PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits adalah sumber kedua hukum/syariat Islam setelah al-Quran
sehingga mempelajari, memahami isi dan ajarannya serta menjaga otentisitas
dan orisinilitasnya merupakan suaatu keharusan bagi ummat Islam. Sebagai
sumber hukum tentu ajaran, perintah, larangan yang terkandung di dalamnya
haruslah diamalkan serta digunakan sebagai hujjah. akan tetapi sebelum
mengaplikasikannya haruslah terlebih dahulu diteliti sejauh mana kualitas atau
keshahihan hadits itu sendiri.
Untuk mengetahui kualitas keshahihan hadits haruslah di lihat dari segi
perawi dan riwayatnya atau konten riwayatnya, dalam hal ini yang
membahas/mengkritik tentang perawi disebut naqd sanad (
)sedangan yang membahas atau mengkaji tentang keshahihan hadits itu
sendiri disebut naqd al-matan () .
Adapun kreteria supaya hasil analisa dapat diterima haruslah memenuhi
syarat-sayarat yaitu dari segi sanad ( Sanad Bersambung)
( Perawi Bersifat Adil), ( Perawi bersifat dhabit),
( Terhindar dari syadz), ( terhindar dari
illat). Sedangkan dari segi matan dua syarat dari kritik sanad yaitu
( Terhindar dari syadz), ( terhindar dari illat). 1
Dengan demikian kritik hadits merupakan hal yang harus dilakukan,
baik kritik sanad dan tidak kalah penting juga kritik matan. urgensi kritik
matan dalam sebuah hadits tidak bisa dianggap remeh, mengingat matan
adalah konten/isi dari hadits itu yang akan diamalkan atau dijadikan sebagai
hujjah. penilaian terhadap matan hadits haruslah terus seriring dan sejalan
dengan kritik sanad, karena tidak bisa dipungkiri bahwa kecacatan hadits bisa
terjadi dan di dapatkan pada sanad atau matan atau pada sanad dan matan
sekaligus secara bersamaan. Mengkritisi matan justru akan menambah kulitas
- . ( )
keshahihan hadits itu sendiri, tentunya hadits sebagai sumber ke dua dari
syariat islam tidak boleh bertentangan dengan content/isi ajaran islam dalam
al-Quran sebagai sumber utama ajaran islam dan hal ini akan kelihatan jika
kritik matan telah dilakukan, akhirnya menurut penulis untuk menjaga
otentisitas hadits maka hadits harus dikrtitisi dari segi sanad dan disertai juga
dengan kritik matan.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mengkaji sebuah kitab Manhaj anNaqd al-Matan ind Ulama al-Hadits al-Nabawi karangan Salahuddin alAdlabi,
dan
menyusunnya
menjadi
sebuah
makalah
dengan
judul
B. Rumusan Masalah
1. Bagaima Riwayat Kehidupan Salahuddin al-Adlabi?
2. Bagaimanakah Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits al-Nabawi?
3. Bagaimana Contoh Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits alNabawi?
C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaima Riwayat Kehidupan Salahuddin al-Adlabi?
2. Mengetahui Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits al-Nabawi?
3. Mengetahui
Nabawi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Salahuddin al-Adlabi
1. Nama dan Kelahiran Salahuddin al-Adlabi
Salahddin ibn Ahmad al-Adlabi atau Lebih dikenal dengan nama
Salahuddin al-Adlabi lahir di madinah pada tahun 1367 H/1948 M. ia
mendapatkan gelar doktor di bidang Ulum al-Islamiyah wa al-Hadits di
dar al-Hadits dengan predikat Hasan Jiddan pada tahun 1401 H/1980 M.
ia adalah seorang dosen pada Fakultas Dirasah al-Islamiyah wa alArabiyah Dubai, Universitas Imam Muhammad Suud al-Islamiyah,
Riyadh, dan al-Lughah al-Arabiayh di Marakisy.2
Al-Adlabi merupakan ulama Shalaf abad 19 M. ia banyak
memberikan kontribusi dengan pandangannya terhadap permasalahanpermasalahan agama dari pepspektif hadits yang berkaitan dengan matan,
ia dikenal dengan karyanya yang berjudul Manhaj Naqd al-Matan ind
Ulama al-Hadits al-Nabawi.
