Anda di halaman 1dari 27

DASAR ENZIMOLOGI

https://gedangmatikenekvirus.wordpress.com/enzimologi-dasar/
Enzimologi Dasar

Surakarta, 07 Februari 2014


Salam I.M.A.J.I.N.A.S.I!!! tidak ada enzim, tidak ada kehidupan. Begini, Enzim, DNA,
karbohidrat, fosfolipid dan semua molekul sel yang kaya energy potensial. Di dalam sel,
Apa yang mencegah molekul ini secara spontan dipecah menjadi lebih sederhana, molekul
rendah energy? karena adanya bukit energy yang harus dilewati sebelum reaksi kimia dapat
terjadi. Energi harus diserap untuk diubah atau pelemahan ikatan dalam molekul reaktan
sehingga menjadikannya mudah dipecah dan ikatan baru dapat terbentuk. Bukit energy ini
merupakan kumpulan energy, yang disebut energy aktivasi (EA). Reaktan ni harus diserap
untuk menjadi aktif dan memulai reaksi kimia.
Skema 1 bagian kiri, mengambarkan konsep EA dengan analogi bola yang menglinding .
Dengan dorongan, bola dapat menglinding. Bola yang menglinding ini seperti molekul
reaktan pada reaksi kimia. Menglinding menuju sisi lainya menjadi sepeti molekul produk.
Bukit yang harus dilewati seperti EA pada reaksi kimia. Perhatikan bahwa jumlah molekul
bola sebelah kiri lebih banyak daripada yang kanan. Karena bagian kiri terletak pada posisi
paling tinggi, maka bola-bola tersebut memiliki energi potensial lebih banyak dari pada
bagian kanan. Walaupun bola berada pada posisi rendah (energy rendah), masih membtuhkan
energy ekstra untuk bisa melewati bukit (EA).

Skema 1. Analogi bukit energi dan peran enzim


Dorongan bola beragam, tergantung banyak sedikitnya energy yang diperoleh. Seberapa
tinggi dan seringnya dorongan bola melewati bukit tersebut. Pada kondisi tertentu dorongan
bola bisa sangat tinggi melewati bukit dan menghasilkan produk. Namun, prosesnya
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bola reaktan signifikan mencapai bagian kanan
(produk).
Kejadian diatas menjadi dilemma, tatkala sebagain besar reaksi esensial metabolism harus
terjadi secepat dan setepat-tepatnya untuk keberlangsungan sel. Bagaimana reaksi spesifik
dapat terjadi ketika sel sangat memerlukannya dengan melewati bukit energy? Satu cara
untuk mempercepat reaksi adalah dengan penambahan panas (dorongan tinggi dengan
pemanasan). Tetapi memanaskan sel akan mempercepat semua reaksi bukan reaksi yang
spesifik. Selain itu terlalu banyak panas dapat menyebabkan denaturasi protein dan
membunuh sel.
Solusinya terletak pada kemampuan khusus enzim. Enzim merupakan molekul protein yang
fungsinya sebagai katalis biologi dengan meningkatkan laju reaksi tanpa merubah enzim

menjadi molekul yang berbeda. Enzim tidak memberikan energi pada reakasi selular, namun
mempercepat reaksi dengan merendahkan bukit EA. Tanpa enzim, reaksi metabolic akan
terjadi sangat pelan untuk menjaga kehidupan.
Pada skema 1 bagian kanan, mensimbolkan 2 reaksi kimia yang sama dengan skema bagian
kiri, namun disini dikatalisis oleh enzim. Pengaruh enzim tersebut adalah menurunkan bukit
energi sehingga menyebabkan bola dengan sedikit energy dorongan dapat menyebrang.
Hasilnya, dengan waktu tertentu lebih banyak bola yang menyebrang menjadi produk
daripada tanpa enzim sama sekali.
Pada skema 2, menunjukkan grafik pengaruh enzim pada reaksi yang dikatalisis. Kurva biru
mewakili perjalanan reaksi tanpa enzim. Bukit EA lebih tinggi daripada reaksi yang
dilakukan dengan enzim (kurva merah). Perhatikan bahwa perubahan jaring pada energy
dari awal sampai akhir, analog dengan perbedaan tinggi dua ruang pada model bola
menglinding, sama dengan kedua kurva. Katalis reaksi metabolism dalam sel dengan enzim
adalah isensial bagi sel.

Skema 2. Pengaruh enzim terhadap Energi Aktivasi (EA)


Sebagai molekul protein, enzim berbentuk 3 dimensi yang unik dan bentuk tersebut dapat
menentukan reaksi kimia yang enzim katalis. Reaktan spesifik dimana enzim bekerja disebut
substrat enzim. Substrat masuk kedalam daerah enzim yang disebut sisi aktif. Sisi aktif
bercirikan kantung atau lekukkan yang terdapat pada permukaan enzim. Enzim itu spesifik
karena sisi aktif hanya cocok pada satu jenis molekul subtract. Jadi, banyak macam enzim
untuk mengkatalisis semua reaksi dalam sel.
Saat subtract terikat dengan enzim, sisi aktif berubah bentuk sedikit sehingga mendekap
substrat dengat kuat seperti berjabat tangan. Teori Induced fit mengencangkan ikatan substrat
atau menempatkan gugus kimia sisi aktif pada posisi untuk mengkatalisis reaksi. Pada reaksi
dapat melibatkan dua atau lebih reaktan. Tempat aktif mengikat substrat pada orientasi yang
tepat untuk terjadinya reaksi.
Pada skema 3, mengilustrasikan siklus katalisis enzim. Enzim sukrase dimana mengkatalisis
hidrolisis sukrosa (gula meja) menjadi glukosa dan fruktosa (sebagian enzim memiliki
akhiran nama ase dan banyak dinamai berdasarkan nama subtract). 1. Sukrase memulai
dengan sisi aktif yang kosong. 2. Sukrosa memasuki sisi aktif, menempel melalui ikatan yang
lemah. Melalui mekanisme Induced fit mengubah molekul sukrosa. 3. Ikatan yang lemah itu
bereaksi dengan air, dan substrat dikonversi (hidrolisis) menjadi glukosa dan fruktosa. 4.
Enzim melepaskan produk dan kembali kebentuk semula. Sisi aktif sekarang tersedia untuk
molekul subtract lainnya, dan memulai siklus baru lagi. Enzim tunggal dapat bereaksi
dengan ribuan atau jutaan molekul substrat per detik.

