Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits adalah sumber kedua hukum/syariat Islam setelah al-Quran
sehingga mempelajari, memahami isi dan ajarannya serta menjaga otentisitas
dan orisinilitasnya merupakan suaatu keharusan bagi ummat Islam. Sebagai
sumber hukum tentu ajaran, perintah, larangan yang terkandung di dalamnya
haruslah diamalkan serta digunakan sebagai hujjah. akan tetapi sebelum
mengaplikasikannya haruslah terlebih dahulu diteliti sejauh mana kualitas atau
keshahihan hadits itu sendiri.
Untuk mengetahui kualitas keshahihan hadits haruslah di lihat dari segi
perawi dan riwayatnya atau konten riwayatnya, dalam hal ini yang
membahas/mengkritik tentang perawi disebut naqd sanad (
)sedangan yang membahas atau mengkaji tentang keshahihan hadits itu
sendiri disebut naqd al-matan () .
Adapun kreteria supaya hasil analisa dapat diterima haruslah memenuhi
syarat-sayarat yaitu dari segi sanad ( Sanad Bersambung)
( Perawi Bersifat Adil), ( Perawi bersifat dhabit),
( Terhindar dari syadz), ( terhindar dari
illat). Sedangkan dari segi matan dua syarat dari kritik sanad yaitu
( Terhindar dari syadz), ( terhindar dari illat). 1
Dengan demikian kritik hadits merupakan hal yang harus dilakukan,
baik kritik sanad dan tidak kalah penting juga kritik matan. urgensi kritik
matan dalam sebuah hadits tidak bisa dianggap remeh, mengingat matan
adalah konten/isi dari hadits itu yang akan diamalkan atau dijadikan sebagai
hujjah. penilaian terhadap matan hadits haruslah terus seriring dan sejalan
dengan kritik sanad, karena tidak bisa dipungkiri bahwa kecacatan hadits bisa
terjadi dan di dapatkan pada sanad atau matan atau pada sanad dan matan
sekaligus secara bersamaan. Mengkritisi matan justru akan menambah kulitas
- . ( )

keshahihan hadits itu sendiri, tentunya hadits sebagai sumber ke dua dari
syariat islam tidak boleh bertentangan dengan content/isi ajaran islam dalam
al-Quran sebagai sumber utama ajaran islam dan hal ini akan kelihatan jika
kritik matan telah dilakukan, akhirnya menurut penulis untuk menjaga
otentisitas hadits maka hadits harus dikrtitisi dari segi sanad dan disertai juga
dengan kritik matan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mengkaji sebuah kitab Manhaj anNaqd al-Matan ind Ulama al-Hadits al-Nabawi karangan Salahuddin alAdlabi,

dan

menyusunnya

menjadi

sebuah

makalah

dengan

judul

SALAHUDDIN AL-ADLABI: Manhaj an-Naqd al-Matan ind Ulama alHadits al-Nabawi

B. Rumusan Masalah
1. Bagaima Riwayat Kehidupan Salahuddin al-Adlabi?
2. Bagaimanakah Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits al-Nabawi?
3. Bagaimana Contoh Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits alNabawi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaima Riwayat Kehidupan Salahuddin al-Adlabi?
2. Mengetahui Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits al-Nabawi?
3. Mengetahui

Contoh Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits al-

Nabawi?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Salahuddin al-Adlabi
1. Nama dan Kelahiran Salahuddin al-Adlabi
Salahddin ibn Ahmad al-Adlabi atau Lebih dikenal dengan nama
Salahuddin al-Adlabi lahir di madinah pada tahun 1367 H/1948 M. ia
mendapatkan gelar doktor di bidang Ulum al-Islamiyah wa al-Hadits di
dar al-Hadits dengan predikat Hasan Jiddan pada tahun 1401 H/1980 M.
ia adalah seorang dosen pada Fakultas Dirasah al-Islamiyah wa alArabiyah Dubai, Universitas Imam Muhammad Suud al-Islamiyah,
Riyadh, dan al-Lughah al-Arabiayh di Marakisy.2
Al-Adlabi merupakan ulama Shalaf abad 19 M. ia banyak
memberikan kontribusi dengan pandangannya terhadap permasalahanpermasalahan agama dari pepspektif hadits yang berkaitan dengan matan,
ia dikenal dengan karyanya yang berjudul Manhaj Naqd al-Matan ind
Ulama al-Hadits al-Nabawi.
2. Karya-Kaya Salahuddin al-Adlabi
Selain kitab Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits alNabawi, al-Adlabi juga memiliki karya dalam bentuk yang lain seperti
artikel atau tulisan lepas. Adapun karya karya al-adlabi yang lain baik
dalam bentuk artikel atau tulisan lepas yaitu: Kasf malum mimma
summiya bi silsilah al-hadits as-Sahih, Hadits la Nikaha Illa bi Waliyyi
Riwayatan wa Dirayatan, al-Bidah al-Mahmudah baina Syubhat alManiin Waistidlalat al-Mujizin, wa tahdid al-Qiblah fi Syimal Amerika
Radda bihi ala al-Ahbas dsb.3

Yudistira, Biografi Salahudin Ibn al-adlabi,


http://yudhistirasenangberkarya.blogspot.com/2013/11/biografi-salahuddin-ibn-ahmad-aladlabi.html, diakses tanggal 03 April 2015.
3
Yudistira, Biografi Salahudin Ibn al-adlabi, diakses tanggal 03 April 2015.

