Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Bayi Berat Lahir Rendah

2.1.1

Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah


Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya

saat lahir kurang dari 2500 gram (sampai dengan 2499 gram) (Prawiroharjo, 2010).
Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah prematurits dengan Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi yang berat kurang
dari 2500 gram pada waktu lahir bayi prematur (Rustam 1998).
Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya, bayi berat lahir rendah
dibedakan dalam: (1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), berat lahir 1500 2500
gram; (2) Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR), berat lahir < 1500 gram ;
(3) Bayi Berat Lahir Ekstrim Rendah (BBLER) berat lahir < 1000 gram.
2.1.2 Klasifikasi Bayi Berat Lahir Rendah
Menurut Rukiyah (2010) bayi berat lahir rendah (BBLR) dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu:
1) Bayi prematur sesuai masa kehamilan (SMK) terdapat derajat prematuritas di
golongkan menjadi 3 kelompok:
a. Bayi sangat prematur (extremely prematur ): 24-30 minggu.
b. Bayi prematur sedang (moderately prematur ) : 31-36 minggu.
c. Borderline Premature : 37-38 minggu. Bayi ini bersifat premature dan mature.

Beratnya seperti bayi matur akan tetapi sering timbul masalah seperti yang
dialami bayi prematur, seperti gangguan pernafasan, hiperbilirubinemia dan daya
hisap lemah.
2) Bayi prematur kecil untuk masa kehamilan (KMK) terdapat banyak istilah untuk
menunjukkan bahwa bayi KMK dapat menderita gangguan pertumbuhan di dalam
uterus (intra uterine growth retardation / IUG)seperti pseudo premature, small for
dates, dysmature, fetal malnutrition syndrome, chronis fetal distress, IUGR dan
small for gestasionalage ( SGA ).
Ada dua bentuk IUGR yaitu : (Rustam, 1998)
a. Propornitinate IUGR: janin menderita distress yang lama, gangguan
pertumbuhan terjadi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi
lahir. Sehingga berat, panjang dan lingkaran kepala dalam proporsi yang
seimbang, akan tetapi keseluruhannya masih di bawah masa gestasi yang
sebenarnya.
b. Disproportinate IUGR : terjadi akibat distress sub akut. Gangguan terjadi
beberapa Minggu dan beberapa hari sebelum janin lahir. Pada keadaan ini
panjang dan lingkaran kepala normal, akan tetapi berat tidak sesuai dengan
masa gestasi. Tanda-tanda sedikitnya jaringan lemak dibawah kulit, kulit
kering, keriput dan mudah diangkat, bayi kelihatan kurus dan lebih panjang.
2.1.3 Manifestasi Klinis

Menurut Maryunani dkk, (2009) adapun tanda dan gejala yang terdapat pada
bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR ) adalah :
a. Berat badan < 2500 gram
b. Letak kuping menurun
c. Pembesaran dari satu atau dua ginjal
d. Ukuran kepala kecil
e. Masalah dalam pemberian makan (refleks menelan dan menghisap kurang)
f.

Suhu tidak stabil (kulit tipis dan transparan)

2.1.4 Masalah pada BBLR


Menurut Maryunani dkk (2009) masalah yang terjadi pada bayi dengan berat
lahir rendah (BBLR) terutama pada prematur terjadi karena ketidakmatangan sistem
organ pada bayi tersebut. Masalah pada BBLR yang sering terjadi adalah gangguan
pada sistem pernafasan, susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi, gastro
interstinal, ginjal, termoregulasi.
1. Sistem Pernafasan
Bayi dengan BBLR umumnya mengalami kesulitan untuk bernafas segera
setelah lahir oleh karena jumlah alveoli yang berfungsi masih sedikit, kekurangan
surfaktan (zat di dalam paru dan yang diproduksi dalam paru serta melapisi bagian
alveoli, sehingga alveoli tidak kolaps pada saat ekspirasi).
Luman sistem pernafasan yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan nafas,
insufisiensi klasifikasi dari tulang thorax, lemah atau tidak adanya gag refleks dan

pembuluh darah paru yang imatur. Hal hal inilah yang menganggu usaha bayi untuk
bernafas dan sering mengakibatkan gawat nafas (distress pernafasan).

