1. PENDAHULUAN
2. TINJAUAN PUSTAKA
: Arthropoda
Sub Phylum
: Mandibulata
Class
: Crustaceae
Sub class
: Malacostraca
Ordo
: Decapoda
Sub ordo
: Natantia
Famili
: Penaidae
Genus
: Penaeus
Species
: Penaeus sp
kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit 1723% (Purwaningsih 1995).
Ordo Decapoda umumnya hidup di laut, beberapa di air tawar dan sedikit
di darat. udang yang banyak terdapat di Indonesia yang memiliki nilai ekonomis
tinggi antara lain udang windu (Penaeus monodon), udang putih (Penaeus
marguiensis) dan udang dogol (Metapenaeus monoceros). Sedangkan udang air
tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi antara lain udang galah
(Macrobranchium rosenbergii), udang kipas (Panulirus sp) dan udang karang
(Lobster) (Permana 2007).
2.2 Komposisi Kimia Udang
Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki
aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya
lebih kurang 36-49% dari total keseluruhan berat badan, daging 24-41% dan kulit
17-23% (Anonim 2007). Komposisi kimia udang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia udang
No
Komposisi kimia
Jumlah
78
3,1
Lemak (%)
1,3
Karbohidrat (%)
0,4
Protein (%)
16,72
Kalsium (Mg)
161
Fosfor (Mg)
292
Besi (Mg)
2,2
Natrium (Mg)
418
Selain itu daging udang juga mempunyai asam amino esensial yang
penting bagi manusia, dimana asam amino tirosin, triptofan dan sistein lebih
tinggi dibandingkan hewan darat. Hal ini disebabkan tingginya protein pada udang
dengan 18 jenis asam amino yang terkandung didalamnya. Komposisi protein dan
asam amino esensial yang terdapat pada udang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi protein dan asam amino esensial pada udang.
Komposisi
Satuan
Konsentrasi
Protein :
-
Mioplasma
32
Miofibril
59
Miostroma
Isoleusin
g/100 g
0,985
Leusin
g/100 g
1,612
Lisin
g/100 g
1,768
Metionin
g/100 g
0,572
Sistein
g/100 g
0,228
Fenilalanin
g/100 g
0,858
Tirosin
g/100 g
0,676
Treonin
g/100 g
0,822
Triptofan
g/100 g
0,283
Valin
g/100 g
0,956
Satuan
Persyaratan
angka (1-9)
minimal 7
koloni/g
APM/g
APM/25g
APM/25g
APM/g
maksimal < 3
Ppb
Ppb
Ppb
maksimal 0
maksimal 0
maksimal 100
C
maksimal -18
Jenis/jumlah maksimal 0
*: Bila diperlukan
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2007)
utuh lagi, kakinya patah, ekornya hilang atau sebagian tubuhnya putus. Daging
udang sudah tidak lentur lagi, pada permukaan tubuhnya sudah tampak banyak
noda berwarna hitam atau merah gelap.
d. Udang yang bermutu rendah (jelek dan rusak). Kulit udang banyak yang pecah
atau mengelupas, ruas-ruas tubuh sudah banyak yang putus dan udang sudah
tidak utuh lagi.
2.4 Kemunduran Mutu Udang
Proses kemunduran mutu udang dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang
berasal dari badan udang itu sendiri dan faktor lingkungan. Penurunan mutu ini
terjadi secara autolisis, bakteriologis dan oksidatif.
Kemunduran mutu udang sangat berhubungan dengan komposisi kimia
dan susunan tubuhnya. Sebagai produk biologis, udang termasuk bahan makanan
yang mudah bususk bila dibandingkan dengan ikan. Oleh karena itu, penanganan
udang segar memerlukan perhatian dan perlakuan yang cermat. Susunan tubuh
udang mempunyai hubungan erat dengan masa simpannya. Bagian kepala
merupakan bagian yang sangat berpengaruh terhadap daya simpan karena bagian
kepala mengandung enzim pencernaan dan bakteri pembusuk (Purwaningsih
1995).
Kerusakan biokimia disebabkan oleh kerusakan enzim yang ada dalam
tubuh udang. Enzim tersebut menguraikan atau membongkar senyawa-senyawa
makromolekul dan mudah menguap sehingga timbul bau busuk atau tidak sedap
(Hadiwiyoto 1993).
Kerusakan mikrobiologis dipacu oleh pertumbuhan mikroba yang terdapat
dalam tubuh dan permukaan udang, setelah udang mati pertahanan tubuhnya
berkurang sehingga mikroba dapat menyerang daging udang.
Pengaruh lingkungan seperti sinar matahari dan suhu dapat menjadi
penyebab utama kerusakan fisik. Penigkatan suhu dapat mempercepat proses
oksidasi dan tekstur udang menjadi lunak (Hadiwiyoto 1993).
Sebagai salah satu jenis bahan makanan yang terhitung mudah sekali
mengalami kemunduran mutu, maka penanganan udang memerlukan perhatian
yang menyeluruh dan perlakuan yang cermat. Dari segi kemunduran mutu ada
atau tidaknya kepala mempengaruhi daya simpan udang segar karena bagian
kepala terdapat insang dan isi perut yang merupakan salah satu sumber bakteri
pembusuk dan enzim-enzim pencernaan (Moeljanto 1992).
Salah satu cara untuk menghambat proses penurunan mutu udang segar
adalah dengan pembekuan yang merupakan cara yang paling baik untuk
penyimpanan jangka panjang. Apabila cara pengolahan dan pembekuan dilakukan
dengan baik dan bahan mentahnya masih segar, maka dapat dihasilkan udang
beku yang bila dicairkan mendekati sifat-sifat udang segar (Moeljanto 1992).
2.4.1 Aktivitas enzimatis
Penurunan mutu adalah suatu proses autolisis yang terkadi karena kegiatan
enzim dalam tubuh udang dan tidak terkendali sehingga senyawa pada jaringan
tubuh yang tekah mati terurai secara kimia (Purwaningsih 1995).
Seperti diketahui bahwa enzim pada udang berfungsi antara lain
menguraikan protein, karbohidrat dan lemak menjadi energy atau disimpan
sebagai cadangan makanan, tetapi setelah udang mati enzim masih terus
menguraikan jaringan tubuh, sementara pemasukan makanan dari luar terhenti,
akibatnya jaringan tubuh menjadi lembek. Selain itu, terjadi pula penguraian
protein menjadi asam amino dan perubahan-perubahan terhadap komponen flavor,
warna (diskolorasi) dari warna asli mejadi warna coklat atau hitam (black spot)
yang disebabkan oleh reaksi enzimatis.
2.4.2 Oksidasi
Kecepatan oksidasi lemak dapat diperlambat dengan penurunan suhu.
Melindungi produk agar tidak berhubungan dengan udara (dibungkus), dengan
pembunuhan antioksidan, mencegah kontak antara produk dengan logam-logam
berat lainnya (Ilyas 1983 dalam Irwanto 2002).
2.4.3 Aktivitas mikroorganisme
Proses penurunan mutu secara mokrobiologis adalah suatu proses
penurunan mutu yang terjadi karena adanya kegiatan bakteri yang berasal dari
selaput lender, insang dan saluran pencernaan (Purwaningsih 1995).
Aktivitas bakteri dimulai setelah udang mati namun demikian kegiatannya
masih terbatas karena kondisi jaringan tubuh udang (pH dan suhu) yang belum
sesuai untuk aktivitas dan perkembangannya. Aktivitas perkembangbiakan baru
berlangsung setelah terjadi kelembekan pada daging akibat kerja enzim (proses
10
autolysis). Serangan bakteri pada udang terutama tertuju pada beberapa tempat
yang merupakan sumber pembusukan yaitu selaput lender dan kulit, isi perut yang
terletak di kepala, insang, dan kaki yang terdapat pada bagian kepala.
2.4.4 Dehidrasi
Produk udang beku akan mengalami proses dehidrasi (kekeringan) karena
adanya perpindahan panas yang membawa uap air dari produk kearah evaporator,
sehingga produk menjadi kering dan berwarna coklat. Cara mengatasinya adalah
dengan proses glazing dan pengemasan yang benar. Dengan diketahuinya
penyebab penurunan mutu pada udang beku, diharapkan penanganan terhadap
produk beku dapat dilakukan dengan lebih baik sehingga tujuan dari pembekuan
itu sendiri akan tercapai.
2.5 Proses Pembekuan dan Produksi Udang Beku
Pada
prinsipnya
pembekuan udang
merupakan salah
satu
cara
11
Pembekuan celup (immersion freezing), pada metode ini bahan yang akan
dibekukan dicelupkan dalam cairan yang sangat dingin, misalnya larutan
garam (NaCl) dingin, campuran gliserol dan alkohol atau larutan gula dingin.
