong adalah aksial terhadap tabung atau
menyilang. Untuk membuat aliran fluida dalam selongsong menjadi aliran menyilang
biasanya ditambah dengan sekat. Sekat ini juga berfungsi untuk mendukung tabung
dan menahan vibrasi. Bentuk sekat yang lazim adalah segmental baffle, disc and

doughnut baffle, dan orifice baffle. Tipe yang paling banyak dipergunakan adalah
segmental baffle dengan pemotongan sekat (baffle cut) seperti pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 : Sekat segmental (segmental baffle)


Secara umum aliran dalam sisi selongsong yang menggunakan sekat sangat
kompleks. E.S Gaddis [7] menganalisa bahwa aliran dalam sisi selongsong sebagian
tegak lurus dan sebagian sejajar terhadap bundel tabung seperti yang ditunjukkan

Universitas Sumatera Utara

pada Gambar 2.4. SH merupakan aliran utama. Selain itu celah antara tabung dengan
sekat dan celah antara sekat dengan selongsong terdapat kebocoran aliran SL.
Demikian juga tabung tidak dapat ditempatkan sangat dekat dengan selongsong
sehingga menyebabkan terbentuknya aliran bypass SB.

Gambar 2.4 : Bentuk aliran dalam sisi selongsong

Macbeth (Taborek et al [13]) juga mengamati pengaruh kebocoran aliran pada


celah antara sekat dengan selongsong dan antara sekat dengan tabung terhadap
koefisien perpindahan kalor konveksi dengan menggunakan pemotongan sekat (baffle

cut) yang bervariasi antara 18,4 % sampai 37,5 % dari diameter selongsong, maka
diperoleh hasil bahwa semakin besar celahnya semakin kecil koefisien perpindahan
kalor konveksi.
Yilmaz M [14] meneliti pengaruh perubahan ketinggian sekat pada setiap
bilangan Reynold yang berbeda. Pengamatannya dilakukan dalam saluran berpenampang persegi yang menggunakan sekat. Parameter ketinggian sekat merupakan variasi
perbandingan antara tinggi sekat dengan tinggi saluran (C/H) dengan variasi

Universitas Sumatera Utara

perbandingan 0,6 dan 1 serta sudut kemiringan sekat 30o, 45o, 60o, dan 90o. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa perpindahan panas dan faktor gesekan secara
signifikan tergantung pada sudut kemiringan sekat, perbandingan tinggi sekat dengan
tinggi saluran dan bilangan Reynold. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa
bilangan Nusselt dan faktor gesekan meningkat dengan berkurangnya rasio C/H dan
kenaikan sudut sekat.
Aliran fluida yang melintas bundel tabung dalam posisi miring diamati oleh
Zukauskas (Taborek et al [15]). Variasi sudut kemiringan sekat diamati dari posisi
arus datang yang tegak lurus (90o) sampai kemiringan 30o. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa semakin besar sudut arus fluida yang menuju bundel tabung
semakin besar pula faktor koreksi terhadap sudut lintasnya. Hasil ini menunjukkan
bahwa proses perpindahan kalor paling efektif terjadi jika menggunakan arus aliran
yang datang tegak lurus terhadap bundel tabung.
Pemasangan sekat pada alat penukar kalor akan mempengaruhi kecepatan
fluida yang melintasi luas frontalnya dan akan berakibat langsung pada koefisien
perpindahan kalor. Kern [3] mengatakan adanya pemasangan sekat adalah untuk
mengarahkan aliran fluida dalam selongsong menjadi melintang (cross flow) terhadap
berkas tabung, dan juga menjadikan aliran tersebut lebih turbulen. Aliran turbulen
dapat meningkatkan perpindahan kalor.
Dalam pengkajian eksperimental yang dilakukan oleh Li dan Kottke [1] pada
penukar kalor selongsong dan tabung dengan susunan tabung berselang-seling
menyimpulkan pertambahan jarak sekat dapat meningkatkan koefisien perpindahan
kalor konveksi dan penurunan tekanan lebih tinggi, dari pada jarak sekat yang