2. Karya-Kaya Salahuddin al-Adlabi
Selain kitab Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits alNabawi, al-Adlabi juga memiliki karya dalam bentuk yang lain seperti
artikel atau tulisan lepas. Adapun karya karya al-adlabi yang lain baik
dalam bentuk artikel atau tulisan lepas yaitu: Kasf malum mimma
summiya bi silsilah al-hadits as-Sahih, Hadits la Nikaha Illa bi Waliyyi
Riwayatan wa Dirayatan, al-Bidah al-Mahmudah baina Syubhat alManiin Waistidlalat al-Mujizin, wa tahdid al-Qiblah fi Syimal Amerika
Radda bihi ala al-Ahbas dsb.3
3. Latar Belakang Penulisan Kitab Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama alHadits al-Nabawi.
penulisan kitab Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadits alNabawi di latar belakangi karena kurangnya karya tulis yang berkaitan
dengan kritk matan, selain itu para ulama hadits jarang membahas tentang
kritik hadits dari segi matan. Hal ini dijelaskannya dengan mengutip
beberapa pendapat ulama seperti dalam kitab zhahrul Islam4 dan pendapat
Ahmad Amin dalam bukunya yang berjudul Fajrul al- Islam yaitu:5
Para ulama telah meletakkan kaidah-kaidah jarh wa tadil akan
tetapi perhatian/pembahasan tentang kritik sanad lebih banyak diripada
kritik matan
Dan dijelaskan juga dalam kitab Dhuha al-Islam sebagaimana berikut:
Seungguhnya para ulama hadits memberikan perhatian lebih pada
kritik ekstern (kritik sanad) dan tidak mejelaskan kritik intern (kritik
matan).
Sedangkan menurut Abu Riyyah, sebagaimana yang dikutip alAdlabi ia berkata sebagai berikut.6
.
.
.
Melihat bebrapa pendapat ulama yang dikutif al-Adlabi jelaslah
bahwa perhatian ulama terhadpa kritik matan sangatlah kurang
dibandingkan dengan kritik sanad, sehingga inilah yang menjadikan
kegelisahan bagi al-Adlabi dan yang melatarbelakanginya dalam menulis
kitab Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama al-Hadis al-Nabawi
B. Pengertian Kritik Matan (Naqd al-Matan)
Kritik matan merupakan gabungan dari dua kata yaitu kritik dan matan.
Kritik merupakan alih bahasa dari kata atau dari kata ( Tamyiz).
Adapun secara istilah kritik berarti berusaha menemukan kekeliruan dan
kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran. Jadi, yang dimaksud kritik di
sini adalah sebagai upaya mengkaji hadits dalam menentukan apakah hadits
itu benar-benar datang dari Rasulullah SAW7
Menurut bahasa kata matan berasal dari bahasa Arab yaitu bentuk
jamaknya Yaitu atau yang berarti tanah yang meninggi8 atau
( sesuatu yang terangkat dari bumi)9
Sedangkan secara terminologi matan berarti
(teks
Lafaz-lafaz hadits yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu11
Atau dengan pengertian yang lain, yaitu:
Bustamin, M. Isa H.A.Salam, Metodologi Kritik Hadits,Cet.1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm.5
8
Usman Syaroni, Otentisitas Hadits Menurut Ahli Hadits dan Kaum Sufi, Cet.1
(Jakarta:Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 12
9
Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits,Cet.1 ( Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm.19
.
11
Usman Syaroni, Otentisitas Hadits Menurut Ahli Hadits, hlm. 12
Sesungguhnya mayat itu akan disiksa karena titangisi keluarganya.
Hadits yang disampaikan Ibnu Abbas di atas dibantah oleh Aisyah
dengan berkata semoga umar dirahmati Allah, Rasulullah tidak pernah
bersabda bahwa mayat orang mukmin itu akan disiksa karena ditangisi
keluarganya, beliu bersabda:14
Sesungguhnya Allah akan menambah siksa orang kafir karena ditangisi
keluarganya.