2. Sistem Neurologi (Susunan Saraf Pusat)


Bayi lahir dengan BBLR umumnya mudah sekali terjadi trauma susunan saraf
pusat. Hal ini disebabkan antara lain: perdarahan intracranial karena pembuluh darah
yang rapuh, trauma lahir, perubahan proses koagulasi, hipoksia dan hipoglikemia.
Sementara itu asfiksia berat yang terjadi pada BBLR juga sangat berpengaruh pada
sistem susunan saraf pusat (SSP) yang diakibatkan karena kekurangan oksigen dan
kekurangan perfusi.
3. Sistem Kardiovaskuler
Bayi dengan BBLR paling sering mengalami gangguan/ kelainan janin, yaitu
paten ductus arteriosus, yang merupakan akibat intra uterine ke kehidupan ekstra
uterine berupa keterlambatan penutupan ductus arteriosus.
4. Sistem Gastrointestinal
Bayi dengan BBLR saluran pencernaannya belum berfungsi seperti bayi yang
cukup bulan, hal ini disebabkan antara lain karena tidak adanya koordinasi mengisap
dan menelan sampai usia gestasi 3334 minggu sehingga kurangnya cadangan nutrisi
seperti kurang dapat menyerap lemak dan mencerna protein
5. Sistem Termoregulasi

Bayi dengan BBLR sering mengalami temperatur yang tidak stabil, yang
disebabkan antara lain:
a. Kehilangan panas karena perbandingan luas permukaan kulit dengan berat
badan lebih besar (permukaan tubuh bayi relatife luas )
b. Kurangnya lemak subkutan (brown fat / lemak cokelat )
c. Jaringan lemak dibawah kulit lebih sedikit.
d. Tidak adanya refleks kontrol dari pembuluh darah kapiler kulit.
6. Sistem Hematologi
Bayi

dengan BBLR lebih cenderung mengalami masalah hematologi bila

dibandingkan dengan bayi yang cukup bulan. Penyebabnya antara lain adalah:
a. Usia sel darah merahnya lebih pendek
b. Pembuluh darah kapilernya mudah rapuh
c. Hemolisis dan berkurangnya darah akibat dari pemeriksaan laboratorium
yang sering.
7. Sistem Imunologi
Bayi dengan BBLR mempunyai sistem kekebalan tubuh yang terbatas, sering
kali memungkinkan bayi tersebut lebih rentan terhadap infeksi.
8. Sistem Perkemihan
Bayi dengan BBLR mempunyai masalah pada sistem perkemihannya, di mana
ginjal bayi tersebut karena belum matang maka tidak mampu untuk menggelola air,

elektrolit, asam basa, tidak mampu mengeluarkan hasil metabolisme dan obat
obatan dengan memadai serta tidak mampu memekatkan urin.
9. Sistem Integument
Bayi dengan BBLR mempunyai struktur kulit yang sangat tipis dan transparan
sehingga mudah terjadi gangguan integritas kulit.

10. Sistem Pengelihatan


Bayi dengan BBLR dapat mengalami retinopathy of prematurity (RoP) yang
disebabkan karena ketidakmatangan retina.
2.1.5 Penatalaksanaan pada BBLR
Menurut Rukiyah, dkk (2010) perawatan pada bayi berat lahir rendah (BBLR)
adalah :
1) Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. BBLR mudah mengalami hipotermi,
oleh sebab itu suhu tubuh bayi harus dipertahankan dengan ketat.
2) Mencegah infeksi dengan ketat. BBLR sangat rentan dengan infeksi,
memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci tangan
sebelum memegang bayi.
3) Pengawasan nutrisi (ASI). Refleks menelan BBLR belum sempurna, oleh sebab
itu pemberian nutrisi dilakukan dengan cermat.

4) Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi bayi dan
erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan dilakukan
dengan ketat.
5) Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih,
pertahankan suhu tubuh tetap hangat.
6) Kepala bayi ditutup topi, beri oksigen bila perlu.
7) Tali pusat dalam keadaan bersih.
8) Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI.

