Anda di halaman 1dari 19

PERCOBAAN II

RUTE PEMBERIAN OBAT

TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat.
2. Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya.
3. Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute
pemberian obat terhadap efeknya.
4. Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberikan.

TINJAUAN PUSTAKA
Rute pemberian obat ( Routes of Administration ) merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan
biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda
karena jumlah suplai darah yang berbeda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis
yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa
jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda,
tergantung dari rute pemberian obat.
Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008).
Jalur Enternal
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti
pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral. Pemberian melalui oral
merupakanjalur pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah, paling
mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah
absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak

dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga
alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan jika obat
dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan emergensi (obat segera
berefek), obat harus diberikan secara enteral.
Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah
transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea
menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat
menimbulkan efek sistemik atau lokal. Tabel 1 merupakan deskripsi cara pemberian
obat, keuntungan, dan kerugiannya.
Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian dari Masing-masing Jalur Pemberian Obat.
Dskripsi

Keuntunagn

Kerugian
Irtasi pada mukosa paru-

Aerosal
Partikel halus atau
tetesan yang dihirup

Langsung masuk ke
paru-paru

paru atau saluran


pernafasan, memerlukan
alat khusus, pasien harus
sadar.
Tidak dapat untuk obat

Bukal
Obat diletakkan
diantara pipi dengan
gusi
Obat diabsorpsi

yang rasanya tidak enak,


Tidak sukar, tidak

dapat terjadi iritasi di

perlu steril, dan

mulut, pasien harus sadar,

efeknya cepat

dan hanya bermanfaat


untuk obat yang sangat non

menembus membran

polar
Inhalasi
Obat bentuk gas

Pemberian dapat

Hanya berguna untuk obat

terus menerus
diinhalasi

walaupun pasien
tidak sadar

kedalam vena

pada suhu kamar, dapat


terjadi iritasi saluran
pernafasan

Absorbsi cepat,
Intramuskular
Obat dimasukkan

yang dapat berbentuk gas

dapat di berikan
pada pasien sadar
atau tidak sadar

Perlu prosedur steril, sakit,


dapat terjadi infeksi di
tempat injeksi
Perlu prosedur steriil, sakit,

Intravena
Obat dimasukkan ke

Obat cepat masuk

dalam vena

100%

dan bioavailabilitas

dapat terjadi iritasi di


tempat injeksi, resiko
terjadi kadar obat yang
tinggi kalau diberikan
terlalu cepat.
Rasa yang tidak enak dapat
mengurangi kepatuhan,
kemungkinan dapat
menimbulkan iritasi usus

Oral
Obat ditelan dan
diabsorpsi di
lambung atau usus

dan lambung, menginduksi


Mudah, ekonomis,

mual dan pasien harus

tidak perlu steril

dalam keadaan sadar. Obat


dapat mengalami

halus

metabolisme lintas pertama


dan absorbsi dapat
tergganggu dengan adanya
makanan
Subkutan
Obat diinjeksikan

Pasien dapat dalam

Perlu prosedur steril, sakit

kondisi sadar atau

dapat terjadi iritasi lokal di

dibawah kulit

tidak sadar

tempat injeksi
Tidak dapat untuk obat

Sublingual
Obat terlarut
dibawah lidah dan
diabsorpsi
menembus membran

Mudah, tidak perlu


steril dan obat cepat
masuk ke sirkulasi
sistemik

yang rasanya tidak


ennak,dapat terjadi iritasi di
mulut, pasien harus sadar,
dan hanya bermanfaat
untuk obat yang sangat larut
lemak

Obat dapat
menembus kulit
Transdermal
Obat diabsorpsi
menembus kulit

secara kontinyu,
tidak perlu steril,
obat dapat langsung

Hanya efektif untuk zat


yang sangat larut lemak,
iritasi lokal dapat terjadi

ke pembuluh darah
(Priyanto, 2008)
Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya
serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah
seperti berikut:
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik


Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lama
Stabilitas obat di dalam lambung atau usus
Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rute
Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokter
Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-

macam rute
g) Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.
Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya
obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek
terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik.

Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah,
sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.
ABSORPSI
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran
cerna (umlut sampai dengan rectum), kulit, paru,otot, dan lain lain. Yang terpenting
adalah cara pemberian obat per oral dengan cara ini tempat absorbs utama adalah
usus halus karena memiliki permukaan absorbsi yang sangat luas, yakni 200m 2.
(Anonim,2007)
Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat per
oral, karena mudah, aman, dan murah . Dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah
usus halus, karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni
200m2. Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan
didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada
saluran cerna.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses absorbsi obat pada saluran
cerna antara lain:
1) Bentuk Sediaan
Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan
yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan
jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan.
2) Sifat Kimia dan Fisika Obat
Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat
mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal atau

polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi
proses absorpsi. Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan
mudah larut dalam lemak.
3) Faktor Biologis
Antara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran
cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya
pembuluh darah pada tempat absorpsi.
4) Faktor Lain-lain
Antara lain umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan
adanya penyakit tertentu.
Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi
bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari
tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme
oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organorgan tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama
obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual,
rektal, atau memberikannya bersama makanan.
Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang
dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa
dilakukan saat pasien koma.

Pemberian obat di bawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam
lemak, karena luas permukaan absorbsinya kecil sehingga obat harus melarut dan
diabsorbsi dengan sangant cepat, karena darah dari mulut langsung ke vena kava

superior dan tidak melalui vena porta, maka obat yang diberikan sublingual ini tidak
mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati.(Anonim,2007)
Pada pemberian obat melalui rektal misalnya untuk pasien yang tidak sadar
atau muntah, hanya 50% darah dari rectum yang melalui vena porta, sehingga
eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, adsorpsi obat melui
rectum sering kali tidak teratur dan tidak lengkap dan banyak obat menyebabkan
iritasi rectum.(Anonim,2007)

HUBUNGAN ANTARA HEWAN UJI DENGAN MANUSIA


Peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kesehatan
dibarengi dengan peningkatan kebutuhan akan hewanuji terutama mencit.
Penggunaan mencit ini dikarenakan relatif mudah dalam penggunaanya, ukurannya
yang relatif kecil, harganya relatif murah, jumlahnya peranakannya banyak yaitu
sekali melahirkan bisa mencapai 16-18 ekor, hewan iotu memiliki sistem sirkulasi
darah yang hampir sama dengan manusia serta tidak memiliki kemampuan untuk
muntah karena memiliki katup dilambung. Sehingga banyak digunakan untuk
penelitian obat (Marbawati, 2009).
Perbedaan antara tikus dan manusia cukup besar. Memang suatu percobaan
farmakologi maupun toksikologi hanya dapat berarti bila dilakukan pada manusia
sendiri. Tetapi pengalaman telah membuktikan bahwa hasil percobaan farmakologi
pada hewan coba dapat diekstrapolasikan pada manusia bila beberapa spesies hewan
pengujian menunjukkan efek farmakologi yang sama.(Anonim,2007)
Ditinjau dari system pengelolaannya atau cara pemeliharaannya, dimana
factor keturunan dan lingkungan berhubungan dengan sifat biologis yang terlihat /
karakteristik hewan percobaan, maka ada 4 golongan hewan yaitu:
Hewan Liar
Hewan yang konvensional, yaitu hewan yang dipelihara secara terbuka

Hewan yang bebas kuman spesifik pathogen, yaitu hewan yang dipelihara dengan
system barrier ataut ertutup
Hewan yang bebas sama sekali dari benih kuman, yaitu hewan yang dipelihara
dengan system isolator(Sulaksono,M.E.,1992).
Semankin meningkat cara pemliharaan, semakin sempuran pula hasil percobaan
yang dilakukan. Dengan demikian, apabila suatu percobaan dilakukan dengan hewan
percobaan yang liar, hasilnya akan berbeda bila menggunakan hewan percobaan
konvensional ilmiah maupun hewan yang bebas kuman.( Sulaksono,M.E.,1992).

CARA MEMEGANG HEWAN ATAU HANDLING


Masih dalam rangka pengelolaan hewan percobaan secara keseluruhan, cara
memegang hewan perlu diketahui. Cara memegang hewan dari masing-masing jenis
hewan adalah berbeda beda dan ditentukan oleh sifat hewan, keadaan fisik (besar
atau kecil) serta tujuannya.
Kesalahan dalam caranya akan dapat menyebabkan kecelakaan atau hips
ataupun rasa sakit bagi hewan (iniakan menyullitkan dalam melakukan penyuntikan
atau

pengambilan

darah)

dan

juga

bagi

orang

yang

memegangnya.

