Anda di halaman 1dari 9

BAB 4: ANALISIS DETEKSI PROTEIN

Oleh : Reyhan Jonathan / Teknik Kimia / 1206263420


ABSTRAK
Protein adalah polimer dari asam amino dan merupakan makromolekul berbobot molekul tinggi.
Fungsi protein secara umum sebagai sumber energy ketika kebutuhan tubuh terhadap energy
tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak.sebagai bahan structural, sebagai enzim dan sebagai
mesin yang bekerja pada tingkat molecular. Terdapat dua metode yang bisa menganalisis protein,
yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif terdiri dari, analisis berat molekul
(elektroforesis protein), struktur (kristalografi sinar X, spektroskopi NMR, CD-spektroskopi), urutan
asam amino (sekuensing), uji asam amino (xantoprotein, reaksi Hopkins-cole, reaksi
natriumnitroprusida, reaksi sakaguchi), uji protein (uji biuret, uji ninhidrin, reaksi millon). Lalu
analisis kuantitatif terdiri dari analisis langsung (spektromometri langsung), pewarnaan (metode
lowry, metode buiret, uji BCA, uji Bradford), titrasi (kjehdahl, titrasi formol).
Kata Kunci
Protein, asam anmino, metode kualitatif, metode kuantitatif, amino acid analysis, CDS, X-Ray
chrystallography, NMR Spectroscopy, uji komposisi secara umum, dengan sulfur, dengan nitrogen
organic, ninhidrin, sakaguchi, sulfur, biuret, millon, xantoprotein, natriumnitroprusida, Hopkins cole,
metode kjehdahl dan spektroskopi UV-VIS, uji Bradford, uji BCA.
4.1. PENDAHULUAN
Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa
organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam
amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung
karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting
dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan protein merupakan
enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti
misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem
kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen
penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi,
protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk
asam amino tersebut (heterotrof).

4.2. ANALISIS DETEKSI PROTEIN

Protein tidaklah sama antara yang satu dan yang lainnya. Protein dibedakan berdasarkan
tipe, jumlah, dan juga susunan asam aminonya. Perbedaan yang ada ini menyebabkan perbedaan
struktur molecular, kandungan nutrisi, dan sifat fisiokimia. Dalam menganalisis makanan,
mengetahui kadar total, jenis, struktur molekul dan sifat fungsional dari protein sangatlah penting.
Untuk menganalisis protein pada bahan makanan terdapat dua metode yang bisa digunakan, yaitu
secara kualitatif dan kuantitatif.
4.2.1. METODE KUALITATIF
Analisis protein secara kualitatif memiliki tujuan untuk mengetahui analisis struktur, uji
komposisi protein, analisis bikomia & biofisika, dan uji reaksi warna.
4.2.1.1. ANALISIS BERAT MOLEKUL
A. Elektroforesis Protein
Seperti halnya dengan elektroforesis DNA, elektroforesis protein memungkinkan kita untuk
memisahkan protein berdasarkan ukurannya dan memperlihatkan hasilnya. Akan tetapi protein
jauh lebih beragam dalam ukuran dan strukturnya, karena itu tekniknya jauh lebih rumit. Pada
dasarnya alat elektroforesis terdiri atas 2 bagian utama yaitu bagian electric transformer yang
mengubah arus AC ke DC dan bagian tanki elektroforesis yang berisi flat bed, slab, column, dan
selang. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemisahan komponen pada elektroforesis protein :
1. Densitas muatan molekul berbeda diantara pH media dan pl molekul.
2. Pengaruh buffer
- pH : akan mempengaruhi densitas muatan protein dan akibatnya mempengaruhi tingkat dan arah
pergerakannya
- Kekuatan ionik : mempengaruhi tingkat pemisahan
- Komposisi : bisa berinteraksi dengan protein menyebabkan perubahan dalam densitas muatan
sebagai contoh ion borak dan glikoprotein.
3. Bentuk dan ukuran molekul
4. media pendukung
- Restriksi pada mobilitas
- Pengaruh difusi
- Elektroendosmosis
- Mikro-heterogenitas molekuler spesies
4.2.1.2. ANALISIS STRUKTUR
A. Circular Dichroism Spectroscopy / CD spektroskopi
Metode Circular Dichroism Spectroscopy (CDS) ini digunakan untuk menganalisis struktur
sekunder dan struktur tersier. Selain itu fungsi CDS ini juga untuk menunjukkan perbandingan
konformasi dan menentukan apakah interaksi protein-protein atau protein-ligan mengubah
konformasi protein. Prinsip dari metode CDS ini adalah mengukur perbedaan penyerapan lefthanded polarized light right-handed polarized light. Spektrum-spektrum CD dari puntiran-alfa
menunjukkan dua absorbans negative pada panjang gelombang 208 nm dan 220 nm, lempeng
beta menujukkan satu puncak negative sekitar 210-216 nm. Dengan membangun database
protein berstruktur serupa, melalui analisa computer, dapat dipisahkan elemen dari masing-masing
struktur. Dipadu dengan kekuatan tools bioinformatika sehingga bisa diperoleh struktur protein

