Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

KARSINOMA SEL SKUAMOSA LIDAH

Oleh:
I Putu Gita Prasetya Adiguna

(0970121028)

Ida Ayu Pradnya Paramita

(0970121029)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA RUMAH SAKIT UMUM SANJIWANI GIANYAR

NOVEMBER 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena berkat asung
kertha wara nugraha Ida lah kami dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul
Karsinoma Sel Skuamosa Lidah ini dengan baik.
Kami menyadari bahwa penulisan dari laporan kasus ini masih jauh dari sempurna,
maka dari itu dalam kesempatan kali ini kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan
dalam penulisan ini baik yang disengaja mauoun tidak disengaja.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi yang berkepentingan.

Gianyar, November 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................3
1.2 Tujuan.........................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................5
2.1 Anatomi dan Histologi Lidah.....................................................................................5
2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Karsinoma Sel Skuamosa Lidah......................................9
2.3 Patogenesis Karsinoma Sel Skuamosa Lidah............................................................10
2.4 Manifestasi Klinis......................................................................................................11
2.5 Metastasis..................................................................................................................13
2.6 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................14
2.7 Staging.......................................................................................................................15
2.8 Penatalaksanaan........................................................................................................16
BAB III LAPORAN KASUS..............................................................................................20
3.1 Identitas Pasien..........................................................................................................20
3.2 Anamnesis.................................................................................................................20
3.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................................22
3.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................24
3.5 Diagnosis Kerja.........................................................................................................24
3.6 Penatalaksanaan.........................................................................................................25
3.7 Follow up...................................................................................................................25
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................................26
4.1 Etiologi......................................................................................................................26
2

4.2 Lesi Pramalignan.......................................................................................................27


4.3 Manifestasi Klinis......................................................................................................27
4.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................28
4.5 Penatalaksaan dan follow up.....................................................................................28
4.6 Prognosis...................................................................................................................28
BAB V PENUTUP..............................................................................................................29
5.1 Simpulan....................................................................................................................29

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor ganas rongga mulut meliputi karsinoma bibir (30%), lidah 2/3 anterior (25-50%),
dasar mulut (30%), trigonum retromolar, gingiva, palatum durum dan mukosa bukal. Ratarata harapan hidup 5 tahun penderita sebesar 50%. Lebih dari 95% keganasan rongga mulut
merupakan karsinoma sel skuamosa yang makroskopik berupa tonjolan eksofitik (tumbuh ke
arah luar) atau berupa tukak. Karsinoma mulut sering menginfiltrasi jaringan tulang, terutama
mandibula. Kebanyakan penderita karsinoma rongga mulut datang dengan tukak yang sudah
berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Tumor ganas rongga mulut
paling banyak didapatkan pada perokok pria usia di atas 50 tahun dengan higiene mulut yang
buruk dan leukoplakia.
Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna yang berasal dari keratinosit
suprabasal epidermis. Insidensi pasti KSS sampai saat ini belum terdokumentasi oleh
National Cancer Institute, tetapi diperkirakan terjadi satu di tiap 1000 penduduk di Amerika.
Karsinoma ini meningkat insidensinya di daerah yang lebih banyak terpapar sinar matahari,
bahkan mencapai 200-300 kasus tiap 100.000 penduduk di Australia. Usia diatas 40 tahun,
paparan sinar matahari, pengaruh zat-zat karsinogenik (tar,arsen, hidrokarbon polisiklik
aromatik, parafin), merokok, trauma kronik, dan atau radiasi sinar pengion.
Sebanyak 91% dari seluruh kanker di rongga mulut adalah karsinoma sel skuamosa rongga
mulut. KSSRM merupakan bagian dari kanker di daerah kepala dan leher yang menempati
peringkat 10 kanker terbanyak di dunia dengan distibusi geografis yang luas. Dan secara
signifikan menyebabkan morbiditas maupun mortalitas. Berbagai literatur memperlihatkan
variasi klasifikasi yang dipakai untuk menggambarkan kanker mulut sehingga menyulitkan
untuk menginterpretasikan data epidemiologinya. Prevalensi kanker mulut cenderung tinggi
pada pria dan pada negara berkembang. Insidensi kanker mulut di Asia per 100.000 populasi
mempunyai rentang 0,7 di China dan 12,6 di India.
Dalam laporan kasus saat ini penulis mengangkat topik mengenai karsinoma sel
skuamosa rongga mulut yaitu pada lidah dengan membahas lebih lanjut tentang materi
1

tersebut berdasarkan pasien yang terdiagnosis mengidap karsinoma sel skuamosa lidah di
RSU Sanjiwani Gianyar pada bulan oktober 2013.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah:
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi dari lidah
2. Mengetahui tentang karsinoma sel skuamosa rongga mulut terutama pada lidah
3. Mengetahui gambaran pasien yang telah terdiagnosis mengidap karsinoma sel
skuamosa lidah dikaitkan dengan teori yang telah didapat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Histologi Lidah