Universitas Sumatera Utara

pendek. Kern [3] juga menambahkan bahwa semakin banyak jumlah sekat yang
digunakan atau jarak antar sekat semakin pendek maka akan menambah derajat
turbulensi aliran dan juga penurunan tekanan (pressure drop).
Dilain pihak Tunggul [10] mengemukakan apabila jarak antar sekat dibuat
terlalu jarang atau panjang, maka aliran fluida akan menjadi aksial sehingga tidak
terdapat aliran yang melintang, sebaliknya jika jarak antar sekat dibuat terlalu sempit
atau kecil, maka akan menimbulkan bocoran yang berlebihan antara sekat dengan
selongsong. Kemudian Taborek [8] dan Kern [3] menyarankan bahwa jarak antar
sekat dapat bervariasi antara minimum 20 % dari diameter selongsong sampai dengan
maksimum sama dengan diameter selongsong. Soltan et al [16] menetapkan persamaan korelasi untuk perhitungan jarak sekat optimum pada APK kondenser tipe E
dan J sebagai berikut :
Lbc = Sm/[Lbb + Dctl (1-Dt/Ltp)]

Mukherjee [9] mengemukakan bahwa pemotongan sekat (baffle cut) yang


ideal antara 20% sampai dengan 35% dari diameter selongsong. Jika pemotongan
sekat diambil kurang dari 20 % dengan maksud agar koefisien perpindahan kalor
konveksi pada sisi selongsong bertambah atau pemotongan diambil lebih dari 35 %
dengan maksud agar kerugian tekanan berkurang, maka hasil yang diperoleh
umumnya akan merugikan.
Zukauskas (Yunus A. Cengel [17]) mengusulkan rumus korelasi untuk
perhitungan koefisien perpindahan kalor konveksi aliran menyilang melintas bundel
tabung selang-seling (staggered) seperti berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Nu D

hD
n Pr
=
= C Re m
D Pr
Pr
k
s

0, 25

dimana nilai konstanta C, m, dan n tergantung pada bilangan Reynolds. Persamaan ini
berlaku untuk jumlah baris tabung N > 16 dan 0,7 < Pr < 500 serta 0 < ReD < 2 x 106.
Bila jumlah baris tabung N < 16 maka persamaan diatas dimodifikasi dengan mengalikan faktor koreksi F.
Selain itu persamaan empiris untuk koefisien perpindahan kalor konveksi
yang banyak diterapkan pada alat penukar kalor komersil, Janna [4] merumuskan
sebagai berikut :
Nu = 0,36 Re 0,55 Pr 0,33

Kemudian Sparrow [18] dalam penelitiannya mengemukakan bahwa persamaan korelasi untuk menentukan koefisien perpindahan kalor konveksi adalah :
Nu = 0,453 [exp(1,29 K )] Re 0,63 Pr 0,36

dimana faktor K menyatakan pemotongan sekat (baffle cut).


Penurunan tekanan dalam sisi selongsong (shell) sangat dipengaruhi oleh
faktor gesek dan laju aliran fluida. Besar faktor gesek (f) dalam sisi selongsong
berkorelasi langsung dengan bilangan Reynolds, seperti yang dikemukakan oleh
Pekdemir, at al [19] bahwa penurunan tekanan adalah fungsi dari bilangan Reynolds.
Gaddis E. S dan Gnielinski V [7] merumuskan perhitungan kerugian tekanan pada
sisi selongsong (shell) adalah sebagai berikut :
p = (nu 1) pq + pQE + nu pF + ps