yang bersangkutan, walaupun memang tidak menjelaskan secara terperinci hingga level atom
struktur protein.
B. X-Ray Crystallography / Kristalografi Sinar X
X-ray Crystollography merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan
struktur tersier dari protein. X-ray crystallography pada dasarnya adalah sebuah bentuk mikroskop
yang beresolusi tinggi. Sehingga memungkinan untuk memvisualisasikan struktur protein sampai
tingkat atom. Berdasarkan gambar 2 dapat terlihat bahwa lebih dari 85% struktur protein bisa
teridentifikasi dengan menggunakan x-ray crystallography ini.
Mengapa menggunakan sinar X? karena untuk melihat protein secara detai atom, diperlukan
radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,1 nm atau dengan kata lain menggunakan
sinar x. Prinsip kerjanya adalah mengukur sudut dan intensitas dari Kristal terdifraksi yang bisa
menghasilkan gambar tiga dimensi dari kepadatan electron di dalam Kristal. Pada mikroskop
cahaya, subjek disinari dengan cahaya dan menyebabkan radiasi yang akan terdifraksi ke segala
arah oleh kristal. Balok difraksi kemudian akan dikumpulkan, dan dengan focus dan perbesaran
dari lensa mikroskop akan memberikan gambar yang diperbesar dari objek. Hal yang diharapkan
adalah belok terdifraksi dan difokuskan dengan menggunakan magnet, namun hal itu tidak
memungkinkan sehingga harus dilakukan secara matematis.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan sampel murni yang akan
digolongkan dengan beberapa kriteria. Sebelum percobaan dimulai, sampel yang dipilih harus
dikristalkan terlebih dahulu. Setelah Kristal telah
ada, maka Kristal tersebut akan diuji dengan
menggunakan sinar x dan kemudian mengumpulkan
data x-ray (pastikan simetri Kristal, parameter sel
satuan, orientasi Kristal, dan batas resolusi).
Semakin rendah simetri, maka lebih banyak data
yang dubutuhkan. Setelah data terkupul, maka akan
dipecahkan solusi struktur dan akhirnya membuat
model bangunan protein untuk model awal, dari
model awal tersebut dilakukan evaluasi untuk
menyempurnakan hasil analisis.
C. NMR Spectroscopy / Spektroskopi NMR
Metode NMR Spectroscopy untuk menentukan struktur tersier protein. Biasanya, metode ini
digunakan untuk menganalisis protein yang memiliki asam amino hidrofobik yang sulit untuk
dikristalkan sehingga tidak dapat dianalisis dengan metode x-ray crystallography. NMR digunakan
untuk menentukan struktur dari komponen alami dan sintetik yang baru, kemurnnian dari
komponen, dan arah reaksi kimia sebagaimana hubungan komponen dalam laritan yang dapat
mengalami reaksi kimia.
Inti proton (atom hydrogen) dan karbon (karbonn
13) mempunyai sifat-sifat magnet. Bila suatu senyawa
mengandung hydrogen atau karbon diletakkan dalam
bidag magnet yang sangat kuat dan diradiasi dengan
radiasi elektromagnetik maka inti atom hydrogen dan
karbon dari senyawa tersebut akan menyerap energy
melalui suatu proses adsorpsi yang dikenal dengan
resonansi magnetic. Untuk protein dan protein
kompleks dengan berat massa molekul sekitar 25-30
kDa, kualitas spectra menurun dengan cepat
membatasi mayor A ketika bekerja dengan
makromolekul besar yang berasal dari kecepatan
relaksasi tinggi signal NMR.
4.2.1.3. UJI URUTAN ASAM AMINO
A. Sekuensing