Lidah adalah suatu organ muskular yang berhubungan dengan pengunyahan,


pengecapan dan pengucapan yang terletak pada sebagian di rongga mulut dan faring.
Lidah berfungsi untuk merasakan rangsangan rasa dari benda-benda yang masuk ke
dalam mulut kita.
Lidah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu radiks, korpus, dan apeks. Radiks lidah
melekat pada tulang hioid dan mandibula, di bagian bawah kedua tulang terdapat otot
geniohioid dan otot milohioid. Korpus lidah bentuknya cembung dan bersama apeks
membentuk duapertiga anterior lidah. Radiks dan korpus dipisahkan oleh alur yang
berbentuk V yang disebut sulkus terminalis.
Struktur-struktur Superficial Dari Lidah

Membran mukosa yang melapisi lidah yaitu dipunggung lidah, dipinggir kanan dan
kiri dan disebelah muka terdapat tonjolan yang kecil-kecil disebut dengan papillae.
Dasarnya papillae ini terdapat kuncup-kuncup pengecap sehingga kita dapat menerima /
merasa cita rasa. Area dibawah lidah disebut dasar mulut. Membran mukosa disini
bersifat licin, elastis dan banyak terdapat pembuluh darah yang menyebabkan lidah ini
mudah bergerak, serta pada mukosa dasar mulut tidak terdapat papillae. Dasar mulut
dibatasi oleh otot-otot lidah dan otot-otot dasar mulut yang insertionya disebelah dalam
mandibula. Disebelah dalam mandibula ini terdapat kelenjar-kelenjar ludah sublingualis
dan submandibularis.
Otot-otot Pada Lidah
Lidah adalah satu organ otot dengan kekenyalan yang baik sekali sewaktu bergerak,
hal ini dapat dilihat pada waktu mengunyah. Lidah sebagian besar terdiri dari dua
kelompok otot. Otot intrinsik lidah melakukan semua gerakkan halus, sementara otot
ekstrinsik mengaitkan lidah pada bagian sekitarnya serta melaksanakan gerakkn-gerakkan
kasar yang sangat penting pada saat mengunyah dan menelan.
Otot-otot Instrinsik:
- M. Longitudinalis superior.
- M. Longitudinalis inferior.
- M. Transversus linguae.
- M. Verticalis linguae.
Otot-otot ekstrinsik:
- M. Genioglossus
- M. Hyoglossus.
- M. Chondroglossus
- M. Palatoglossus.
- M.Styloglossus
Persarafan Pada Lidah
Persarafan pada lidah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Saraf sensoris, utuk mempersarafi :
a. Duapertiga anterior oleh nervus lingualis cabang nervus mandibularis untuk sensasi
umum dan chorda tympani cabang nervus facialis yang menuju ke lidah untuk
gustasi (pengecap).
4

b. Sepertiga posterior lidah dan papillae valatae disarafi oleh ramus Lingualis nervus
glossopharyngeus (nervus cranialis IX) untuk sensasi umum dan gustasi cabangcabang kecil nervus laryngeus internus cabang nervus Vagus (n.Cranial X)
memeprsarafi daerah kecil pada lingua,tepat anterior terhadap epiglottis.
2. Saraf pengecap, untuk mempersarafi :
a. Duapertiga anterior oleh serabut-serabut nervus fasialis.
b. Satupertiga posterior oleh nervus glosofaring.
3. Saraf motorik
Semua otot-otot pada lidah baik yang instrinsik maupun ekstrinsik di sarafi oleh
nervus hypoglossus (n. Cranialis XII), kecuali M. Palatoglossud yang disarafi oleh
nervus cranialis X.
Vaskularisasi Lidah
Arteri lingualis merupakan cabang dari arteri karotis eksterna. Arteri ini terus berjalan
melewati otot-otot pengunyahan bagian posterior menuju ke tulang hioid, kemudian
bersama-sama dengan nervus hipoglosus dan vena lingualis menuju otot hioglosus. Setelah
melewati otot hioglosus arteri lingualis ini bercabang, yaitu rami dorsalis lingual dan di
ujung anterior terbagi lagi menjadi dua cabang terminalis :
1. Arteri sublingualis berjalan diantara otot genioglosus dan glandula sublingual.
2. Arteri lingualis profunda terletak di bagian lateral permukaan bawah lidah.
Vena lingualis profunda terletak pada membran mukosa bagian lateral bawah lidah.
Vena lingualis profunda dan vena sublingualis bergabung dengan dorsal lingualis di daerah
posterior dari otot hioglossus, lalu berjalan menuju vena jugularis.
Aliran Limfe Pada Lidah
Pembuluh limfe berjalan di belakang papila sirkumvalata menuju posterior menembus
dinding faring dan memasuki nodus limfatikus di daerah servikal yang terletak di sebelah
lateral vena jugularis interna:
1. Pembuluh marginal
Pembuluh marginal terdapat pada satupertiga luar dari permukaan atas lidah.
Pembuluh marginal terbagi menjadi dua bagian, bagian anterior berjalan dari ujung
lidah dan berakhir di nodus limfatikus submaksilaris, bagian posterior berjalan di
belakang otot milohioid dan berakhir di nodus jugulo omohioiedeus.
2. Pembuluh sentral