Universitas Sumatera Utara

Demikian juga Kakac dan Liu [4] merumuskan persamaan korelasi untuk
faktor gesek sebagai berikut :
f = exp (0,576 0,19 ln Re)
Selain itu Jegede [20] mengemukakan bentuk hubungan fungsional faktor
gesek dengan bilangan Reynolds sebagai berikut :
f = 1,79 Re-0,19
Demikian juga menurut Jakob (Holman [21]), persamaan empiris untuk faktor
gesek pada bundel tabung selang-seling sebagai berikut :

f = 0,25 +

0,118
0,16
Re
1,08

S
d
n

Menurut Sappu [11] dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa koefisien


perpindahan kalor dan faktor gesek terjadi pada posisi sekat (baffle) tegak lurus
terhadap tabung. Korelasi empiris koefisien perpindahan kalor dan kerugian tekanan
masing-masing dinyatakan dalam hubungan fungsional yaitu :
Nu = 0,26 Re0,58 (sin )0,91

dan

f = 4,2 Re-0,17 (sin )0,52


dimana, 18680 < Re < 53120 dan 45o 90o

2.2 Landasan Teori


Perpindahan kalor dan kerugian tekanan yang terjadi pada alat penukar kalor
selongsong dan tabung sangat bergantung pada bentuk geometri dan dimensi dari

Universitas Sumatera Utara

pada tabung (tube) dan sekat (baffle), serta sifat-sifat fisik fluida dalam sisi tabung
(tube) dan selongsong (shell).
Analisa perpindahan kalor dalam sisi selongsong (shell) dilakukan dengan
memperhitungkan jumlah kalor yang diserap oleh fluida dalam selongsong (shell).
Jumlah kalor yang diserap diasumsikan sama besar dengan jumlah kalor yang
dipindahkan oleh fluida dalam tabung (tube) secara konduksi melalui dinding tabung.
Analisis ini juga mengasumsikan bahwa tidak terdapat kehilangan kalor melalui
dinding selongsong (shell) ke udara luar disekitarnya.
Laju perpindahan kalor yang diserap oleh fluida (udara) dalam selongsong
(shell) dihitung dengan rumus :
Q& = hu Ao (T so T mu ) = m& u c p ,u (Tuk Tum )

(2.1)

dimana :
hu = koefisien perpindahan kalor konveksi udara (W/m2 K)
Ao = luas dinding luar tabung (m2)
Tso = suhu dinding luar tabung (oC)
Tmu = (Tum+Tuk)/2 = suhu rata-rata udara (oC)

m& u = laju aliran massa udara (kg/s)


cp,u = panas jenis udara (J/kg K)
Tuk = suhu udara keluar selongsong (oC)
Tum = suhu udara masuk selongsong (oC)
Laju perpindahan kalor yang dilepaskan oleh fluida (air) dalam tabung (tube)
dihitung dengan rumus :

Universitas Sumatera Utara

Q& = h a Ai (T ma T si ) = m& a c p ,a (Tam Tak )

(2.2)

dimana :
ha = koefisien perpindahan kalor konveksi air (W/m2 K)
Ai = luas dinding dalam tabung (m2)
Tsi = suhu dinding dalam tabung (oC)
Tma = (Tam+Tak)/2 = suhu rata-rata air (oC)

m& a = laju aliran massa air (kg/s)


cp,a = panas jenis air (J/kg K)
Tak = suhu air keluar tabung (oC)
Tam = suhu air masuk tabung (oC)
Laju perpindahan kalor menyeluruh dari fluida (air) melalui dinding tabung
(tube) ke fluida (udara) dihitung dengan rumus :
Tlm
Q& = U As Tlm =
Rt

(2.3)

dimana :
Tlm = beda suhu rata - rata logaritmik (K)

Gambar 2.5 : Diagram Temperatur

Universitas Sumatera Utara

Tlm =

(Tam Tuk ) (Tak Tum )


ln[(Tam Tuk ) /(Tak Tum )]

U As = U o Ao = U i Ai
Uo = koefisien perpindahan kalor menyeluruh berdasarkan permukaan
luar tabung (m2)
A 1
A ln( Do / Di ) 1
Uo = o
+ o
+
2 k Ls
hu
Ai ha

