Anda di halaman 1dari 7

Shalom!

Perkenalkan nama saya, Didiek Hardiyanto Soegiantoro. Pada tahun 1999 saya menikah
dengan Yulia Pattie Kristanto dan kami dipercayakan Tuhan dengan kedua anak yang luar
biasa mengasihi dan dicintai Tuhan, Holy Rhema Soegiantoro dan Gregory Hope
Soegiantoro. Meskipun secara medis kami berdua divonis mandul, tetapi mereka inilah anakanak Tuhan yang dipercayakan kepada kami, seperti ada dalam kesaksian istri saya.
Pada tanggal 23 Oktober 2005, saat itu kami merayakan ulang tahun yang kedua dari
anak kami, Gregory. Kami membawa kedua anak kami untuk makan siang diluar rumah, di
tempat yang makanannya dia sukai. Pada saat kami tengah makan bersama, tiba-tiba dia
mengeluh sakit di bagian bawah perutnya. Saya pikir dia sakit perut biasa, tetapi tidak lama
kemudian dia mulai muntah-muntah sambil menangis karena kesakitan. Saya memeriksa
bagian perutnya dan ternyata di bagian bawah perut yang dia tunjukkan sebagai penyebab
rasa sakitnya, saya menemukan sebuah tonjolan yang cukup besar dan keras; besarnya seperti
setengah butir telor ayam. Memang sejak dia berumur setahun, ada gejala hernia yang
terlihat, dimana kantung skrotumnya membesar akibat usus yang masuk ke dalamnya. Tetapi
selama ini kami pikir tidak apa-apa karena tidak pernah ada keluhan atas hal tersebut.
Kegembiraan kami sekeluarga siang hari itu langsung berubah menjadi kepanikan dan
kebingungan, sebab kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan. Kami mencoba
mengurangi benjolan tersebut dengan cara ditekan pelan, namun itu menambah rasa sakitnya
dan dia tidak mau hal itu kami lakukan. Kami coba mengompres dengan air hangat juga tidak
membuahkan hasil. Gregory masih saja tetap muntah dan merintih kesakitan. Berbagai obat
penghilang sakit dan anti muntah saya berikan kepadanya, namun tidak sampai lima menit
keluar lagi. Kami menghitung jumlah yang dia muntahkan selalu lebih banyak daripada yang
dia minum. Meskipun dia merasa haus dan ingin minum, tetapi setiap kali dia minum,
sesedikit apapun pasti segera muntah kembali dan yang dimuntahkan selalu lebih banyak.
Kami sangat bingung sebab dia masih terus muntah dan tidak ada tanda-tanda semakin
membaik, bahkan sebaliknya. Gregory tetap saja muntah-muntah setiap 10-15 menit sekali
dan bahkan telah menunjukkan gejala dehidrasi. Kondisinya semakin lemah dan kami
sungguh sangat tidak tega mendengar rintihan kesakitannya.
Kemudian saya mulai menghubungi teman-teman dokter dan mengkonsultasikan
permasalahan yang saya hadapi. Dokter menyatakan bahwa usus yang terjepit keluar harus
dilakukan tindakan operasi secepat mungkin sebelum 24 jam untuk mengembalikan jaringan
usus yang terjepit agar terhindari dari resiko nekrosis (jaringan usus yang mati) dan ganggren
yang menyebabkan ususnya harus dipotong. Saya pun tidak puas dengan penjelasan satu
orang dokter, sehingga saya bertanya kepada dokter yang lain. Tetapi semuanya
menyarankan hal yang sama, yaitu operasi secepat mungkin atau terlambat dan usus harus
dipotong.
Setelah mendengar rekomendasi tersebut, kami menghubungi sebuah rumah sakit
terbesar di Jogja dengan fasilitas ruang operasi dan recovery yang paling baik untuk meminta
persiapan operasi buat Gregory. Bahkan saya pun telah menentukan dan menghubungi dokter
bedah, dokter anestesi, dan dokter anak yang akan menangani tindakan malam itu.