Pembekuan dengan cara penyemprotan bahan pendingin berbentuk cairan
(spray freezing)
Kombinasi pembekuan celup dengan blast freezing (the blend process)
Cryogenic freezing, merupakan metode pembekuan dengan menggunakan gas
nitrogen yang dicairkan atau karbondioksida cair.
Proses produksi udang beku dimulai dari tempat penerimaan sampai
dengan tempat penyimpanan udang beku (cold storage). Urutan-urutannya secara
umum adalah sebagai berikut (Purwaningsih 1995).
2.5.1 Penerimaan bahan baku di pabrik
Udang segar yang tiba di pabrik dalam bak fiberglass atau blong plastik
yang diberi es, kemudian dibongkar di ruang penerimaan. Udang tersebut
dipisahkan dari sisa-sisa es, dan disemprot dengan air bersih (Pencucian 1).
Setelah bersih, udang dipindahkan ke dalam keranjang-keranjang plastik besar.
Selanjutnya udang dibawa ke ruang proses untuk diolah lebih lanjut. Apabila
bahan baku masih banyak, maka udang ditampung dalam bak penampung (fiber
glass). Penampungan udang tidak boleh dari satu hari. Dalam bak penampung
tersebut diberi es dengan perbandingan udang dan es adalah 1:2.
2.5.2 Pemotongan kepala dan pembersihan genjer
Bentuk olahan udang beku yang paling umum adalah headless (HL).
Bentuk udang headless adalah udang yang dibekukan tanpa kepala dan genjer.
Bagian kepala merupakan tempat berkumpulnya kotoran udang sehingga menjadi
sumber bakteri. Genjer adalah kulit ari tebal yang terdapat pada sambungan antara
kepala dengan badan.
Pemotongan kepala dan pembersihan dilakukan dengan tangan. Menurut
Hariadi (1994),
udang dipegang
punggungnya oleh tangan kiri, dengan posisi tengkurap, jempol tangan kanan
memakai alat pemotong, kelopak kepala dan kaki jalan dibuang dengan alat
tersebut, arah cabikan ke atas, harus bersih dan tidak meninggalkan organ-organ
12
kepala (mandibula, maksila, dan lain-lain), rendemen harus sebesar mungkin yaitu
sekitar 68%.
2.5.3 Pencucian 1
Udang yang sudah dipotong kepalanya tanpa genjer, dicuci dengan air
dingin yang berklorin dengan konsentrasi sebesar 10 ppm. Pencucian ini bertujuan
untuk menghilangkan lendir, menghilangkan kotoran yang terbawa udang pada
saat di tambak dan mengurangi jumlah bakteri.
2.5.4 Pensortasian
Sortasi merupakan proses pemisahan udang berdasarkan kualitasnya.
Sortasi ini pun menentukan bahan baku udang akan dimasukkan ke dalam proses
produk tertentu. Ada tiga macam sortasi yang dilakukan yaitu:
1. Sortasi jenis
Pertama kali dilakukan sortasi adalah sortasi jenis udang. Untuk jenis
udang tambak biasanya dilakukan di tempat panen. Menurut Hariadi (1994),
sortir jenis ini dilakukan untuk memisahkan pesanan jenis udang tertentu oleh
konsumen.
2. Sortasi warna
Pada sortasi ini dilakukan proses pemisahan warna. Sortasi ini dilakukan
secara visual, yaitu dengan cara dilihat kemudian udang dipisahkan menurut
warnanya. Menurut Hariadi (1994), dalam sortasi warna pada dasarnya ada tiga
warna yang harus digunakan, dengan tujuan mempertinggi nilai artistik jika
disusun dalam bentuk beku nantinya. Meskipun kualitas udang lebih penting, akan
tetapi segi keindahan susunan dan kesegaran warna juga sangat berperan dalam
menarik minat konsumen. Adapun tiga warna tersebut adalah black (hitam), blue
(biru) dan white (putih).
3. Sortasi ukuran
Sortasi ukuran adalah suatu cara penyortiran udang berdasarkan ukuran.
Dalam sortasi ini dilakukan sesuai dengan jumlah tertentu untuk setiap pound.
Pada tahap ini udang selalu dipertahankan pada kondisi dingin yaitu dengan cara
memberi es curai pada udang yang sedang disortir. Jumlah standar ukuran udang
dapat dilihat pada Tabel 4.
13
Size
U-5
6-8
8-12
13-15
16-20
21-25
26-30
31-40
41-50
51-60
61-70
71-90
91-120
4. Sortasi final
Sortasi final dilakukan untuk mengoreksi hasil sortasi yang belum
seragam, baik mengenai mutu, ukuran, dan warna. Dalam sortasi ini diperlukan
ketelitian dan ketrampilan yang tinggi dibandingkan dengan sortasi sebelumnya.
Untuk pengecekan dilakukan per 1 pound dengan timbangan. Bila jumlah udang
sudah sesuai dengan jumlah standar pada daftar, maka proses penanganan dapat
dilanjutkan.
2.5.5 Penimbangan
Pada tahap ini ada dua aktivitas utama yaitu perhitungan jumlah dilakukan
untuk menentukan jumlah yang tepat dan ukuran yang seragam. Penimbangan
dilakukan setelah perhitungan jumlah standar. Berat produk disesuaikan dengan
ketentuan inner carton yaitu sebesar 4 pound atau 1,8 kg, untuk menjaga
penyusutan setelah thawing, maka timbangan dilebihkan 2-4% dari berat bersih.
Setelah penimbangan dilakukan pencatatan udang berdasarkan ukuran,
mutu, dan jumlah bobotnya. Kemudian setiap udang dalam keranjang
penimbangan diberi label serta ditambahkan es agar tetap dalam keadaan dingin
14
dan segar. Label udang menunjukkan kualitas dan jenis udang, sedangkan angka
menunjukkan ukuran udang dalam pound.
2.5.6 Pencucian 2
Udang dicuci dalam air bersih tanpa kaporit yang dicampur dengan es
sehingga udang tetap dalam keadaan dingin. Pencucian ini bertujuan untuk
membersihkan lendir, bakteri, serta kotoran sebelum dilakukan pembekuan.
Pencucian dilakukan dengan menggunakan keranjang plastik kecil dengan cara
menggoyang-goyangkan keranjang pada tiga deret bak pencuci.
2.5.7 Penyusunan dalam pan pembeku
Penyusunan dalam pan pembeku adalah penyusunan dengan cara ekor
bertemu dengan ekor dan potongan kepala mengahadap ke samping. Jumlah
udang pada setiap lapis tergantung pada ukuran yang disusun. Menurut Hariadi
(1994), sebelum disusun inner pan dilapisi plastik tipis terlebih dahulu dengan
tujuan untuk mempermudah dalam pelepasan udang dari pan jika telah masuk
beku, selain itu juga agar blok beku memiliki permukaan yang rata.
2.5.8 Pembekuan dan glazing
Pembekuan udang sering dilakukan dengan menggunakan alat Contact
Plate Freezing (CPF), yaitu dengan cara bahan dibekukan dengan alat pelat-pelat
pembekuan yang ditempatkan pada bahan, sedangkan Air Blast Freezing (ABF),
yaitu dengan cara bahan ditempatkan pada suatu ruang pembekuan dengan udara
suhu rendah dihembuskan, pembekuan ini dilakukan untuk udang yang dibekukan
dalam bentuk blok. Apabila udang dibekukan secara individu bias menggunakan
Individual Quick Freezer (IQF) (Hadiwiyoto 1993)
Setelah dibekukan udang harus dilakukan glazing atau diberi lapisan es
tipis sehingga permukaan udang beku atau blok udang tampak mengkilat. Tujuan
utama dari glazing adalah mencegah pelekatan antar bahan baku, melindungi
produk dari kekeringan selama penyimpanan, mencegah ketengikan akibat
oksidasi dan memperbaiki penampakan permukaan. Adapun glazing dilakukan
dengan cara menyiram atau mencelupkan udang beku dalam air bersuhu antara
0-5C. Setelah dilakukan glazing, udang dikemas dan disimpan dalam gudang
beku (cold storage).
15
16
2. Pengujian pada produk akhir (end product inspection) sudah tidak mampu
memenuhi kebutuhan konsumen
3. Adanya pendekatan baru yang berdasarkan atas tindakan pencegahan
(preventive measure), pengawasan selama proses (in process inspection) dan
semakin dominannya peranan perusahaan dalam pengawasan mutu secara
mandiri (self regulatory quality control).