( Sulaksono,M.E.,1992)

INJEKSI
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, serbuk yang
harus dilakukan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan secara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput
lendir.

Pemberian injeksi merupakan prosedur infasif yang harus dilakukan dengan


teknik steril. Pada umumnya injeksi dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat
proses penyerapan atau absorpsi obat untuk mendapatkan efek obat yang cepat.

ALAT DAN BAHAN


ALAT
-

Alat suntik 1 ml ( jarum oral )


Jarum suntik n0.26,3/4-1 inchi (subkutan )
Jarum suntik no.27,3/4-3 inchi (intravena, intraperitoneal )
Jarum suntik no.26,1/2 inchi ( intramuscular )
Kateter logam (rectal )

BAHAN
-

Mencit putih jantan


Glibenclamide 5 mg/70 kg BB ( oral, subcutan, intraperitoneal )
Ibuprofen 400 mg/70 kg BB ( oral, subcutan, intraperitoneal )

PROSEDUR KERJA
1.
2.
3.
4.

Ibuprofen 400 mg/70 kg BB ( intraperitoneal )


Mencit ditimbang
Mencari dosis dan konsentrasi untuk mencit
Berat tablet ditimbang, kemudian digerus
Menghitung bagian tablet yang ditimbang (x)
C (mg) = Dosis obat manusia (mg)
X (g)
berat tablet (g)
5. Pembuatan suspense 10 ml

6. Pemberian obat dengan cara tengkuk mencit dipegang sedemikian sehingga


posisi abdomen lebih tinggi dari pada kepala. Larutan obat yang telah dibuat
disuntikkan kedalam abdomen kebawah dari mencit sebelah garis misdagital
7. Diamati selama 30 menit

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Dosis untuk mencit = 400 mg/70 kg BB x 0.0026 = 1.04 mg/20 g = 52 mg/kg
BB
C = 0.018 kg x 52 mg/kg BB
0.18 ml
= 5.2 mg/ml
= 52 mg/10 ml

10

Berat tablet yang di timbang


X = 52 mg/kg BB x 0.5318 g
400 mg/70 kg BB
= 0.069 mg
Na.CMC 1% = 1/100 x 10 ml = 0.1 g
Air untuk suspense = 20 x 0.1 = 2 ml

Pengamatan efek obat terhadap mencit


-

Awalnya diam
Menit ke 4 mencari tempat bersandar
Menit ke 5 gatal-gatal
Menit 11 mengantuk
Menit 17 gatal pada bagian yang disuntikan
Menit 18 gatal pada bagian mulut
Menut 21 gatal pada bagian telinga
Menit 30 mencit kembali aktif

PEMBAHASAN
Praktikum kali ini mempalajari tentang rute-rute pemberian obat dan
pengaruh cara pemberian obat terhadap absorpsi obat dalam tubuh. Pada dasarnya
rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk kedalam
tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau kemungkinan timbulnya
efek yang merugikan. Dalam hal ini, alat uji yang digunakan adalah tubuh hewan (uji
in vivo). Mencit dipilih sebagai hewan uji karena proses metabolisme dalam
tubuhnya berlangsung cepat sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek
pengamatan.
Cara pemberian obat dilakukan dengan cara intraperitoneal (injeksi yang
dilakukan pada rongga perut). Cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan
infeksi. Keuntungan adalah obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan
diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.