2.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi BBLR


2.2.1 Faktor Demografi
Menurut Bogue dalam Prayoga (1997) Demografi adalah ilmu yang mempelajari
secara statistika dan matematika tentang besar, komposisi dan distribusi penduduk
serta perubahan perubahannya sepanjang masa melalui bekerjanya 5 komponen
demografi yaitu kelahiran, kematian, perkawinan, migrasi dan mobolitas sosial.
Komposisi penduduk dalam arti demografi adalah komposisi penduduk menurut
umur dan jenis kelamin di mana kedua variabel ini berpengaruh terhadap angka
morbiditas dan mortalitas suatu negara.
Menurut Kramer (1987) mengatakan bahwa ada banyak faktor yang
memengaruhi kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Dibawah ini adalah
beberapa faktor yang memengaruhi kejadian BBLR:

a. Umur Ibu
Penelitian Suriani (2010) menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara
umur ibu dengan kejadian BBLR dengan p = 0,01 di mana OR = 1,36 (95% CI: 1,08
1,73), artinya bahwa risiko responden berumur < 20 tahun atau >35 tahun
kemungkinan melahirkan BBLR 1,36 kali lebih besar dibandingkan dengan
responden umur 20-35 tahun (95% CI = 1,08-1,73). Kondisi usia ibu yang masih
muda sangat membutuhkan zat-zat gizi untuk pertumbuhan biologiknya. Kebutuhan
untuk pertumbuhan biologik ibu dan kebutuhan untuk janin dalam kandungannya
merupakan dua hal yang pemenuhannya berlangsung melalui mekanisme yang
kompetitif, di mana keadaan janin berada di pihak yang lemah. Hal inilah yang
menyebabkan bayi lahir dengan kondisi berat badan yang rendah.
Berdasarkan hasil penelitian Sistiarni (2008), menunjukkan bahwa variabel
yang berhubungan dengan kejadian BBLR adalah umur < 20 tahun nilai p = 0,009
(OR=4,28; 1,48 -12,4) dan kualitas pelayanan antenatal nilai p = 0,001 (OR= 5,85 ;
95%Cl= 1,9 17,88).
b. Pendidikan Ibu
Penelitian Suriani (2010) menyimpulkan bahwa

ada pengaruh pendidikan

dengan kejadian berat bayi lahir rendah dengan nilai p = 0,000 ( OR = 1,80; 95%CI=
1,43 2,26). Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari pengambilan

keputusan. Pendidikan menentukan kemampuan menerima dan mengembangkan

pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi pendidikan ibu akan semakin


mampu mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan

selama hamil dapat

mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya. Pendidikan juga sangat
erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan kehamilan.
c. Penghasilan
Secara tidak langsung penghasilan ibu hamil akan memengaruhi kejadian
BBLR, karena umumnya ibu-ibu dengan penghasilan keluarga rendah akan
mempunyai intake makanan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun secara
kuantitas, yang akan berakibat terhadap rendahnya status gizi ibu hamil tersebut.
Keadaan status gizi ibu yang buruk berisiko melahirkan bayi dengan BBLR
dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan ibu dengan status gizi baik. Hal senada
juga diungkapkan oleh Kardjati (1985) dalam Suriani 2010 bahwa faktor penghasilan
berperan dalam meningkatkan risiko kejadian BBLR. Beberapa alasan diantaranya
adalah kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan kalori, disamping juga karena ibu-ibu
yang miskin sebelumnya juga kurang gizi.
d.

Jarak Persalinan

Penelitian Suriani (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh jarak persalinan


dengan kejadian berat bayi lahir rendah dengan nilai p = 0,032 ( OR = 1,54; CI 1,04
2,28). Seorang ibu setelah persalinan membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun

untuk memulihkan tubuh dan mempersiapkan diri untuk persalinan berikutnya.