Secara umum, program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip yang
dikembangkan oleh NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological
Criteria for Foods). Ketujuh prinsip itu adalah (Muhandri dan Kadarisman 2006) :
1. Melakukan suatu analisis bahaya (hazard analysis) dengan mengidentifikasi
dan mengiventarisasi resiko bahaya-bahaya terhadap keamanan produk
pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan
pencegahan yang diperlukan utnuk mengendalikan bahaya atau resiko
potensial yang membahayakan.
2. Mengidentifikasi titik pengendalian kritis (critical control points-CCP) pada
tahapan proses dimana resiko bahaya yang mempengaruhi mutu dan atau
keamanan pangan dapat dicegah, dikurangi atau dieliminasi.
3. Menetapkan batas-batas (critical limit) untuk dapat dilkukan tindakantindakan pengendalian terhadap resiko bahaya pada setiap CCP. Suatu batas
kritis adalah nilai yang tidak boleh dilewati.
4. Melakukan pemantauan (monitoring) yang meliputi aktivitas pengamatan,
pengukuran atau pengujian untuk menilai apakah resiko bahaya berada dalam
batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak sesuai dengan ketentuan.
5. Melakukan tindakan korektif dan atau pencegahan yang diperlukan. Program
HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan atau preventif untuk
menghindari ketidaksesuaian terhadap ketentuan serta melakukan tindakan
korektif dengan menelusuri penyebab akar masalah.
6. Mendokumentasikan
dan
mengendalikan
hasil
pemantauan
terhadap
penerapan program HACCP dan harus selalu tersedia untuk dilakukan analsis.
7. Melakukan verifikasi terhadap efektifitas penerapan program HACCP secara
berkala untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan
jika memungkinkan dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan.
17
penyakit
atau
bahkan kematian.
Masalah
itu
umumnya
terjamin,
aman,
mutu
konsisten
serta
jaminan
yang
dapat
18
memperoleh
produk
yang
bermutu,
mengoptimalkan
penjualan
19
2)
3)
4)
Peryaratan penanganan
5)
Persyaratan pengolahan
6)
Peryaratan pengemasan
7)
Persyaratan penyimpanan
8)
20
mengalami
kendala-kendala
teknis,
sehingga
mengakibatkan
21
MY (mayor)
SR (serius)
KT (kritis)
A (baik sekali)
06
05
B (baik)
6 10
12
C (kurang)
11
34
D (jelek)
22
Badan
Koordinasi
Penanaman
Modal,
No.
23
e) Surat
Keterangan
Nomor
Pokok
Wajib
Pajak
(NPWP)
No.
01.001.691.3507.001.
PT Misaja Mitra Pati yang merupakan salah satu perusahaan yang
berinduk di perusahaan Toho Bussan Co. Ltd dalam hal pencarian market,
produksinya tergantung order sesuai permintaan buyer. Sehingga dari awal berdiri
sampai sekarang PT Misaja Mitra Pati ini telah memproduksi beberapa jenis
produk udang beku. Pada awal produksi yaitu bulan April 1994 jenis produksinya
yaitu block frozen TSK brand, pada bulan Agustus 1995 mulai memproduksi
PDTO Nobashi Ebi NISSUI brand.
shrimp NISSUI brand dan pada bulan Oktober 2003 memproduksi HO PDTO
bread shrimp NISSUI brand.
Sistem penerapan mutu yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati
disesuaikan dengan tujuan pasar. Perkembangan penerapan mutu dan beberapa
penghargaan yang diperoleh antara lain :
a) Memperoleh sertifikat HACCP pada Desember 1999
b) 10 besar terbaik kategori penerapan HACCP di perusahaan perikanan
seluruh Indonesia pada bulan Desember 2000.
c) Penghargaan A Excellent untuk penerapan HACCP dan GMP pada
Desember 2001.
d) Start HPLC pada bulan Februari 2005.
e) Meraih Higer Level Certificate of Comformity dari EFSIS Eropa sebagai
perusahaan penyedia produk makanan sesuai standar EFSIS Eropa pada
Juli 2005.
f)
24
25
bagian Mekanik, bagian Pembelian, bagian Proses, bagian Acounting, dan bagian
umum dan administrasi. Setiap Kepala Bagian ini bekerja sesuai dengan bidang
atau bagiannya dengan penuh tanggung jawab dan saling berkoordinasi. Meskipun
demekian, masih dijumpai seorang kepala bagian membawahi dua bagian yaitu
sebagai kepala bagian pembelian dan proses (produksi).
a. Bagian Quality Control
Bagian ini bertanggung jawab dalam mengendalikan, mengawasi dan
menjamin kualitas/ mutu produk yang dihasilkan, serta bertanggung jawab atas
sanitasi selama proses produksi yang berlangsung. Bagian Quality Control ini
bertugas dari bahan baku datang untuk menguji kualitas bahan baku diskala
laboratorium, dengan melakukan uji seperti pengujian kandungan antibiotik,
histamin, dan lain-lain. Selain itu melakukan control setiap kali produksi sesuai
dengan pedoman dan melakukan koreksi apbila terjadi kesalahan, serta
memastikan produk yang dihasilkan masih bermutu tinggi. Dalam pelaksanaan
proses produksi dilapangan, bagian QC ini juga dibantu bagian check line untuk
membantu dalam pemantauan secara langsung proses produksi disetiap bagian.
b. Bagian Mekanik
Bagian ini bertanggung jawab atas kelancaran dalam penggunaan mesinmesin pabrik, listrik, kendaraan, dan alat-alat penunjang lain seperti lori (kereta
dorong), sensor suhu ruang, dan lain sebagainya. Bagian ini juga bertanggung
jawab melakukan perbaikan apabila ada permasalahan, serta juga melakukan
pemeliharaan gedung/bangunan dan jalan. Kepala bagian ini berhak untuk
melakukan usulan penggantian mesin apabila mesin mengalami masalah dan
terjadi penurunan efisiensi kerja dan tidak memungkinkan untuk dilakukan
perbaikan.
c. Bagian Pembelian
Bagian ini bertanggung jawab atas pengadaan bahan baku baik dalam
bentuk kuantitas maupun kualitasnya. Bagian ini menentukan pembelian bahan
baku disesuaikan dengan order yang diminta pasar. Tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk membeli bahan baku yang nantinya akan dibekukan untuk
produksi selanjutnya. Bagian ini dibagi 4 bagian antara lain purchase, survey,
traceability, dan control; hal ini untuk memudahkan dalam keefektifan kerja.
26
d. Bagian Proses
Bagain ini bertanggung jawab atas semua proses produksi dan membawahi
bagian produksi, planning, control, dan warehouse (logistik). Bagian produksi
bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan produksi. Dalam pelaksanaannya
Bagian Produksi ini dibantu oleh beberapa supervisor dimana pada perusahaan ini
disebut hanchou. Seorang hanchou ada disetiap tahapan proses produksi yang
meliputi ruang penerimaan bahan baku, potong kepala, grading mesin, koreksi,
dan sampai ruang packing. Bagian planning bertanggung jawab atas perencanaan
produksi yang akan dilaksanakan perusahaan sesuai dengan keadaan pasar dan
sekaligus mengontrol jalannya proses produksi sehingga didapatkan produk yang
bermutu tinggi. Sedangkan bagian control bertugas untuk mengontrol setiap
tahapan proses untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dibagian proses. Dan
bagian terakhir yaitu warehouse yang bertugas untuk mencukupi kebutuhan alatalat yang digunakan selama proses pembuatan produk.
e. Bagian Accounting
Bagian-bagian ini bertangguang jawab atas fungsi-fungsi keuangan
meliputi pelaksanaan sistem pembukuan, anggaran, pemberian gaji pada
karyawan dan pembiayaan dalam rangka mendukung kelancaran operasional
perusahaan. Bagian Acounting dibagi menjadi bagian cost control (kasir) dan
general ledger (pembukuan). Bagian kasir bertugas melakukan kegiatan
penerimaan terhadap kegiatan tersebut. Seksi pembukuan bertugas membuat
laporan kas dan bank harian setiap hari akhir kerja dan melaporkannya pada
kepala bagian Acounting.
f. Bagian Urusan Umum (General Affair)
Kepala bagian dari bagian ini dikepalai langsung oleh manajer perusahaan.
Bagian urusan umum ini dibagi menjadi bagian personalia, ekspor impor, dan
warehouse. Bagian Personalia bertanggung jawab atas urusan kepegawaian dan
kesejahteraan pegawai, seperti menyediakan tenaga kerja yang diperlukan
perusahaan dan melakukan pegawasan terhadap kerja dan absensi karyawan.
Disamping itu, bagian ini juga bertanggung jawab atas keamanaan perusahaan,
rumah tangga, pengawasan, dan pengelolaan stok/ persediaan barang digudang.