11

pemberian obat dengan cara Intraperitoneal waktu timbulnya efek lebih


cepat dibandingkan dengan rute pemberian obat secara subkutan dan intravena. Hal
ini dikarenakan obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium akan diabsorpsi
cepat, sehingga reaksi obat akan cepat terlihat.
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan pemberian obat secara
intaperitoneal, ketika disuntikan Ibuprofen mecit terlihat langsung terlihat tenang.
Setelah empat menit kemudian mencit terlihat sangat peka terhadap ibuprofen, yaitu
mencit terlihat mencari tempat untuk bersandar, tidak tegak walaupun di beri
rangasangan nyeri. Setelah menit ke lima mencit terlihat gatal-gatal. Kemudian, pada
menit ke sebelas mencit terlihat mengantuk dan tidur. Pada menit ke tujuh belas
mencit mengalami gatal pada bagian yang disuntikkan, kemudian pada menit delapan
belas mencit gatal pada bagian mulut, serta gatal pada bagian telinga pada menit ke
dua puluh satu. Pada menit ke tiga puluh mencit kembali aktif dikarenakan efek dari
Ibuprofen telah habis.
Pada percobaan yang kami lakukan, banyak terjadi kesalahan-kesalahan
sehingga efek yang dihasilkan tidak sesuai dengan literatur. Hal ini dikarenakan cara
penyuntikan yang salah dan pengambilan volume injeksi obat yang tidak sesuai.
Selain itu, disebabkan juga karena kami disini belum begitu mahir dalam melakukan
penyuntikan sehingga efek yang dihasilkan tidak sesuai.

12

KESIMPULAN
Dari semua psroses percobaan diperoleh kesimpulan diantaranya :
o Perlakuan dan Penanganan mencit dapat dilakukan secara baik dengan
memperhatikan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kondisi
hewan uji coba tersebut
o Karakter mencit cenderung penakut dan lebih suka berkumpul dengan sesama.
Pergerakannnya lebih banyak dibandingkan dengan tikus dan lebih susah
o
o
o
o

ditangani ketimbang tikus.


Rute pemberian obat dilakukan dengan cara intraperitoneal
Onset of action dari rute pemberian obat secar IP lebih cepat.
Duration of action dari rute pemberian obat secara IP lebih panjang (lama).
Kesalahan penyuntikan dapat menyebabkan ketidaktepatan dosis yang

diberikan kepada hewan uji, sehingga hasil yang diperoleh pun tidak akurat.
o Dari data data hasil praktikum kelompok I, II, III, IV, V dan VI didapat
kesimpulan bahwa pemberian obat secara

13

Intraperitoneal lebih cepat

memberikan efek dibandingkan dengan pemberian obat secara oral dan


subcutan.

JAWABAN PERTANYAAN
1. Jelaskan tentang cara-cara pemberian obat
Jawaban :
Intravena
Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena,
onset of action cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang
menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu
untuk obat yang waktu-paruhnya (t1/2) pendek) (Joenoes, 2002).
Intravena (i.v), yaitu disuntikkan ke dalam pembuluh darah. Larutan dalam
volume kecil (di bawah 5 ml) sebaiknya isotonis dan isohidris, sedangkan volume
besar (infuse) harus isotonis dan isohidris.
o Tidak ada fase absorpsi, obat langsung masuk ke dalam vena, onset of action
segera.
o Obat bekerja paling efisien, bioavilabilitas 100%
o Obat harus berada dalam larutan air, bila emulsi lemak partikel minyak tidak
boleh lebih besar dari ukuran partikel eritrosit, sediaan suspensi tidak banyak
terpengaruh

14

o Larutan hipertonis disuntikkan secara lambat, sehingga sel-sel darah tidak banyak
berpengaruh.
o Zat aktif tidak boleh merangsang pembuluh darah, sehingga menyebabkan
hemolisa seperti saponin, nitrit, dan nitrobenzol.
o Sediaan yang diberikan umumnya sediaan sejati.
o Adanya partikel dapat menyebabkan emboli.
o Pada pemberian dengan volume 10 ml atau lebih, sekali suntik harus bebas
pirogen.
Keuntungan rute ini adalah:
jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan

banyak digunakan IV daripada melalui SC


cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat
efek sistemik dapat segera dicapai
level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan
kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin
dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.

Kerugiannya adalah meliputi :


gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam
sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar
perkembangan potensial trombophlebitis
kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik
injeksi septik, dan
pembatasan cairan berair.
Intramuskular
Intramuskular (IM) (Onset of action bervariasi, berupa larutan dalam air
yang lebih cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat
dalam sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat
tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil partikel,
semakin cepat proses absorpsi) (Joenoes, 2002).