3. Latar Belakang Penulisan Kitab Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama alHadits al-Nabawi.
penulisan kitab Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits alNabawi di latar belakangi karena kurangnya karya tulis yang berkaitan
dengan kritk matan, selain itu para ulama hadits jarang membahas tentang
kritik hadits dari segi matan. Hal ini dijelaskannya dengan mengutip
beberapa pendapat ulama seperti dalam kitab zhahrul Islam4 dan pendapat
Ahmad Amin dalam bukunya yang berjudul Fajrul al- Islam yaitu:5



Para ulama telah meletakkan kaidah-kaidah jarh wa tadil akan
tetapi perhatian/pembahasan tentang kritik sanad lebih banyak diripada
kritik matan
Dan dijelaskan juga dalam kitab Dhuha al-Islam sebagaimana berikut:



Seungguhnya para ulama hadits memberikan perhatian lebih pada
kritik ekstern (kritik sanad) dan tidak mejelaskan kritik intern (kritik
matan).
Sedangkan menurut Abu Riyyah, sebagaimana yang dikutip alAdlabi ia berkata sebagai berikut.6




.
.
.



Melihat bebrapa pendapat ulama yang dikutif al-Adlabi jelaslah
bahwa perhatian ulama terhadpa kritik matan sangatlah kurang
dibandingkan dengan kritik sanad, sehingga inilah yang menjadikan
kegelisahan bagi al-Adlabi dan yang melatarbelakanginya dalam menulis
kitab Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadis al-Nabawi
B. Pengertian Kritik Matan (Naqd al-Matan)
Kritik matan merupakan gabungan dari dua kata yaitu kritik dan matan.
Kritik merupakan alih bahasa dari kata atau dari kata ( Tamyiz).
Adapun secara istilah kritik berarti berusaha menemukan kekeliruan dan
kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran. Jadi, yang dimaksud kritik di
sini adalah sebagai upaya mengkaji hadits dalam menentukan apakah hadits
itu benar-benar datang dari Rasulullah SAW7
Menurut bahasa kata matan berasal dari bahasa Arab yaitu bentuk
jamaknya Yaitu atau yang berarti tanah yang meninggi8 atau
( sesuatu yang terangkat dari bumi)9
Sedangkan secara terminologi matan berarti

(teks

Khabar/berita) ( teks Hadits)10 atau dengan pekataan lain


Lafaz-lafaz hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu11
Atau dengan pengertian yang lain, yaitu:

Bustamin, M. Isa H.A.Salam, Metodologi Kritik Hadits,Cet.1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm.5
8
Usman Syaroni, Otentisitas Hadits Menurut Ahli Hadits dan Kaum Sufi, Cet.1
(Jakarta:Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 12
9
Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits,Cet.1 ( Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm.19
.
11
Usman Syaroni, Otentisitas Hadits Menurut Ahli Hadits, hlm. 12

Pembicaraan atau materi berita yang disampaikan setelah sanad yang


terakhir 12
Sedangkan menurut ilmu hadits matan adalah penghujung sanad, yakni
sabda Nabi Nuhammad SAW yang disebut sesudah habis disebutkan sanad.
Matan hadits adalah isi hadits.13
Dari pengertian di atas dapat kita pehami bahwa yang dimaksud
dengan kritik matan adalah usaha yang dilakukan untuk menemukan
keabsahan hadits dengan cara menganalisa kebenaran isi (matan) yang
dikandung oleh hadits itu sendiri.
C. Sejarah Perkembangan Kritik Matan
Secara praktis aktifitas kritik matan telah dilakukan oleh para sahabat
mereka menolak hadits yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidahkeagamaan
sebagai contoh, reaksi siti Aisyah tatkala mendengar sebuah hadits yang
disampaikan oleh ibnu abbas dari umar bahwa menurut umar Rasulullah SAW
bersabda:


Sesungguhnya mayat itu akan disiksa karena titangisi keluarganya.
Hadits yang disampaikan Ibnu Abbas di atas dibantah oleh Aisyah
dengan berkata semoga umar dirahmati Allah, Rasulullah tidak pernah
bersabda bahwa mayat orang mukmin itu akan disiksa karena ditangisi
keluarganya, beliu bersabda:14


Sesungguhnya Allah akan menambah siksa orang kafir karena ditangisi
keluarganya.
Aisyah selanjutnya berkata cukuplah bagi kalian sebuah ayat yang
menyatakan:15

12

Umi Sumbulah, Kajian Kritis, hlm.19


Bustamin, M. Isa H.A.Salam, Metodologi Kritik Hadits, hlm. 59
14
Umi Sumbulah, Kritik Hadits Pedekatan Pendekatan Historis Metodologis, Cet.1
(Malang:UIN Malang Press, 2008), hlm.96
.
13


Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain,
Dalam al-Quran surah al-Israa (17) :15



Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka
Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain16
Selain itu aisyah juga mengkritik hadits yang mengatakan bahwa batal
sholat sesorang jika perempuan, keledai dan anjing lewat/melintas
didepannya, yang berbunyi.17





Diriwayatkan dari Imam Muslim

Dari Abu Hurairah. Ia berkata

bahwa Rasulullah saw. bersabda: Dapat memutuskan salat, yaitu wanita,


keledai, dan anjing. Itu dapat dicegah dengan menghadap pada benda yang
setinggi mukhiratur rahl.
Mendengar hadis ini, Aisyah mengingkarinya dan menolaknya seraya
berkata: betapa kalian menyerupakan kami (kaum wanita) dengan keledai dan
anjing? Lalu beliau meriwayatkan hadis fi'liyyah Rasulullah SAW yang
berbunyi Demi Allah, sungguh Rasulullah pernah solat di depanku, kala itu
aku berada di atas ranjang, jarak antara beliau dan ranjang hanya selebar

16

QS.al-Najm (53): 38; al-Isrraa (17) :15


.