Menjelang tengah malam, setelah semua dokter dan kamar sudah siap untuk
melakukan tindakan operasi serta kami pun sudah berkemas dengan segala keperluan selama
berada di rumah sakit; maka sesaat sebelum meninggalkan rumah, tiba-tiba Tuhan
mengingatkan istri saya untuk berdoa. Memang kepanikan dan kebingungan kami membuat
kami lupa kalau Tuhan ada seperti halnya murid-murid Yesus yang panik dan bingung saat
perahu mereka hampir tenggelam tanpa menyadari bahwa saat itu Yesus ada bersama
1

mereka. Kami tersadarkan akan kebodohan kami, dan sebelum berdoa kami menelepon
teman doa yang ada di Parakan untuk meminta peneguhan terhadap apa yang akan Tuhan
sampaikan. Selama ini kami percaya bahwa Tuhan sanggup menyembuhkan seseorang
melalui dokter dan obat. Kami belum pernah mengalami dan membuktikan mujizat
kesembuhan ilahi terjadi atas hidup kami. Setelah menutup telepon, kami pun segera berdoa
dan menghampiri-NYA dengan hati yang sangat hancur. Saat itu Gregory yang sudah sangat
lemah ada dalam gendongan istri dan saya pun memeluknya sambil kami meneteskan air
mata kepedihan, sebab kami bisa merasakan penderitaan yang dia alami. Saat kami ada dalam
hadirat Tuhan, dengan jelas Tuhan berkata,
Apakah engkau percaya kepada-KU?
Kami bertanya tentang dokter dan rumah sakit yang kami pilih sudah tepat atau belum, tetapi
Tuhan hanya berkata itu. Sampai tiga kali kami tanyakan dan perkataan Tuhan tetap sama.
Saat itu kami tahu bahwa Tuhan menyerahkan keputusan itu kembali kepada kami. DIA tidak
melarang kami namun DIA juga tidak menyarankan kami.
Tak berselang lama kemudian teman kami menelepon dan dia berkata,
Aneh ya....koq Tuhan hanya berbicara singkat, kuasa-KU tetap sama dari dulu, sekarang
dan selamanya. Apakah kamu percaya kepada-KU? itu saja jawaban Tuhan
Akhirnya kami berdua dengan bulat hati memutuskan untuk mengambil pilihan untuk
percaya kepada mujizat kesembuhan, meskipun kami tahu bahwa itu sangat beresiko terhadap
kehidupan Gregory mengingat pengalaman kami dalam kesembuhan ilahi tidak ada sama
sekali. Apalagi latar belakang saya yang mengandalkan logika serta pengetahuan dalam
bidang kesehatan yang tidak mendukung keputusan ini. Kami berdua berdoa kembali dan
berkata,
Bapa, inilah keputusan kami, bahwa kami mau belajar percaya akan kuasa-MU. Oleh sebab
itu berilah iman kepada kami dan ajari kami untuk percaya.
Setelah selesai berdoa, saya langsung menghubungi rumah sakit, dokter anak, dokter
bedah, dan dokter anestesi yang sudah menunggu kami. Saya meminta maaf kepada mereka
dan saya katakan bahwa kami tidak jadi kesana sebab anak kami sudah sembuh. Kemudian
kami juga memberi kabar kedua orangtua kami tentang kondisi yang dialami Gregory dan
keputusan yang kami buat untuk mempercayakan kesembuhannya kepada Tuhan, dengan
demikian kami juga berharap mendapatkan dukungan doa dari mereka.
Kesembuhan yang sangat kami nantikan tidak terjadi seketika itu. Sepanjang malam
Gregory terus muntah dan kondisinya semakin memburuk. Kami berdua tidak tidur
semalaman karena menjaga Greg dan terus membersihkan muntahannya. Menjelang tengah
malam, tiba-tiba Tuhan dengan sangat jelas memberikan gambaran jika malam itu kami
membawa Gregory ke rumah sakit, kemudian tidak berapa lama dia akan ditangani di UGD,
dipasang infus, diambil darahnya, dan setelah selesai diperiksa dia akan dipindahkan ke
dalam ruang operasi. Gambaran itu begitu kuat menunjukkan saat berada di kamar operasi
kami melihat melalui layar televisi di ruang tunggu yang dipisahkan dengan sebuah kaca,
dimana Gregory terbaring di atas meja operasi dan para dokter mengelilingi meja operasi,
sedangkan kami hanya bisa menonton dan tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itu Tuhan
berbicara dengan suara-NYA yang lembut,
Lihatlah! Apakah bedanya kamu serahkan anakmu ke tangan dokter di atas meja operasi itu
dibandingkan kamu serahkan dia ke dalam tangan-KU? Bukankah keduanya itu sama-sama
kamu tidak bisa berbuat apa-apa? Tahukah kamu bahwa AKU-lah Dokter yang menciptakan
kamu dan anakmu juga?