15

Intramuskular (i.m), yaitu disuntikkan ke dalam jaringan otot, umumnya di


otot pantat atau paha.
o Sediaan dalam bentuk larutan lebih cepat diabsorpsi daripada susupensi pembawa
o
o
o
o

air untuk minyak.


Larutan sebaiknya isotonis.
Onset bervariasi tergantung besar kecilnya partikel
Sediaan dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi.
Zat aktif bekerja lambat (preparat depo) serta mudak terakumulasi, sehingga dapat

menimbulkan keracunan.
o Volume sediaan umumnya 2 ml sampai 20 ml dapat disuntikkan kedalam otot
dada, sedangkan volume yang lebih kecil disuntikkan ke dalam otot-otot lain.
Subkutan
Subkutan (SC) (Onset of action lebih cepat daripada sediaan suspensi,
determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi
penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah lokal sehingga difusi obat
tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu
enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan) (Joenoes, 2002).
Subkutan atau di bawah kulit (s.c) yaitu disuntikkan kedalam tubuh melalui
bagian yang sedikit lemaknya dan masuk ke dalam jaringan di bawah kulit; volume
yang diberikan tidak lebih dari 1 ml.
o Larutan sebaiknya isotonis dan isohidris
o Larutan yang sangat menyimpang isotonisnya dapt menimbulkan rasa nyeri atau
nekrosis dan absorpsi zat aktif tidak optimal.
o Onset of action obat berupa larutan dalam air lebih cepat dari pada sediaan
suspensi.
o Determinan kecepatan absorpsi ialah total luas permukaan tempat terjadinya
penyerapan.
o Absorpsi obat dapat diperlambat dengan menambahkan Adrenaline (cukup
1:100.000-200.000) yang menyebabkan konsentriksi pembuluh darah local,

16

sehiongga difusi obat tertahan atau diperlambat. contohnya injeksi Lidokaine


Adrenaline untuk cabut gigi.
o Sebaliknya, absorpi obat dapat dipercepat dengan penambahan hyaluronidase,
suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan yang
menuyebabkan penyebaran dipercepat.
o Bila ada infeksi, maka bahayanya lebih besar dari pada penyuntikkan ke dalam
pembuluh darah karena pada pemberian subkutan mikroba menetap di jaringan
dan membentuk abses.
o Zat aktif bekerja lebih lambat dari pada secar i.v.
o Pemberian s.c dalam jumlah besar dikenal dengan nama Hipodermoklise.
Intratekal
Intratekal (berkemampuan untuk mempercepat efek obat setempat pada
selaput otak atau sumbu serebrospinal, seperti pengobatan infeksi SSP yang akut)
(Anonim, 1995).
intraperitonial
Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada manusia karena bahaya (Anonim,
1995).Disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan
lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme
serempak sehingga durasinya agak cepat.

2. Jelaskan factor-faktor apa saja yang mempengaruhi efek dari suatu obat
Jawab :
Bentuk Sediaan
Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak
langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan
yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan
jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan.

17

Sifat Kimia dan Fisika Obat


Bentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat
mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal atau
polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi
proses absorpsi [2]. Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan
mudah larut dalam lemak.
Faktor Biologis
Antara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran
cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya
pembuluh darah pada tempat absorpsi.
Faktor Lain-lain
Antara lain umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan
adanya penyakit tertentu.

18

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1993, Farmasetika, Yogyakarta : Gadjah mada University Press
Marbawati , Dewi., dan Bina Ikawati, Kolonisasi Mus musculus albino Di
Laboratorium loka Litbang P2B2 Banjarnegara, Balaba Vol. 5, No.01
Priyanto, 2008, Farmakologi Dasar Edisi II, Depok: Leskonfi
Tim Penyusun, 2007, Farmakologi dan Terapi Edisi V, Jakarta : Departemen
Farmakologi FKUI
Sulaksono, M.E.,1987, Peranan,Pengelolaan dan pengembangan Hewan
Percobaan , Jakarta
http://www.wartamedika.com/2008/02/obat-diazepam-valium.html
diakses pada tanggal 30 Maret 2010, pada pukul 16:43 PM
http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=29839
diakses pada tanggal 30 Maret 2010, pada pukul 16:43 PM

19

Anda mungkin juga menyukai