tubuh, maka aku merasa tidak nyaman dan aku merasa jika aku tetap duduk
diranjang maka akan mengganggu beliau, sehingga aku memutuskan untuk
keluar dan aku melintas di depan beliau.18
Kritik matan hadits juga pernah dilakukan oleh umar terhadap seorang
wanita yang bernama Fatimah binti Qays. Dan kritik yang beliau lakukan kali
ini berdasar pemahaman beliau terhadap teks Alquran. Suatu ketika beliau
mendengar cerita mengenai Fatimah binti Qays yang telah ditalaq oleh
suaminya, lalu ia mendatangi Rasulullah dan menyampaikan permaslahannya,
dan Rasulullah tidak menetapkan baginya tempat tinggal maupun nafkah
sebagaimana sabdanya.19


Tidak ada nafkah dan tempat tinggal bagimu
Umar menolak hadits ini karena bertentangan dengan al-Quran seraya
berkata jangan kau tinggalkan al-Quran dan as-Sunnah karena berita seorang
perempuan yang belum jelas apakah dia ingat atau lupa.
menyampaiikan firman Allah yang berbunyi:

Umar

20


Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang
terang (Q.S. at-Thalak (65) :1)
Selanjutnya pada masa tabiin sebagaimana hadits yang diriwayatkan
oleh al-Turmuzi berikut ini:




18

Athoillah Umar, Budaya Kritik Ulama Hadits, Analisa Historis Hadits dan Praktis, Jurnal
Mutawatir, 1 (Januari-Juni, 2011), hlm. 144
.
.


. .
Mengabarkan kepada kami Ibn Sholih menceritakan kepadaku
Muawiyah Ibnu Shalih dari Abd ar-Rahman Ibn Jubair Ibn Nufair dari Abu
al-Darda berkata; kami telah bersama rasulullah yang disaat itu beliu
matanya terbuka memandang langit kemudian beliau bersabda telah tiba
sekarang saat hilangnya ilmu dari manusia hingga tidak sesuatupun yang
mampu mencegahnya.21
Dalam mengomfirmasikan kebenaran hadits tersebut jubair berkata aku
menemui ubaidah ibn samit saudaramu abu dardaa yang kemudian aku
katakan hadits yang pernah aku dengar dan ubaidah berkta : benar. Kpnfirmasi
hadits ini dilakukan bukan untuk meragukan perawi namun lebih kepada
untuk menjaga otentisitas dan oriesinilitas dan agar terciptanya keyakinan
terhadapmatan hadits.
Pada era atba-at-Tabiin kritik matan dilakukan dengan lebih ketat dan
lebih sempurna. Pada era ini para ulama berupaya menfokuskan diri dalam
mengkaji kritik hadits, ia tidak hanya mengkritik hadits dari segi sanadnya
saja tetapi juga dari segi matannya. Ulama-ulama yang melakukan kritik
hadits yaitu: Malik, at-Thauri dan syubah kemudian disusul dengan
munculnya kririkus lainnya seperti abdullah ibnu al-mubarak Yahya Ibn Said
al-Qattan, Abdurrahman Ibn Mahdi dan al-Imam as-Syafii
Dari hasil kajian dan kritikan ulama pada periode ini dapat dirumuskan
pedoman dalam kegiatan penelitian hadits selanjutnya, rumusan-rumusan
tersebut yaitu:22
1. Memberikan tarif shahih, yakni hadits yang sanadnya bersambung
diambil dari perawi yang adil dan dhabit, terhindar dari syadz dan terbebas
dari illat. syadz dan terbebas dari illat itu merupakan cakupan dari kritik

21
22

Umi Sumbulah, Kritik Hadits Pedekatan Pendekatan Historis Metodologis,hlm.99


Umi Sumbulah, Kritik Hadits Pedekatan Pendekatan Historis Metodologis, hlm.100

matan, sebgaimana juga dipahami semakna dengan kritik sanadnya karena


Syaz dan illat disamping terjadi pada sanad juga terjadi pada matan.
2. Menetapkan persaratan hadits Hasan sebagai hadits yang derajat
kedhobitan perawinya setingkat di bawah perawi hadits sahih.
3. Menetapkan hadits-hadits yang tidak memenuhi kreteria Sahih atau Hasan
sebagai Hadits dhaif
4. Menetapkan

kreteria

hadits

maudhuI

berupa

kejanggalan

atau

ketersalahan yang dapat dijadikan indikasi kemustahilannya berasal dari


rasulullah.
D. Metode Kritik Hadits Menurut Salahudin al-Adlabi
Metode kritik hadits menurut Salahuddin al-Adlabi dibagi menjadi dua
macam yaitu:23
1. ( Kritik Eksternal atau Kritik Sanad)
Supaya kritik eksternal atau kritik sanad dapat diterima harus memenuhi
beberapa syarat:
a. ( Sanad Bersambung)
Yang dimaksud dengan bersambung sanadnya adalah ssetiap
periwayat dalam hadits menerima riwayat hadits dari periwayat
terdekat sebelumnya. Prosedur yang dipakai untuk mengetahui
ketersambungan sanad ialah: 1) mencatat semua perawi dalam sanad
2) mempelajari biografi dan aktifitas keilmuan setiap perawi

3)

meneliti kata-kata yang menghubungkan perawi dengan perawi


terdekat dalam sanad (perawi diatas atau dibawahnya) untuk
memastikan bahwa satu perawi pernah bertemu dengan perawi
sebelumnya24
b. ( Perawi Bersifat Adil)
Orang yang terkenal adil, religius tidak fasiq dan senantiasa
menjaga cintranya, metode kritik yang dapat digunakan untuk dapat
menentukan keadillan perawi sebagai berikut: 1) popularitas