Aisyah selanjutnya berkata cukuplah bagi kalian sebuah ayat yang
menyatakan:15
12
Bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang
lain,
Dalam al-Quran surah al-Israa (17) :15
Barangsiapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), Maka
Sesungguhnya Dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
Barangsiapa yang sesat Maka Sesungguhnya Dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain16
Selain itu aisyah juga mengkritik hadits yang mengatakan bahwa batal
sholat sesorang jika perempuan, keledai dan anjing lewat/melintas
didepannya, yang berbunyi.17
Diriwayatkan dari Imam Muslim
16
tubuh, maka aku merasa tidak nyaman dan aku merasa jika aku tetap duduk
diranjang maka akan mengganggu beliau, sehingga aku memutuskan untuk
keluar dan aku melintas di depan beliau.18
Kritik matan hadits juga pernah dilakukan oleh umar terhadap seorang
wanita yang bernama Fatimah binti Qays. Dan kritik yang beliau lakukan kali
ini berdasar pemahaman beliau terhadap teks Alquran. Suatu ketika beliau
mendengar cerita mengenai Fatimah binti Qays yang telah ditalaq oleh
suaminya, lalu ia mendatangi Rasulullah dan menyampaikan permaslahannya,
dan Rasulullah tidak menetapkan baginya tempat tinggal maupun nafkah
sebagaimana sabdanya.19
Tidak ada nafkah dan tempat tinggal bagimu
Umar menolak hadits ini karena bertentangan dengan al-Quran seraya
berkata jangan kau tinggalkan al-Quran dan as-Sunnah karena berita seorang
perempuan yang belum jelas apakah dia ingat atau lupa.
menyampaiikan firman Allah yang berbunyi:
Umar
20
Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang
terang (Q.S. at-Thalak (65) :1)
Selanjutnya pada masa tabiin sebagaimana hadits yang diriwayatkan
oleh al-Turmuzi berikut ini:
18
Athoillah Umar, Budaya Kritik Ulama Hadits, Analisa Historis Hadits dan Praktis, Jurnal
Mutawatir, 1 (Januari-Juni, 2011), hlm. 144
.
.
. .
Mengabarkan kepada kami Ibn Sholih menceritakan kepadaku
Muawiyah Ibnu Shalih dari Abd ar-Rahman Ibn Jubair Ibn Nufair dari Abu
al-Darda berkata; kami telah bersama rasulullah yang disaat itu beliu
matanya terbuka memandang langit kemudian beliau bersabda telah tiba
sekarang saat hilangnya ilmu dari manusia hingga tidak sesuatupun yang
mampu mencegahnya.21
Dalam mengomfirmasikan kebenaran hadits tersebut jubair berkata aku
menemui ubaidah ibn samit saudaramu abu dardaa yang kemudian aku
katakan hadits yang pernah aku dengar dan ubaidah berkta : benar. Kpnfirmasi
hadits ini dilakukan bukan untuk meragukan perawi namun lebih kepada
untuk menjaga otentisitas dan oriesinilitas dan agar terciptanya keyakinan
terhadapmatan hadits.
Pada era atba-at-Tabiin kritik matan dilakukan dengan lebih ketat dan
lebih sempurna. Pada era ini para ulama berupaya menfokuskan diri dalam
mengkaji kritik hadits, ia tidak hanya mengkritik hadits dari segi sanadnya
saja tetapi juga dari segi matannya. Ulama-ulama yang melakukan kritik
hadits yaitu: Malik, at-Thauri dan syubah kemudian disusul dengan
munculnya kririkus lainnya seperti abdullah ibnu al-mubarak Yahya Ibn Said
al-Qattan, Abdurrahman Ibn Mahdi dan al-Imam as-Syafii
Dari hasil kajian dan kritikan ulama pada periode ini dapat dirumuskan
pedoman dalam kegiatan penelitian hadits selanjutnya, rumusan-rumusan
tersebut yaitu:22
1. Memberikan tarif shahih, yakni hadits yang sanadnya bersambung
diambil dari perawi yang adil dan dhabit, terhindar dari syadz dan terbebas
dari illat. syadz dan terbebas dari illat itu merupakan cakupan dari kritik
21
22
kreteria
hadits
maudhuI
berupa
kejanggalan
atau
3)
24
- .
Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadits,hlm. 184
10
25
11
f) Menunjukkan atas mubalagatu al-kizb. (sangat bohong) conto
c.
12
29
30
13
shahih.
Atau
fakta
penyebab
yang
tersembunyi
dikarenakan
bagi
pemerhati
hadits
yang
belum
Salamah Nurhidayati, Kritik Teks Hadits, Kritik Tentang ar-Riwayah bi al-Mana Dan
Implikasinya Bagi Kualitas Hadits, Cet,1 (Yogyakarta: Teras, 2009) ,hlm. 78-79
32
Mahsyar Idris, Telaan Kritis Terhadap Syaz Sebagai, hlm.33
.
31
14
.
. .
. .
. ! " " : .
: " " . : " "
" . ".