Skema 3. The catalytic cycle of an enzyme


Sama halnya dengan semua protein, struktur enzim dan bentuk sangat ensensial terhadap
fungsinya. Bentuk enzim dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Untuk setiap enzim,
kondisi yang tempat dapat menjadikannya paling efektif. Suhu sendiri dapat mempengaruhi
gerakan molekul dan suhu optimal enzim menghasilkan laju tinggi kontak antara molekul
reaktan dan sisi aktif enzim. Suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi enzim, mengubah
bentuk spesifik 3 dimensinya dan menghancurkan fungsinya. Sebagian besar enzim
manusia bekerja baik pada suhu 35-40 oC mendekati suhu normal tubuh. Beberapa bakteri
yang hidup pada mata air panas, walaupun mengandung enzim yang optimal pada suhu 70
oC atau yang lebih tinggi.
Konsentrasi garam dan pH juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim. Beberapa enzim dapat
toleran terhadap larutan garam ekstrim karena ion garam bereaksi dengan beberapa iktan
kimia yang menjaga struktur protein. Sama halnya dengan ketika kelebihan ion hydrogen
yang ada pada pH rendah. pH optimal untuk sebagian besar enzim itu mendekati normal
dengan kisaran 6-8. Keluar dari kisaran tersebut, aksi enzim dan kimia normal untuk fungsi
sel akan terganggu. Pada beberapa lokasi didanau yang terkena hujan asam dimana
menyebabkan lingkungan perairan menjadi asam sehingga organisme akuatik akan
terpengaruhi.
Kebanyakan enzim tidak akan berfungsi tanapa bantuan molekul nonprotein disebut
cofactor. Cofaktor dapat berupa substansi anorganik, seperti ion zink, besi, atau tembaga.
Jika kofaktor berupa molekul organic disebut koenzim. Kebanyakan koenzim terdiri dari
vitamin atau vitamin sendiri. Contohnya, vitamin B16 merupakan coenzim yang diperlukan
enzim untuk mengkonversi satu asam amino ke molekul lainnya.
Senyawa kimia yang memboikot aktivitas enzim disebut inhibitor. Jika inhibitor melekat
pada enzim melalui ikatan kovalen maka penghambatan bersifat irreversible/ tidak dapat
balik. Toksin dan racun merupakan inhibitor irreversible. Penghambatan dapat reversible
ketika ikatan lemah, seperti ikatan hydrogen, pada pelekatan inhibitor dan enzim.
Terdapat dua tipe inhibitor enzim. Pertama, inhibitor kompetitif yang mirip dengan
subtract normal enzim dan bersaing dengan substrat untuk mendapatkan sisi akti pada enzim.
Seperti ditunjukkan pada skema 4, menunjukkan kompetitif inhibitor mengurangi
produktivitas enzim melalui pemboikotan subtract untuk memasuki sisi aktif. Tipe
penghambatan ini dapat dicegah dengan penambahan konsentrasi molekul substrat sehingga
membuat sisi aktif enzim terpenuhi semua.

Skema 4. Bagaimana inhibitor enzim memboikot ikatan subtrat dengan enzim


Kedua, inhibitor kompetitif , tidak memasuki sisi aktif, namun terikat pada enzim ditempat
lainnya sehingga perekatan ini mengubah bentuk enzim. Perubahan ini mengakibatkan sisi
aktif tidak lagi cocok dengan substrat.
Inhibitor tidak selalu merugikan, faktanya, penghambatan enzim merupakan mekanisme
penting untuk pengaturan metabolism sel. Kebanyakan reaksi kimia pada sel terorganisasi
dalam jalur metabolism dimana molekul spesifik dirubah melalui tahapan dan setiap tahap
dikatalisis oleh enzim untuk menghasilkan produk tertentu. Jika sel memproduksi banyak
produk secara berlebihan, produk ini akan menjadi inhibitor pada salah satu enzim pada jalur
tersebut. Penghambatan yang singkat, sperti reaksi metabolism yang diboikot produk disebut
pengahabatan negative (feedback) dan merupakan salah satu mekanisme penting dalam
meregulasi metabolism.

Walaupun ATP dapat menghasilkan penghambatan negative, ketika suplai ATP sel lebih dari
kebutuhan, maka ATP dapat secara nonkompetitif menghambat enzim yang mengkatalis
tahap tertentu pada proses sintesis ATP
Manusia telah mengembangkan dan menggunkan inhibitor enzim baik sebagai agen
konstruksi ataupun destruksi, seperti pestisida dan obat-obatan. Dapat juga sebagai racun
yang mematikan bagi dunia. Ketika inhibitor enzim, terutama yang irreversible, dapat
mencegah enzim untuk katalisis dimana sangat krusial bagi reaksi metabolism (keracunan
organisme).
Sianida merupakan racun yang menghambat enzim yang terlibat dalam produksi ATP selama
respirasi selular. Gas saraf seperti sarin, dimana pernah dilepaskan oleh teroris di Tokyo pada
tahun 1995, merupakan molekul kecil yang berikatan secara kovalen dengan asam amino
pada sisi aktif enzim asetilkolinesterase. Enzim ini sangat vital untuk transmisi impuls saraf
dan penghambatan ini mengakibatkan paralisis fungsi vital dan kematian.
Pestisida seperti malation dan parathion toksik bagi serangga karena secara irreversible
menghambat enzim asetilkolinesterase. Agen ini dapat pula toksik terhadap hewan lainnya,
termasuk manusia (tergantung dosis yang diberikan).
Banyak antibiotic bekerja dengan cara penghambatan enzim. Pada kasus berikut, enzim
sangat isensial untuk bertahan hidup terhadap penyakit yang disebabkan bakteri. Pinicilin
menghambat enzim bakteri yang berfungsi membentuk dinding sel. Karena manusia tidak
memilki enzim ini, maka tidak ada efek bagi tubuh.
Ibuprofen dan aspirin bekerja sebagai inhibitor enzim yang menyebabkan mekanisme
nyeri. Inhibitor protease merupakan obat HIV yang menargetkan pada enzim kunci viral.
Dan banyak obat kanker merupakan inhibitor enzim yang memicu pembelahan sel. Aksi
anti-enzim toksin, pestisida, dan obat memberikan gambaran pentingnya enzim pada
kehidupan sel.
Sumber PPT: http://old.analytical.chem.itb.ac.id/coursesdata/96/Materi_kuliah/Enzimologi-11.pdf
IMOBOLISASI ENZIM: https://khairulanam.files.wordpress.com/2010/08/enzim-imobil-s2revisi.pdf