2

Saat itu saya berkata,


Benar, BAPA, ijinkanlah saya memiliki iman dan belajar untuk menyerahkan semuanya ini
kepada-MU
Saya pun menceritakan kepada istri tentang penyataan yang Tuhan sampaikan. Tetapi setelah
Tuhan berbicara itupun sepanjang malam itu kondisinya semakin memburuk.
Keesokan harinya Gregory masih tetap saja muntah bahkan seluruh isi cairan dalam
lambung dan ususnya sudah mulai terkuras habis. Tetapi setelah melewati batas waktu 24 jam
tetap tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Pada sore hari itu Gregory sudah menunjukkan
gejala dehidrasi parah, matanya sayu, hanya sebentar dia membuka mata dan setelah itu
menutup kembali, tidak ada tenaga bahkan hanya untuk menggerakkan tangannya. Hanya
gerakan di dadanya yang menunjukkan bahwa dia masih bernapas............hanya itu
Pada saat kritis seperti itu, tiba-tiba orangtua istri saya menelepon dan menanyakan
kondisi cucunya. Kami menceritakan keadaannya saat itu dan dengan mendesak mereka
minta kami untuk segera membawa Gregory ke rumah sakit agar nyawanya dapat tertolong.
Saat itu istri saya menjawab mereka,
Maaf, mah....Maaf, pah......Keputusan kami sudah bulat untuk percaya hanya kepada Tuhan
Kemudian dalam keputusasaannya, mereka berkata,
Jika Tuhan tidak memberikan kesembuhan sebagaimana yang kamu harapkan, dan akhirnya
Gregory sampai meninggal dunia. Apakah kamu akan kecewa kepada Tuhan?
Istri saya menjawab,
Tidak.....sama sekali tidak......sebab Tuhan yang memberikan Gregory.....dan jika Tuhan
mau mengambilnya lagi....silahkan.... kami tidak akan kecewa dan marah kepada Tuhan.
Lalu merekapun hanya bisa memberikan semangat kepada kami.
Setelah telepon itu ditutup, pikiran saya dipenuhi dengan rekaman-rekaman peristiwa
dari Gregory, mulai dari bayi sampai usianya yang masih 2 tahun itu. Bagaimana dia
bermain, berlari, bernyanyi, dan keceriaannya membuat suasana keluarga berbeda dengan
kehadirannya. Gambaran-gambaran ini mulai melemahkan iman saya.
Pada saat iman saya mulai kritis, Tuhan tahu dan DIA mempertontonkan video di
hadapan saya tentang Abraham diminta untuk mempersembahkan Ishak sebagai korban
bakaran. Dan Tuhan berkata,
Kaulihat, itu! AKU tidak menyediakan domba saat Abraham bersiap-siap berangkat dari
rumahnya..............AKU tidak memberi domba saat Abraham meninggalkan bujangnya dan
menaruh kayu bakaran itu di pundak anaknya...........AKU tidak sediakan hewan itu saat
mereka sampai di gunung itu...........AKU-pun tidak memberi domba saat mezbah itu selesai
dibangun...........AKU tidak berikan domba saat Abraham mengikat Ishak di atas
mezbah...........TETAPI....saat Abraham mengulurkan tangannya untuk menyembelih Ishak,
saat itulah AKU berikan domba jantan.
Saat tengah malam......kami berdua sudah tidak kuat lagi menahan kelelahan tubuh ini
.........kami berdua terlelap
Saat dini hari berikutnya sekitar jam 4 pagi. Tiba-tiba saya mendengar suara Gregory
yang bernyanyi-nyanyi dan melompat-lompat dengan sangat gembira. Saya menduga ini efek
halusinasi atau saya diberi kesempatan mendengar sukacita Gregory bersama Tuhan di
Firdaus. Tetapi suara itu semakin jelas dan saya semakin tersadarkan bahwa ini bukan
halusinasi atau penglihatan supranatural. Saya membuka mata saya dan apa yang saya lihat
3

bukanlah halusinasi atau mimpi. Saya melihat dan mendengar Gregory melompat-lompat dan
berlari-lari di atas tempat tidur sambil bernyanyi dengan gembira Tuhan Yesus tidak
berubah, sebuah nyanyian lama yang saya yakin sudah tidak pernah diajarkan dan
diperdengarkan di sekolah minggu maupun di gereja. Pagi hari itu Gregory langsung minta
minum dan makan, dan tidak ada nekrosis ataupun ganggren seperti yang disebutkan secara
medis terjadi pada ususnya, semuanya normal.