Menurut Wibowo (1992) jarak kelahiran mempunyai hubungan dengan terjadinya


BBLR, yaitu jarak kelahiran semakin pendek, maka kemungkinan untuk melahirkan
BBLR akan semakin besar pula.
e. Paritas
Paritas atau jumlah kelahiran merupakan faktor penting dalam menentukan
nasibibu serta bayi yang dikandungnya selama kehamilan dan persalinan. Menurut
Depkes (2004) ibu hamil yang telah memiliki anak lebih dari empat orang perlu
diwaspadai, karena semakin banyak anak, rahim ibu pun semakin lemah.
Menurut Suriani (2010) ada pengaruh paritas dengan kejadian BBLR ini
terbukti signifikan (nilai p = 0,032) dengan OR = 1,24 (95% CI: 1,02-1,54). Artinya
bahwa kemungkinan mempunyai risiko melahirkan BBLR pada responden dengan
paritas1 atau > 3 anak adalah 1,24 kali lebih besar dibandingkan responden dengan
paritas 2-3 anak. Ibu hamil dengan paritas lebih dari tiga kali, umumnya akan
mengalami gangguan dan komplikasi dalam masa kehamilannya. Komplikasi yang
sering terjadi adalah gangguan pada plasenta, yaitu abruptio plasenta (plasenta tidak
seluruhnya melekat pada dinding uterus), plasenta letak rendah dan solutio plasenta.
Komplikasi ini mempunyai dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin,
yang selanjutnya akan menyebabkan kejadian BBLR.
f. Komplikasi Kehamilan

Penelitian Suriani (2010) menyimpulkan bahwa ada pengaruh komplikasi


kehamilan terhadap kejadian bayi berat lahir rendah dengan p = 0,003 (OR = 1,53; CI=
1,16 2,02). Dapat berhubungan dengan kejadian bayi berat lahir rendah. Suriani

(2010) menyatakan bahwa infeksi selama hamil dapat berhubungan secara langsung
maupun tidak langsung dengan kejadian BBLR, seperti infeksi pada penyakit malaria,
toksoplasma, plasmodium dan infeksi virus. Infeksi virus menghambat pertumbuhan
janin bahkan dapat menyebabkan kematian janin seperti pada infeksi virus rubella
dan cytomegalo virus. Diduga virus-virus tersebut mengeluarkan toksin yang dapat
mengurangi suplai darah ke janin. Infeksi pada saluran kemih juga sering
berhubungan dengan kejadian BBLR dimana infeksi ini dapat menyebabkan infeksi
pada air ketuban dan plasenta sehingga mengganggu suplai makanan ke janin.
Disamping penyakit infeksi penyakit non infeksi juga berhubungan dengan kejadian
BBLR seperti penyakit ginjal kronis, hipertensi, dan diabetes melitus.
Menurut Manuaba (1998) faktor faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
persalinan preterm (prematur ) atau bayi berat lahir rendah adalah :
1. Faktor Ibu
a. Gizi saat hamil yang kurang
b. Umur kurang dari 20 tahun dan diatas 35 tahun
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.
d. Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah
(perokok)

e. Faktor pekerja yang terlalu berat


3.

Faktor Kehamilan
a. Hamil dengan hidramnion
b. Hamil ganda
c. Perdarahan antepartum
d. Komplikasi hamil: preeklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini.

4.

Faktor Janin
a. Cacat bawaan
b. Infeksi dalam rahim

5.

Faktor yang Masih Belum Diketahui


Hasil critical assesment dan meta analysis terhadap berbagi literatur-literatur

medis berbahasa Inggris dan Perancis yang diterbitkan dari tahun 1970-1984 yang
dilakukan oleh Kramer (1987), diidentifikasi 43 determinan potensial berat badan
lahir yaitu:
a. Faktor genetik dan bawaan, meliputi jenis kelamin bayi, suku, tinggi badan
ibu hamil, berat badan sebelum hamil, haemodynamic ibu hamil, tinggi dan
berat badan bapak dan faktor genetik lainnya.
b. Faktor demografik dan psikososial, meliputi umur ibu, status sosial ekonomi
(pendidikan, pekerjaan, dan/atau pendapatan), status perkawinan, faktor
kejiwaan ibu hamil.