Pembuluh ini berjalan dari ujung lidah ke bawah melalui otot miloihioid dan
berakhir pada nodus submental.

Histologi
Lidah terdiri corpus (bagian dorsum dan bagian ventral) dan radix.
Pada bagian corpus lidah terdiri dari:
1. Tunika mukosa yang terdiri atas epitel berlapis pipih, lamina propia dan papila
lingualis.
2. Tunika Submukosa yang terdiri atas jaringan ikat fibroelastis dan kelenjar lidah
3. Tunika Muskularis
Perbedaan bagian dorsum dan ventral adalah:
Lidah
Epitel
Papila lingualis
Taste Bud

Dorsum
Berlapis menanduk
+/kasar
+

Ventral
-

(caliculus Gustatorius)
Ketebalan

>

<

Papila lingualis ada 4 jenis yaitu: papila fungiformis, papila circumvallata, papila
filiformis dan papila foliata.
Pada bagian radik lidah terdiri dari:
1. Tunika mukosa yang terdiri atas epitel berlapis pipih, lamina propia namun tidak
ada papila lingualis.
2. Tunika submukosa yang terdiri atas jaringan ikat fibroelastis, kelenjar weber dan
tosila lingualis.
3. Tunika muskularis

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko Karsinoma Sel Skuamosa Lidah


Terjadinya

karsinoma

sel

skuamosa

rongga

mulut

merupakan

proses

multifaktorial. Insiden keganasan pada rongga mulut dikaitkan dengan usia, akumulasi
waktu terhadap perubahan genetik, dan durasi paparan terhadap inisiator dan promotor
(iritasi fisik/kimia, virus, efek hormonal, penuaan sel dan penurunan imunitas tubuh).
Pada pasien dengan transplantasi organ terjadi peningkatan risiko terhadap KSS karena
terkait faktor immunosuppresion.
Rokok dan alkohol meningkatkan faktor risiko terjadinya kanker pada rongga mulut,
selain karena rokok mengandung kandungan zat-zat yang memiliki sifat karsinogenik,
alkohol juga memberi dampak yang signifikan. Kesinergisan mekanisme hubungan kedua
hal tersebut yaitu dapat terjadi dehidrasi di mukosa, meningkatkan permeabilitas mukosa
dan adanya efek karsinogenik yang terkandung.sehingga diperlukan mouthwash yang
rutin pada pengguna rokok dan alkohol untuk menjaga hieginitas dari mulut. Disfungsi
hati dan status nutrisi juga memberi kontribusi. Adanya trauma kronis di rongga mulut
juga dapat menyebabkan adanya perubahan sel epitel.