Diriwayatkan dari Imam Muslim, dari Muawiyah Bin al-Hakam
as-Sulamiy, ia berkata akau mempunyai seorang budak wanita yang
menggembalakn kambingku kearah gunumg Uhud dan Juwainah, pada
suatuhari aku memantaunya, tiba-tiba ada seekor serigala yang membawa
lari seekor kambing yang digembalakannya. Aku sebagaimana manusia
biasa pun marah sebagaimana orang yang lain marah,namun aku telah
menamparnya, lalu aku datang kepada rasulullah SAW. Beliupun
menganggap besar apa yang telah saya lakukan. Kau berkata wahai
rasulullah apakah kau harus memerdekakannya. Beliau menjawab
bawalah wanita itu padaku, akupun membawanya kepada beliau, lalu
beliau bertanya kepada budak wanita itu: dimanakah Allah? Ia menjawab,
dilangit ; beliau bertanya lagi, siapakah aku? Ia menjawab; engkau
.
15
35
( : () )
Hadits di atas selain bertentangan dengan al-Quran juga
mencerminkan perkataan bukan orang mukminah, perkataan yang
menganggap bahwa tuhan berada di langit merupakan dalil iman bagi
musrik dan sedemikian itu merupakan keyakinan orang musyrik arab.
b) ( ) Tidak bertentangan dengan hadits
yang lebih shahih dan sirah nabawiyah
Selain disandarkan kepada al-Quran yang memiliki hukum yang
QhatI, kritik matan hadits juga diuji dengan menyandarkan sebuah hadits
dengan hadits yang lebih shahih/ lebih kuat. Adapun contoh dari hadits
yang bertentangan dengan hadits yang lebih kuat/sahaih yaitu37
Hadits di atas ditolak karena bertentangan dengan hadits yang lebih
shahih yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Ibnu Umar,
Imam Bukhari telah mengutip hadits ini pada empat tempat dari hadits
shahihnya, yaitu pada kitab as-Shahih pada pembahasan babu ma yadu
an-nas bi abaihim ini juga dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan
oleh abu dawud sbb.38
.
36
16
Adapun dari yang telah diketahui sejarah isra dari hadits di atas
berbeda dengan shirah nabawiyah menurut hadits di atas isra terjadi
sebelum hijarah.
Dan sejarah isra yang sudah disepakati pada tahun ke 10 sebelum
visi kenabian, dan semua sepakat bahwa shalat diwajibkan setelah nabi
Muhammad SAW Isra. Oleh karena itu maka hadits tersebut tertolak
dikarenakan fakta bahwa sholat belum diwajibkan sebelum ditunkannnya
wahyu. 39
c) ( ) Tidak bertentangan dengan akal, indra atau
sejarah.
Akal dapat digunakan sebagai penilai hadits nabi karena akal
mampu membedakan antara hak dan yang batil, begitu juga dengan
penglihatan dan sejarah. Adapun hadits yang bertolak belakang dengan
akal conthnya hadits berikut.40
.
.
17
Yang menjadikan keraguan dalam hadits tersebut karena ada niat
dalam memberi nama muhammad, bahwasanya dengan memberikan nama
muhammad tidak akan berpengaruh kepada jenis kelamin janin apakah dia
laki2 atau perempuan. Begitu juga dengan kedua hadits berikut ini.
:
Dari abu hurairah R.A berkata: rasulullah SAW bersabda tidak
akan fakir suatu rumah yang padanyaterdapat namaku
:
Dari Abi Imamah al-Bahili berkata: Rasulullah SAW bersabda
barang siapa yang melahikan anak dan ia memberi nama Muhammad,
maka dia dan anaknya akan masuk surga
Hadits diatas bertentangan dengan akal bahwa seseorang akan kaya
(tidak fakir) jika ia bekerja atau berusaha, jadi tidak mungkin dengan
adanya nama muhammad dalam suatu rumah ia akan terjamin dari fakir
tanpa berusaha, dan begitu juga dengan masuk surga, seseorang akan
masuk kedalam surga atau tergantung amalnnya atau bagaimana ia
menjalani hidup.