c. Faktor obstetrik, meliputi paritas, interval melahirkan anak, kegiatan seksual,


pertumbuhan janin dan umur kehamilan anak sebelumnya, pengalaman
abortus spontan sebelumnya, pengalaman induced abortion, pengalaman lahir
mati atau kematian neonatal sebelumnya, pengalaman tidak subur sebelumnya
dan paparan janin terhadap diethyl stilbestrol.
d. Faktor Gizi, meliputi pertambahan berat badan masa kehamilan, asupan
energi, pengeluaran energi, kerja dan aktivitas fisik, asupan/status protein, zat
besi dan anemia, asamfolat dan vitamin B12, mineral, seng dan tembaga,
kalsium, fosfor, dan vitamin D, vitamin B6, dan vitamin dan mineral lainnya.
e. Faktor morbiditas ibu waktu hamil, meliputi morbiditas umum, dan penyakit
episodik, malaria, infeksi saluran kemih, infeksi saluran kelamin.
f. Faktor paparan zat racun, meliputi merokok, minum alkohol, konsumsi kafein
dan kopi, penggunaan marijuana, ketergantungan pada narkotik, dan paparan
zat racun lainnya.
g. Perawatan antenatal, meliputi kunjungan antenatal pertama, jumlah kunjungan
antenatal, dan mutu pelayanan antenatal.
Menurut Baker dan Tower (2005) dalam Suriani (2010), memodifikasi
beberapa faktor risiko dan determinan kejadian BBLR, dari hasil modifikasi tersebut
dihasilkan klasifikasi yang dibedakan menurut faktor bayi yaitu: jenis kelamin,
genetik, ras, dan keadaan plasenta dan faktor ibu yaitu: umur ibu, paritas, jarak
kelahiran, tinggi badan, berat badan sebelum hamil, dan penambahan berat badan

selama hamil, serta faktor lingkungan yaitu: status sosial, ekonomi, nutrisi/IMT,
infeksi/penyakit ibu, pemanfaatan pelayanan, merokok/alkohol, dan tingkat
pengetahuan ibu.

2.3

Perawatan Antenatal

2.3.1 Pengertian Perawatan Antenatal


Kunjungan antenatal care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau
dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal (ANC), petugas
mengumpulkan dan menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intra uterine serta ada
tidaknya masalah atau komplikasi (Saifudin, 2005).
Menurut Henderson (2006), kunjungan antenatal care (ANC) adalah kontak
ibu hamil dengan pemberi perawatan/asuhan dalam hal mengkaji kesehatan dan
kesejahteraan bayi serta kesempatan untuk memperoleh informasi dan memberi
informasi bagi ibu dan petugas kesehatan.
Asuhan

Antenatal

meliputi

pengawasan

terhadap

kehamilan

untuk

mendapatkan informasi mengenai kesehatan ibu, menegakkan secara dini penyakit


yang menyertai kehamilan, menegakkan secara dini komplikasi kehamilan, dan
menetapkan risiko kehamilan ( risiko tinggi, risiko meragukan, atau risiko rendah ).
Asuhan antenatal juga mempersiapkan persalinan menuju kelahiran bayi yang baik
(well born baby) dan kesehatan ibu yang baik (well health mother) mempersiapkan

pemeliharaan bayi dan laktasi, memfasilitasi pulihnya kesehatan ibu yang optimal
pada saat akhir kala nifas (Manuaba. 2008).
2.3.2 Tujuan Pemeriksaan Kehamilan (ANC)
Tujuan utama antenatal care adalah untuk memfasilitasi hasil yang sehat dan
positif bagi ibu maupun bayinya dengan membina hubungan saling percaya dengan
ibu, mendeteksi komplikasi-komplikasi yang dapat mengancam jiwa, mempersiapkan
kelahiran dan memberikan pendidikan. Antenatal care penting untuk menjamin agar
proses alamiah tetap berjalan selama kehamilan (Marmi, 2011).
2.3.3 Tujuan Khusus Pengawasan Antenatal
1. Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat
kehamilan, saat persalinan, dan kala nifas.
2. Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai hamil, persalinan dan kala
nifas.
3. Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan,
persalinan, kala nifas, laktasi dan aspek keluarga berencana.
4. Menurunkan angka kesakitan dan kematian perinatal.
Menurut Depkes RI (2004) kunjungan ideal yang dilakukan oleh ibu hamil
diharapkan mengikuti anjuran sebagai berikut:
a. Awal kehamilan sampai dengan tujuh bulan memeriksakan diri setiap empat
minggu sekali.