2.3 Patogenesis Karsinoma Sel Skuamosa Lidah


Karsinoma sel skuamosa adalah hasil dari proses multi-stage yaitu:
1. Adanya aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen.
2. Melemahnya gen supresor tumor yang mengakibatkan LOH (Loss of
Heterozygosity) sehingga menyebabkan peningkatan perubahan molekuler yang
agresif pada suatu tumor/lesi premalignan.
3. Perubahan dari normal menjadi hiperplasiakarena adanya perubahan dari
kromosom 9p sehingga terjadi proliferasi sel yang terus-menerus.
4. Lesi displasia adanya perubahan dari kromosom 3p,17p. Sel yang mengalami
displasia ada dalam 3 kategori berdasarkan kriteria histomofologi, yaitu: (1) mild:
perubahan sel hanya berbatas sampai lapisan basal sel epitel, (2) moderate dan
severe berhubungan dengan tingkat perubahan morfologi selular dan tingkat
perubahan ketebalan sel epitel.
Severe displasia dan kolinisasi dari kandidiasis akan memberi pengaruh
terhadap risiko malignansi dari lesi premalignan. Mayoritas suatu lesi
premalignan hanya mengalami hiperplasia atau mild displasia cenderung tidak
progresif menjadi suatu malignansi.
5. Karsinoma in situ merupakan lesi sel abnormal yang melibatkan seluruh epitel
tanpa invasi ke membran basal dan/atau ke jaringan ikat.
6. Karsinoma invasif

Lesi Pramalignansi
Lesi premaligna/prekanker didefinisikan oleh WHO sebagai perubahan morfologi
jaringan yang berpotensi menjadi malignansi disertai adanya leukoplakia, eritroplakia dan
bisa juga lichen planus oral. Secara klinis, leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih
pada mukosa dan tidak bisa dikarakteristikkan secara klinis dan patologi sumber
penyebabnya

karena

ada

berbagai

faktor

yang

dapat

menyebabkan

leukoplakia.Leukoplakia dianggap sebagai kondisi pramalignansi dari iritasi kronis


membran mukosa, menyebabkan peningkatan proliferasi epitel dan jaringan ikat. Onset
dari leukoplakia biasanya terjadi setelah umur 40 tahun, dengan puncak insidennya
dibawah umur 50 tahun. Leukoplakia ditemukan2 sampai 3 kali lebih banyak pada lakilaki dibandingkan wanita. Terdapat banyak inflamasi lain baik sistemik maupun lokal
yang memiliki presentasi yang mirip dengan leukoplakia seperti infeksi jamur,
pemphigus, pemfigoid, liken planus, lupus, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan

pentingnya melakukan evaluasi dalam mengidentifikasi pasien dengan risiko kanker


orala,d.
Yang

rasio

malignansinya

paling

tinggi

adalah

Leukoplakia

erosive

(Erythroleukoplakia) dan leukoplakia nodulera.Erythroplakia didefinisikan sebagai plak


berwarna merah yang ditemukan di mukosa oral dan tidak dapat dideskripsikan sebagai
kondisi lain. Tidak ada predileksi secara jenis kelamin, dan lebih jarang ditemukan pada
lidah dibandingkan tempat lainnya di oral cavityc.

2.4 Manifestasi Klinis


Kanker

rongga

mulut

biasanya

asimptomatik

sayangnya

mayoritas

pasien

teridentifikasi setelah timbul gejala (simptomatis) yang ditimbulkan dan saat


progresifitas. Sel kanker dapat dengan mudah menyebar dan menjadi simptomatis hanya
setelah ukuran tumor mengganggu mobilitas lidah. Rasa tidak nyaman menjadi keluhan
tersering pasien juga adanya masa di daerah mulut atau leher. Disfagia, odinofagia,
otalgia dan sulit menggerakkan lidah/rahang dan oral bleeding jarang terjadi. Pada pasien
akan terlihat adanya perubahan jaringan yaitu akan tampak lesi berwarna putih, merah
atau campur, perubahan susunan permukaan lesi (halus, berbentuk granular, kasar atau
krustosa) dan terdapat masa dan ulkus. Selain itu akan terjadi penurunan fungsi lidah
yaitu sulit bicara, menelan dan mengunyah makanan. Nyeri terjadi bila tumor mengenai
nervus lingual, dan nyeri tersebut dapat menjalar hingga telinga.
Kanker sel skuamosa pada lidah dapat berasal dari epitel yang terlihat normal, area
tempat leukoplakia, atau pada area glositis kronis. Lesi-lesi tersebut biasanya memiliki
9