Bagian ekspor impor bertanggung jawab atas pelaksanaan ekspor impor yang
27
Jumlah karyawan
37 orang
2. Harian
110 orang
3. Borongan
149 orang
Jumlah
296 orang
Jam kerja di PT Misaja Mitra Pati, dimulai pada hari Senin sampai dengan
Kamis dari pukul 08.00 16.00 WIB dengan jam istirahat pukul 12.00 13.00
WIB. Sedangkan hari Jumat sampai dengan hari Sabtu dimulai dari pukul 08.00 15.00 WIB, dengan waktu istirahat yang sama kecuali pada hari Jumat, waktu
istirahat lebih lama yaitu pukul 11.30 13.00 WIB. Apabila jumlah produksi
meningkat, maka akan diberlakukan kerja lembur dengan pemberian kompensasi
berdasarkan tambahan jam kerja.
28
Berbeda dengan pekerja yang lain, bagian mekanik dan petugas keamanan
dibagi menjadi tiga shift, yaitu shift pertama jam 06.00 - 14.00 WIB, shift kedua
jam 14.00 - 22.00 WIB, dan shift tiga jam 22.00 - 06.00 WIB. Hal ini bertujuan
untuk mengawasi kerja mesin terutama pada cold storage agar bekerja sesuai
dengan semestinya untuk bagian mekanik. Sedangkan untuk bagian keamanan
untuk menjamin lingkungan pabrik tetap aman.
Untuk kesejahteraan karyawan di perusahaan mendapat jaminan melalui
program JAMSOSTEK. Jaminan perusahaan melalui program JAMSOSTEK ini
meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminaan kematian, dan
jaminan hari tua. Jaminan ini berlaku untuk semua jenis atau kelompok karyawan
diperusahaan..
3.5 Fasilitas Perusahaan
Secara keseluruhan ruangan-ruangan pada bangunan proses produksi
berdinding porselen dan keramik serta berlantai keramik putih agar mudah
dibersihkan. Lantainya dibuat dengan kemiringan 5o ke arah saluran pembuangan
air agar air mudah mengalir dan lantai tidak becek. Setiap pintu dilengkapi dengan
tirai plastic dan insect killer agar udara luar tidak terlalu banyak mempengaruhi
suhu ruang proses dan mencegah masuknya serangga ke dalam ruang proses.
Selain dilengkapi dengan tirai plastic, pada pintu masuk disediakan tempat cuci
kaki dan tangan. Pada pintu masuk dilengkapi juga dengan ruang gelap agar
serangga tidak dapat masuk ke ruang produksi.
Bangunan di sekeliling pabrik terdiri dari ruang istirahat, ruang ganti
pakaian, kamar mandi, WC, pos penjagaan, gudang pendingin, bengkel, gardu
listrik, musholla, dan ruang penampungan air bersih. Bangunan-bangunan lain
yang terdapat di PT Misaja Mitra Pati adalah tempat parker, ruang pertemuan,
mess, pos satpam, dan gudang bahan penolong. Adapun denah bangunan dari PT
Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Lampiran.
3.5.1 Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi yang digunakan oleh PT Misaja Mitra Pati adalah sebagai
berikut :
1. Meja kerja
29
a) Meja sortasi, yaitu meja yang digunakan sebagai tempat udang pada saat
dilakukan sortasi mutu, size, dan warna. Ukuran dari meja sortasi ini
adalah 200 x 100 x 90 cm3 yang terdapat pada ruang penerimaan bahan
baku, potong kepala, dan TSK.
b) Meja potong kepala, yaitu meja yang digunakan untuk tempat udang pada
saat dilakukan pemotongan kepala. Ukuran dari meja potong kepala ini
adalah 200 x 100 x 90 cm3 dan bagian pinggir dari meja tersebut
dilengkapi dengan saluran pembuangan kepala dan mengarah pada
keranjang yang berada di bawah meja. Pada meja ini dibuat miring
sehingga tidak ada genangan air di tengah meja.
c) Meja kupas dan pencabutan usus, yaitu meja yang digunakan sebagai
tempat udang pada saat dilakukan pengupasan kulit udang dan
pencabutan usus. Ukuran dari meja ini adalah 200x100x90 cm3 dan
terdapat 8 buah pada ruang proses.
d) Meja susun, yaitu meja yang digunakan pada saat penyusunan udang
dalam inner pan. Ukuran meja ini adalah 200x100x90 cm3 dan terdapat di
ruang TSK.
e) Meja tiris, yaitu meja yang digunakan untuk meniriskan air pada udang
sebelum udang ditimbang dan terbuat dari bahan stainless steel. Meja tiris
terdapat pada ruang penerimaaan bahan baku.
2. Keranjang
a) Keranjang plastik berlubang-lubang berbentuk persegi panjang dengan tiga
macam ukuran, yaitu:
1) Ukuran besar (80 x 40 x 30) cm3. Keranjang ini berfungsi sebagai
wadah udang pada saat pembongkaran dan pencucian udang dalam
bak fiberglass setelah udang dipotong kepala.
2) Ukuran sedang (50 x 40 x 30) cm3, yang berfungsi dalam proses
sampling dan untuk menampung hasil sortasi.
3) Ukuran kecil (30 x 20 x 10) cm3, digunakan dalam proses sampling,
sebagai wadah sementara bagi udang hasil potong kepala dan cabut
usus serta sebagai wadah untuk penimbangan udang (1,8 kg) sebelum
disusun dalam pan.
30
31
32
PT Misaja Mitra Pati memiliki mesin pemisah ukuran udang dengan merk
Yokozaki sebanyak dua unit, berfungsi untuk memisahkan udang hasil
potongan kepala ke dalam delapan ukuran, yaitu (mulai dari ukuran terbesar
sampai terkecil) 5L, 4L, 3L, 2LB, 2LK, L, M, dan MS. Mesin ini dilengkapi
dengan 81 buah piringan berjalan yang berfungsi sebagai timbangan dan
digerakkan dengan tenaga listrik. Setiap piringan hanya dapat memuat satu ekor
udang dan akan menjatuhkan udang sesuai dengan ukurannya ke dalam
keranjang-keranjang yang telah diletakkan dibawah mesin. Selama satu jam mesin
ini mampu memproses udang yang di grading sebanyak 300 kg.
9) Metal detector
Metal detector atau alat produksi logam digunakan untuk mendeteksi
adanya kandungan logam yang dapat mengkontaminasi produk, baik produk
udang beku, tray pack maupun jenis panko ebi. Alat pendeteksi logam yang
dimiliki PT Misaja Mitra Pati bermerk Anritsu yang berjumlah dua unit. Alat ini
akan mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring jika mendeteksi adanya logam
pada produk.
10) Pendingin udara (AC)
Fungsi utama alat ini alat ini adalah untuk menjaga supaya suhu ruang
kerja tetap bersuhu rendah,yaitu sekitar 15-20oC. Selain itu juga untuk menjamin
kenyamanan kerja bagi karyawan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi panas
yang akan mempengaruhi produk udang beku maupun panko ebi dimana produk
tersebut tidak boleh mempunyai suhu permukaan lebih dari 5 oC. Mesin pendingin
udara yang digunakan adalah AC dengan merk Toshiba.
11) Water chiller
Kebutuhan PT Misaja Mitra akan air dingin cukup besar. Water chiller
yang digunakan untuk mendinginkan air mempunyai kapasitas 0,5-30 ton/tanki.
Mesin yang digunakan adalah Bitzer (tipe 46-2) dan Box (tipe F5).
12) Ice flaker
Jenis es yang digunakan dalam proses produksi adalah es curai yang tidak
merusak jaringan udang apabila tertimbun dalam es tersebut. Ice flaker di PT
Misaja Mitra Pati ada beberapa unit, yaitu IF no. 1 dengan kapasitas 5 ton/hari
merk Mycom (tipe TWF N4WA); IF no.2 dengan kapasitas 5 ton/hari merk
33
34
dikemas dan siap untuk dikapalkan. Cold storage pertama digunakan untuk
menyimpan produk udang beku dan panko ebi yang telah dikemas dan siap untuk
dikapalkan. Cold storage pertama ini menggunakan merk Bitzer (tipe 46-2,
Jerman) bersuhu -25oC. Cold storage yang kedua digunakan untuk menyimpan
panko (roti) yang tersebut dari container yang dimodifikasi menjadi tempat
penyimpanan dengan mesin pendingin Bitzer (tipe SGF-2,Jerman) bersuhu
- 20oC.
15) Streamer alat-alat prosessing
Untuk
memastikan
higienitas
alat-alat
produksi
terutama
yang
bersinggungan langsung dengan produk akhir, maka alat produksi tersebut harus
di streamer supaya kontaminasi bakteri dapat diminimalkan. Proses steamer
dilakukan dengan memompakan udara panas dari boiler ke dalam bak melalui
pipa galfanis yang berdiameter 1 inch. Boiler tersebut menggunakan thermostat
yang bersuhu 85oC. Proses steamer itu sendiri berlangsung kurang lebih selama
10-15 menit.