b. Usia kehamilan tujuh bulan sampai dengan sembilan bulan tiap dua minggu
sekali.
c. Usia kehamilan sembilan bulan sampai dengan sepuluh bulan tiap satu
minggu sekali.
Kunjungan tersebut bisa lebih banyak frekuensinya bila ada anjuran dari
tenaga pemeriksa kehamilan karena melihat kondisi ibu atau bila ada masalah serta
gangguan pada kandungannya. Frekuensi minimal pemeriksaan kehamilan adalah 4
kali selama kehamilan dengan rincian sebagai berikut:
a. Satu kali pada usia kehamilan satu sampai tiga bulan (triwulan I).
b. Satu kali pada usia kehamilan empat sampai enam bulan (triwulan II).
c. Dua kali pada usia kehamilan tujuh sampai sembilan bulan (triwulan III).
Tabel 2.1 Informasi Setiap Kunjungan Antenatal
Kunjungan

Waktu

Trimester
Pertama

Informasi Penting

Sebelum

Membangun hubungan saling percaya


antara petugas kesehatan dan ibu hamil.

Minggu ke 14

Mendeteksi masalah dan menanganinya.


Melakukan tindakan pencegahan seperti
tetanus neonatorum, anemia kekurangan
zat besi, penggunaan praktek tradisonal
yang merugikan.
Memulai persiapan kelahiran bayi dan
kesiapan untuk menghadapi komplikasi.
Mendorong perilaku yang sehat (gizi,
latihan dan kebersihan, istirahat dan
sebagainya)

Trimester
Kedua

Sebelum

Sama
seperti
diatas,
ditambah
kewaspadaan
khusus
mengenai
preeklampsia (tanya ibu tentang gejala-

Minggu ke 28

gejala preeklampsia, pantau tekanan


darah evaluasi edema, periksa untuk
mengetahui proteinuria)

Tabel 2.1 (Lanjutan)


Kunjungan

Waktu

Trimester

Antara

Ketiga

minggu
ke 28-36

Informasi Penting
Sama seperti diatas, ditambah deteksi
letak bayi yang tidak normal, atau
kondisi lain yang memerlukan kelahiran
di rumah sakit.

Sumber, Depkes RI ( 2004)


2.3.4 Pelayanan Antenatal
1.

Konsep Pemeriksaan Antenatal


Menurut Depkes RI (2002), pemeriksaan antenatal dilakukan dengan standar
pelayanan antenatal dimulai dengan :
a.

Anamnese : meliputi identitas ibu hamil, riwayat kontrasepsi/KB,


kehamilan sebelumnya dan kehamilan sekarang.

b.

Pemeriksaan umum : meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus


kebidanan.

c.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan hanya atas indikasi/diagnosa

d.

Pemberian obat-obatan, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dan tablet besi


(Fe)

e.

Penyuluhan tentang gizi, kebersihan, olah raga, pekerjaan dan perilaku


sehari-hari, perawatan payudara dan air susu ibu, tanda-tanda risiko,
pentingnya pemeriksaan kehamilan dan imunisasi selanjutnya, persalinan

oleh tenaga terlatih, KB setelah melahirkan serta pentingnya kunjungan


pemeriksaan kehamilan ulang.

2.

Kunjungan Ibu Hamil


Menurut Depkes RI (2002), kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu
hamil dengan petugas kesehatan yang memberikan pelayanan antenatal
standar untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan disini
dapat diartikan ibu hamil yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau
sebaliknya petugas kesehatan yang mengunjungi ibu hamil di rumahnya atau
posyandu. Kunjungan ibu hamil dilakukan secara berkala yang dibagi menjadi
beberapa tahap, seperti :
a.