D 1 N T Do ln( Do / Di ) 1
= o
+
+
hu
2k
Di ha

Ui = koefisien perpindahan kalor menyeluruh berdasarkan permukaan


dalam tabung (m2)
1 A ln( Do / Di ) Ai 1
+
Ui = + i

Ao hu
2 k Ls
ha

1 N D ln( Do / Di ) Di 1
= + T i
+

Do hu
2k
ha

1
ln( Do / Di )
1
Rt =
+
+

2 k Ls
Ao hu
Ai ha

Ao = luas dinding luar tabung (m2)


Ao = N T Do Ls
Ai = luas dinding dalam tabung (m2)
Ai = N T Di Ls
hu = koefisien perpindahan kalor konveksi udara (W/m2 K)
ha = koefisien perpindahan kalor konveksi air (W/m2 K)

Universitas Sumatera Utara

k = konduktifitas panas tabung (W/m2 K)


Do = diameter luar tabung (m)
Di = diameter dalam tabung (m)
LS = panjang tabung (m)
NT = jumlah tabung
Koefisien perpindahan kalor konveksi fluida (air) dalam sisi tabung dapat
dihitung dengan rumus :

dimana :

ha = Nu a

k a 48 k a
k
=
= 4,36 a
Di 11 Di
Di

ha = Nu a

ka ka
n
=
(0,023 Re 0,8
a Pra ) (untuk turbulen Re>4000) (2.5)
Di Di

(untuk laminar Re<2300)

(2.4)

ka = konduktifitas panas air (W/m2 K)


n = 0,4 (untuk pemanasan)
n = 0,3 (untuk pendinginan)

Koefisien perpindahan kalor konveksi fluida (udara) dalam sisi selongsong


dapat dihitung dengan rumus :
hu = Nu u

dimana :

ku
De

(2.6)

ku = konduktifitas panas udara (W/m2 K)


De = diameter ekivalen (m)

Kern [3] menyatakan bahwa untuk pemotongan sekat (baffle cut) 25 %, maka
bilangan Nusselts dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Nu u = 0,36 (Re u )

dimana :

0,55

1/ 3

(Pru )

u ,s

0,14

(2.7)

u = viskositas dinamik udara (kg/m.s)


u,s = viskositas dinamik udara pada suhu dinding (kg/m.s)

Pru =

Re u =

c p ,u u
ku

u Vmaks De m& u De
=
u
A f u

Af = luas aliran silang (m2)


De = diameter ekivalen (m)
Untuk alat penukar kalor selongsong dan tabung dengan susunan tabung belah
ketupat (rotated square) maka definisi luas aliran dan diameter ekivalen adalah
sebagai berikut :

D Do
(PT Do )
A f = LB Ds DOTL + OTL
0,707 PT

(2.8)

PT

P1

Gambar 2.6 : Susunan Tabung Belah Ketupat

Universitas Sumatera Utara

De =

4 x luas aliran
keliling basah

4 PT2 Do2
4

De =
Do
C1 = PT - Do
dimana :

(2.9)

(celah antar tabung dalam meter)

Ds = diameter selongsong (m)


DOTL = diameter bundel tabung (m)
LB = jarak sekat (m)
PT = jarak antar tabung (tube pitch) (m)
Do = diameter luar tabung (m)

Efektivitas Alat Penukar Kalor

Efektivitas suatu alat penukar kalor merupakan salah satu hal yang sangat
penting dalam mendisain alat penukar kalor. Hal ini disebabkan karena parameter
efektifitas tersebut merupakan suatu gambaran unjuk kerja sebuah alat penukar kalor.
Efektivitas alat penukar kalor (heat-exchanger effectiveness) dapat didefinisikan
sebagai berikut :

Q&
Q& maks

laju perpindahan kalor aktual


laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin

(2.10)

Laju perpindahan kalor aktual dalam alat penukar kalor dapat ditentukan dari
balans energi dari pada fluida panas atau dingin sebagai berikut :

Q& = C c (Tco Tci ) = C h (Thi Tho )

(2.11)