Sekuensing protein atau sekuensing peptida adalah penentuan urutan asam amino pada
suatu protein atau peptida (oligopeptida maupun polipeptida). Metode untuk sekuensing
protein umumnya melibatkan pemutusan ikatan yang diikuti dengan identifikasi asam amino.
Pada metode degradasi Edman, residu pada ujung-N (ujung amino) protein dipotong satu per
satu dengan reaksi kimia. Setelah setiap pemotongan, residu asam amino yang telah dipotong
tersebut dapat diidentifikasi menggunakan kromatografi. Prosedur tersebut diulangi untuk
setiap residu asam amino. Kelemahan metode ini adalah bahwa polipeptida yang disekuensing tidak dapat lebih panjang dari 5060 residu (dapat disiasati dengan memotongmotong polipeptida berukuran besar menjadi peptida-peptida berukuran lebih kecil sebelum
dilakukan reaksi).
4.2.1.4. UJI ASAM AMINO
A. Uji Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah
dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan. Reaksi
yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzena yang terdapat pada molekul protein. Reaksi ini positif
untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
B. Uji Reaksi Hopkins-Cole
Larutan protein yang mengandung triptofan dapat direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole
yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk
magnesium dalam air.
Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan
sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan terjadi
cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.
C. Uji Reaksi Natriumnitroprusida
Pada asam amino sistein, selain memiliki gugus COOH, -NH 2, dan gugus R, juga terdapat
gugus SH bebas, yaitu gugus sulfidril. Apabila gugus ini bereaksi dengan natrium nitroprusida
dalam ammonia berlebih maka akan menghasilkan kompleks yang berwarna merah. Beberapa
protein yang memberikan hasil negative ketika diuji menggunakan uji natrium ropusida ini ternyata
akan menjadi poritiv apabila dipnasakan sampai mengalami koagulasi atau denaturasi. Denaturasi
adalah proses yang mengubah struktur molekul tanpa memutuskan ikatan kovalen. Hal ini
menunjukkkan bahwa pada proses menghasilkan gugus SH bebas.
D. Uji Reaksi Sakaguchi
Pada metode Sakaguchi ini, Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit.
Pada dasarnya reaksi ini memberikan hasil positif apabila ada gugus guanidin. Jadi arginin atau
protein yang mengandung arginin dapat menghasilkan warna merah.
4.2.1.5. UJI PROTEIN
A. Uji Ninhidrin
Ninhidrin adalah salah satu reagen yang memiliki fungsi untuk mendeteksi asam amino dan
menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Semua asam amino alfa bereaksi dengan ninhidrin
membentuk aldehid dengan satu atom C lebih rendah dan melepaskan NH 3 dan CO2. Selain itu
juga terbentuk kompleks berwara biru yang diperkirakan disebabkan oleh 2 molekul ninhidrin yang
bereaksi dengan NH3 setelah asam amino tersebut dioksidasi. Hal-hal yang perlu dilakukan pada
metode ini antara lain:
Menyediakan tabun reaksi yang diisi dengan albumin, kasein, gelatin, dan gissin (sampel)
Menambahkan 5 teter pereaksi ninhidrin