24

- .
Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits,hlm. 184

10

kemuliaan dan keutamaan perawi dikalangan ulama hadits 2) penilaian


dari kritikus perawi yang mengungkap aspek kelebihan dan
kekurangan yang ada pada rawi yang bersangkutan 3) penerapan
kaidah al-jarh wa tadil yang dipakai ketika kritikus perawi tidak
sepakat dalam menilai kualitas seorang perawi. 25
Al-jarh (mengungkkap kecacatan seorang perawi) penetapan
tentang kecacatan perawi juga dapat ditempuh melalui, pertama,
berdasarkan berita tentang ketenarannya sebagai orang yang cacat.
Kedua, berdasarkan tajrih dari orang yang adil yang telah mengetahui
kenapa dia dinilai cacat. Ini menurut pendapat yang dipegang
muhaddisin. Sedangkan menurut fuqaha, sekurangnya harus di-tajrih
oleh orang yang adil26
Tadil (menganggap adil seorang perawi) adalah memuji perawi
dengan sifat-sifat yang dapat membuatnya dinilai adil, yakni sifat yang
dijadikan dasar-dasar penerimaan riwayat. Keadilan perawi tersebut
dapat diketahui dengan cara: Pertama, terkenal sebagai orang yang adil
di kalangan ilmuwan, seperti Anas bin Malik, al-Syafii, dsb. Kedua,
pujian dari orang yang adil, yakni ditetapkan sebagai adil oleh orang
yang adil, yakni perawi yang di-tadil-kan belum dikenal sebagai
perawi yang adil.27
Salah satu cara mengetahui Jarh wa Tadil yaitu dengan
mengetahui martabat Jarh wa Tadil beserta dengan lapaz-lapaznya
sedangkan menurut Ibn Abi Hatim dalam pembukaan kitabnya Jarh
Wa Al-Tadil membagi martabat (tingkatan) Jarh wa al-Tadil kepada
empat martabat. Kemudaian ulama yang lain menambahkan dua
tingkatan dari tingkatan Jarh wa al-Tadil, sehingga jumlah tingkatan
Jarh wa al-Tadil ada enam berseta lafalnya: 28

25

Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits,hlm. 185


Bahrul maani, al-Jarh WaTadil: Upaya Menghindari Skeptis dan Hadits Palsu Media
Academika,2 (April, 2010), hlm 98.
27
Bahrul maani, al-Jarh WaTadil: Upaya Menghindari Skeptis, hlm. 104
- .
26

11

1) Martabat al-Tadil dan lafaz-lafaznya


a) Menunjukkan atas mubalagatun fi al-tsausiik atau atas wazan
. Dan ia lebih meninggikannya. Contoh :
atau

b) Dikuatkan dengan satu sifat atau dua sifat dari sifat-sifat


(yang menguatkan/mengokohkan)
c) Diterangkan dengan sifat yang menunjukkan atas dari
selain seperti atau
d) Menunjukkan atas selain terkenal dengan ke-Dhabit-an
seperti ( tempatnya sidiq) atau . sesungguhnya
jika ibnu muayyin mengatakannya terhadap seorang
perawi maka perawi tersebut termasuk Tsikoh.
e) Tidak ada padnya tanda atau contoh : atau

f) Tidak dengan dari tarjih contoh:
2) Martabat Jarh dan lafaznya
a) Menunjukkan kelemahan contoh:
b) Menampakkan ketiadaan bukti atau yang serupa, contoh

c) Menampakkan tidak ada tulisan hadisnya atau yang semisal,
contoh
d) Adanya kehawatiran seperti bohong atau sejenisnya contoh

e) Menunjukkan sifat kizb dan semisalnya contoh


f) Menunjukkan atas mubalagatu al-kizb. (sangat bohong) conto

c.

( Perawi bersifat dhabit)


Antara dhabit dan adalah ini harus di penuhi oleh perawi. Dengan
Adalah, kejujuran perawi dapat diketahui

12

dan dengan Dabt ,

kecerdasan perawi dapat pula diketahui Jika dua-duanya terpenuhi,


maka perawi sudah bisa dikatakan thiqah.
d. ( Terhindar dari syadz)
Pengertian hadits syadz. Imam Syafi dalam merumuskan definisi
hadits syadz mengatakan, hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan
oleh orang tsiqah, berbeda dengan hadits yang diriwayatkan oleh
banyak orang yang semuanya tsiqah. syadz hadits dapat diketahui
dengan cara:
1) Semua sanad hadits yang memiliki matan yang pokok masalahnya
sama dikumpulkan dan kemudaian dibandingkan
2) Perawi-perawi dalam setiap sanad diteliti kualitasnya
3) Apabila dari seluruh perawi tsiqah ternyata ada seorang perawi
yang sanadnya menyalahi sanad-sanad yang lain maka dimasukkan
sebagai sanad yang syadz
4) Terhindar dari illat29
e. ( terhindar dari illat)
Yang dimaksud illat adalah faktor pencacat dalam sebuah hadis,
yang tersembunyi, yang mana secara zahir, Illat pada pada sanad akan
berdampak pada kecacatan sanad. Contohnya hadits yang diriwayatkan
oleh Yala bin Ubaid al-Tanafisi dari Sufyan al-Thauri dari Amr bin
Dinar dari Ibn Umar. Di sini Abu Yala salah dalam menyebut
Abdullah bin Dinar dengan Amr bin Dinar30
2. ( Kritik Internal)
Adapun dalam melakukan kritik matan hadits
1. ( terlepas dari syadz).
Syadz pada matan didefinisikan dengan adanya pertentangan
atau ketidaksejalanan riwayat seorang perowi yang menyendiri dengan
seorang perowi yang lebih kuat hafalan/ ingatannya

29
30

Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits,hlm.186


Athoillah Umar, Budaya Kritik Ulama Hadits, Analisa Historis Hadits dan Praktis, Jurnal
Mutawatir, hlm. 149-150

13

2. ( terbebas dari illat)


Illat pada matan hadits didefinisikan sebagai suatu sebab
tersembunyi yang terdapat pada matan hadits yang secara lahir tampak
berkualitas

shahih.