Selain akal, indra juga adalah bekal untuk dapat membedakan
antara yang benar dan yang salah, termasuk dalam menilai hadits apakah
hadits tersebut bisa diterima atau tidak. Adapun contoh hadits yang
bertentangna dengan akal sebagaimana hadits berikut ini41
18
Hajar aswad adalah batu yang bersal dari dunia bukan dari surga
sebagaimana keterangan hadits di atas. Hajar aswad adalah tanda untuk
memulai tawap disekitar kabah. Dan dia adalah batu yang dengannya
Nabi Ibrahim membangun kabah, adapun rasulullah SAW mengusap
hajar al-Aswad dan menciumnya, karena menciumnya termasuk kedalam
rukun yamani dan dia termasuk Qawaid (pondasi) Nabi Ibrahim,
demikianlah penglihatan sahabat terhadap penyaksian langsungnya.
Sedangkan penerapan sejarah sebagai salah satu tolok ukur kritik
matan hadis terapkan secara mutlak baik terhadap hadis-hadis yang
tercantum dalam kitab-kitab hadis yang mutabar ataupun sebagai
sanggahanterhadap kritik yang keliru, Hal tersebut dapat dilihat sebagai
pada kritik matan hadits Sebagai mana yang dikutip al-Adlabi dalam
Shahih muslim.42
42
Tasbih, Analisis Historis Sebagai Instrumen Kritik Matan Hadits, 1 (Jurnal al-Ulum, Juni
2011), hlm.160
19
(Imam Muslim berkata) Abbas bin Abd al-Azhim al-Anbari
dan Ahmad bin Jafar al-Maqari telah menceritakan kepada kami,
keduanya
berkata
al-Nadr
bin
Muhammad
al-Yamani
telah
Ummu
Habibah
bint
Abu
Sufyan,
saya
ingin
memerangi
orang-orang
kafir
Menurut imam Turmuzi hadits ini gharib sedangkan Qadi Abu
Bakar Ibnu Arabi Berpendapat bahwasanya perkataan
ini bermasalah (musykil), dan jauh dari keshahihan
hadits.44
43
21
Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum.
Redaksi hadits ini dengan beberapa jalur periwayatannya adalah
adalah dengan menggunakan kalimat . Namun berdasar riwayat yang
berasal dari Musa bin Ulai bin Rabah dari ayahnya dari Uqbah bin Amir
dengan menambahan kata
2. Mudhtharrib fi Al-Matan. Yaitu satu hadits yang periwayatannya saling
berbeda satu dengan yang lain; yang syarat penerimaannya sama kuatnya.
Sementara itu masing- masing hadits tersebut saling berbeda dari setiap
sudut pandangnya, yang tidak bisa di jamakkan, dinasakh dan tidak pula
dapat ditarjih contoh:
Bahwasanya dalam harta ada hak lain selain zakat
Sedangkan Ibnu Hibban meriwayatkan hadits ini dengan
menggunakan redaksi yang bertentangan dengan redaksi hadits di atas:
45
Masturi Irham: Kritik Matan: Sejarah dan Perkembangnnya, Jurnal Mutawatir, 2 (JuliDesember 2013), hlm. 250-252
22
Jika salah satu dari kalian bersujud maka janganlah seperti
menderumnya unta. Sebaiknya mendahulukan tangannya baru kemudian
kedua lututnya
Sementara dalam riwayat Ibnu Hibban dalam kitab Shahih- nya
disebutkan dengan menggunakan redaksi,
:
Aku melihat jika nabi saw bersujud, maka beliau meletakkan kedua
lututnya sebelum kedua tangannya
G. Al-Adlabi dalam Kritik Matan dan Ulama Yang Lain
Salahuddin al-adlabi adalah seorang pemerhati hadits yang lebih banyak
menganalisa hadits dari segi matan, hal ini dikarenakan pada masanya kritik
matan kurang mendapat perhatian dari kalangan ulama, sebagaimana yang
disampaikan al-Adlabi dengan mengutip beberapa pendapat seperti pendapat
Abu Riyyah dan Ahmad Amin dalam kitbnya Fajrul Islam.
Selain itu Al-Adlabi dengan ulama dalam menentukan keshahihan matan
hadits mereka bersepakat pada ketentuan umum (premis mayor) dan berbeda
dalam menentukan indikator (premis minor) keshohihan matan hadits,
menurut al-Adlabi indikator keshahihan matan hadits ada empat bagian
sebagaimana yang sudah disebutkan di atas.
Sedangkan menurut ulama yang lain seperti Imam Ghazali misalnya
membagi indikator keshahihan kritik matan menjadi lima bagian juga yaitu:
Pertama, Hadits tidak bertentangan dengan al-Quran, kedua, hadits tidak
23
46
Thoha Saputro, Kritik Matan Hadits Studi Komparatif Pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyah
dan Muhammad al-Ghazali, Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008), hlm. 51
47
Thoha Saputro, Kritik Matan Hadits Studi Komparatif Pemikiran Ibnu Qayyim al-Jauziyah
dan Muhammad al-Ghazali, hlm.37-38
24
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Salahddin ibn Ahmad al-Adlabi atau Lebih dikenal dengan nama
Salahuddin al-Adlabi lahir di madinah pada tahun 1367 H/1948 M. ia
mendapatkan gelar doktor di bidang Ulum al-Islamiyah wa al-Hadits di dar alHadits dengan predikat Hasan Jiddan pada tahun 1401 H/1980 M. ia sebagai
dosen pada beberapa fakultas. Al-Adlabi merupakan ulama Shalaf abad 19 M. ia
banyak memberikan kontribusi dengan pandangannya terhadap permasalahanpermasalahan agama dari pepspektif hadits yang berkaitan dengan matan, ia
dikenal dengan karyanya yang berjudul Manhaj Naqd al-Matan ind Ulama alHadits al-Nabawi.
Metode kritik hadits untuk mengetahui kualitas keshahihan hadits,
dilakukan dengan atau melalui kritik matan dan kritik sanad adapun syarat syarat
yang harus dipenuhi supaya diterima yaitu; segi sanad ( Sanad
Bersambung) ( Perawi Bersifat Adil), ( Perawi
bersifat dhabit), ( Terhindar dari syadz),
(terhindar dari illat). Sedangkan dari segi matan sudah termasuk pembahasan pada
kritik sanad yaitu ( Terhindar dari syadz),
(terhindar dari illat). Selain itu harus memenuhi indikator yang menurut al-Adlabi
jumlahnya ada empat.
Kritik matan sudah ada semenjak masa sahabat, sebagai contoh kritik
matan yang dilaukan oleh aisyah terhadap hadits yang disampaikan oleh ibnu
abbas, Selain itu aisyah juga mengkritik hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim yang mengatakan batal shalat sesorang jika wanita, anjing dan keledai
lewat didepannya. Kritik matan hadits juga pernah dilakukan oleh Umar terhadap
seorang wanita yang bernama Fatimah binti Qays begitu juga pada masa tabiin
dan pada era Atba-at-Tabiin.
25
Daftar Fustaka
al-Quran al-Karim
Bustamin, M. Isa H.A.Salam, Metodologi Kritik Hadits,Cet.1, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004
Idris, Mahsyar. Telaan Kritis Terhadap Syaz Sebagai Unsur Kaidah Kesahihan
Matan Hadits, al-Fikr, 2012
Irham, Masturi. Kritik Matan: Sejarah dan Perkembangnnya, Jurnal Mutawatir,
2 Juli-Desember 2013
Maani, Bahrul. al-Jarh WaTadil: Upaya Menghindari Skeptis dan Hadits
Palsu Media Academika,2 April, 2010
Nurhidayati, Salamah. Kritik Teks Hadits, Kritik Tentang ar-Riwayah bi alMana Dan Implikasinya Bagi Kualitas Hadits, Cet,1 Yogyakarta:
Teras, 2009
Saputro, Thoha. Kritik Matan Hadits Studi Komparatif Pemikiran Ibnu Qayyim
al-Jauziyah dan Muhammad al-Ghazali, Skripsi, Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga, 2008
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadits, Cet.1, Malang: UIN Maliki Press,
2010
Sumbulah, Umi. Kritik Hadits Pedekatan Pendekatan Historis Metodologis, cet,1.
Malang:UIN Malang Press, 2008
Syaroni, Usman. Otentisitas Hadits Menurut Ahli Hadits dan Kaum Sufi,
Cet.1Jakarta:Pustaka Firdaus, 2002.
Tasbih, Analisis Historis Sebagai Instrumen Kritik Matan Hadits, 1 Jurnal alUlum, Juni 2011
Umar, Athoillah. Budaya Kritik Ulama Hadits, Analisa Historis Hadits dan
Praktis, Jurnal Mutawatir, 1 Januari-Juni, 2011
Yudistira, Biografi Salahudin Ibn al-adlabi,
http://yudhistirasenangberkarya.blogspot.com/2013/11/biografisalahuddin-ibn-ahmad-al-adlabi.html, diakses tanggal 03 April 2015.
26