Memanaskan dengan air hingga mendidih


Pada percobaan tadi, albumin, gelatin, dan fenilanin membentuk warna biru/ungu karena
bereaksi dengan ninhidrin menandakan adanya asam amino. Selain protein, hasil positif jug
diberikan oleh pepton, asam amino, dan amin primer lainnya.
B. Uji Sulfur
Dengan menggunakan metode ini maka akan diketahui asam amino yang mengandung sulfur.
Jika larutan protein didihkan dengan campuran larutan KOH atau NaOH dan Pb-asetat, maka akan
terbentuk endapan berwarna hitam apabila terdapat asam amino yang mengandung sulfur. Contoh
protein yang mengandung sulfur adalah sistein dan metionin. Laruta basa kuat memutus ikatan
sulfur pada asam amino, membentuk K2S yang akan bereaksi dengan Pb-asetat membentuk PbS,
senyawa yang berwarna hitam. Namun, metionin tidak positif dengan metode uji ini kecuali apabila
larutan protein tersebut terlebih dahulu dipanaskan dengan asam mineral.
C. Uji Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO4 encer. Uji
ini untuk menunjukkan adanya senyawasenyawa yang mengandung gugus amida asam yang
berada bersama gugus amida yang lain. Uji ini memberikan reaksi positif yaitu ditandai dengan
timbulnya warna merah violet atau biru violet.
D. Uji Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila pereaksi
ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang dapat berubah
menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk fenol-fenol, karena
terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang berwarna.
4.2.2. METODE KUANTITATIF
Metode Kuantitatif terdiri dari metode langsung ( spektrofotometri langsung), pewarnaan (metode
lowry, metode biuret, uji BCA, uji Bradford), titrasi(kjehdahl, titrasi formol)
4.2.2.1. METODE TITRASI
A. Metode Kjehdahl
Metode ini merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam
amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat
dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat.
Setelah pembebasan alkali dengan kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke
dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi.

Metode ini terbagi menjadi 3 cara, yaitu Disgestion, Neutralization, Titration.


a. Disgestion

Sampel makanan yang dianalisis dipanaskan di dalam asam sulfat pekat (sebagai
oksidator yang dapat mendigesti sampel) sehingga akan terjadi pemecahan enjadi unsureunsurnya. Seringkali juga ditambahkan natrium sulfat anhidrat untuk mempercepat
tercapainya titik didih dan katalis seperi selenium untuk mempercepat reaksi. Suhu
destruksi ini berkisar antara 370-410oC. disgesti mengubah nitrogen pada sampel menjadi
ammonia, sementara itu unsure organic lain berubah menjadi CO 2 dan H2O. Proses
destruksi sudah selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna lagi. Reaksi
yang terjadi adalah:

b. Neutralization
Larutan yang telah didigesti kemudia ditambahkan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan
sehingga ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia. Ammonia yang telah bebas
selanjutnya akan berikatan oleh larutan asam standar. Larutan asam standar yang
digunakan adalah asam borat 2% dalam jumlah ynag berlebihan. Rendahnya ph larutan di
labu penerima mengubah gas ammonia menjadi ion ammonium serta mengubah asam
borat menjadi ion borat. Destilasi diakhiri bila semua ammonia sudah terdestilasi sempurna
dengan ditandai destilat tidak bereaksi basa. Reaksi yang terjadi adalah:

c. Titration
Kandungan nitrogen kemudia diestimasi dengan titrasi ion ammonium borat yang terbentuk
dan menggunakan indicator yang sesuai untuk menentukan titik akhir titrasi, ditandai
dengan perubahan warna larutan dari kuning menjadi orange. Kadar air ion hydrogen yang
dibutuhkan untuk mencapai titik akhir setara dengan kadar nitrogen dalam sampel
makanan. Reaksi yang terjadi adalah:

Persamaan yang digunakan untuk menentukan kadar nitrogen dalam mg sampel dengan
menggunakan asam klorida adalah:

Setelah kadar nitrogen ditentukan, maka dikonversikan menjadi kadar protein dengan
faktor konversi yang sesuai:

Kelebihan yang dimiliki metode Kjeldahl antara lain:


Metode ini digunakan secara luas di seluruh dunia
Sifatnya universal, presisi tinggi, dan reprodusibilitas baik membuat metode ini banyak
untuk penetapan kadar protein.
Kekurangan dari metode Kjeldahl adalah:
Tidak memberikan pengukuran protein yang sesungguhnya (yang dihitung adalah
nitrogen).
Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi bisa berbahaya
Waktu yang dibutuhkan cukup lama
B. Metode Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH) lalu ditambahkan formalin akan membentuk
dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan
mempengaruhi reaksi antara asam dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri
dengan tepat. Indikator yang digunakan adalah p.p., akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna
menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik.

4.2.2.2. METODE LANGSUNG


A. Spektrofotometri langsung pada 280 nm
Metode spektroskopi ini memanfaatkan kemampuan protein untuk menyerap atau
menyebarkan cahaya pada rentang UV-visible pada setrum elektromagnetik. Semua serapan
kurva kalibrasi vs kadar protein disiapkan menggunakan ser larutan protein yang telah diketahui
kadarnya. Serapan larutan yang dianalisis kemudian diukur pada panjang gelombang yang sama
dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi. Perbedaan utama dari pengujian ini adalah
gugus fungsi yang berperan untuk absorbs atau pembiasan elektromagnetik. Triptofan dan tirosin
mengabsorbs cahaya pada 280 nm. Sehingga panjang gelombang tersebut dapat digunakan
untuk menentukan kadarnya. Keuntungan dari metode ini adalah sangat sederhana untuk
dilakukan karena tidak membutuhkan reagen tertentu. Namun kekurangannya adalah asam
nukleat juga mengabsorbsi pada panjang gelombang 280 nm.
4.2.2.3. METODE PEWARNAAN
A. Metode Lowry
Pada metode ini, protein bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteau membentuk senyawa
kompleks berwarna. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca antara 500-750
nm. Pembentukan warna tersebut disebabkan karena reaksi alkaline copper dengan protein
sebagaimana uji biuret oleh tirosin dan triptofan yang terdapat pada protein. Metode ini umunya
digunakan pada analisis biokimia, dan bersifat lebih sensitive untuk protein dengan konsentrasi
rendah dibandingkan metode biuret. Secara umum keuntungan dari teknik ini adalah teknik ini
merupakan teknik yang cepat dan sederhana serta sensitive pada protein meskipun
konsentrasinya rendah. Namun teknik ini juga memiliki kerugian yaitu terlalu sensitifnya alat
sehingga sampel harus sangat encer dan tidak boleh mengandung kontaminan sehingga harus
melewati beberapa proses preparasi. Kelemahan lainnya adalah serapan tergantung pada jenis
protein.
B. Metode Biuret
Larutan protein ditambahkan dengan reagen biuret, dicampur dan kemudian dihangatkan
pada suhu 37oC selama kurang lebih 10 menit. Kemudian didinginkan dan ekstinsi dibaca pada
gelombang dengan panjang 540 nm. Warna violet akan terbentuk bila ion cupri berinteraksi
dengan ikatan peptide dalam suasan basa. Keuntungan dari teknik ini adalah tidak adanya
gangguan dari senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih renda. Teknik ini
kurang sensitive pada jenis protein.
C. Uji BCA
Pada uji BCA (Bicinchoninic Acid), Cu+ membentuk kompleks ungu gelap dengan BCA, yang
memungkinkan protein ditentukan dalam kisaran 0,0005 2 mg/mL. Uji ini sering disebut uji
Pierce sesuai dengan produsen kit reagen. Ion kupri berkoordinasi dengan 4 ikatan peptida, yang
mereduksinya menjadi ion kupro dan memungkinkan ia membentuk kompleks dengan BCA yang
menyerap sekitar 540 nm, menghasilkan menghasilkan warna. Uji protein dengan BCA
meningkatkan kepekaan uji biuret dengan faktor sekitar 100, dan memberikan manfaat penting
kompatibi-litas dengan sampel yang mengandung sampai 5% surfaktan. Hal ini dicapai dengan
kelasi asam bisinkoninat (bicinchoninic acid) dengan ion tembaga yang dibentuk oleh reaksi biuret.
Hal ini meningkatkan sensitivitas karena BCA/kompleks tembaga larut air menyerap jauh lebih
kuat daripada peptida/kompleks tembaga.