Mujizat sudah terjadi....dan benar-benar terjadi...... Kami menerima apa yang
dijanjikan Tuhan......kesembuhan ilahi itu benar-benar ada dan masih berlangsung sampai
saat ini........dan selamanya

Perkenalkan nama saya Yulia. Saya sangat mengucap syukur kepada Bapa yang sangat
mengasihi saya, yang memberikan kemampuan dan kekuatan kepada saya untuk melewati
segala sakit penyakit yang saya alami.
Akhir April 2013 kami sekeluarga pergi berlibur ke Malaysia dan sepulang dari Malaysia,
saya merasakan badan saya sangat lemah dan pusing. Saat itu saya pikir itu cuma efek dari
kelelahan. Hari-hari berlalu tubuh saya tetap lemah, pusing dan kadang demam. Saya tidak
terlalu memperdulikan karena saya pikir cuma masuk angin biasa.
Setelah beberapa hari kemudian saat saya tidur saya sering mengalami sesak nafas dan nyeri
di bagian dada kiri bagian atas. Kemudian suatu siang saya merasakan demam tinggi sampai
mengigil, seluruh badan saya bergetar dengan sangat kencang, badan terasa kaku, bahkan
sampai tidak bisa berdiri dan berbicara. Malam harinya keadaan saya semakin parah, sesak
nafas, demam, pusing, lemas, sakit diseluruh tubuh.
Saya tidak ingin merepotkan suami saya, jadi saya bertahan sendiri di atas tempat tidur, tapi
karena sesak nafas saya terlalu parah, akhirnya suami saya terbangun. Kemudian saya diberi
obat inhaler spray untuk melegakan nafas saya. Sampai kemudian suami saya harus
memasang selang oksigen untuk membantu pernafasan saya.
Keesokan harinya keadaan saya semakin parah, akhirnya saya tidak bisa bangun dari tempat
tidur karena seluruh tubuh saya sakit dan sangat lemas. Suami saya mengajak saya ke rumah
sakit untuk memeriksakan keadaan saya. Saat keluar rumah, saya mendapati seluruh tubuh
saya bengkak dan berwarna kuning terutama bagian mata, telapak tangan, dan kaki.
Setibanya di rumah sakit saya diperiksa laboratorium lengkap dan USG,tetapi hanya
ditemukan banyak cairan tubuh di rongga perut dan dada sehingga menekan paru-paru. Ini
yang mengakibatkan saya kesulitan bernafas. Namun setelah kami konsultasikan ke beberapa
dokter di rumah sakit itu, semuanya tidak bisa menemukan apa penyakit saya. Tetapi karena
kondisi saya sangat buruk, jadi dokter menyarankan harus segera opname untuk dilakukan
observasi guna mencari penyebab sakit itu. Kami belum memberi keputusan, kami berdoa
dulu untuk bertanya bagaimana kehendak Tuhan.
Ketika kami berdoa di ruang tunggu rumah sakit siang itu, Tuhan hanya berkata tidak usah
mondok sebab Tuhan sendiri yang akan menyembuhkan saya. Kami imani janji Tuhan dan
kemudian kami memutuskan untuk pulang. Dokter yang menangani saya mengatakan kepada
suami saya untuk memikirkan ulang keputusan kami karena keadaan saya yang sudah sangat
mengkhawatirkan apalagi resiko cairan yang bisa membuat saya tidak bisa bernafas. Dokter
berkata bahwa saya keadaan saya sangat parah dan sangat beresiko kalau tidak dalam
pengawasan dokter yang intensif.
Akhirnya kami pulang dan hanya mempercayakan hidup saya kepada Tuhan. Harapan kami
hanyalah iman bahwa Tuhan sanggup melakukan mujizat dan menyembuhkan saya. Kami
percaya bahwa Tuhan adalah Allah yang setia yang tidak akan pernah lalai akan semua
janjiNya. Hari demi hari terlewati tanpa ada tanda-tanda membaik. Sebaliknya keadaan saya
semakin memburuk, sehingga saya hanya bisa berbaring lemas dengan dibantu oksigen untuk
bernafas. Setiap 6-8 jam sekali saya minum obat demam dan penghilang sakit, sebab saya
selalu kesakitan di seluruh tubuh dan jika sudah demam seringkali saya sampai menggigil
tidak bisa mengendalikan tubuh saya lagi. Selang beberapa hari kemudian, perut saya mulai
membesar seperti orang hamil 6 bulan. Saya sangat menderita karena seluruh badan sakit,
bahkan untuk bergerak, buang air besar/kecil saya harus menahan sakit. Saya hanya bisa
berbaring, karena apabila saya berdiri/berjalan walaupun hanya beberapa langkah saja, maka
5

badan saya langsung demam tinggi. Sehari 2x saya di cek lab untuk mengetahui
perkembangan saya sebab lekosit saya sangat tinggi seperti gejala leukemia.