16) Mesin pengemas
Mesin pengemas yang digunakan PT Misaja Mitra Pati untuk mengemas
produk (terutama jenis panko ebi) adalah mesin Omori (tipe M5000/I, Jepang)
sebanyak dua unit. Mesin ini digunakan untuk bahan pengemas jenis pillow bag
yang dapat mengemas produk dengan kecepatan tinggi.
17) Strapping band
Strapping band adalah alat yang digunakan untuk mengikat master karton
dengan tali polypropylene. Alat strapping band yang dimiliki PT Misaja Mitra
Pati berupa strapping band semi otomatis dengan spesifikasi merk Meiwa (tipe
TP-201 dan TP-202) yang mempunyai kecepatan ikatan 2,5 detik/strap.
18) Aerator limbah
Limbah cair yang dihasilkan selama proses produksi diolah secara primer
di dalam bak pengolahan limbah menggunakan aerator dengan menggunakan
merk Aerojet (tipe MTQ 2, daya 1-2HP). Aerojet ini berfungsi untuk
mengaerasi llimbah sehingga klorin yang terbawa dalam limbah diharapkan dapat
menguap dan tidak mengganggu lingkungan.
35
36
37
menyertakan keterangan dan dokumen bahan baku secara detail dan lengkap.
Perusahaan akan melakukan cross check keterangan yang ada dalam dokumen
dengan
hasil
pengujian
laboratorium
perusahaan,
apabila
ditemukan
38
kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan
teknik sanitasi.
Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi
sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme.
Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri
dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan
dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil. Konsentrasi
klorin yang digunakan PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Konsentrasi penggunaan klorin
Penggunaan klorin
Konsentrasi Klorin
Pencucian tangan
5 ppm
Pencucian kaki
100 ppm
Pencucian peralatan
100 ppm
Pencucian udang
Bahan baku (HO)
200 ppm
Potong kepala
150 ppm
Koreksi
50 ppm
PDTO
50 ppm
Kupas (PD)
5-10 ppm
39
40
2. Koreksi I
Proses koreksi dilakukan untuk memisahkan udang sesuai dengan standar
perusahaan dan yang tidak sesuai. Pada proses koreksi ini udang yang tidak masuk
standar dipisahkan dalam lima buah basket yang berbeda yaitu udang ukuran
besar, kecil, udang mutu 2, udang kulit muda, dan udang broken. Udang ukuran
besar dan kecil dari standar akan dilakukan pembelian dengan harga yang berbeda
sesuai dengan ukuran sizenya. Udang mutu 2 yaitu dengan ciri ada bagian yang
patah dibeli dengan pemotongan harga Rp 2.500,00/kg. Udang kulit muda akan
dibeli dengan harga 50% dari harga standar dan untuk udang broken dengan ciri
bau, merah dan udang biru akan ditolak. Koreksi dilakukan dengan cepat dan pada
suhu ruangan tidak lebih dari 20oC untuk menjaga agar bahan baku tetap segar.
Koreksi dilakukan di atas meja stainless dengan kemiringan kurang lebih 5o
sehingga air mudah mengalir saat dilakukan pembersihan. Proses koreksi dapat
dilihat pada Gambar 3.
41
salahsatu keranjang kecil diambil sebagai sampling yang menentukan size udang.
Size udang yaitu jumlah udang (ekor) dibagi dengan berat timbangan dari
sampling yang dipakai. Proses kretek lebih sering dipakai dikarenakan bahan baku
yang dating setiap dating biasanya > 50 kg. Proses kretek dapat dilihat pada
Gambar 4.
Ga
42
kesamping, dilakukan
dengan hati-hati agar tidak terbawa genjer dan tidak merusak udang
tersebut.
-
Dalam
pemotongan,organ-organ
masih
melekat
di
kepala
dibersihkan.
Adapun sketsa gambar pemotongan kepala, seperti pada Gambar 6.
harus
43
44
5. Pencucian II
Pencucian II dilakukan setelah pemotongan kepala yang bertujuan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran dan membunuh bakteri pathogen terutama dari
sisa proses potong kepala. Udang dicuci pertama kali dengan memasukkannya ke
dalam sebuah viber yang bervolume 250 liter yang dilengkapi dengan sistem
aerator (gelembung-gelembung udara) yang berfungsi mendorong kotoran yang
masih menempel agar terlepas dari tubuh udang. Setelah itu udang dipindahkan ke
viber 250 liter lainnya dengan kadar klorin 150 ppm. Dan tahap terakhir yaitu
udang dibilas dengan air biasa sebelum dimasukkan ke ruang grading. Pada
proses pencucian ini suhu air pencucian 5oC yang dilakukan masing-masing
selama 30 detik. Bak pencucian pada proses pencucian II dapat dilihat pada
Gambar 8.
45
Berat (gr)
5L
25,1 24,8
4L
19,8 19,5
3L
15,7 15,4
2LB
13,6 13,3
2LK
12,7 12,4
10,6 10,3
9,9 9,6
MS
6,4 6,1
7. Kupas (Peeling)
Udang yang akan dikupas akan di simpan diatas meja stainless, proses
pengupasan dilakukan berdasarkan warna udang yang telah dipisahkan dari ruang
penyortiran. Proses pengupasan dilakukan dengan menggunakan alat kupas
46
terbuat dari stainless steel yang steril dan diberi nomor, proses pengupasan
dilakukan secara hati-hati dan cepat selama proses pengupasan berlangsung udang
harus selalu ditaburi es curai agar suhu udang tetap terjaga.
47
48
Mutu udang tanpa kepala di PT Misaja Mitra Pati dibagi dalam 4 jenis
mutu, yaitu mutu A, mutu B, mutu L, dan mutu C. Spesifikasi mutu udang tanpa
kepala beku masing-masing mutu sebagai berikut :
Mutu A :
1. Udang segar
2. Tidak ada cacat pada tubuh, daging, ekor
3. Warna cerah segar, dan mengkilat alami
4. Tidak ada black spot
Mutu B :
1. Udang segar
2. Tidak ada cacat pada tubuh, daging, ekor
3. Warna kurang mengkilat
4. Tidak ada black spot
Mutu L :
1. Udang segar
2. Daging lembek
3. Warna sudah mengalami perubahan
4. Tidak ada black spot
Mutu C :
1. Udang kurang segar, kulit lembek, daging lembek
2. Sudah menglami perubahan warna
3. Ada black spot pada ekor
49
size
00
Under 4
17 under
01
46
19 1
02
6 -8
31 2
03
8 12
39 3
04
13 -15
54 4
05
16 20
70 4
06
21 -25
90 4
07
26 -30
112 7
08
31 40
140 10
09
41 - 50
180 15
11
51 60
225 20
12
61 -70
260 20
16
71 -100
330 30
50
Mutu
Hitam
Hijau
Biru
Merah
12. Penyusunan
Penyusunan dimulai dengan meletakkan kertas label ditengah inner pan.
Cara penyusunan udang sendiri disesuikan dengan size udang masing-masing.
Selama proses penyusunan setiap udang diamati apabila ada foreign material
51
(rambut, rumput, dll) dan apabila ada diambil dan dilakukan pencatatan. Proses
penyusunan dapat dilihat pada Gambar 15 dan sistem penyusunan udang beku
tanpa kepala di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada Tabel 10.
52
permukaan segmen udang tampak pucat. Suhu akhir produk dibawah 18oC,
produk setelah beku akan dicek mutu dengan menggunakan schoor sheet udang
beku.
14. Glazing
Produk udang tanpa kepala beku setelah dicek sudah beku kemudian
dilakukan pembongkaran semuanya. Pengambilan produk dari CPF untuk
pelepasan produk dari inner pan dilakukan dengan shower selama 10 detik
(produk lepas dari inner pan). Setelah produk lepas kemudian dimasukkan
kedalam plastik tipis atau plastik inner. Proses glazing dapat dilihat pada Gambar
17.
53
54
5. Nama produk
6. Jenis produk
7. Kode Pabrik
17. Cold storage
Produk akhir yang sudah dikemas langsung disimpan dalam cold storage
yang bersuhu -20oC. Cara penyimpanan disusun dengan pemberian jarak yang
bertujuan untuk sirkulasi udara. Suhu cold storage di cek oleh bagian mekanik
setiap 2 jam sekali untuk menjaga suhu ruang cold storage. Keadaan ruang cold
storage dapat dilihat pada Gambar 19.
