Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan Nasional kita telah beberapa kali mengalami pembaharuan
kurikulum, mulai dari kurikulum 1994 sampai kurikulum 2013 kemudian kembali
lagi ke kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau Kurikulum 2006. Hal ini
menunjukkan bahwa kurikulum sebelumnya masih belum cukup bagus untuk
menjawab permasalahan pendidikan dan tantangan kerja sekarang ini, di
antaranya berkaitan dengan masalah relevansi, atau kesesuaian antara pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Sistem Pendidikan Nasional
senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang
terjadi baik tingkat regional (lokal), nasional maupun global.
Pendidikan pada dasarnya merupakan upaya sadar untuk merubah
seseorang ataupun kelompok orang dari sejak lahir sampai menuju kedewasaan,
baik jasmani maupun rohani, dengan cara berinteraksi dengan alam dan
lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut meliputi perubahan pada pandangan
hidup, sikap hidup dan keterampilan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.
Pendidikan juga merupakan upaya sadar dan terencana untuk menjadikan peserta
didik yang mampu mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya, baik
meliputi kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keterampilan hidup,
kepribadian(pola pikir dan pola sikap), dan kecerdasan, untuk mampu menjalani
kehidupan pribadi, bermasyarakat, dan bernegara.
Permasalahan pada system pendidikan khususnya di tingkat regional dan
nasional saat ini adalah dapat di tinjau dari segi peran guru yang masih menjadi
pusat dalam pembelajaran (teacher center) dengan teknik pentransferan ilmu
semata melalui bahan ajar, tanpa melibatkan peserta didik atau menjadikan peserta
didik sebagai pusat pembelajaran (student center). Sehingga yang terjadi adalah
hasil/output peserta didik yang jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan
negara lain atau tingkat global.

Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk


pembangunan. Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan
tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan persoalan-persoalan
baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Apa jadinya bila pembangunan di
tingkat regional (lokal), nasional maupun global tidak dibarengi dengan
pembangunan di bidang pendidikan?. Walaupun pembangunan fisiknya baik,
tetapi apa gunanya bila moral SDM terpuruk. Oleh karena itu, untuk
pencegahannya,

pendidikan harus dijadikan salah satu prioritas dalam

pembangunan negeri ini.


Makalah ini akan membahas mengenai permasalahan pokok pendidikan,
dan saling keterkaitan antara pokok tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangannya, masalah-masalah aktual beserta cara penanggulangannya dan
peningkatan kemampuan berfikir siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengatasi permasalahan pendidikan di tingkat regional,
nasional, dan global.
2. Bagaimana cara meningkatkan kamampuan berfikir siswa.
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji permasalahan pendidikan di tingkat regional, nasional, dan
global.
2. Menganalisis cara untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini metode yang digunakan adalah metode
kepustakaan dengan menggunakan pustaka atau literatur yang relevan dan sesuai.
1.5 Manfaat
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan baik bagi pembaca atau bagi penulis
sendiri.
2. Sebagai salah satu sumber reverensi bagi tulisan-tulisan selanjutnya yang
terkait dengan permasalahan pendidikan dan kemampuan berfikir siswa.

3. Sebagai bahan bacaan khusnya bagi mahasiswa program studi magester


keguruan IPA dan umumnya bagi masyarakat luas.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Permasalahan Pendidikan di Tingkat Regional
Wilayah Indonesia yang luas dan terdiri atas ribuan pulau serta
beragamnya kekayaan adat yang dimiliki beserta suku-suku di dalamnya membuat
sebagian warga tersebut tidak dapat menikmati proses pendidikan dan fasilitas
lainnya yang diberikan oleh pemerintah kepada anak bangsa. Harus diakui juga
bahwa faktor sarana dan prasarana penghubung seperti jalan, jembatan dan lain
sebagainya memberikan pengaruh terhadap kurangnya akses yang dapat dirasakan
oleh penduduk di daerah terpencil. Apabila kita berbicara tentang permasalahan
pendidikan di tingkat regional, hal tersebut bisa melingkupi kawasan pedesaan,
daerah terpencil, dan kawasan perbatasan.
Melihat kondisi pendidikan di Indonesia saat ini, sulit untuk membuat
gambaran umum untuk menjelaskan situasi yang sebenarnya. Jika sekilas kita

melihat pada sekolah-sekolah unggulan yang ada di kota, mungkin kita bisa
berbangga dengan kondisi pendidikan kita saat ini. Sekolah-sekolah tersebut
sudah sangat mapan dalam hal fasilitas dan kualitas. Para murid dan guru dari
sekolah-sekolah elit selalu dimanja dengan fasilitas pendidikan yang lengkap dan
mutakhir. Segala proses pembelajaran dijalankan dengan nyaman dan mudah
sehingga dapat menghasilkan murid yang berkualitas. Namun, ketika kita melihat
kondisi pendidikan di daerah perbatasan, keadaan tersebut sungguh berbanding
terbalik.
Tak banyak yang mengetahui atau peduli dengan nasib pendidikan anakanak di daerah terpencil dan perbatasan. Banyak anak di perbatasan yang bernasib
malang karena tak dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Di beberapa
perkampungan atau dusun di perbatasan Kalimantan misalnya, anak-anak harus
berjalan kaki 1-2 jam sejauh hingga 6 Km melintasi hutan dan menuruni bukit
untuk mendapatkan pendidikan di sekolah setiap hari.
Jika kita analisa bahwa pokok permasalahan yang terjadi pada
pendidikan di daerah perbatasan adalah sebagai berikut :
a) Minimnya sarana dan prasarana yang dapat menunjang proses belajar
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)

mengajar
Kurangnya jumlah tenaga pendidik
Rendahnya kualitas tenaga pendidik
Masih sedikitnya jumlah sekolah
Berbentuk komunitas kecil
Tertutup dan homogen
Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan
Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau
Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi sub sistem
Peralatan teknologinya sederhana
Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat

relatif tinggi.
l) Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi, dan politik.
Keterbatasan akses layanan pendidikan menimbulkan

masalah

pendidikan di daerah perdesaan yang terpencil, hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai faktor diantaranya kondisi geografis wilayah yang spesifik, aksesibilitas
pendidikan, dan infrastruktur wilayah. Selaian itu bahwa faktor utama yang dapat
menyebabkan terjadinya kesenjangan antar wilayah adalah : (1) geografi; (2)

sejarah; (3) politik; (4) kebijakan pemerintah; (5) administrasi; (6) sosial budaya;
dan (7) ekonomi.
2.2 Permasalahan Pendidikan ditingkat Nasional
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan akan
menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini masih mengalami sakit.
Dunia pendidikan yang sakit ini disebabkan karena pendidikan yang seharusnya
membuat manusia menjadi manusia, tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak
begitu. Seringkali pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia
cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada.
Masalah pertama adalah bahwa pendidikan, khususnya di Indonesia,
menghasilkan manusia robot. Kami katakan demikian karena pendidikan yang
diberikan ternyata berat sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan
ternyata mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir
(kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi
cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak
hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang
belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati,
membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang
sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan
instruksi dari guru kepada murid.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke
bawah). Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta
didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai
pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa
isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi.
Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru
ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan
tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan
guru.Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek.
Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid.
Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang
dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan

bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah
wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang
dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar
budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-sama melihat
bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau
Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam
strategi kebudayaan Asia, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu
kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan
politik internasional. Kali ini saya sebagai penulis ingin mengajak kita semua
untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikan kita.
Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural
untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta
keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai
keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain.
2.3 Permasalahan Pendidikan ditingkat Global

Anda mungkin juga menyukai