Atau

fakta

penyebab

yang

tersembunyi

keberadaannya yang menjadikan hadits yang semula shahih derajatnya


menjadi jatuh derajatnya dan dinyatakan tidak shahih, dikatakan
tersembunyi

dikarenakan

bagi

pemerhati

hadits

yang

belum

profesional dan kurang penjelajahan medan hadits akan sulit


mengetahuinya.31
Kalau terhindar dari illat dan terhindar dari syadz sebagai kaidah
mayor kesahihan matan hadits, maka yang dimaksud dalam kaidah
tersebut adalah terhindar dari kerusakan lafal termasuk katagori illat,
terhindar dari kerusakan makna masuk kategori syadz
Kriteria yang diajukan al-Syafi menyangkut kerusakan makna
terkait dengan cacat lafal dan cacat makna. Dengan terjadinya cacat makna
(syadz), matan hadits dinyatakan tidak sahih. Menurut al-Syafi, terjadinya
kerusakan makna karena terjadi kerusakan padalafala taumatan. Menurut
al-Sakhawi, terjadinya kerusakan pada periwayat al-tsiqah karena ada
ziyadah (tambahan) atau naqs (pengurangan).32
E. Indikator Keshahihan Matan Hadits Menurut Salahuddin al-Adlabi
Di dalam menentukan keshahihan matan suatu hadits para ulama telah
melakukan penelitian dan kritik secara seksama terhadap matan-matan hadits
sehingga didapatkan beberapa indikataor yang dapat dijadikan tolak ukur
dalam menentukan sebuah matan hadits itu shahih.
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan indikator hadits itu
dikatakan shohih. Sedangkan menurut al-Adlabi menetapkan beberapa
indikator dalam menentukan keshahihan matan yaitu:33

Salamah Nurhidayati, Kritik Teks Hadits, Kritik Tentang ar-Riwayah bi al-Mana Dan
Implikasinya Bagi Kualitas Hadits, Cet,1 (Yogyakarta: Teras, 2009) ,hlm. 78-79
32
Mahsyar Idris, Telaan Kritis Terhadap Syaz Sebagai, hlm.33
.
31

14

a) ( ) Tidak bertentangan dengan al-Quran al-Karim


Hadits merupakan penjelas bagi al-Quran, tentunya sebagai
penjelas hadits tidak akan bertentangan dengan al-Quran, apabila berbeda
dengan al-Quran maka ia tidak termasuk kalam nubuah sebagaimana
firman Allah dalam al-Quran Q.S. Yunus (10) : 15)34 adapun perbedaan
hadits dengan al-Quran bisa terjadi salah satunya pada riwayat-riwayat
tentang ketuhanan sebagaimana hadits berikut.


.
. .
. .
. ! " " : .
: " " . : " "
" . ".
Diriwayatkan dari Imam Muslim, dari Muawiyah Bin al-Hakam
as-Sulamiy, ia berkata akau mempunyai seorang budak wanita yang
menggembalakn kambingku kearah gunumg Uhud dan Juwainah, pada
suatuhari aku memantaunya, tiba-tiba ada seekor serigala yang membawa
lari seekor kambing yang digembalakannya. Aku sebagaimana manusia
biasa pun marah sebagaimana orang yang lain marah,namun aku telah
menamparnya, lalu aku datang kepada rasulullah SAW. Beliupun
menganggap besar apa yang telah saya lakukan. Kau berkata wahai
rasulullah apakah kau harus memerdekakannya. Beliau menjawab
bawalah wanita itu padaku, akupun membawanya kepada beliau, lalu
beliau bertanya kepada budak wanita itu: dimanakah Allah? Ia menjawab,
dilangit ; beliau bertanya lagi, siapakah aku? Ia menjawab; engkau
.

15

adalah utusan Allah. Beliaupun bersabda: bebaskanlah sesungguhnya ia


seorang wanita yang beriman
Selain itu hadits yang diriwayatkan oleh Malik, Ahmad, Abu
Dawud dan an-Nasai semuanya seperti perkataan budak perempuan
tersebut. Yaitu dimanakah Allah?

35

hadits tersebut tidak relevan dengan

firman Allah SWT 36

( : () )
Hadits di atas selain bertentangan dengan al-Quran juga
mencerminkan perkataan bukan orang mukminah, perkataan yang
menganggap bahwa tuhan berada di langit merupakan dalil iman bagi
musrik dan sedemikian itu merupakan keyakinan orang musyrik arab.
b) ( ) Tidak bertentangan dengan hadits
yang lebih shahih dan sirah nabawiyah
Selain disandarkan kepada al-Quran yang memiliki hukum yang
QhatI, kritik matan hadits juga diuji dengan menyandarkan sebuah hadits
dengan hadits yang lebih shahih/ lebih kuat. Adapun contoh dari hadits
yang bertentangan dengan hadits yang lebih kuat/sahaih yaitu37



Hadits di atas ditolak karena bertentangan dengan hadits yang lebih
shahih yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar,
Imam Bukhari telah mengutip hadits ini pada empat tempat dari hadits
shahihnya, yaitu pada kitab as-Shahih pada pembahasan babu ma yadu
an-nas bi abaihim ini juga dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan
oleh abu dawud sbb.38

.
36

Q.S. Asy-Syura(42) :11


-.

16

Adapun hadits yang bertentangan dengan sirah nabawiyah haruslah


ditolak sebagaimana hadits berikut ini.




Adapun dari yang telah diketahui sejarah isra dari hadits di atas
berbeda dengan shirah nabawiyah menurut hadits di atas isra terjadi
sebelum hijarah.
Dan sejarah isra yang sudah disepakati pada tahun ke 10 sebelum
visi kenabian, dan semua sepakat bahwa shalat diwajibkan setelah nabi
Muhammad SAW Isra. Oleh karena itu maka hadits tersebut tertolak
dikarenakan fakta bahwa sholat belum diwajibkan sebelum ditunkannnya
wahyu. 39
c) ( ) Tidak bertentangan dengan akal, indra atau
sejarah.
Akal dapat digunakan sebagai penilai hadits nabi karena akal
mampu membedakan antara hak dan yang batil, begitu juga dengan
penglihatan dan sejarah. Adapun hadits yang bertolak belakang dengan
akal conthnya hadits berikut.40

.
.

17



Yang menjadikan keraguan dalam hadits tersebut karena ada niat
dalam memberi nama muhammad, bahwasanya dengan memberikan nama
muhammad tidak akan berpengaruh kepada jenis kelamin janin apakah dia
laki2 atau perempuan. Begitu juga dengan kedua hadits berikut ini.

:

Dari abu hurairah R.A berkata: rasulullah SAW bersabda tidak
akan fakir suatu rumah yang padanyaterdapat namaku

:

Dari Abi Imamah al-Bahili berkata: Rasulullah SAW bersabda
barang siapa yang melahikan anak dan ia memberi nama Muhammad,
maka dia dan anaknya akan masuk surga
Hadits diatas bertentangan dengan akal bahwa seseorang akan kaya
(tidak fakir) jika ia bekerja atau berusaha, jadi tidak mungkin dengan
adanya nama muhammad dalam suatu rumah ia akan terjamin dari fakir
tanpa berusaha, dan begitu juga dengan masuk surga, seseorang akan
masuk kedalam surga atau tergantung amalnnya atau bagaimana ia
menjalani hidup.
Selain akal, indra juga adalah bekal untuk dapat membedakan
antara yang benar dan yang salah, termasuk dalam menilai hadits apakah
hadits tersebut bisa diterima atau tidak. Adapun contoh hadits yang
bertentangna dengan akal sebagaimana hadits berikut ini41

18



Hajar aswad adalah batu yang bersal dari dunia bukan dari surga
sebagaimana keterangan hadits di atas. Hajar aswad adalah tanda untuk
memulai tawap disekitar kabah. Dan dia adalah batu yang dengannya
Nabi Ibrahim membangun kabah, adapun rasulullah SAW mengusap
hajar al-Aswad dan menciumnya, karena menciumnya termasuk kedalam
rukun yamani dan dia termasuk Qawaid (pondasi) Nabi Ibrahim,
demikianlah penglihatan sahabat terhadap penyaksian langsungnya.
Sedangkan penerapan sejarah sebagai salah satu tolok ukur kritik
matan hadis terapkan secara mutlak baik terhadap hadis-hadis yang
tercantum dalam kitab-kitab hadis yang mutabar ataupun sebagai
sanggahanterhadap kritik yang keliru, Hal tersebut dapat dilihat sebagai
pada kritik matan hadits Sebagai mana yang dikutip al-Adlabi dalam
Shahih muslim.42









42

Tasbih, Analisis Historis Sebagai Instrumen Kritik Matan Hadits, 1 (Jurnal al-Ulum, Juni
2011), hlm.160

19



(Imam Muslim berkata) Abbas bin Abd al-Azhim al-Anbari
dan Ahmad bin Jafar al-Maqari telah menceritakan kepada kami,
keduanya

berkata

al-Nadr

bin

Muhammad

al-Yamani

telah

menceritakan kepada kami (dia berkata: Ikrimah telah menceritakan


kepada kami (ia berkata) Abu Zumayl telah menceritakan kepada
kami (ia berkata) Ibn Abbas telah menceritakan kepada saya: orangorang Islam tidak mau memandang kepada Abu Sufyan dan tidak mau
duduk bersamanya. Abu Sufyan lalu berkata kepada Nabi SAW
Wahai Nabi Allah, berilah saya (persetujuan tentang) tiga hal .
Nabi menjawab: Ya (saya menyetujuinya). Abu Sufyan berkata: Saya
adalah orang Arab yang terbaik dan terbagus yang memiliki puteri
bernama

Ummu

Habibah

bint

Abu

Sufyan,

saya

ingin

mengawinkannya dengan anda. Nabi menjawab: Ya, saya menyetu-juinya.


Abu Sufyan lalu berkata: Dan demikian pula Muawiyah, jadikanlah
ia sebagai (salah seorang) sekretaris pribadi anda. Nabi menjawab: Ya,
saya menyetujuinya. Abu Sufyan berkata lagi: Dan anda perintahkan
untuk

memerangi

orang-orang

kafir

sebagaimana saya pernah

memerangi orang-orang Islam. Nabi menjawab: Ya, saya menyetujuinya


Hadits ini bertentang dengan sejarah pada persoalan perkawinan
Ummu Habibah dengan Nabi SAW., dinyatakan ketika Abu Sufyan telah
memeluk Islam, padahal dalam catatan sejarah, Abu Sufyan baru memeluk
Islam pada peristiwa Fath Makkah tahun 8 H., adapun pernikahan Nabi
SAW. satu atau dua tahun sebelum itu sudah terjadi. Dalam berbagai
sumber disebutkan bahwa pernikahan Nabi SAW. dilangsungkan tahun 7
H. Ketika itu Ummu Habibah bint Abu Sufyan berstatus janda, pernikahan
dilaksanakan dengan mahar 400 dinar atas biaya dari Raja Abyssinia.
Setelah dilangsungkan pernikahan, Ummu Habibah lalu diboyong ke
Madinah .
20

Setibanya di Madinah, Abu Sufyan segera mengunjunginya sambil


membawa hadiah perkawinan, ketika Abu Sufyan telah berada dalam
rumah Ummu Habibah, serta merta tikar tempat duduk Nabi SAW
digulungnya. Abu Sufyan dengan tersinggung lalu bertanya kepada Ummu
Habibah kenapa berlaku demikian terhadapnya. Ummu Habibah menjawab
bahwa tikar ter-sebut adalah tempat duduk Nabi SAW., sedangkan Abu
Sufyan adalah orang musyrik dan karenanya najis. Mendengar penuturan
puterinya, Abu Sufyan murka dan berkata kepada Ummu Habibah:
Engkau telah dirasuki penyakit jahat, puteriku!. Dengan perasaan kesal,
Abu Sufyan lalu meninggalkan rumah Ummu Habibah.
Dari keterangan di atas, tampak bahwa kandungan matan hadis
yang diriwayatkan oleh Muslim tidak relevan dengan realitas sejarah. Oleh
karena itu, karena tidak memenuhi salah satu kaidah minor kesahihan
matan hadis, maka hadis tersebut dinyatakan daif, bahkan ada yang
menilainya mawdu43
d) ( ) menunjukkan sabda kenabian
Selain indikator di atas menurut al-Adlabi hadits haruslah
menunjukkan sabda kenabian, jika tidak maka hadits tersebut bisa ditolak
sebagaimana hadits berikut ini.





Menurut imam Turmuzi hadits ini gharib sedangkan Qadi Abu
Bakar Ibnu Arabi Berpendapat bahwasanya perkataan
ini bermasalah (musykil), dan jauh dari keshahihan
hadits.44
43

Tasbih, Analisis Historis Sebagai Instrumen Kritik Matan Hadits, 162


.

21

F. Istilah-Istilah Matan Hadits Bermaslah


Ada beberapa istilah dalam ilmu hadits yang mengidentifikasikan
bahwa matan hadits tersebut adalah bermasalah. Sehingga tingkat kesahihan
suatu hadits menjadi terkurangi dan bahkan hilang sama sekali. Berikut ini
istilah- istilah tersebut, diantaranya:45
1. Syadz fi Al-Matan (dalam matan) Adalah satu hadits yang diriwayatkan
perawi tsiqah, akan tetapi ada perawi lain yang lebih tsiqah darinya yang
meriwayatkan hadits sama, dengan adanya penambahan atau pengurangan
pada matannya.
Contoh:



Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum.
Redaksi hadits ini dengan beberapa jalur periwayatannya adalah
adalah dengan menggunakan kalimat . Namun berdasar riwayat yang
berasal dari Musa bin Ulai bin Rabah dari ayahnya dari Uqbah bin Amir
dengan menambahan kata
2. Mudhtharrib fi Al-Matan. Yaitu satu hadits yang periwayatannya saling
berbeda satu dengan yang lain; yang syarat penerimaannya sama kuatnya.
Sementara itu masing- masing hadits tersebut saling berbeda dari setiap
sudut pandangnya, yang tidak bisa di jamakkan, dinasakh dan tidak pula
dapat ditarjih contoh:


Bahwasanya dalam harta ada hak lain selain zakat
Sedangkan Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan
menggunakan redaksi yang bertentangan dengan redaksi hadits di atas:


45

Masturi Irham: Kritik Matan: Sejarah dan Perkembangnnya, Jurnal Mutawatir, 2 (JuliDesember 2013), hlm. 250-252

22

Bahwasanya dalam harta tidak ada hak lain selain zakat


3. Maqlub fi al-Matan Yaitu jika dalam matan suatu hadits terdapat
perubahan dengan mengganti kata lain dari aslinya, atau dengan
mendahulukan kata yang seharusnya berada di belakang atau sebaliknya
contoh:


Jika salah satu dari kalian bersujud maka janganlah seperti
menderumnya unta. Sebaiknya mendahulukan tangannya baru kemudian
kedua lututnya
Sementara dalam riwayat Ibnu Hibban dalam kitab Shahih- nya
disebutkan dengan menggunakan redaksi,

:

Aku melihat jika nabi saw bersujud, maka beliau meletakkan kedua
lututnya sebelum kedua tangannya
G. Al-Adlabi dalam Kritik Matan dan Ulama Yang Lain
Salahuddin al-adlabi adalah seorang pemerhati hadits yang lebih banyak
menganalisa hadits dari segi matan, hal ini dikarenakan pada masanya kritik
matan kurang mendapat perhatian dari kalangan ulama, sebagaimana yang
disampaikan al-Adlabi dengan mengutip beberapa pendapat seperti pendapat
Abu Riyyah dan Ahmad Amin dalam kitbnya Fajrul Islam.
Selain itu Al-Adlabi dengan ulama dalam menentukan keshahihan matan
hadits mereka bersepakat pada ketentuan umum (premis mayor) dan berbeda
dalam menentukan indikator (premis minor) keshohihan matan hadits,
menurut al-Adlabi indikator keshahihan matan hadits ada empat bagian
sebagaimana yang sudah disebutkan di atas.
Sedangkan menurut ulama yang lain seperti Imam Ghazali misalnya
membagi indikator keshahihan kritik matan menjadi lima bagian juga yaitu:
Pertama, Hadits tidak bertentangan dengan al-Quran, kedua, hadits tidak
23

bertentangan dengan rasio, ketiga, hadits tidak bertentangan dengan hadits


yang lebih shahih, keempat, hadits tidak menyalahi fakta-fakta sejarah46
Berbeda dengan al-Adlabi dan al-Ghazali, Ibnu Qayyim al-Jauziah
menetapkan tiga belas kreteria dalam mendeteksi kepalsuan matan hadits
yaitu: pertama, kanduangnnya memuat perkataan yang tidak mungkin berasal
dari nabi, kedua, kandungnnya bertolak belakang dengan indra perasaan,
ketiga, kandungan matan hadits memuat ajaran yang hina dan tercela,
keempat, kandungannya bertentangan dengan sunnah yang jelas, kelima,
menerangkan bahwa nabi telah melakukan sesuatu dengan jelas yang dihadiri
oleh semua sahabat namun mereka sepakat untuk menutupinya, keenam,
kandungannya batil, ketujuh, kalimatnya tidak serupa dengan kalam nabi,
kedelapan, kandungan hadits berisi tentang penanggalan sebagai presiksi atas
peristiwa tertentu, kesembilan, ungkapan hadits yang lebih menyerupai ucapan
tabib atau pedagang, kesepuluh, hadits-hadits yang memuat ungkapan akal
adalah dusta, kesebelas, kandungan hadits batal berdasarkan fakta-fakta
ilmiah, kedua belas, hadits yang andungnnya bertentangan dengan ayat alQuran yang jelas, ketiga belas, hadits yang lafalnya rancu dan buruk
maknanya sehingga ditolak oleh tabiat dan akal.47
Dari indikator atau kreteeria yang ditetapkan di atas jelaslah bahwa ulama
sama-sama bertujuan untuk menentukan mana matan hadits yang shahih dan
tidak shahih, mereka hanya berbeda dalam memberikan perincian indikator
keshahiahan matan hadits. Menurut penulis kreteria yang dijabarkan al-Jauzi
sudah tercakup pada indikator yang dirincikan al-Adlabi sedangkan perincian
yang diberikan al-Ghazali masih kurang dibandingkan yang dirincikan oleh alAdlabi, sehingga yang sistematis dan lengkap menurut penulis yaitu indikator
keshahihan matan hadits yang dirincikan oleh al-Adlabi sendiri.

46

Thoha Saputro, Kritik Matan Hadits Studi Komparatif Pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyah
dan Muhammad al-Ghazali, Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 51
47
Thoha Saputro, Kritik Matan Hadits Studi Komparatif Pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyah
dan Muhammad al-Ghazali, hlm.37-38

24

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Salahddin ibn Ahmad al-Adlabi atau Lebih dikenal dengan nama
Salahuddin al-Adlabi lahir di madinah pada tahun 1367 H/1948 M. ia
mendapatkan gelar doktor di bidang Ulum al-Islamiyah wa al-Hadits di dar alHadits dengan predikat Hasan Jiddan pada tahun 1401 H/1980 M. ia sebagai
dosen pada beberapa fakultas. Al-Adlabi merupakan ulama Shalaf abad 19 M. ia
banyak memberikan kontribusi dengan pandangannya terhadap permasalahanpermasalahan agama dari pepspektif hadits yang berkaitan dengan matan, ia
dikenal dengan karyanya yang berjudul Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama alHadits al-Nabawi.
Metode kritik hadits untuk mengetahui kualitas keshahihan hadits,
dilakukan dengan atau melalui kritik matan dan kritik sanad adapun syarat syarat
yang harus dipenuhi supaya diterima yaitu; segi sanad ( Sanad
Bersambung) ( Perawi Bersifat Adil), ( Perawi
bersifat dhabit), ( Terhindar dari syadz),
(terhindar dari illat). Sedangkan dari segi matan sudah termasuk pembahasan pada
kritik sanad yaitu ( Terhindar dari syadz),
(terhindar dari illat). Selain itu harus memenuhi indikator yang menurut al-Adlabi
jumlahnya ada empat.
Kritik matan sudah ada semenjak masa sahabat, sebagai contoh kritik
matan yang dilaukan oleh aisyah terhadap hadits yang disampaikan oleh ibnu
abbas, Selain itu aisyah juga mengkritik hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim yang mengatakan batal shalat sesorang jika wanita, anjing dan keledai
lewat didepannya. Kritik matan hadits juga pernah dilakukan oleh Umar terhadap
seorang wanita yang bernama Fatimah binti Qays begitu juga pada masa tabiin
dan pada era Atba-at-Tabiin.

25

Daftar Fustaka
al-Quran al-Karim


Bustamin, M. Isa H.A.Salam, Metodologi Kritik Hadits,Cet.1, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004
Idris, Mahsyar. Telaan Kritis Terhadap Syaz Sebagai Unsur Kaidah Kesahihan
Matan Hadits, al-Fikr, 2012
Irham, Masturi. Kritik Matan: Sejarah dan Perkembangnnya, Jurnal Mutawatir,
2 Juli-Desember 2013
Maani, Bahrul. al-Jarh WaTadil: Upaya Menghindari Skeptis dan Hadits
Palsu Media Academika,2 April, 2010
Nurhidayati, Salamah. Kritik Teks Hadits, Kritik Tentang ar-Riwayah bi alMana Dan Implikasinya Bagi Kualitas Hadits, Cet,1 Yogyakarta:
Teras, 2009
Saputro, Thoha. Kritik Matan Hadits Studi Komparatif Pemikiran Ibnu Qayyim
al-Jauziyah dan Muhammad al-Ghazali, Skripsi, Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2008
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadits, Cet.1, Malang: UIN Maliki Press,
2010
Sumbulah, Umi. Kritik Hadits Pedekatan Pendekatan Historis Metodologis, cet,1.
Malang:UIN Malang Press, 2008
Syaroni, Usman. Otentisitas Hadits Menurut Ahli Hadits dan Kaum Sufi,
Cet.1Jakarta:Pustaka Firdaus, 2002.
Tasbih, Analisis Historis Sebagai Instrumen Kritik Matan Hadits, 1 Jurnal alUlum, Juni 2011
Umar, Athoillah. Budaya Kritik Ulama Hadits, Analisa Historis Hadits dan
Praktis, Jurnal Mutawatir, 1 Januari-Juni, 2011
Yudistira, Biografi Salahudin Ibn al-adlabi,
http://yudhistirasenangberkarya.blogspot.com/2013/11/biografisalahuddin-ibn-ahmad-al-adlabi.html, diakses tanggal 03 April 2015.

26

Anda mungkin juga menyukai