55
56
Bahan tambahan yang digunakan seperti es, air, dan klorin digunakan
dengan dosis pemakaian yang telah disesuaikan dengan persyaratan yang
ditetapkan pemerintah dan negara tujuan ekspor (buyer). Air yang digunakan di
ruang proses sudah mengalami water treatment. Air yang berasal dari sumur
difilter dengan 2 media yaitu media silica dan media karbon aktif. Tidak ada
kontak silang antara air bersih dengan air kotor. Air digunakan sesuai dengan
teknik sanitasi.
Senyawa klorin yang digunakan adalah kaporit. Kaporit ini berfungsi
sebagai disinfektan yang mempunyai kemampuan membunuh mikroorganisme.
Klorin yang digunakan sebagai disinfektan yaitu untuk menginaktifkan bakteri
dan virus patogenik dalam setiap tahapan proses telah sesuai dengan ketentuan
dimana semakin menuju proses akhir, konsentrasi semakin kecil.
Konsentrasi klorin yang digunakan PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pada
Tabel 10.
Tabel 10. Konsentrasi penggunaan klorin
Penggunaan klorin
Konsentrasi Klorin
Pencucian tangan
5 ppm
Pencucian kaki
100 ppm
Pencucian peralatan
100 ppm
Pencucian udang
Bahan baku (HO)
200 ppm
Potong kepala
150 ppm
Koreksi
50 ppm
PDTO
50 ppm
Kupas (PD)
5-10 ppm
57
dibersihkan. Sedangkan untuk alat lain yang kontak dengan produk seperti
keranjang semua terbuat dari fiberglass yang memiliki sifat kuat dan tahan lama.
Bak pencucian ada yang terbuat dari logam stainless steel ada juga yang terbuat
dari fiberglass.
Peralatan dan wadah yang masih digunakan dirawat dengan baik sebelum
dan sesudah digunakan dengan cara dibersihkan menggunakan air berklorin
100ppm. Setiap kali sortasi, potong kepala, kupas dan cabut usus serta proses
penyusunan dalam pan untuk menunggu bahan yang lain datang meja ataupun alat
dibersihkan dahulu menggunakan air kran yang telah mengandung klorin 5 ppm.
Khusus proses potong kepala, kupas dan cabut usus sebelum dan sesudah proses
selalu dilakukan penyemprotan alkohol 70% pada meja yang digunakan untuk
melakukan proses tersebut, sampai datang bahan baku yang baru yang akan
diproses potong kepala, kupas maupun cabut usus. Adapun tahapan pembersihan
meja dan peralatan setelah selesai digunakan adalah sebagai berikut :
-
Penyiraman sabun yang masih tersisa dengan air yang mengandung klorin 5
ppm
58
kulit yang mungkin diderita. Pengujian tersebut juga dilakukan pada seluruh
karyawan setiap bulan sekali untuk mengecek kebersihan tangan karyawan.
Petugas sanitasi dan kebersihan juga selalu mengawasi kegiatan karyawan
selama jam kerja. Karyawan dilarang keluar ruang produksi selama jam kerja jika
tidak ada keperluan yang penting. Karyawan yang pergi ke toilet harus melepas
semua seragam yang dikenakan untuk bekerja di ruang produksi. Karyawan yang
diketahui melanggar aturan ini akan dikenakan sanksi oleh perusahaan.
Tangan pekerja,
langsung dengan produk, yang mengalami kontak dengan limbah, lantai, dan
objek lain yang tidak saniter, tidak boleh kontak dengan produk sebelum
dibersihkan dan disanitasi. Sebagian besar proses produksi di industri pembekuan
udang ini dilakukan secara manual. Kontak langsung operator pada produk
memiliki peluang cukup besar menyebabkan kontaminasi. PT Misaja Mitra Pati
telah menetapkan prosedur dalam hal program mencegah kontaminasi silang
berupa aturan-aturan yang harus dilaksanakan terutama oleh karyawan sebelum
memasuki ruang proses, sebagai berikut :
-
Waktu mencuci tangan melewati kolam yang berisi genangan air yang
mengandung klorin 100 ppm setinggi kurang lebih 20 cm untuk mencuci
sepatu.
Megeringkan tangan dengan hand dryer, memakai sarung tangan proses, dan
menyemprotkan alkohol pada sarung tangan sebelum memulai kerja.
4. Kebersihan pekerja
59
Kebersihan pekerja merupakan faktor penting yang harus selalu dijaga dan
diawasi. Kebersihan pekerja yang terjaga akan menghasilkan produk yang aman.
Karena selama proses produksi berlangsung, pkerja selalu bersentuhan dengan
produk.
PT Misaja Mitra Pati telah menyediakan sarana dan prasarana untuk tetap
menjaga kebersihan karyawannya, antara lain ; menyediakan fasilitas cuci tangan,
menyediakan petugas kebersihan yang selalu memantau dan memeriksa
kebersihan pakaian dan badan karyawan, menyediakan kolam air klorin untuk
merendam sepatu boot di area yang memungkinkan terjadi kontaminasi, ruang
ganti (karyawan wanita dan pria yang dilengkapi loker), tempat makan, tempat
penyimpanan sepatu/sandal para karyawan dan sarana toilet yang selalu dijaga
kebersihannya. Di ruang proses juga dilengkapi bak cuci tangan berupa air dengan
kandungan klorin 5 ppm dan alkohol 70%, seluruh karyawan diwajibkan
melakukan cuci tangan setiap 30 menit sekali yang ditandai dengan bunyi bel
alarm.
Pada waktu-waktu tertentu diadakan inspeksi rutinan utuk memeriksa
kuku dan rambut karyawan untuk menjaga kebersihan dan keamanan mutu produk
yang dihasilkan. Apabila ditemukan karyawan yang memiliki kuku yang panjang
dan rambut yang keluar dari kerudung penutup kepala, maka karyawan tersebut
tidak diizinkan bekerja sebelum memotong kuku dan merapihkan rambutnya.
5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi
Pencegahan dan perlindungan dari adulterasi (pencemaran bahanbahan/zat-zat berbahaya) telah dilakukan oleh perusahaan dengan berbagai cara.
Untuk mencegah terjadinya adulterasi dari bahan/zat yang beracun atau berbahaya
dilakukan dengan memisahkan bahan-bahan tersebut ditempatkan di ruang yang
terpisah dengan ruang produksi.
Adulterasi dari limbah pengolahan dicegah dengan penanganan limbah
secara cepat dan berhati-hati. Limbah tidak boleh dibiarkan menumpuk di meja
kerja selama kerja berlangsung. Petugas sanitasi selalu berkeliling membersihkan
limbah padat seperti kulit, kepala, usus dan limbah padat lain, dan membuang
limbah tersebut di ruang limbah padat yang terpisah dengan ruang produksi tetapi
mudah dijangkau oleh petugas sanitasi.
60
61
62
Nama species
Hail produksi
Pembekuan
Cara pengepakan
Bahan pengepakan
Penyimpanan
Batas pemakaian
1 tahun
Pelabelan
Anjuran penggunaan
Pemasaran
Produk udang kupas (Peeled) beku yang dihasilkan PT Misaja Mitra Pati
merupakan produk dengan mutu ekspor yang ditujukan untuk negara Jepang dan
63
Pengkoreksian I
Pencucian I
Pencucian III
Penimbangan/pelabelan
penyusunan
n
Pemotongan kepala
Pencucian II
pembekuan
glazing
Metal detector
pengemasan
pengupasan
Cold storage
Pencabutan usus
ekspor
Pengkoreksian II
Gambar 21. Diagram alir proses pembuatan produk udang kupas beku
64
Bahaya biologis
Ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan bahaya biologis pada
HACCP, yaitu pertama faktor intristik seperti pH, kadar air, struktur biologis dan
lain-lain. Faktor bahaya yang kedua adalah faktor ekstrinsik seperti suhu,
65
kelembaban dan lain-lain. Bahaya potensial biologis pada proses udang kupas
(Peeled) beku dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Pengelompokan bahaya biologis
Kelompok bahaya
Jenis
Bakteri
1. S. aureus
2. V. cholera
3. V. parahaemolyticus
4. E. coli
5. Salmonella spp.
b.
Bahaya kimia
Kontaminasi bahan kimia dapat terjadi pada bahan baku dan pada tahap
produksi. Bahaya potensial kimia pada proses udang kupas (Peeled) beku dapat
dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Pengelompokan bahaya kimia
Kelompok bahaya
Kimia
Jenis
1.
Klorin
2.
Senyawa
antibiotik
Chloramphenicol
Nitrofurant (AOZ)
OTC / CTC
c.
Bahaya fisik
Secara umum, bahaya fisik banyak disebabkan adanya benda asing yang
seharusnya tidak terdapat dalam lingkup ruang produksi atau dapat disebabkan
oleh pekerja. Bahaya potensial fisik pada proses udang kupas (Peeled) beku dapat
dilihat pada Tabel 14.