Universitas Sumatera Utara

dimana :
C c = m& c c pc = laju kapasitas panas fluida dingin
C h = m& h c ph = laju kapasitas panas fluida panas
m& c = laju aliran massa fluida dingin (kg/s)
m& h = laju aliran massa fluida panas (kg/s)
Tci = suhu masuk fluida dingin (oC)
Tco = suhu keluar fluida dingin (oC)
Thi = suhu masuk fluida panas (oC)
Tho = suhu keluar fluida panas (oC)
Laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin dalam alat penukar kalor
adalah berdasarkan perbedaan temperatur maksimum dan laju kapasitas panas yang
minimum, yaitu :

Q& maks = C min (Thi Tci )

(2.12)

dimana, Cmin adalah yang lebih kecil dari Ch dan Cc.


Selain itu dengan mensubstitusi persamaan 2.11 dan 2.12 ke persamaan 2.10
maka efektivitas dapat dinyatakan sebagai berikut :

C h (Thi Tho )
C (T Tci )
= c co
C min (Thi Tci ) C min (Thi Tci )

(2.13)

(Thi Tho )
(Thi Tci )

(2.14)

bila Ch adalah Cmin maka : =

dan bila Cc adalah Cmin maka : =

(Tco Tci )
(Thi Tci )

(2.15)

Universitas Sumatera Utara

Apabila efektivitas dari alat penukar kalor diketahui, maka laju perpindahan
kalor aktual dapat ditentukan sebagai berikut :

Q& = Q& maks = C min (Thi Tci )

(2.16)

Penurunan Tekanan (pressure drop)

Penurunan tekanan merupakan suatu kerugian tekanan antara sisi masuk dan
keluar dari bundel tabung yang terjadi pada aliran dalam sisi selongsong (shell).
Penurunan tekanan ini dipengaruhi oleh bentuk geometri dari tabung dan sifat-sifat
aliran fluida melalui bundel tabung.
Yunus A. Cengel [17] dalam bukunya menyatakan penurunan tekanan dalam
bundel tabung sebagai berikut :
P = N L f

2
Vmaks

(2.17)

dimana :
P = penurunan tekanan (Pa)

f = faktor gesek

= faktor koreksi
= 1 untuk susunan tabung bujur sangkar dan segitiga
NL = jumlah baris tabung
Vmaks = kecepatan maksimum fluida (m/s)

Universitas Sumatera Utara

Selain itu Hewitt at al [22] dalam bukunya menyatakan penurunan tekanan


dalam berkas tabung sebagai berikut :

p = K a + nr K f

) V2maks

(2.18)

dimana :
Ka = konstanta
nr = jumlah baris tabung
Kf = parameter yang tergantung Re, Vmaks dan bentuk geometri
Demikian juga Kern [3] menyatakan penurunan tekanan aliran fluida dalam
sisi selongsong adalah sebagai berikut :
p s =

dimana :

4 f ( N B + 1) Ds m& 2
( / w ) 0s ,14 De 2 A 2f

(2.19)

Ds = diameter selongsong (m)


f = faktor gesek
NB = jumlah sekat
m& = laju aliran massa fluida dalam selongsong (kg/s)

A f = luas aliran silang (m2)


Sidik Kakac dkk [5], menyatakan bahwa penurunan tekanan adalah fungsi
dari jumlah segmen lintasan pada bundel tabung yang terletak diantara sekat dengan

Universitas Sumatera Utara

sekat (NB + 1) dan jarak lintas aliran pada setiap segmen sehingga penurunan tekanan
dapat dihitung dari persamaan :
p = f ( N B + 1)

dimana :

Ds s Vs2
De
2

(2.20)

p = penurunan tekanan (Pa)

De = diameter ekivalen (m)


Vs = kecepatan aliran fluida (m/s)
s = massa jenis fluida (kg/m3)

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Hasil yang diperoleh dalam suatu penelitian dipengaruhi oleh

variabel-

variabel penelitian itu sendiri. Kerangka konsep penelitian diperlihatkan pada


Gambar 2.7 dan diagram alir/urutan penelitian pada Gambar 2.8.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.7 : Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.8 : Diagram alir penelitan

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai