Kota ini
terletak tepat di selatan Jakarta, yakni antara Jakarta-Bogor.
Depok dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor, yang kemudian
mendapat status kota administratif pada tahun 1982. Sejak 20 April 1999, Depok ditetapkan
menjadi kotamadya (sekarang: kota) yang terpisah dari Kabupaten Bogor. Kota Depok terdiri
atas 11 kecamatan, yang dibagi menjadi 63 kelurahan.
Depok merupakan kota penyangga Jakarta. Ketika menjadi kota administratif pada tahun 1982,
penduduknya hanya 240.000 jiwa, dan ketika menjadi kotamadya pada tahun 1999
penduduknya 1,2 juta jiwa. Universitas Indonesia (kecuali Fakultas Kedokteran, Fakultas
Kedokteran Gigi, dan sebagian Program Pasca Sarjana) berada di wilayah Kota Depok.
Sejak bulan Juni 2012, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail telah menetapkan program One
Day No Car, yaitu program satu hari tanpa mobil bagi pejabat pemerintahan Kotamadya Depok.
Program ini dilakukan setiap hari Selasa. [2]
Pada tahun 2015, Depok merupakan satu dari 10 kota di Indonesia yang
mendapatkan Penghargaan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.[3] Penghargaan ini
diberikan kepada pemerintah daerah yang mampu meningkatkan pendapatan daerah. Setiap
tahun, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) "disetor" ke Kementerian Dalam
Negeri sebagai indikator tingkat keberhasilan suatu pemerintahan daerah dalam
melaksanakan otonomi daerah.
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Etimologi
2 Sejarah
o
3 Walikota pertama
4 Walikota Administratif
5 Komunitas warga
6 Kuliner
7 Julukan
8 Pendidikan
o
8.1 Sekolah
9 Angkutan umum
10 Perekonomian
o
11 Rumah sakit
12 Media lokal
13 Lihat pula
14 Referensi
15 Pranala luar
terlepas dari kekuasaan Hindia Belanda. Cornelis Chastelein menjadi tuan tanah, yang
kemudian menjadikan Depok memiliki pemerintahan sendiri, lepas dari pengaruh dan campur
tangan dari luar. Daerah otonomi Chastelein ini dikenal dengan sebutan Het Gemeente Bestuur
van Het Particuliere Land Depok. Pada zaman kemerdekaan Depok ini menjadi sebuah
kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu Bupati) wilayah
Parung Kabupaten Bogor.
Depok bermula dari sebuah Kecamatan yang berada di lingkungan Kewedanaan (Pembantu
Bupati) wilayah Parung Kabupaten Bogor, kemudian pada tahun 1976 perumahan mulai
dibangun baik oleh Perum Perumnas maupun pengembang yang kemudian diikuti dengan
dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI), serta meningkatnya perdagangan dan Jasa
yang semakin pesat sehingga diperlukan kecepatan pelayanan.
Pada tahun 1981 Pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 43 tahun 1981 yang peresmiannya pada tanggal 18 Maret 1982 oleh Menteri
dalam Negeri (H. Amir Machmud) yang terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 17 (tujuh belas) Desa,
yaitu:
1. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu Desa Depok, Desa Depok
Jaya, Desa Pancoran Mas, Desa Mampang, Desa Rangkapan Jaya, Desa Rangkapan
Jaya Baru.
2. Kecamatan Beji, terdiri dari 5 (lima) Desa, yaitu: Desa Beji, Desa Kemiri Muka, Desa
Pondok Cina, Desa Tanah Baru, Desa Kukusan.
3. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 6 (enam) Desa, yaitu: Desa Mekarjaya, Desa Sukma
Jaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa Kalibaru, Desa Kalimulya.
Selama kurun waktu 17 tahun Kota Administratif Depok berkembang pesat baik dibidang
Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan. Khususnya bidang Pemerintahan semua
Desa berganti menjadi Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan, sehingga pada akhirnya
Depok terdiri dari 3 (Kecamatan) dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu:
1. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu: Kelurahan Depok,
Kelurahan Depok Jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Rangkapan Jaya,
Kelurahan Rangkapan Jaya Baru.
2. Kecamatan Beji terdiri dari (enam) Kelurahan, yaitu: Kelurahan Beji, Kelurahan Beji
Timur, Kelurahan Pondok Cina,Kelurahan Kemirimuka, Kelurahan Kukusan,
Kelurahan Tanah Baru.
3. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan, yaitu: Kelurahan Sukmajaya,
Kelurahan Sukamaju, Kelurahan Mekar Jaya, kelurahan Abadijaya, Kelurahan Bakti
[7]
Berkat perjuangannya yang didukung oleh jajaran birokrasinya, Depok yang masih bayi, pada
tahun 2000 memilih pemimpinnya. Mudah ditebak, masyarakat Depok ingin pengabdian Badrul
Kamal dilanjutkan, maka terpilihnya Badrul Kamal sebagai walikota Depok pertama pada
tahun 2000-2005.
Geliat Bayi Depok menyeruak dan masyarakat guyup bersatu dengan pemimpinnya untuk
membangun. Maka bayi yang baru lahir tersebut dalam rentang waktu lima tahun (thn 20002005) telah menjelma menjadi bayi fenomenal, bahkan saudara kembar, serta Bapak
kandungnya sendiri seolah-olah iri melihat pesatnya Depok sebagai kota yang mandiri.
Sekolah-sekolah dibangun, puskesmas dibangun, jalan-jalan diperbaiki, bahkan Jalan Juanda
yang menjadi kebanggaan hingga kini dibangun pada tahun ke 3 usia pemerintahan Badrul
Kamal, Untuk mengantisipasi pesatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya ekonomi warga,
pada tahun itu pula dicanangkan pembangunan ruas jalan tol. Peruntukan ruas jalan tol inilah
yang direncanakan dalam perencanaan tata ruang wilayah Kota Depok. Untuk mewujudkan
rencana itu kemudian Panitia Khusus RT RW Kota Depok 2000-2010 dibentuk yang di ketuai
oleh Agus Sutondo. Maka melalui RTRW Kota Depok 2000-2010, Akhirnya perencanaan
ruas Jalan Tol Cinere-Jagorawi dan rencana ruas jalan tol Depok-Antasari dapat terwujud yang
nantinya akan menghubungkan wilayah Jakarta, Depok dan Bogor.[8]
Tingkat perekonomian tumbuh diatas rata nasional. Masyarakat hidup dalam alam toleransi.
Kota Depok yang plural bahkan bisa dibilang Indonesia Mini, mendapatkan perlakuan yang
sama. Badrul Kamal sebagai pemimpin berdiri di atas semua golongan. Namun apa daya
waktu lima tahun terlalu cepat untuk mengejar ketertinggalan Depok di wilayah Penyangga
Ibukota ini. Tahun 2005 Badrul Kamal mengakhiri pengabdiannya yang pertama. Depok telah
memilih pemimpinnya yang baru. Dengan segudang harapan dan impian clean government and
good governant[9]
M. I. Tamdjid (1984-1988)
Komunitas Cinere
Komunitas Cibubur
Komunitas Cilodong
Komunitas Sawangan
Komunitas Cimanggis
Kota Belimbing
Belimbing yang terkenal dari kota Depok adalah belimbing dewa. Belimbing sangat Prospektif
dikembangkan di kota Depok dan kini telah menjadi buah unggulan kota Depok.
Kota Petir
Kota Depok dijuluki Kota Petir, dikarenakan Kota Depok adalah satu-satunya kota di dunia yang
terdapat petir paling berbahaya di dunia dan paling sering terjadi.
"'Kota Layangan"'
Kota Depok di juluki Kota Layangan, karena di langit Kota Depok di penuhi banyak layangan
yang di terbangakan dari berbagai penjuru Kota Depok.
RA-PAUD AN-Nizhomiyah
TK-SD-SMP Siloam
TK-SDIT-SMPI-Pesantren Al-Hamidiyah
SDIT Al-Muqorobin
PG-TK-SD Eureka
SD-SMP-SMA Pribadi
SDN Pitara 01
SDN Pitara 02
SDN Cipayung 01
SDN cipayung 02
SDN Cipayung 03
SMP Gelora
SMP YAPPA
SMA Muhammadiyah
MI Al-Muhajirin
SMK Ekonomika
SMK Nasional
TK-SMP-SMA Yapemri
SMK Tritura
Universitas Indonesia
Universitas Gunadarma
Universitas Pancasila
Politeknik LP3I
STIAMI A.R.H
STIE GICI
STEI SEBI
Patas AC 18: Terminal Depok - Pulo Gadung via Bogor Raya - Ps. Rebo - UKI - Bypass Cempaka Mas
D17: Terminal jati jajar - Tapos - Cibubur Junction via tol Cibubur - Leuwinanggung PP
37 : Simpangan - Kp.Rambutan
97 : Cisalak - Cibubur
72 : Kalimulya - Cibinong
62 : Leuwinaggung - Cibinong
41: Cisalak-Cibinong
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2012 pertumbuhan perekonomian Kota Depok
mencapai 7,1%. Angka tersebut jauh melebihi pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat sebesar
6,2%[17]. Usaha jasa perorangan di Depok turut mendorong laju pertumbuhan ekonomi sekitar
10,56 persen. Layanan jasa yang menyokong perekonomian Depok antara lain dari jasa
pencucian baju (laundry), servis motor, salon dan guru privat. Usaha-usaha itu berada di tengahtengah pemukiman masyarakat[18].
Plaza Depok
D'Mall
MargoCity
Gramedia Depok
ITC Depok
TIP TOP
Giant Cimanggis
Pasar Tugu
Cimanggis Square
Mal Cinere
Cinere Square
Pasar Agung
Pasar Segar
Pasar Musi
Pasar Mini
Salladin Square
Cimanggis Mall
RSUD Depok
RS Hermina
RS Bunda
RS Bhayangkara Brimob
RS Tugu Ibu
RS Sentra Medika
RS Puri Cinere
RS Bhakti Yudha
RS Mitra Keluarga
RS Harapan
RS Meilia
Depoklik.com
DepokOnTime.net
Monitor Depok
Media Depok
Margonda TV
Radar Depok
Harian Depok
Nursi Arsyirawati
^ "Population Census 2010 Province West Java". BPS. Diakses tanggal 2012-02-29.
2.
^ Sehari Tanpa Mobil, Hemat Energi ala Depok. KOMPAS, Rabu 17 Juli 2013, hal 27.
3.
^ http://news.liputan6.com/read/2221078/menteri-tjahjo-beri-penghargaan-kepada-3provinsi-ini
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
^ An-Nizhomiyah
14.
^ Daposik Depok
15.
16.
17.
18.
19.
Jawa Barat
Kota
Provinsi
Populasi
Kota
Provinsi
Populasi
Jakarta
DKI
Jakarta
9.989.55
0
Palemban
g
Sumater
a Selatan
1.763.47
5
Surabaya
Jawa
Timur
2.885.38
5
Depok
Jawa
Barat
1.738.57
0
Bandung
Jawa
Barat
2.536.64
9
Semarang
Jawa
Tengah
1.555.98
4
Bekasi
Jawa
Barat
2.098.80
5
10 Makassar
Sulawesi
Selatan
1.338.66
3
Medan
Sumatera
Utara
2.097.61
0
Tangeran
g
Banten
1.798.60
1
Koordinat:
Kategori:
62221S 1064939E
Kota Depok
11
Tangerang
Banten
Selatan
1.290.32
2
12
Bandar
Lampung
1.167.10
1
Lampun
g
Coordinates on Wikidata
Kota Depok
Kota di Indonesia
Sejarah Indonesia
Negara
Indonesia
Provinsi
Jawa Barat
Hari jadi
27 April 1999
Dasar
hukum
Ibu kota
Depok Jaya
Koordinat
Pemerintahan
Wali Kota
Wakil Wali
Kota
Area
Total
Peringkat
33
luas
Populasi (2010)[1]
Total
1.738.570
Peringkat
Kepadatan
Peringkat
18
Demografi
Suku
bangsa
Agama
Bahasa
Indonesia, dll
Zona waktu
WIB (UTC+7)
Kode telepo
021
0251
Kecamatan
11
Kelurahan
63
Situs web
www.depok.go.id
Namun, sebelum dapat menentukan strategi apa yang tepat guna diterapkan dalam
rangka peningkatan maupun perbaikan kinerja ruas jalan tentunya perlu dilakukan
suatu kajian yang bertujuan untuk mengidentifikasi atau mengukur kondisi kinerja
eksisting dari ruas jalan tersebut, baik Q/C ratio (perbandingan volume per
kapasitas), kecepatan, dan waktu tempuh perjalanannya. Proses analisis sangat
penting untuk dilakukan guna mengetahui permasalahan transportasi apa yang
sebenarnya terjadi pada ruas jalan tersebut. Sehingga pada akhirnya strategistrategi perbaikan kinerja ruas jalan yang direkomendasikan dapat lebih efektif dan
efisien (tepat sasaran).
Permasalahan
Saat ini, volume jalan dan jumlah kendaraan yang melintas dinilai tidak
memadai sehingga kemacetan selalu saja terjadi. Diharapkan dengan adanya perda
mengenai transportasi lokal ini akan mampu mengurai kemacetan serta
permasalahan transportasi lainnya. Rumusan Permasalahan yaitu:
" Sejauh mana Pemkot mengelola Angkutan Kota di Kota Depok yang pada saat ini
sudah melampaui kebutuhan ? "
B. DEMOGRAFI KOTA DEPOK
Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun 2012 mencapai 1.898.567Juta jiwa. Laju
pertumbuhan penduduk Kota Depok mencapai 3,54 %. Kecamatan Sukmajaya
merupakan kecamatan terpadat di Kota Depok dengan tingkat kepadatan 13.433
jiwa/Km, sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah adalah
Kecamatan Sawangan 4.977 jiwa/Km.
C.TOPOGRAFI WILAYAH
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o1900 - 6o2800 Lintang
Selatan dan 106o4300- 106o5530 Bujur Timur, dengan luas wilayah 200,29 Ha.
Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : berbatasan dengan DKI Jakarta dan Kecamatan
Ciputat, Kabupaten Tangerang;
2. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Bojong Gede
dan Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor;
3. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Sindur
dan Parung, Kabupaten Bogor;
4. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Gunung Putri,
Kabupaten Bogor dan Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten
Bekasi.
Kondisi wilayah bagian utara umumnya berupa dataran rendah, sedangkan di
wilayah bagian Selatan umumnya merupakan daerah perbukitan dengan ketinggian
40-140 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 2 - 15 %.
D. SOSIAL - EKONOMI
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2011, diperoleh gambaran bahwa
penduduk Kota Depok yang bekerja 50,02 % sedangkan yang menganggur sekitar
4,48 % sisanya pelajar. Sebagian besar penduduk kota Depok bekerja di Jakarta, di
Depok hanya sebagai tempat tinggal.
jalan Ir. H. Juanda, jalan Tole Iskandar, jalan raya Citayam, jalan raya Sawangan dan
jalan Tanah Baru. Hal ini mengindikasikan, adanya perjalanan internal-eksternal
yang dilakukan penduduk kota Depok, baik itu untuk tujuan bekerja, sekolah, dan
lainnya di pagi hari. Sebaliknya dari data fluktuasi lalu lintas yang pada sore hari,
mengindikasikan adanya perjalanan eksternal-internal yaitu dari luar pusat kota
Depok (seperti Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi) menuju pusat kota Depok
yang mayoritas dilakukan oleh penduduk kota Depok untuk tujuan pulang ke rumah
mereka masing-masing.
Tapi bagaimanapun keberadaan angkot sendiri bagi kota seperti Depok ini
sangat dibutuhkan. Angkot menyediakan akses transportasi yang murah bagi
masyarakat, angkot menyerap cukup banyak tenaga kerja, baik langsung maupun
tidak langsung, mulai dari sopir, calo, tukang bensin, montir, petugas terminal dan
lain sebagainya. Angkot juga memberikan kontribusi langsung bagi penerimaan
pendapatan pemerintah, paling tidak setiap kali masuk terminal, mereka membayar
retribusi Rp 200,- . Di samping itu, angkot juga menjadi pendorong bagi kemajuan
suatu wilayah, kawasan yang dilalui angkot biasanya lebih maju dari yang tidak.
Yang mungkin dibutuhkan saat ini adalah kemauan dan kesediaan semua pihak
untuk mau menata dan ditata, bagaimana agar keberadaan angkot di Depok ini
semakin memberi nilai tambah bagi semua pihak, baik untuk kemajuan ekonomi,
untuk kebersihan dan keindahan kota serta untuk kenyamanan bagi para pengguna.
Lalu siapa pihak-pihak itu ? Ya kita semua, baik investor, operator, regulator, aparat
keamanan dan lain-lainnya, termasuk kita sebagai user. Keberadaan moda
transportasi massal di kota berpenduduk > 1.2 juta ini sangat perlu diperhatikan,
mulai dari infrastruktur pendukung, berupa jalan, yang dapat menghubungkan
kawasan-kawasan di Depok sehingga memudahkan aktivitas warga.
Depok berkembang sebagai kawasan didalam wilayah Kabupaten Bogor
sampai pada tahun 1999 memisahkan diri menjadi Kota Depok. Kemudian Kota
Depok mengambil wilayah - wilayah Kabupaten Bogor seperti kecamatan Limo,
Sawangan, Cimanggis, dan Bojonggede, yang sebelumnya telah menjadi
kecamatan yang berkembang sendiri-sendiri. Hal ini menyebabkan pembangunan di
Kota Depok tidak sentris, seolah olah Depok tidak memiliki downtown/ pusat kota.
Kembali lagi ke masalah transportasi, Jaringan jalan raya di Depok
nampaknya masih sangat sedikit, untuk menghubungkan Sawangan (Pusat
pertumbuhan ekonomi baru di Depok) dengan Margonda hanya ada jalan raya
Sawangan yang selalu macet di sepanjang ruas. Oleh karena itu prioritas untuk
memperbaiki sistem transportasi di Depok adalah :
1. Memperbaiki jaringan jalan. Bukan hanya berdampak pada
lancarnya transportasi, tapi juga membuka daerah pembangunan
baru di kota Depok.
2. Moda transportasi di Depok pun harus diganti menjadi bus
angkutan dalam kota yang dikelola oleh pemerintah (semacam
Damri atau Busway), karena dapat mengurangi volume kendaraan
yang melaju di jalan serta mengurangi volume gas buangan. Akan
lebih bagus lagi jika dibuat KRL Komuter di Depok, yang
menghubungkan seluruh kecamatan di Depok.
3. Penertiban PKL dan Gepeng serta preman juga perlu. Karena
sepertinya jumlahnya selalu bertambah setiap tahun. Depok harus
tegas terhadap pendatang yang tidak memberikan kontribusi bagi
kota dan justru merepotkan, seperti gelandangan, penjual kios liar,
preman, dan sebagainya. Hal ini mengganggu kenyamanan warga
yang bertransportasi, khususnya angkot, dan kereta KRL.
Kemacetan yang terjadi bukan hanya di jalan utama, tetapi juga di jalan-jalan kecil.
Kemacetan ini terjadi karena banyak faktor, di antaranya adalah ketidakdisiplinan
para pengemudi angkutan umum dan keadaan jalan yang kurang baik. Para
pengemudi angkutan umum, atau biasa disebut angkot, sering melakukan hal yang
sangat mencerminkan ketidakdisiplinan mereka, seperti ngetem di pinggir jalan
untuk menunggu penumpang, para sopir angkot itu suka memberhentikan mobilnya
di pinggir jalan dalam waktu yang lama dan akan membuat barisan angkot yang
panjang, panjang, panjang, dan pada akhirnya akan membuat lebih banyak lagi
deretan mobil yang berhenti, ini sudah pasti akan menjadi sebuah kemacetan.
Faktor penyebab kemacetan lainnya adalah struktur jalan yang kurang baik. Kini, di
beberapa pelosok kota Depok banyak terlihat jalan berlubang dalam yang dapat
membahayakan pengguna jalan tersebut. Biasanya lubang-lubang di jalan ini
muncul disebabkan awalnya oleh aspal yang mengelupas karena suhu jalan yang
sangat panas pada siang hari dan air hujan secara bergilir, kemudian muncul
lubang-lubang kecil pada jalan tersebut, dan karena jalan tersebut terus dilalui oleh
berbagai macam kendaraan berukuran besar yang berat, maka lubang kecil pada
aspal itu akhirnya membesar.
Jika semua masalah transportasi di kota Depok teratasi maka akan menjadi nyaman
dan tidak ada masalah lagi. Depok akan menjadi kota yang bebas macet dan
memiliki jalan yang mulus. Tapi sayangnya, dengan banyaknya jalan-jalan seperti ini,
pemerintah Kota Depok kurang tanggap mengatasi masalah ini. Banyak keluhan
tentang masalah jalan ini, tetapi pemerintah tidak langsung menindaklanjutinya,
sekedar meninjau pun tidak. Seharusnya, pemerintah kota Depok lebih
memperhatikan masalah ini, jika ada keluhan dari warga, sebaiknya langsung
ditinjau ke tempat yang dikeluhkan, setidaknya sekedar untuk melihat dan mendata,
baru kemudian data tersebut diajukan dan ditindaklanjuti. Selanjutnya, kesadaran
para pengelola angkutan umum tentunya, baik itu sopir, pemilik, serta
manajemennya itu sendiri, perlu kerjasama dengan pemerintah.
Bagi warga yang tinggal di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Bodetabek) yang akan ke
Jakarta, kemacetan lalu lintas sudah menjadi sesuatu yang menjengkelkan. Berangkat pagi disergap
kemacetan. Pulang menjelang tengah malam pun jalan tetap padat. Jakarta Outer Ring Road II
diharapkan jadi solusi.
Berita akan dibangunnya jalan tol yang menghubungkan kawasan Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,
dan Jakarta menjadi berita menarik.
James, warga Villa Inti Persada Pamulang, Tangerang, misalnya, mengurungkan menjual rumahnya
karena setelah melihat rencana peta Tol Cinere-Serpong sepanjang 10,14 km, ternyata salah satu
simpang susun akan dibangun di titik Jalan Cinangka Raya-Jalan RE Martadinata.
Dalam benaknya, jika jalan tol rampung dan beroperasi, aksesnya ke kantor di Jakarta Pusat akan
lebih cepat dan mudah. Selain itu, kehadiran tol di dekat rumahnya diyakini akan meningkatkan nilai
jual rumahnya dua-tiga kali lipat.
Mereka yang bertahun-tahun tinggal di pinggiran Jakarta dan jalan akses menuju Jakarta selalu
disergap kemacetan pasti sudah lelah dengan kondisi ini.
Kehadiran Jakarta Outer Ring Road (JORR) II atau Jalan Lingkar Luar Jakarta II memang sudah
ditunggu. Departemen Pekerjaan Umum berencana membangun proyek JORR II dengan tujuh ruas
jalan tol.
Ruas Cinere-Cimanggis-Jagorawi sepanjang 14,7 km, Depok-Antasari (21,7 km), Cinere-Serpong
(10,14 km), Serpong-Tangerang (11,19 km), Tangerang-Bandara Soekarno-Hatta (55,73 km),
Jagorawi-Cibitung/Tol Jakarta-Cikampek (25,21 km), dan Cikarang-Tanjung Priok (34 km). Tol ini akan
menyambung menjadi satu sehingga memudahkan warga di pinggiran Jakarta untuk bepergian tanpa
melintas dalam kota Jakarta lagi.
Dari jadwalnya, proyek JORR II dimulai tahun ini dengan pembebasan lahan. Pembangunan
konstruksi diharapkan selesai tahun 2009. Jadi, tiga tahun lagi sejak sekarang, direncanakan jalan
lingkar luar Jakarta ini bakal beroperasi.
Gusur ratusan rumah
Proyek ini bakal menggusur ratusan rumah di sejumlah kawasan permukiman. Di Depok misalnya,
sebagian rumah di kawasan elite Raffles Hills Cibubur pasti tergusur untuk pembangunan jalan
simpang susun ke Tol Jagorawi dan ke Jakarta.
Para pemilik rumah Raffles Hills resah dengan kabar ini. Ny Rini (30) dan Cherry (32), pramugari
Garuda, warga Blok EE, misalnya, minta pengembang merelokasi rumahnya.
Namun, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail menegaskan pemilik rumah yang terkena proyek tol
diminta merelakan rumah mereka. Ia menjanjikan tak ada warga yang dirugikan dalam pembayaran
ganti untung.
Ketua RT setempat, Rufus, memperkirakan sedikitnya 80 rumah di Blok EE bakal tergusur proyek Tol
Cinere-Jagorawi. Bayangkan, jika harga satu rumah rata-rata Rp 250 juta-Rp 300 juta, berapa nilai
ganti rugi yang harus dikeluarkan konsorsium investor swasta.
Itu baru rumah-rumah di Raffles Hills Cibubur. Belum lagi rumah di kompleks Harapan Baru Taman
Bunga, Taman Duta, Pelni, lahan kosong di Pesona Khayangan (utara) dan di kampus Universitas
Indonesia (selatan), serta sebagian rumah Wismamas Cinere.
Jalan Tol Cinere-Jagorawi akan memiliki pintu masuk-keluar di Cibubur (Raffles Hills), Jalan Raya
Bogor, Jalan Margonda Raya, dan simpang susun Krukut.
Jalan Tol Depok-Antasari menghubungkan kawasan Bojonggede (Kabupaten Bogor), Sawangan,
Krukut, Gandul (Depok), dan Cilandak (Jakarta Selatan). Dua jalan tol Depok ini akan bertemu di
daerah Krukut di Kecamatan Limo (Depok).
Jalan Tol Cinere-Jagorawi akan bersambung ke sebelah barat dengan wilayah Tangerang. Tol CinereSerpong sepanjang 10,14 km akan menggusur pula sejumlah rumah di Griya Cinere dan Wisma
Cakra Indah (Depok), Bukit Pamulang Indah, Serua Permai, Bukit Indah, hingga Bukit Nusa Indah
(Tangerang). Tol ini punya dua simpang susun, Cinangka dan Meruyung.
Jalan tol ini bersambung ke barat lagi, Serpong-Tangerang (11,19 km), melintasi lahan Nusaloka
BSD, Graha Bintaro, Regensi Melati Mas, Alam Sutera, Pinang, dan Kunciran Mas Permai. Simpang
susun dibangun di Jalan Bhayangkara/Alam Sutera, Tol BSD-Bintaro, dan Tol Jakarta-Tangerang.
Proyek JORR II dilanjutkan dari simpang susun di Kunciran ke Bandara Soekarno-Hatta Tangerang
(55,73 km). Jika tol ini beroperasi, akses ke bandara akan makin cepat dan mudah karena tak perlu
lagi masuk ke dalam kota Jakarta.
Di sebelah timur, Tol Cinere-Jagorawi akan bersambung dengan Tol Jagorawi-Cibitung (Tol JakartaCikampek) sepanjang 25,21 km. Bila tol ini beroperasi, akses ke pantura Jawa maupun ke Bandung
via Cipularang pun akan lebih cepat.
Di Jakarta, ruas Tol Cikarang-Tanjung Priok (34 km) lebih banyak untuk kepentingan industri agar
akses ke pelabuhan lebih cepat.
Revisi RUTR
Untuk mengantisipasi pembangunan tol dan perkembangan kota, Pemkot Depok melakukan revisi
Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR) kota.
RRTR dijabarkan lagi ke Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan atau Rencana Teknik Ruang
Kota, kemudian dipaparkan lebih rinci ke siteplan, yang biasanya diberikan ke pengembang. Ini
penting karena jadi acuan bagi siapa saja yang membangun usaha, kata Kepala Dinas Tata Kota dan
Bangunan Depok Ir Utuh Karang Topanesa, Selasa (1/8).
Depok yang sebelumnya memiliki enam subpusat pembangunan kota (Margonda, Cinere, Sawangan,
Citayam, Cimanggis, dan Cisalak), bertambah tiga lagi, yaitu Tapos, Bojongsari, dan Krukut.
Bojongsari diproyeksikan jadi pusat perdagangan dan jasa, kawasan pendidikan dan subterminal,
mengantisipasi Tol Depok-Antasari, kata Kepala Bidang Tata Kota, Dinas Tata Kota dan Bangunan
Depok, Ir D Irwanto.
Krukut mengantisipasi kehadiran Tol Cinere-Jagorawi. Pertemuan dua tol Depok ada di Krukut
sehingga di masa depan, kawasan ini memiliki masa depan usaha yang baik. Sementara Tapos
mengantisipasi pembangunan Terminal Jatijajar, ucapnya.
Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail berharap proses pembebasan lahan untuk pembangunan dua
jalan tol di wilayahnya berjalan baik.
Jika dua jalan tol beroperasi, pertumbuhan ekonomi Kota Depok akan berkembang pesat, dan pada
gilirannya akan meningkatkan pendapatan asli daerah dan menyejahterakan warga kota, kata Nur
Mahmudi yang akan memimpin Panitia Pengadaan Tanah Depok.
Nilai properti tinggi
Kehadiran jalan tol di mana pun diyakini akan membawa dampak besar bagi dunia properti.
Jalan tol mendorong nilai properti menjadi tinggi. Biasanya pengembang yang cerdas akan melihat
peluang emas ini. Informasi yang disampaikan Kompas soal jalan tol akan dicari banyak pihak, kata
Ketua Real Estat Indonesia (REI) Kompartemen Prasarana Kota Ir Dhony Rahajoe.
Dalam teori properti, lokasi menjadi acuan utama. Yang hitam akan jadi putih, yang putih akan jadi
warna-warni, kata Dhony. Ia memberi contoh, ketika Tol TB Simatupang beroperasi, daerah selatan
jadi pilihan. Gedung perkantoran, apartemen, dan tempat usaha bermunculan.
Contoh lain, ketika Jalan Tol BSD-Bintaro-Pondok Indah menyambung ke Tol TB Simatupang, nilai
jual rumah di BSD dan Bintaro, bahkan rumah di sekitarnya melonjak dua hingga tiga kali lipat.
Pertumbuhan ekonomi dan tingkat hunian di BSD meningkat tajam, ujarnya.
Namun, ia berharap RUTR kota dan kabupaten dapat menjadi acuan pengembang sehingga tidak
perlu ada penggusuran rumah di kawasan hunian yang sudah jadi seperti Raffles Hills.
Jalan tol boleh saja direncanakan, tetapi yang harus diingat, pemkot atau pemkab jangan lupa
membangun infrastruktur pendukung. Kalau masuk atau keluar tol tetap macet, berarti ada yang
salah dalam perencanaan.
Kita tunggu realisasi JORR II ini! Jangan sampai jadi pelesetan jalan ora rampung-rampung jilid
kedua!