Tabel 15. Pengelompokan bahaya fisik
Kelompok bahaya
Sumber
66
Logam
Serangga
Penanganan kasar
Pekerja
kupas didapatkan 3 jenis bahaya yang signifikan, yaitu bahaya yang tidak dapat
dieliminasi dengan menerapkan GMP ataupun SSOP. Bahaya signifikan terletak
pada tahap penerimaan bahan baku, tahap pendeteksian logam dan tahapan
penyimpanan.
Pada tahap penerimaan bahan baku bahaya signifikan yang timbul adalah
karena adanya residu antibiotik. Residu antibiotic yang mungkin terdapat pada
67
68
Bahaya potensial pada tahap ini yaitu penurunan mutu dan ukuran, hal ini
bisa dikarenakan kesalahan manusia pada saat penanganan. Tindakan pencegahan
yang dilakukan adalah dengan melakukan penanganan dengan benar dan tetap
memperhartikan rantai dingin dalam penanganan dan dapat terkontrol dengan
GMP. Bahaya potensial lainnya yaitu adanya kontaminasi dari pekerja dan
pertumbuhan bakteri akibat penggunaan suhu yang tidak sesuai standar. Hal
tersebut dapat terkontrol dengan GMP dan SSOP.
3. Pencucian
Bahaya potensial yang ada pada tahap ini disebabkan oleh kontaminasi air,
dekomposisi apabila air pencucinya suhunya >50C serta adanya residu klorin
akibat dari kelebihan penggunaan klorin dalam pengolahan. Tindakan pencegahan
yang tepat adalah memeriksa suhu air secara berkala, mengganti air jika sudah 3
kali dipakai dan mengkontrolnya dengan SSOP.
4. Sortasi
Bahaya potensial pada tahap ini adalah adanya kesalahan ukuran akibat
kesalahan dari mesin ataupun karyawan saat dilakukan sortasi. Kesalahan ukuran
sebagai bahaya potensial yang nyata dapat terjadi jika tidak dilakukan kontrol
dengan tepat. Tindakan pencegahan yang dilakukan adalah pemeriksaan ulang
oleh petugas QC, pengontrolan dengan GMP.
5. Penimbangan
Bahaya potensial ditahap ini disebabkan kurangnya berat produk akibat
kesalahan karyawan yang menimbang dan timbangan yang digunakan. Bahaya ini
terjadi apabila tidak dilakukan kontrol yang tepat. Tindakan pencegahan yang
dilakukan adalah mengkalibrasi timbangan secara periodik, pemeriksaan
timbangan oleh staf QC dan pelatihan yang baik untuk karyawan yang melakukan
penimbangan.
6. Penyusunan dalam inner pan
Bahaya potensial ini yang dapat terjadi yaitu dekomposisi dari bahan baku,
hal ini bisa dikarenakan penggunaan temperature yang tidak standar. Bahaya ini
termasuk dalam kategori mutu (wholesomeness). Peluang terjadinya dekomposisi
69
70
Bahaya potensial yang dapat terjadi yaitu dehidrasi penurunan berat, hal ini
bisa disebabkan karena fluktuasi naik turunnya suhu gudang penyimpanan.
Bahaya ini termasuk dalam kategori mutu (wholesomeness), peluang terjadinya
termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dapat dilakukan pencegahan dengan
melakukan pengontrolan suhu setiap waktu dengan menjaga naik atau turunnya
suhu maximal 2oC, dan dapat dikendalikan dengan SSOP.
12. Pengisian barang ke container ekspor
Bahaya potensial yang dapat terjadi adalah kerusakan pada produk, hal ini
dapat dikarenakan pada proses penanganan yang kasar. Bahaya ini termasuk
dalam kategori mutu (wholesomeness), peluang terjadinya termasuk dalam
kategori rendah. Tindakan pencegahannya yaitu melakukan proses penanganan
dengan baik dan benar tidak secara kasar, hal ini dapat dikontrol dengan GMP.
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi ketiga
bahaya tersebut dengan menggunakan pohon keputusan. Berdasarkan hasil pohon
keputusan akan diketahui apakah ketiga bahaya tersebut termasuk titik kendali
kritis (Critical Control Point) atau bukan.
4.8 Identifikasi Titik Kendali Kritis (Critical Control Point/CCP)
Titik kendali kritis merupakan tahapan, langkah atau prosedur dimana
pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan dapat dihilangkan atau
direduksi hingga batas yang dapat diterima. Setiap tahapan yang menyebabkan
adanya bahaya yang nyata harus diidentifikasi lebih lanjut untuk meyakinkan
apakah tahapan tersebut termasuk dalam CCP atau tidak. Identifikasi dapat
dilakukan dengan menilai CCP dan dapat dilakukan diantaranya mengunakan
decision tree atau diargram pengambilan keputusan. Identifikasi CCP dapat dilihat
pada Lampiran 4.
Melalui pohon keputusan yang telah ditabulasikan, diperoleh 2 bahaya
signifikan yang termasuk dalam titik kendali kritis. Bahaya signifikan yang
termasuk ke dalam CCP adalah adanya residu antibiotic pada bahan baku udang.
Antibiotic digunakan para petambak udang untuk mengeliminasi bakteri
pathogen, yang sering mengkontaminasi udang, seperti Salmonella sp, Vibrio
parahaemoliticus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Antibiotic yang
71
72
Batas kritis yang telah ditetapkan sebagai batasan titik kendali tidaklah
dibiarkan begitu saja, melainkan harus selalu dipantau dan dimonitoring
keberadaanya. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa penanganan terhadap
titik kendali kritis masih dalam kondisi terkendali.
Monitoring merupakan tindakan dari pengujian atau observasi yang dicatat
oleh unit usaha untuk melaporkan keadaan CCP. Kegiatan ini untuk menjamin
bahwa critical limit tidak terlampaui. Prosedur monitoring dapt dilihat pada
Lampiran 6.
4.10.1 Deteksi logam
Pemantauan dilakukan terhadap pecahan logam yang terdapat pada bahan
baku udang dengan melakukan pengecekan dengan mesin metal detektor. Bagian
cek metal memasukkan setiap block beku dalam mesin metal detektor untuk
mengetahui ada tidaknya logam didalam produk. Apabila ditemukan adanya
logam maka produk dipisahkan dengan produk yang lain dan dilakukan tindakan
pencatatan dan koreksi nantinya.
4.10.2 Pengepakan dan pelabelan
Pemantauan dilakukam terhadap label disetiap inner maupun master carton
dilakukan dengan cara mengecek secara visual kebenaran produk dengan wadah
ataupun label yang digunakan. Pengecekan dilakukan pada beberapa sampel
produk oleh bagian packaging.
4.10.3 Gudang penyimpanan
Bahaya yang muncul adalah produk mencair dikarenakan suhu
penyimpanan yang tidak standar. Pemantauan terhadap suhu dilakukan dengan
menggunakan thermometer untuk mengetahui suhu produknya di setiap size oleh
bagian QC. Pengecekan juga harus dilakukan oleh bagian QC untuk
menanggulangi terjadinya pencairan produk di cold storage untuk mengetahui
keadaan produk.
4.11 Menetapkan tindakan koreksi (Corrective Action)
Tindakan koreksi merupakan prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan
ketika
Tindakan koreksi secara terencana dalam HACCP plan, sehingga setiap titik
kendali kritis memiliki tindakan koreksi yang spesifik dan penerapan tindakan
73
koreksi harus jelas orang yang berwenang untuk melaksanakan tindakan koreksi
tersebut. Selain itu tindakan koreksi yang dilakukan haruslah terekam dan tercatat.
Tindakan koreksi harus segera dilaksanakan apabila terjadi kegagalan dalam
pengawasan pada CCP. Tindakan koreksi harus mengurangi atau mengeliminasi
potensi bahaya dan resiko yang terjadi ketika batas kritis terlampaui pada CCP.
Tindakan koreksi dapt dilihat pada Lampiran 6.
Jika bahan baku terbukti mengandung residu antibiotik, tindakan koreksi
yang dilakukan adalah menolak dan mengembalikan bahan baku tersebut kepada
suppliernya.
4.11.1 Deteksi Logam
Jika mesin deteksi logam berbunyi maka terdapat logam pada produk
tersebut. Tindakan perbaikan yang dilakukan adalah dengan mencairkan blok
tersebut dan diambil potongan logamnya kemudian proses pembekuan diulang
kembali. Mesin pendeteksi metal ini harus di cek dahulu setiap akan digunakna.
Tindakan perbaikan ini diawasi oleh QC.