ANTIBODI MONOKLONAL
Sumber: https://moko31.wordpress.com/2010/06/27/antibodi-monoklonal/
Antibodi Monoklonal
Setelah sekian lama para ilmuwan mengeksplorasi imunoterapi kanker, akhirnya pada dekade
terakhir (menjelang tahun 2000), produk berbasis antibodi di bidang onkologi mulai
digunakan dalam tatalaksana berbagai macam kanker. Terapi antibodi monoklonal merupakan
bentuk pasif dari imunoterapi (imunoterapi pasif), karena antibodi dibuat dalam kuantitas
besar di luar tubuh. Jadi terapi ini tidak membutuhkan sistem imun pasien untuk bersikap
aktif melawan kanker.
Antibodi diproduksi secara masal dalam laboratorium dengan menggabungkan sel myeloma
(tipe kanker sumsum tulang) dari sel B mencit yang menghasilkan antibodi spesifik. Sel hasil
penggabungan ini disebut hibridoma. Kombinasi sel B yang bisa mengenali antigen khusus
dan sel myeloma yang hidup akan membuat sel hibridoma menjadi semacam pabrik produksi
antibodi yang tidak ada habisnya. Karena semua antibodi yang dihasilkan identik, berasal dari
satu (mono) sel hibridoma, mereka disebut antibodi monoklonal (disingkat MAb).

Mono: Satu

Klon: strain sel yang diturnkan dari satu sel.

Antibodi monoklonal diproduksi dari fusi sel B dan sel myeloma


membentuk hibridoma.

Antibodi monoklonal hanya mengenal satu epitop.

Apa perbedaaan antibodi poliklonal dan monoklonal?


Antibodi poliklonal adalah di dalam suatu populasi antibodi terdapat lebih dari satu macam
antibodi, atau campuran antibodi yang mengenal epitop yang berbeda pada antigen yang
sama.
Proses yang terjadi pada antibodi poliklonal:
1. Diproduksi dengan imunisasi hewan dengan antigen yang tepat.
2. Serum dari hewan terimunisasi dikumpulkan

3. Antibodi dalam serum dapat dimurnikan lebih lanjut.


4. Karena satu antigen menginduksi produksi banyak antibodi maka hasilnya
berupa polyclonal /campuran antibodi.

Antibodi Monoklonal (MAb) adalah antibodi homogen yang dengan spesifitas yang sama
diproduksi dari klon tungal dari sel yang menghailkan antibodi. Klon adalah segolongan sel
yang berasal dari satu sel karena secara gentiknya identik.

Tahapan dalam produksi antibodi monoklonal:


1. Produksi dan seleksi hibridoma yang diharapkan
2. Amplifikasi mAb dari sel hibridoma terpilih melaui produksi ascites dan
fermentasi melalui kultur sel
3. Purifikasi MAb, bisa menggunakan filtrasi, ultrasentrifugasi, dan
kromatografi afinitas
4. Proses penambahan: disebut konjugasi
5. Formulasi dan sterilisasi

Produksi dan seleksi hibridoma


Sel memiliki dua jalur dalam sintesis nukleotida yaitu jalur de novo dan jalur salvage
(penyelamatan). Sel yang dikultur in vitro bisa bertahan hidup menggunakan kedua jalur

tersebut. Jika dilakukan mutasi pada enzim yang terkait sintesis nukleotida, maka kita bisa
memanipulasi sel mamalia tersebut. HGPRT (Hipoxantin-guanin fosforibosil transferase)
merupakan enzim penting dalam jalur salvage. HGPRT mengkatalis pembentukan nukleotida
purin dari ribosa, hipoxantin, dan guanin.

Gambar 2.
Mutasi gen HGPRT bisa diseleksi dengan cara menumbuhkan sel di medium yang
mengandung 8-azoguanin (analog purin). HGPRT akan menganggap 8-azoguanin adalah
substrat dan selankutnya mengubahnya menjadi nukleotida monofosfat. Senyawa ini bersifat
berbahaya, kemudian diproses lebih lanjut dan berikatan dengan DNA dan RNA. Sehingga,
sel yang memiliki enzim HGPRT yang tumbuh pada medium yang mengandung 8-AG akan
mati.
However, enzim HGPRT adalah diperlukan pada jalur salvage (non-esensial), sedangkan jalur
de novo masih ada, jadi sel yang mengalami mutasi gen HGPRT pun tetap tumbuh. Oleh
karena itu, seleksi menggunakan 8-AG akan membunuh sel yang memiliki HGPRT tetapi
tidak akan berefek pada sel mutan HGPRT.
Apa hubungannya dengan produksi antibodi monoklonal? Sel myeloma yang nantinya akan
difusikan dengan sel penghasil antibodi, tidak mensintesis atau mensekresikan imunoglobulin
dan HGPRT. Untuk menyeleksi hibridoma yang cocok, bisa digunakan medium HAT. Obat-

obatan seperti aminopterin akan mengeblok sintesis nukleotida jalur de novo karena
aminopterin adalah analog dengan koenzim f-THFA/formyl tetrahidrofolic acid, yang penting
untuk sintesis nukleotida purin via jalur de novo. Hal ini menyebabkan adanya pengeblokan
pada jalur de novo karena kompetisi ikatan enzim dengan f-THFA. Sehingga sel akan dipaksa
menggunakan jalur salvage untuk sintesis purin.
Namun, sel myeloma sendiri adalah defisiensi enzim HGPRT dan akan mati pada media yang
mengandung aminopterin. Splenosit tidak bisa tumbuh pada medium HAT karena jangka
hidupnya yang pendek sekitar satu minggu. Sehingga, hanya hibridoma yang merupakan fusi
sel dari myeloma dengan splenosit saja yang bisa bertahan hidup pada medium HAT, induk
splenosit akan menyumbangkan enzim HGPRTnya dan sel myeloma memberikan
kemampuan untuk bisa hidup dan berkembang terus.
Dalam jangka waktu 7-10 hari, pada medium akan terdapat banyak sel-sel mati tetapi juga
terdapat beberapa koloni sel yang hidup, yaitu sel hibridoma. Hibridoma yang terbentuk ini
akan terus menerus tumbuh secara in vitro dan mensekresikan antibodi monoklonal.
Berikutnya, penting untuk skrining hibridoma mana yang menghasilkan antibodi dan mana
yang tidak. Skrining ini bisa menggunakan metode ELISA.

Sumber: http://mikrounhas.blogspot.co.id/2012/11/antibodi-monoklonal.html
A. Antibodi Monoklonal
1. Pengertian Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal adalah antibodi sejenis yang diproduksi oleh sel plasma klon sel-sel positif
sejenis. Antibodi inidibuat oleh sel-sel hibridoma (hasil fusi 2 sel berbeda; penghasil sel positif limpa dan sel
mieloma) yang dikultur. Bertindak sebagai antigen yang akan menghasilkan anti bodiadalah limpa. Fungsi
antara lain diagnosis penyakit dan kehamilan. Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel
gabungan tipe tunggal yang memiliki kekhususan tambahan. Inia dalah komponen penting dari sistem
kekebalan tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikatke antigen yang spesifik (Anonim, 2012).
Pada teknologi antibodi monklonal, sel tumor yang dapat mereplikasi tanpa henti digabungkan
dengan sel mamalia yang memproduksi antibodi. Hasil penggabungan sel ini adalah hibridoma, yang akan
terus memproduksi antibodi. Antibodi monoklonal mengenali setiap determinan yang antigen (bagian dari
makromolekul yang dikenali oleh sistem kekepalan tubuh / epitope). Mereka menyerang molekul targetnya
dan mereka bisa memilahantara epitope yang sama. Selain sangat spesifik, mereka memberikan landasan
untuk perlindungan melawan patogen.

Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti
mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur protein dan level
drug pada serum, mengenali darah dan jaringan,mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon
kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon. Kemajuan sekarang telah memungkinkan
untuk memproduksi antibodi monoklonal manusia melalui rekayasa genetika dalam jumlah yang besar
untuk digunakan dalam terapi berbagai penyakit.
2. Pembuatan Antibodi Monoklonal
Menurut Radji (2010) bahwa cara pembuatan antibodi monoklonal untuk
mendapatkan antibodi yang homogen dapat dilihat pada Gambar 1 yang pada dasarnya terdiri
dari beberapa tahap, yakni;
a. Imunisasi Mencit
1) Antigen berupa protein atau polisakarida yang berasal dari bakteri atau virus, disuntikkan
secarasubkutan pada beberapa tempat atau secara intra peritoneal.
2) Setelah 23 minggu disusul suntikan antigen secara intravena, mencit yang tanggap kebal
3)

terbaik dipilih.
Pada hari ke-12 hari suntikan terakhir antibodi yang terbentuk pada mencit diperiksa dan

diukurtiter antibodinya.
4) Mencit dimatikan dan limfanya diambil secara aseptis.- Kemudian dibuat suspensi sel limfa
untuk memisahkan sel B yang mengandung antibodi.
Cara imunisasi lain yang sering digunakan adalah imunisasi sekali suntik intralimfa
(Single-Shot Intrasplenic Immunization) Imunisasi cara ini dianggap lebih baik, karena
eliminasi antigen olehtubuh dapat dicegah.

Gambar 1. Bagan pembuatan antibodi monoklonal


(Sumber; https://www.google.com/search?
q=Bagan+pembuatan+antibodi+monoklonal&biw=1366&bih=657&tbm=isch&tbo=u&sourc
e=univ&sa=X)
b. Fusi sel kebal dan sel mieloma
1) Pada kondisi biakan jaringan biasa, sel limfa yang membuat antibodi akan cepat mati,
sedangkansel mieloma dapat dibiakkan terus-menerus. Fusi sel dapat menciptakan sel hibrid
yang terdiri darigabungan sel limfa yang dapat membuat antibodi dan sel mieloma yang dapat
dibiakkan secaraterus menerus dalam jumlah yang tidak terbatas secara in vitro.
2) Fusi sel diawali dengan fusi membran plasma sehingga menghasilkan sel besar dengan dua
ataulebih inti sel, yang berasal dari kedua induk sel yang berbeda jenis yang disebut
3)

heterokarion.
Pada waktu tumbuh dan membelah diri terbentuk satu inti yang mengandung kromosom
kedua induk yang disebut sel hibrid.
Frekuensi fusi dipengaruhi bebrapa faktor antara lain jenis medium, perbandingan
jumlah sel limpa dengan sel mieloma, jenis sel mieloma yang digunakan, dan bahan yang
mendorong

c.

timbulnya

fusi

(fusagon).

Penambahan

dimetilsulfoksida (DMSO) dapat menaikan efisiensi fusi sel.


Eliminasi sel induk yang tidak berfusi

polietilen

glikol

(PEG)

dan

Frekuensi terjadinya hibrid sel limfa-sel mieloma biasanya rendah, karena itu penting
untukmematikan sel yang tidak fusi yang jumlahnyaa lebih banyak agar sel hibrid
mempunyaikesempatan untuk tumbuh dengan cara membiakkan sel hibrid dalam media
selektif yang mengandung hyloxanthine, aminopterin, dan thymidine (HAT).
d. Isolasi dan pemilihan klon hibridoma
1) Sel hibrid dikembangbiakkan sedemikian rupa, sehingga tiap sel hibrid aka membentuk
kolonihomogen yang disebut hibridoma.
2) Tiap koloni kemudian dibiakkan terpisah satu sama lain.
3) Hibridoma yang tumbuh diharapkan mensekresi antibodi ke dalam medium, sehingga
antibodiyang terbentuk bisa diisolasi. Pemilihan klon hibridoma dilakukan dua kali, pertama
adalah dilakukan untuk memperolehhibridoma yang dapat menghasilkan antibodi, dan yang
kedua adalah memilih sel hibridomapenghasil antibodi monoklonal yang potensial
menghasilkan antibodi monoklonal yang tinggi dan stabil.
Umumnya untuk menetukan antibodi yang diinginkan dilakukan dengan cara Enzyme
Linked Immunosorbent Assay (ELISA) atau radioimmunoassay (RIA). Pemilihan klon
hibridoma dilakukan dua kali, pertama adalah dilakukan untuk memperoleh hibridoma yang
dapat menghasilkan antibodi; dan yang kedua adalah memilih sel hibridoma penghasil
antibodi monoklonal yang potensial menghasilkan antibodi monoklonal yang tinggi dan
stabil.
3. Antibodi Monoklonal Generasi Baru
Antibodi monoklonal telah banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, baik untuk
diagnostik maupun untuk pengobatan, terutama untuk mengatasi kanker tertentu. Beberapa
antibodi monoklonal yang digunakan untuk pengobatan berasal dari sel mencit atau tikus,
sehingga sering menimbulkan reaksi alergi pada pasien yang menerima terapi antibodi
monoklonal tersebut. Hal ini disebabkan karena protein mencit dikenal sebagai antigen asing
oleh tubuh pasien sehingga menimbulkan reaksi respon imun antara lain berupa alergi,
inflamasi, dan penghancuran atau destruksi dari antibodi monoklonal itu sendiri.
Untuk mengatasi masalah tersebut, beberapa peneliti telah mengembangkan
pembuatan antibodi monoklonal generasi baru, yaitu monoklonal antibodi yang sebagian atau
seluruhnya terdiri dari protein yang berasal dari manusia. Sehingga dapat mengurangi efek
penolakan oleh sistem imun pasien.
Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan antara
lain adalah :
a. Murine Monoclonal Antibodies

Antibodi ini murni didapat dari tikus dapat menyebabkan human anti mouse
antibodies (HAMA) nama akhirannya momab (ibritumomab) (Hanafi dan Syahruddin,
2012).
b. Chimaric Monoclonal Antibodies
Antibodi ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk menciptakan suatu mencit
atau tikus yang dapat memproduksi sel hibrid mencit-manusia. Bagian variabel dari molekul
antibodi, termasuk antigen binding site berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya yaitu
bagian yang konstan berasal dari manusia. Salah satu contohnya antibodi monoklonal yang
struktur molekulnya terdiri dari 67% manusia adalah Rifuximab (Radji, 2010).
c.

Humanized Monoclonal Antibodies


Antibodi ini dibuat sedemikian rupa sehingga bagian protein yang berasal dari mencit
hanya terbatas pada antigen binding site saja. Sedangkan bagian yang lainya yaitu bagian
variabel dan bagian konstan berasal dari manusia. Antibodi monoklonal yang struktur
molekulnya terdiri dari 90% manusia diantaranya adalah Alemtuzumab (Radji, 2010).

d. Fully Human Monoclonal Antibodies


Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari terjadinya
respon imun karena protein antibodi yang disuntikkan ke dalam tubuh seluruhnya merupakan
protein yang berasal dari manusia.
Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk merancang pembentukan antibodi ini
adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit transgenik yang
membawa gen yang berasal dari manusia. Sehingga mampu memproduksi antibodi yang
diinginkan (Radji, 2010).
Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu binatang transgenik yang dapat
mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang dikeluarkan oleh binatang tersebut.
Untuk lebih jelasnya struktur ke empat jenis antibodi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Jenis antibodi monoklonal

(Sumber; https://www.google.com/search?
q=Jenis+antibodi+monoklonal&biw=1366&bih=657&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=
0CAYQ_AUoAWoVChMIhe_JmaTJyAIVwSemCh0xcAn0#imgrc=s3X1CWZ4wtrj3M%3A)
4. Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal
Antibodi monoklonal menggunakan mekanisme kombinasi untuk meningkatkan efek
sitotoksik sel tumor. Mekanisme komponen sistem imun adalah antibody dependent cellular
cytotoxicity (ADCC), complement dependent cytotoxicity (CDC), mengubah signal transduksi
sel tumor atau menghilangkan sel permukaan antigen. Antibodi dapat digunakan sebagai
target muatan (radioisotop, obat atau toksin) untuk membunuh sel tumor atau mengaktivasi
prodrug di tumor, antibody directed enzyme prodrug therapy (ADEPT). Antibodi monoklonal
digunakan secara sinergis melengkapi mekanisme kerja kemoterapi untuk melawan tumor
(Hanafi dan Syahrudin, 2012).
a. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)
Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika antibodi mengikat antigen
sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc pada permukaan sel imun efektor.
Interaksi Fc reseptor ini berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada
pemilihan suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas tapi
diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK).
Struktur Fc domain dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan interaksi dengan
Fc reseptor. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons
klinis secara langsung menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan
menginduksi respons sel T tumor.
Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor melalui Fc reseptor
permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan perforin dan granzymes untuk
menghancurkan sel tumor (gambar 5a). Sel - sel yang hancur ditangkap antigen presenting
cell (APC) lalu dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan antibodi kemudian
antibodi ini akan berikatan dengan target antigen (gambar 5b-d). Sel cytotoxic T lymphocytes
(CTLs) dapat mengenali dan membunuh sel target antigen (Gambar 3).

Gambar 3. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)


(Sumber: https://www.google.com/search?q=Antibody+dependent+cellular+cytotoxicity+
%28ADCC
%29&biw=1366&bih=657&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAYQ_AUoAWoVChM
IpdaPw6TJyAIVpCOmCh2-qQp6#imgrc=JATpZOJCRkNoYM%3A)
b. Complement dependent cytotoxicity (CDC)
Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan mengawali
kaskade komplement. Complement dependent cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode
pembunuh sel tumor yang lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada
CDC melalui jalur klasik aktivasi komplemen (Gambar 4a). Formasi kompleks antigen
antibodi merupakan komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga memicu komplemen
protein lain untuk mengawali penglepasan proteolitik sel efektor kemotaktik / agen aktivasi
C3a dan C5a (Gambar 4b). Kaskade komplemen ini diakhiri dengan formasi membrane
attack complex (MAC) (Gambar 4c) sehingga terbentuk suatu lubang pada sel membran.
Membrane attack complex (MAC) memfasilitasi keluar masuknya air dan Na ++ yang akan
menyababkan sel target lisis (Gambar 4d)

Gambar 4. Complement Dependent Cytotoxicity (CDC)


Sumber: https://www.google.com/search?q=Complement+Dependent+Cytotoxicity+
%28CDC
%29&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChMI_J6m9r_XyAIVRT6O
Ch36Ow1m&biw=1366&bih=657#imgrc=ZVR3U1pnMup7iM%3A
c.

Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)


Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT) menggunakan antibodi
monoklonal sebagai penghantar untuk sampai ke sel tumor kemudian enzim mengaktifkan
prodrug pada tumor, hal ini dapat meningkatkan dosis active drug di dalam tumor. Konjugasi
antibodi monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor (Gambar 5a)
kemudian zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi antibodi
monoklonal dan enzim permukaan sel tumor (Gambar 5b-c) akhirnya inaktivasi prodrug
terpecah dan melepaskan active drug di dalam tumor (Gambar 5d).

Gambar 5. Antibodi Directed Enzyme Prodrug Therapy (ADEPT)


Sumber: https://www.google.com/search?
q=Antibody+Directed+Enzyme+Prodrug+Therapy+%28ADEPT
%29&biw=1366&bih=657&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAYQ_AUoAWoVChM
I9YnLr8DXyAIVQRmOCh2aFAvS#imgrc=gWDBJRsN7FG2GM%3A

5. Rintangan Keberhasilan Terapi Antibodi Monoklonal


Distribusi antigen sel ganas sangat heterogen sehingga beberapa sel dapat mengenali
antigen tumor dan sel lainnya tidak. Densiti antigen bervariasi bila rendah antibodi
monoklonal tidak efektif. Aliran darah tumor tidak selalu optimal bila antibodi monoklonal
dihantarkan melalui darah maka sulit untuk mengandalkan terapi ini. Tekanan interstisial
yang tinggi dalam tumor dapat mencegah ikatan dengan antibodi monoklonal. Antigen tumor
selalu dilepaskan sehingga antibodi mengikat antigen bebas dan bukan sel tumor. Antibodi
monoklonal diperoleh dari sel tikus kemungkinan masih ada respons imun antibodinya yang
disebut respons human anti mouse antibodies (HAMA). Respons ini tidak hanya menurunkan
kemanjuran terapi antibodi monoklonal tapi juga menyisihkan kemungkinan terapi ulangan.
Reaksi silang antibodi monoklonal dengan antigen jaringan normal jarang sehingga aplikasi

antibodi monoklonal memberikan hasil yang baik pada keganasan hematologi dan tumor
soliter walaupun terdapat beberapa rintangan
6. Imunoterapi
Imunoterapi (IT) atau densitisasi atau hiposensitasi adalah pemberian ekstrak alergen
kepada penderita alergi yang jumlahnya secara perlahan ditingkatkan dengan tujuan
menghilangkan gejala yang ditimbulkan pejanan dengan alergen yang merupakan penyebab
penyakit. Pemberian antigen spesifik berulang kepada penderita dengan penyakit alergi
diharapkan akan memberikan proteksi terhadap gejala dan terjadinya inflamasi (Anonim,
2012).
Imunoterapi

yang

merupakan

teknik

pengobatan

baru untuk

kanker, yang

mengerahkan dan lebih mendayagunakan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi kanker.
Karena hampir selalu menggunakan bahan-bahan alami dari makhluk hidup, terutama
manusia, maka imunoterapi sering juga disebut bioterapi atau terapi biologis.
Imunoterapi kanker berupaya membuat sistem kekebalan tubuh mampu mengalahkan
keganasan sel-sel kanker, dengan cara meningkatkan/mengarahkan reaksi kekebalan tubuh
terhadap sel kanker, atau mengembalikan kemampuan tubuh dalam menaklukkan kanker
(body response modifiers BRM). Imunoterapi dapat dilakukan secara aktif atau pasif untuk
menstimulasi respon imun spesifik dan nonspesifik pada penderita kanker.
a. Imunoterapi Pasif
Imunoterapi secara pasif dilakukan dengan cara mentransfer antibodi dan sel-selimun
ke dalam tubuh penderita. Beberapa antibodi spesifik atau antibodi monoklonal yang mampu
bereaksi dengan antigen spesifik berbagai jenis sel kanker dapat digunakan untuk terapi
kanker. Antibodi monoklonal tersebut akan berikatan dengan antigen yang terdapatpada
permukaan sel tumor atau sel kanker dan mengaktifkan sistem komplemen,sehingga
menyebabkan sitolisis. Disamping itu reseptor yang terikat pada bagian Fc dari antibodi dapat
merangsang sel-sel efektorseperti sel NK, makrofag dan granulosit untuk menangkap
kompleks antigen antibodi pada permukaan sel tumor,sehingga dapat membunuh sel tumor
melalui antibody-dependent cell-mediated cytotoxicity (Radji, 2010).
Berbagai jenis antibodi monoklonal telah dikembangkan beberapa diantaranya telah
disetujui penggunaannya oleh FDA untuk mengobati beberapa jenis kanker, dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa jenis antibodi monoklonal yang digunakan untuk antikanker

Sumber:

https://www.google.com/search?

q=Tabel+Beberapa+jenis+antibodi+monoklonal+yang+digunakan+untuk+antikanker&biw=1
366&bih=657&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAYQ_AUoAWoVChMIkO6w6sDX
yAIVTBiOCh36xAuV#imgrc=TXwk8MZJ2S536M%3A
Walaupun demikian, terdapat beberapa masalah dengan penggunaan imunoterapi
antara lain adalah;
1) Antibodi yang digunakan kurang efisien karena sel tumor terasosiasi dengan MHC kelas 1.
2) Sel tumor dapat menutup antigen sehingga terjadi kompleks antigen antibodi. Dengan
3)

demikian sel-sel kekebalan tidak dapat menghancurkan sel tumor.


Antibodi kemungkinan terikat secara tidak spesifik pada sel-sel kekebalan, tidak dapat
berikatand engan sel tumor, sehingga tidak dapat merangsang sistem komplemen untuk
mengahancurkan sel tumor.
Penggunaan antibodi monoklonal untuk terapi kanker dibagi dalam 2 tipe, yaitu;

1) Naked Monoclonal Antibodies (Antibodi monoklonal murni)


Antibodi monoklonal yang penggunaannya tanpa dikombinasikan dengan senyawa
lain. Antibodi monoklonal murni mengikatkan diri pada antigen spesifik yang dimiliki oleh
sel-sel kanker sehinggad apat dikenali dan dirusak oleh sistem imun tubuh. Selain itu antibodi
monoklonal dapat mengikatkan diri pada suatu reseptor, dimana molekul-molekul
pertumbuhan untuk tidak dapat berinteraksi dengan sel kanker, maka antibodi monoklonal
dapat mencegah pertumbuhan sel kanker. Biasanya diberikan secara intravena dan efek
sampingnya lebih ringan dari kemoterapi.
Beberapa antibodi monoklonal yang bekerja dengan cara tersebut diantaranya adalah;
a)

Trastuzumab (Herceptin), digunakan untuk terapi kanker payudara stadium lanjut.


Trastuzumab menyerang protein HER2 (merupakan protein yangterdapat dalam jumlah besar
pada sel-sel kankerpayudara).

b)

Rituximab, digunakan untuk terapi sel B pada limfoma non-Hodgkin, bereaksi dengan

sasaran antigen CD20 yang ditemukanpada sel B.


c) Alemtuzumab, diigunakan untuk terapi B cell lymphocytic leukimia (B-CLL) kronik yang
sudah mendapat kemoterapi, Senyawa ini menyerang antigen CD52, yang terdapat pada sel B
maupun sel T.
d) Cetuximab, digunakan untuk kanker kolorektal stadium lanjut (bersamaan dengan obat
kemoterapi irinotechan) dan kanker leher dan kepala yang tidakbisa dilakukan tindakan
pembedahan. Senyawa ini ditujukan untuk protein epidermal growth factor receptors
(EGFR),dimana EFGR terdapat dalam jumlah besar pada beberapa sel kanker.
e) Bevacizumab, bekerja melawan protein Vascular Endhotelial Growth Factor (VEGF) yang
normalnya

membantu

tumor

untuk

membangun

jaringan

pembuluh

darah

baru

(angiogenesis). Senyawa ini digunakan bersama-sama dengan kemoterapi untuk terapi kanker
kolorektal metastatik.
2) Conjugated Monoclonal Antibodies (Antibodi monoklonal yang dikombinasi dengan
beberapa senyawa)
Senyawa yang dikombinasikan antara lain kemoterapi, toksin,dan senyawa radioaktif.
Antibodi monoklonal jenis ini akan beredar ke seluruh bagian tubuh sampai ia berhasil
menemukan sel kanker yang mempunyai antigen spesifik yang dikenali oleh antibodi
monoklonal. Obat ini hanya berperan sebagai wahana yang akan mengantarkan substansisubstansi obat, racun dan materi radioaktif, menuju langsung ke sasaran yakni sel-sel kanker,
namun hebatnya, ia bisa meminimalkan dosis pada sel normal untuk menghindari kerusakan
di seluruh bagian tubuh. Conjugated MAbs kadang dikenal juga sebagai "tagged," "labeled,"
atau "loaded" antibodies.
a) Chemolabeled
Chemolabeled adalah antibodi monoklonal yang dikombinasikan dengan obat
kemoterapi. Satu-satunya chemolabeled yang telah disetujui FDA untuk terapi kanker adalah
Brentuximab vedotin(Adcetris, dulu dikenal dengan nama SGN-35). Obat ini terdiri dari
antibodi yang mempunyai target antigen CD30 yang terikat kepada obat kemoterapi yang
bernama monomethyl auristatin E. Digunakan untuk terapi Hodgkin lymphoma dan
anaplasticlarge cell lymphoma yang tidak merespon terapi lain.
b) Radioimmunotherapy
Radioimmunotherapy adalah antibodi monoklonal dikombinasikan dengan senyawa
radioaktif. FDA menyetujui radioimmunotherapy pertama yang boleh digunakan adalah
Ibritumomabtiuxetan digunakan untuk terapi kanker B cell non-Hodgkin lymphoma yang
tidak berhasil dengan terapi standar. Radioimmunotherapy yang kedua adalah Tositumomab

(Bexxar) digunakan untuk tipe limfomanon-Hodgkin tertentu yang jugatidak menunjukkan


respon terhadap Rituximab (Rituxan)atau kemoterapi.
c) Immunotoksin
Immunotoksin

adalah

antibodi

monoklonal

dikonjugasikan

dengan

racun.

Imunotoksin dibuat dengan menempelkan racun yang berasal dari tanaman maupun bakteri
pada antibodi monoklonal. Berbagai racun dibuat untuk ditempelkan pada antibodi
monoklonal seperti toksin difteri, eksotoksin pseudomonas (PE40), atau yang dibuat dari
tanaman, yakni risin A dari Ricinus communis atau saporin dari Saponaria officinalis.
Salah satu imunotoksin yang mendapat persetujuan FDA untuk terapi kanker adalah
Gemtuzumab ozogamicin (Mylotarg). Obat ini mengandung racun calicheamicin. Racun ini
melekat pada antibodiyang langsung menuju sasaranantigen CD33, yang terdapat
padasebagian besar sel leukimia. Saat ini Gemtuzumab ozogamicin digunakan untuk terapi
acute myelogenous leukimia (AML)yang sudah menjalani kemoterapiatau tidak memenuhi
syarat untuk kemoterapi.
b. Imunoterapi Aktif
Imunoterapi

Secara

Aktif dilakukan

dengan

cara

memberikan

senyawa

imunopotensiasi (biological response modifiers) untuk meningkatkan respon imun terhadap


sel tumor antara lain dengan cara meningkatkan aktifitas makrofag dan sel NKserta
meningkatkan fungsi sel T. Aktivitas spesifik dilakukan dengan pemberian vaksin hepatitis B,
vaksin Human papiloma virus. Atau dengan cara non spesifik dengan imunisasi BCG dan
Corynebacterium parvum untuk merangsang aktivitas makrofag agar mampu membunuh selsel tumor (tumorsid).
Beberapa jenis biological response modifiers yang digunakan dapat dilihat pada Tabel
2.

Tabel 2. Jenis biological response modifiers yang digunakan sebagai imunoterapi


Jenis imunopotensiasi
Produk bakteri

Produk
Efek utama
BCG, P. Acnes, muramil Mengaktifkan makrofag
dipeptida,

trehalosa dan

sel

NK

Molekul sintetik

dimikolat
Piran, pirimidin

Sitokin

interferon
Interferon alfa, beta dan Mengaktifkan makrofag
gama IL-2 dan TNF

sitokin)
Menginduksi

(melalui

dan sel NK

produksi

Beberapa senyawa sitokin digunakan untuk meningkatkan fungsi imun penderita


karena pada kenyataannya beberapa senyawa sitokin mempunyai fungsi yang spesifik
terhadap komponen tertentu dari sistem imun. Jenis sitokin yang digunakan adalah;
(i)

Interleukin-2
Mengaktifkan sel T dan sel NK
Digunakan untukmengobatikarsinoma renal dan melanoma
(ii) Interferon alfa dan beta
Menginduksiekspresi MHCpada sel tumor
Digunakan untukmengobati leukimia
(iii) Interferon gama
Meningkatkanekspresi MHCkelas II
Digunakan untuk kanker rahim
(iv) Tumor necrocis factor-alpha(TNF-alfa)
Meningkatkanaktifitasmakrofag dansel-sel limfosit
Digunakan untukmembunuh sel-sel tumor

Gambar 3.
Apakah tujuan penggunaan antibodi monoklonal? Antibodi monoklonal dapat digunakan
untuk tiga tujuan berikut:
1. pemurnian reagen untuk tes atau penelitian
2. sebagai penanda pada deteksi assay
3. untuk eksperimental terapi

Aplikasi terapi dari Antibodi monoklonal


1. Induksi imunisasi pasif
2. Diagnostik imaging. Antibodi monoklonal dapat digunakan untuk melihat
protein tertentu dalam tubuh, misal antibodi monoklonal dikonjugasikan
dengan logam inert pasien yang dirontgen. Dari hasil rontgen tersebut
dapat dikenali protein tertentu yang terlibat dalam penyakit. Cara ini juga
diterapkan dalam melihat metastasis sel kanker.
3. Diagnostik molekular. Antibodi monoklonal dapat diaplikasikan untuk
identifikasi penyakit yang lebih dikenal dengan imunologikal diagnostik. Di
mana deteksi imunologik merupakan deteksi imunologik merupakan
sistem deteksi yang sensitif, spesifik, dan sederhana. Misal: membedakan
DHF dan tifus.
4. Monitoring terapi obat (untuk live-saving drug)
5. Sistem penghantaran obat (Drug delivery system/DDS)
6. Isolasi dan atau purifikasi obat baru
7. Terapi kanker.Para ahli bisa membuat antibodi monoklonal yang mampu
bereaksi dengan antigen spesifik berbagai jenis sel kanker. Dengan
ditemukannya lebih banyak lagi antigen kanker, berarti akan semakin
banyak antibodi monoklonal yang bisa digunakan untuk terapi berbagai
jenis kanker.Bila antibodi berikatan dengan antigen tumor spesifik yang
terdapat di permukaan sel, maka ia juga bisa menginduksi sel mengalami
apoptosis. Misal, rituximab mengikat dua molekul CD20, maka akan
memicu sinyal masuk kedalam sel yang akan menginduksi apoptosis. Bila
rituximab berikatan silang dengan antiantibodi, maka sinyal apoptotik
diintensifkan. Ikatan silang ini juga bisa terjadi bila antibodi terikat dengan
sel imun lainnya melalui rerseptor Fc-gamma (Fc R).

Toksin yang biasa dikonjugasikan dengan antibodi monoklonal persiapan untuk penggunaan
klinik sebagai agen antikanker:
1. ricin
2. pokeweed
3. gelonin

4. Pseudomonas endotoksin
5. Diptheria toksin
6. abrin
7. protein antiviral

Antibodi Monoklonal Generasi Baru


Terapi menggunakan antibodi monoklonal terganggu dengan munculnya beberapa masalah.
Pada eksperimen awal, terdapat reaksi alergi dari bagian asing antibodi eksperimental dari
tikus yang disebut HAMA (human anti-mouse antibody) yang mencegah digunakan lebih dari
sekali. Para ahli mengatasi masalah ini dengan membuang bagian antigen dari bagian tikus
tersebut, dengan membuat antibodi chimeric dan humanized mAB.
Chimeric mAb
Rituximab adalah antibodi monoklonal pertama yang termasuk dalam chimeric mAb.
Chimera diambil dari nama sebuah hewan mistis. Rituximab dibuat dari fusi dua sel dari
mencit dan manusia.
Humanized mAb

Antibodi monoklonal dalam bidang onkologi:

Rituxan, Herceptin, Campath, Zevalin tiuxetan, Mylotarg are full prescribing Information
Antibodi monoklonal pada B-Cell Lymphomas

Rituximab: Naked chimeric monoclonal antibody against CD20 antigen

CD20 on cell surface of most B-cell malignancies except primitive B-cell


ALL and post-mature myeloma cells

Key features of Rituximab

Chimeric anti-CD20 MoAb

Activates complement mediated cytotoxicity & Antibody Dependent


Cellular Cytotoxicity (ADCC)

Mempunyai efek anti-tumor langsung

Aktivitas sinergis dengan kemoterapi

Sensitises chemoresistant cell lines

Chimeric dan humanized antibodi (dibandingkan dengan murine Ab)


1. Menurunkan tingkat imunogenitas secara signifikan (80% 5%)
2. Waktu paruh di serum yang lebih lama (14-23 hari dibandingkan dengan
30-40 jam), sehingga frekuensi pemberian bisa dikurangi
3. Allow activation of various Fc-mediated functions eg. Activation of
complement

Anda mungkin juga menyukai