D. Uji Bradford
Uji Bradford adalah suatu uji untuk mengukur konsentrasi protein total dengan secara
kolorimetri dalam suatu larutan. Dalam uji Bradford melibatkan pewarna Coomassie Brilliant Blue
(CBB) yang berikatan dengan protein dalam suatu larutan yang bersifat asam sehingga
memberikan warna (kebiruan). Karena menghasilkan warna, sehingga secara kolorimetri dapat
diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometri (LambertBeer) pada panjang
gelombang 465595 nm (cahaya tampak).
KESIMPULAN
Protein merupakan makromolekul berbobot molekul tinggi. Terdapat dua metode yang bisa
menganalisis protein, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dapat dianalisis
struktur, uji komposisi protein, uji urutan asam amino, uji asam amino dan uji berat molekul.
Untuk menguji secara struktur dapat digunakan aino acid analysis untuk menanalisis struktur
primer, metode CDS untuk menganalisis struktur sekunder, serta kristalografi sinar X dan NMR
Spectroscopy untuk menganalisis struktur tersier dari protein. Lalu untuk menganalisis berat
molekul dari protein, dapat digunakan metode elektroforesis protein. Untuk mengetahui urutan
asam amino, dilakukan dengan proses sekuesing untuk mengurutkannya. Untuk melakukan
metode uji asam amino, dapat dipakai metode xantoprotein, reaksi Hopkins-cole, reaksi
natriumnitroprusida, dan reaksi sakaguchi dengan melihat warna-warna yang akan muncul setelah
reaksi terjadi, sehingga dapat mengetahui karakteristik asam amino. Lalu, untuk melakukan uji
protein, dapat dilakukan dengan uji biuret, uji ninhidrin, dan reaksi millon. Secara kuantitatif,
terdapat juga beberapa metode, yaitu metode langsung, metode pewarnaan, dan metode titrasi.
Untuk metode langsung, terdapat metode spetrofotometri langsung dengan menggunakan
kemampuan protein untuk menyerap atau memancarkan cahaya pada panjang gelombang 280
nm. Untuk metode pewarnaan, terdapat metode lowry dengan membentuk senyawa kompleks
berwarna setelah reaksi, metode biuret, uji BCA, dan uji Bradford. Untuk metode yang terakhir,
yaitu titrasi, dapat dilakukan dengan metode kjehdahl dengan prinsip penetapan nitrogen total
pada asam amino, protein, dan senyawa yang mengandung nitrogen, dan juga uji titrasi formol.

REFERENSI

Anonim. 2008. Protein. (http://www.wikipedia.com) diakses tanggal 18 Maret 2014.


Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta.
Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Erlangga: Jakarta.
Santoso, H. 2008. Protein dan Enzim. (http://www.heruswn.teachnology. com)
Sloane, E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Anonim. 2007. Manfaat Protein dalam Kehidupan Sehari-hari. (http://www.blogger.com)
Sudjadi, A. dan Rohman. 2004. Analisis Obat dan Makanan cetakan I. Yogyakarta: Yayasan
Farmasi Indonesia.
Apriyantono, A. dkk. 1989. Analisis Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.
Kamal, M. 1991. Nutrisi Ternak Dasar. Laboratorium Makanan Ternak, Yogyakarta: UGM

Anda mungkin juga menyukai