Setiap hari suami, ibu mertua, dan anak-anak dengan kasih dan kesabarannya selalu melayani
saya, memberi makan, minum, memandikan, bahkan memijat badan saya karena saya selalu
merasakan sakit di seluruh tubuh saya. Saya tidak bisa makan nasi ataupun bubur, bahkan sup
pun tidak bisa sebab selalu saya muntahkan kembali. Saya hanya bisa makan beberapa butir
buah anggur dalam sehari.
Setelah beberapa bulan tidak ada perubahan dalam kondisi tubuh saya, maka kami kembali
bertanya kepada Tuhan, kami harus periksa ke dokter mana untuk mengetahui penyakit yang
belum diketahui sampai saat itu. Tuhan jawab agar kami pergi ke dokter SpOG (spesialis
kandungan) yang dulu pernah memeriksa saya. Setelah diperiksa, dokter itu berkata bahwa
endometriosis sudah menyebar ke mana-mana sehingga menyebabkan infeksi. Juga
ditemukan miom yang ukurannya 2,5 cm dan 5 cm, sehingga harus segera ditangani agar
tidak menyebar ke ginjal, hati, dan organ-organ tubuh dalam rongga perut sebab bisa
berakibat fatal. Saat suami saya menanyakan apakah itu yang menyebabkan sakit dan
bengkak, dokter tidak bisa memastikannya sebab bisa jadi bukan hanya endometriosis saja
penyebabnya dan tidak ada dokter yang bisa tahu sebelum perut saya dibuka.
Jadi dokter berkata bahwa jalan satu-satunya adalah operasi besar untuk membuka perut saya.
Setelah dibuka baru akan diketahui penyakitnya disebabkan oleh apa dan baru akan
dipanggilkan dokter yang ahli di bidang itu untuk menanganinya. Jadi operasinya akan
melibatkan banyak dokter dari berbagai bidang keahlian karena penyakit saya tidak jelas
penyebabnya dan karena resiko tinggi dari tindakan operasi yang akan saya alami. Dokter
bertanya kepada saya, mengapa penyakit kok dibiarkan saja, karena riwayat endometriosis
saya sudah terdeteksi 6 tahun yang lalu pada stadium 4 sehingga kondisinya saat ini sudah
sangat parah dan harapan hidupnya sangat tipis dengan komplikasi yang ada. Saya hanya
berkata bahwa kami percaya dan menanti mujizat Tuhan. Saat itu dokter mengejek saya dan
mengatakan kalau ibu ingin makan nasi goreng, apakah hanya dengan menunggu dan berdoa
maka nasi goreng akan turun dari langit? Kami hanya bisa tersenyum mendengar sindiran
dari dokter.
Setelah kami mendengar vonis dari dokter itu, kami pun mendatangi 3 dokter kandungan lain
yang top di Jogja. Semuanya mengatakan hal yang sama, bahkan salah seorang dokter
seakan-akan tidak peduli sama sekali dengan kesakitan yang saya rasakan. Kami pun mulai
berpikir untuk operasi, sebab siapa tahu Tuhan akan menyembuhkan lewat cara itu. Kami
bertanya-tanya tentang keberhasilan operasi itu, tetapi tidak ada satu pun dokter yang bisa
menjamin keberhasilan operasi itu, sebab penyakitnya pun belum diketahui sehingga dokter
tidak bisa memastikan jenis penanganannya dan seberapa parah kondisinya. Dokter
kandungan hanya bisa memberikan gambaran jika itu karena endometriosis dan miom saja
tanpa komplikasi lain, tidak ada seorang dokter pun yang bisa menjamin saat dioperasi semua
bintil-bintil endometriosis bisa dibersihkan tanpa tersisa. Konsekuensinya jika ada bintil
endometriosis yang terlewatkan, maka pasti akan berkembang kembali dalam waktu singkat.
Jadi operasi itu seperti judi saja, tidak ada dokter yang bisa memberi prosentase
keberhasilannya.