Kunjungan ibu hamil yang pertama (K1)


Kunjungan K1 adalah kontak ibu hamil yang pertama kali dengan petugas
kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan
kesehatan trimester I, dimana usia kehamilan 1 sampai 12 minggu.

b. Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4)


Kunjungan K4 adalah kontak ibu hamil yang keempat atau lebih dengan
petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan kesehatan pada trimester III, usia kehamilan > 24 minggu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kunjungan antenatal
sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama masa kehamilan dengan
distribusi kontak sebagai berikut :

a.

Minimal 1 kali pada trimester I (K1), usia kehamilan 1-12 minggu

b.

Minimal 1 kali pada trimester II, usia kehamilan 13-24 minggu

c.

Minimal 2 kali pada trimester III, (K3-K4), usia kehamilan > 24 minggu.

A. Jadwal Pemeriksaan
Menurut Depkes RI (2002), pemeriksaan kehamilan berdasarkan kunjungan
antenatal dibagi atas :
a. Kunjungan Pertama (K1)
Meliputi : (1) Identitas/biodata, (2) Riwayat kehamilan, (3) Riwayat
kebidanan, (4) Riwayat kesehatan, (5) Riwayat sosial ekonomi, (6)
Pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan, (7) Penyuluhan dan
konsultasi.
b. Kunjungan Keempat (K4)
Meliputi : (1) Anamnese (keluhan / masalah) (2) Pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan

kesehatan,

(3)

Pemeriksaan

psikologis,

(4)

Pemeriksaan

laboratorium bila ada indikasi / diperlukan, (5) Diagnosa akhir (kehamilan


normal, terdapat penyulit, terjadi komplikasi, atau tergolong kehamilan risiko
tinggi (6) Sikap dan rencana tindakan (persiapan persalinan dan rujukan).
2.3.5 Standar Pelayanan
Menurut Depertemen Kesehatan Republik Indonesia dalam bentuk Standar
Pelayanan Mininal (SPM), kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan yang
mencakup minimal:

1.

Timbang badan dan ukur tinggi badan

2.

Ukur tekanan darah

3.

Skrining status imunisasi tetanus (dan pemberian Tetanus Toksoid)

4.

Mengukur tinggi fundus uteri

5.

Pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan)

6.

Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling)

7.

Tes laboratorium sederhana (Hb, protein urine) atau berdasarkan indikasi


(HbsAg, Sifilis, HIV, malaria, TBC).

Namun dalam perakteknya standar baku masih tetap menggunakan prinsip 5T


standar pemeriksaan / perawatan kehamilan ( ANC) (Arali, 2008).

2.4 Landasan Teori


Menurut Kramer (1987) dalam kajian metodologis dan meta analisis salah satu
faktor penyebab bayi berat lahir rendah adalah faktor demografi dan psikososial
ibunya termasuk didalamnya usia ibu hamil terlalu muda usia <20 tahun dan usia >35
tahun dan, jarak kelahiran yang terlalu dekat serta pendidikan yang rendah. Faktor
lain adalah perawatan antenatal yang kurang baik termasuk didalamnya (jumlah
kunjungan perawatan antenatal pertama, jumlah kunjungan dan kualitas pelayanan)
Menurut Manuaba (1998), faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
persalinan bayi berat lahir rendah dari faktor ibu adalah: gizi saat hamil kurang, umur
kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin yang terlalu dekat,
faktor pekerja yang terlalu berat, penyakit yang diderita ibu.

Menurut Suriani (2010) risiko ibu yang berumur < 20 tahun atau > 30 tahun
kemungkinan besar untuk melahirkan bayi berat lahir rendah dan pendidikan ibu
berpengaruh terhadap kejadian BBLR dimana ibu yang berpendidikan rendah risiko
terhadap kejadian BBLR dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tinggi.
2.5

Kerangka Konsep
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah alur penelitian ini

digambarkan dalam kerangka konsep berikut.

Faktor demografi
a. Umur
b. Pendidikan
c. Penghasilan
Kejadian
0 BBLN
1 BBLR
Faktor perawatan antenatal
a. Kunjungan pertama
b. Jumlah kunjungan
c. Kualitas pelayanan

Faktor confounding
a. Gizi Ibu
b. Jarak kehamilan
c. Paritas
d. Komplikasi kehamilan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Anda mungkin juga menyukai