4.11.2 Pengepakan dan pelabelan
Pengecekan dilakukan secara visual setiap melakukan packaging pada
inner maupun master carton yang digunakan. Tindakan perbaikan yang harus
dilakukan untuk menghindari bahaya ini adalah dengan dengan melakukan
packaging dan pelabelan ulang. Tindakan ini dikontrol setiap hari oleh bagian
QC.
4.11.3 Gudang penyimpanan
Tindakan koreksi pada tahap ini yaitu produk ditolak atau tidak diekspor.
Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan yaitu apabila produk masih dalam
keadaan baik dapat dilakukan penanganan ulang, tetapi produk yang sudah
mengalami kemunduran mutu tidak dilakukan penanganan ulang kembali.
4.12 Menetapkan Prosedur Verifikasi (Verification Procedure)
Verifikasi adalah konfirmasi yang dilakukan dengan menyertakan bukti
dan penjelasan objektif bahwa suatu persyaratan khusus telah terpenuhi (ISO 8402
1994 dalam Thaheer 2005). Verifikasi merupakan metode, prosedur, pengujian,
dan cara penilaian lainnya disamping pemantauan untuk menentukan kesesuaian
74
keeping).
Semua
kegiatan
yang
berhubungan dengan pemantauan CCP dan kegiatan lainnya yang terkait harus
dicatat dengan baik, pencatatan ini akan menyediakan data dimana terjadi
penyimpangan terhadap batas kritis dan tindakan koreksi untuk mengatasi
penyimpangan tersebut.
Pada metal detecting dilakukan pencatatan keadaan mesin metal detecting
sebelum dilakukan proses pengemasan produk pada checking metal detector.
Adanya produk yang mengandung logam kemudian dilakukan pencatatan dalam
record sheet of reprocessed untuk kemudian dilakukan proses ulang setelah logam
dihilangkan. Pada pengepakan dan pelabelan dilakukan pencatatan dalam record
of packing and labelling. Pada gudang penyimpanan, keadaan produk dicatat
dalam check product in the cold storage.
75
5. PEMBAHASAN
sebelum konsepsi
pemantauan
yang
dilakukan,
pelaksanaan
Good
dalam
pelaksanaan
kelayakan
dasar
76
standar GMP yang ditetapkan (dalam hal ini perusahaan telah membuat panduan
mutu yang menjadi standar GMP).
Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan yang masih
perlu diperbaiki. Penyimpangan-penyimpangan GMP yag terjadi pada proses
pembuatan udang kupas (Peeled) beku di PT Misaja Mitra Pati dapat dilihat pda
Tabel 16.
Tabel 16. Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan.
Penyimpangan Minor
Lantai pada ruang pendinginan, es, dan gudang beku tidak dibuat miring.
Penyimpangan Mayor
Kabel diruang proses terutama pada saat penimbangan udang tidak ditutup,
dibiarkan menjulur.
Tidak mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah, pencucian dilakukan
langsung ditempat proses.
Tempat pencucian tidak mempunyai pintu masuk dan keluar yang terpisah,
karena pencucian langsung di ruang proses.
Tempat / wadah berisi produk ditumpuk sebelum dan sesudah pencucian
karena keterbasan tempat.
Penyimpangan Serius
Perusahaan tidak mempunyai fasilitas perban tahan air, karyawan yang
terluka tidak boleh bekerja.
Lantai pada ruang pendinginan, es, dan gudang beku tidak dibuat miring
atau kurang miring. Kemiringan lantai harus 1o untuk menghindari genangan air
sehingga air langsung mengalir ke saluran pembuangan (Wiryanti 2001). Pada
ruang proses masih dijumpai kabel yang menjulur, hal ini dapat membahayakan
keselamatan karyawan dalam bekerja apabila ada kabel yang terkelupas.
Tidak mempunyai tempat pencucian alat yang terpisah, pencucian
dilakukan langsung ditempat proses. Hal ini dikarenakan pencucian dilakukan
sekaligus dengan pencucian meja dan dinding apabila pekerjaan setelah selesai
yaitu apabila waktu karyawan ingin pulang. Sehingga dengan ini perusahaan tidak
memiliki pintu masuk dan keluar yang berbeda untuk tempat pencucian alat.
77
Tempat atau wadah berisi produk biasanya ditumpuk sebelum dan sesudah
pencucian. Hal ini dikarenakan untuk mengefesienkan penggunaan tempat dan
memudahkan dalam penanganannya. Tahapan proses produksi yang panjang dan
dengan tujuan untuk mempercepat pekerjaan sehingga para karyawan terpaksa
melakukan hal tersebut. Adanya penumpukan bahan baku ini akan memberikan
peluang timbulnya kontaminasi silang apabila ada salahsatu produk yang tercemar
khususnya yang keadaannya masih basah dan juga penumpukan yang tidak benar
akan menyebabkan kerusakan pada produk. Proses penurunan mutu udang
disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari badan udan itu sendiri dan faktor
lingkungan. Penurunan mutu udang ini terjadi secara autolisis, bakteriologis, dan
oksidasi (Purwaningsih 2000).
Hasil wawancara di perusahaan, perusahaan tidak mempunyai fasilitas
perban tahan air, namun dalam pelaksanaannya karyawan yang terluka tidak
diperbolehkan
bekerja
dalam
ruang
proses.
Hal
ini
bertujuan
untuk
yaitu
ketidakhati-hatian
dan
ketidakramahan
dalam
78
79
Hal ini
80
dalam
kisaran
suhu
penyimpanan
beku
yang
berguna
untuk
81
82
83
pada Tabel.... standar yang ditetapkan meliputi aspek fisik, kimia dan
mikrobiologis. Batas kritis untuk bahaya antibiotik termasuk ke dalam aspek
kimia. Sedangkan batas kritis untuk logam dalam produk termasuk ke dalam
aspek fisik.
Batas kritis untuk antibiotik berbeda untuk masing-masing jenis. Batasan
kadar kloramfenikol dalam produk adalah 1 ppb, Nitrofuran (Furazolidone) 0.3
ppb dan oksitetrasiklin harus negatif. Sedangkan batasan kritis kandungan logam
dalam produk juga ditentukan. Perusahaan memberi batasan kandungan logam
sebesar < 1.5 untuk Fe dan < 2.5 untuk logam selain Fe.
5.4.2 Pemantauan batas kritis pada tiap titik kendali kritis
Pemantauan batas kritis pada tiap titik kendali kritis merupakan upaya dan
langkah preventif agar bahaya yang menjadi titik kendali kritis tetap terpantau dan
dalam kondisi yang terkendali. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Thaheer
(2005), bahwa pemantauan batas kritis meliputi apa yang dipantau, siapa yang
melakukan
pemantauan,
kapan
dilakukan
pemantauan,
bagaimana
cara
84
85
harus direvisi, serta menjadi acuan untuk pengambilan keputusan dan kebijakan
manajer puncak.
Sistem dokumentasi yang dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati telah
memenuhi kriteria pendokumentasian yang baik dan benar. Dokumentasi yang
dilakukan oleh PT Misaja Mitra Pati bersifat tepat waktu, tepat guna, tepat sasaran
dan dapat/mudah dipahami.
86
87
88
baik dan efektif dengan memberi bonus kepada karyawan yang berprestasi dalam
menerapkan manajemen mutu dan memberikan sanksi kepada karyawan yang
melakukan kelalaian kerja dalam menerapkan manajemen mutu di perusahaan.
Namun dalam pelaksanaannya perlu supervisor yang terlatih dan mengerti dalam
menerapkan sistem penilaian kinerja ini, sehingga penilaian kinerja dilakukan
secara objektif.
Dengan adanya pengawasan yang ketat terhadap kinerja karyawan, maka
diharapkan hal ini dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kesadaran
dalam bekerja dan mengurangi kelalaian dalam bekerja yang dapat menyebabkan
bahaya dalam keamanan produk yang dihasilkan. Peningkatan sarana yang belum
memenuhi/terpenuhi seperti penyediaan perban tahan air bagi karyawan yang
terluka dan tempat pencucian alat yang terpisah dengan ruang produksi. Perlu
adanya penjelasan ulang tentang job description dan job specification bagi semua
pegawai di perusahaan, sehingga tidak ada yang over lapping dalam menjalankan
tugasnya masing-masing dan tetap terfokus dalam menerapkan sistem manajemen
keamanan pangan (HACCP).
89
DAFTAR PUSTAKA
90
[10 Mei
Winarno FG. 2002. Keamanan Pangan Jilid Ke-1. Bogor : M-BRIO Press.
Winarno F.G, Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan.
Bogor: M-Brio Press.
Wiryanti J, Witjaksono HT. 2001 Hazard analysis and critical control point dalam
Pelatihan Manajemen Dokumentasi dan Perekaman serta Audit Internal
Hazard Analysis and Critical Control Point. 12-20 Maret 2001. Bogor.