Mendengar hal itu kami sempat syok dan putus asa. Kami pulang dengan hati sedih dan
kemudian kami berdoa minta kekuatan dan tuntunan Tuhan. Tuhan berkata bahwa saya akan
sembuh tanpa pertolongan dokter, karena Tuhan sendirilah yang aan menyembuhkan saya.

Kami semua menangis dan mengimani kembali janji Tuhan, walaupun sepertinya mustahil.
Kami percaya bahwa Tuhan adalah setia dan pertolongannya selalu tepat pada waktu-Nya.
Tiga bulan berlalu sejak dari vonis dokter itu, penyakit saya tidak kunjung sembuh bahkan
semakin parah. Sekali lagi saya hampir putus asa dan sudah merelakan apabila Tuhan harus
panggil saya di usia yang ke-35. Saya sudah merasa tidak mampu lagi untuk bertahan dengan
penyakit ini, dan melihat kesedihan yang menyelimuti keluarga kami dan kelelahan mereka
karena harus melayani saya setiap hari. Sebab saya tidak bisa melakukan apapun tanpa
bantuan orang lain dan hanya bisa berbaring saja. Saya sangat bersyukur memiliki keluarga
yang begitu mengasihi dan mendukung saya, walaupun saya sangat merepotkan mereka.
Melihat keluarga yang begitu mengasihi saya, iman saya bangkit lagi dan saya mulai
berusaha untuk bisa melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang lain. Puji
Tuhan, Dia beri saya kekuatan, sedikit demi sedikit saya mulai bisa bangkit dari tempat tidur,
mandi sendiri, makan sendiri, ke toilet sendiri walaupun dengan usaha dan perjuangan yang
berat. Lama kelamaan saya mulai bisa melakukan aktifitas untuk keperluan saya sendiri,
meskipun harus sering beristirahat kembali. Aktifitas saya tidak bisa lebih dari 30 menit,
setelah itu saya harus beristirahat lagi karena bila terlalu lama badan saya pasti demam lagi.
Setelah beberapa lama kemudian saya sudah bisa pergi ke pasar dengan pelan-pelan. Saat
saya di pasar semua orang yang mengenal saya selalu bertanya-tanya melihat kondisi saya
yang masih pucat, perut membesar, kaki membesar, pipi yang membesar. Mereka berkata,
hamil berapa bulan bu?? kok pucat banget. Saya hanya menjawab dengan senyuman.
Sepulang dari pasar saya harus kembali beristirahat supaya tidak demam.
Berangsur-angsur bengkaknya mulai hilang, tetapi dengan demikian terlihat tubuh saya
aslinya tanpa bengkak itu hanyalah seperti tulang-belulang saja. Berat badan saya turun
drastis 9 kg dari sebelum sakit dan hanya tinggal 38 kg. Kemudian selang tidak berapa lama,
rambut saya mulai rontok hebat tanpa bisa dicegah. Setiap pagi di atas bantal saya banyak
sekali ditemukan rambut yang rontok sehingga benar-benar saya takut kalau sampai botak.
Waktu terus berlalu kekuatan tubuh saya mulai pulih kembali, namun diikuti dengan kondisi
kerontokan dan berat badan yang sangat rendah membuat saya bingung seakan-akan selesai
masalah satu tetapi timbul masalah lain. Di tengah kebingungan itulah, kami selalu
diingatkan untuk tetap percaya bahwa mujizat Tuhan pasti akan terjadi tepat pada waktuNya.
Saya pun tidak lagi memperhatikan penyakit saya, tetapi saya fokus melakukan aktivitas yang
bisa saya kerjakan sebisa saya sesuai kemampuan kekuatan tubuh saya.
Tanpa terasa, tepat 1 tahun kemudian saya baru menyadari bahwa kondisi saya sudah pulih
seperti dahulu. Perut, kaki, pipi, rambut yang dahulu rontok Tuhan sudah gantikan dengan
yang baru. Bahkan dahulu saya punya rambut yang kaku dan saya menginginkan rambut
yang lembut, itu Tuhan berikan sesuai keinginan saya. Rambut saya diganti Tuhan dengan
yang baru dan lembut, sangat berbeda dari saat sebelum sakit.
Saya sudah sembuh sempurna, terpujilah nama Tuhan Yesus. Tidak pernah Tuhan
mengingkari janji-Nya dan mujizat-Nya selalu terjadi tepat pada waktu-Nya dan tidak pernah
dibiarkan anak2 Nya yang percaya dan berharap kepadaNya. Amin

Anda mungkin juga menyukai