presentasi dengan ukuran lebih dari 2 cm, dengan batas lateral menjadi tempat yang
paling sering menjadi awal tumor.
Dalam pemeriksaan kepala dan leher, pemeriksaan lebih diarahkan pada tempat,
massa, dan karakteristik infiltrasi lesi. Pemeriksan juga harus melakukan pemeriksaan
bimanual pada tumor, dasar mulut, dan submandibular. Segala keluhan di daerah mulut
harus diperiksa dengan seksama daerah servikal/submandibular untuk melihat nodul
limfe. Kelenjar submandibular yang asimetris dan adenopati nodul harus dicari dengan
seksama baik dengan cara membandingkan hasil pemeriksaan bimanual leher dengan
hasil penunjang. Pembesaran KGB pada karsinoma lidah biasanya terjadi di midjugular
chain area (deep lateral cervical nodes) atau disubmandibular triangle. Dan penyebaran
biasanya searah dengan letak lesi. Nodul tersebut tidak menimbulkan nyeri kecuali bila
terjadi infeksi sekunder atau respon inflamasi setelah mendapat tindakan biopsi. Sehingga
pemeriksaan nodul sebaiknya dilakukan sebelum biopsi agar tidak terjadi over-staging
karena adanya nodul terdeteksi bukan karena penyebaran malignansi tetapi karena respon
inflamasi. Nodul limfe yang berhubungan dengan penyebaran kanker biasanya
susunannya lebih besar dan mengeras. Penyebaran ini akan mempengaruhi terapi dan
prognosis dari suatu karsinoma.
Evaluasi dental juga dapat dilalukan dengan fokus pada higenisitas gigi, status gigi,
dan integritas dari mandibula. Banyak pasien yang menderita malnutrisi berhubungan
dengan disfagia yang disebabkan oleh lesi.

10

2.5 Metastasis
Sebagian besar karsinoma sel skuamosa bermetastasis melalui saluran kelenjar limfe
regional.Dalam

perkembangannya sel-sel tumor

terus

mengakumulasi kelainan

genetik, beberapa di antaranya tetap dorman, tetapi beberapa yang lain dapat menjadi
lebih ganas dan memiliki potensi untuk bermetastasis atas pengaruh elemen-elemen yang
dikenal sebagai enhancer element. Proses berurutan mulai pembentukan tumor, invasi
dan metastasis digambarkan sebagai berikut: 1) Aktivasi onkogen (transformasi); 2)
proliferasi sel-sel yang mengalami transformasi; 3) kemampuan sel tumor untuk
menekan gen supresor tumor; 4) suplai nutrisi kepada masa tumor memerlukan
angiogenesis; 5) invasi lokal dan destruksi komponenkomponen matriks ekstraseluler dan
parenkim; 6) migrasi sel tumor dari tempat asalnya; 7) penetrasi sel-sel kanker melalui
dinding pembuluh darah; 8) embolisasi dan penggumpalan sel-sel tumor menuju lokasi
baru; 9) sel-sel tumor berhenti dalam lumen pembuluh darah kecil atau getah
bening;

10)

menembus pembuluh darah dan berkembang di lokasi baru.Perlu

ditekankan bahwa untuk mengembangkan anak sebar di berbagai organ, sel-sel tumor
harus memiliki atau mampumengembangkan sifat / fenotipe metastasis. Tumor ganas
diketahui menunjukkan tingkat mutasi dan instabilitas genetik yang tinggi, sehingga
meningkatkan kemungkinan untuk membentuk sel-sel dengan fenotip metastasis.

11

2.6 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Karena insiden metastasis yang jauh jarang terjadi, pemeriksaan laboratorium
diarahkan ke evaluasi penyakit kronis/sistemik yang dimiliki pasien.
Radiologi
Pemeriksaan penunjang meliputi rontgen, CT scan dan MRI akan berfungsi sebagai
tanda dari penyebaran ke tulang dan dapat menunjukkan adanya perluasan lesi jaringan
lunak. Penyebaran ke tulang sangat penting dalam penentuan staging, penentuan jenis
terapi dan prognosis diikuti penemuan secara klinis dan histopatologi. Nuklear
scintiscanning dapat memberikan bukti adanya penyebaran ke tulang karena tumor dan
juga nekrosis tulang akibat terapi radiasi. CT scan dan MRI dapat membantu dalam
penegakkan status dari penyebaran limfe nodes di servikal, sehingga dapat menambah
keyakinan adanya suatu pembesaran KGB. Perbedaan antara benign dan malignansi tidak
dapat ditentukan dengan pemeriksaan ini.

12

Histopatologi
Standar teknik biopsi insisi dan eksisi untuk keperluan histopatologi menggunakan
fine needle aspiration insisional biopsi(FNAB) dapat membantu mengevaluasi massa
yang mencurigakan. Pemeriksaan mikroskopik diperlukan dalam diagnosis dimana akan
terlihat displasia/atipia yang didiskripsikan melalui rentang abnormal seluler yaitu
meliputi perubahan ukuran dan morfologi sel, peningkatan mitosis, hiperkromatin dan
perubahan kematangan sel normal. Diskripsi untuk mild, moderate dan severe dari
displasi cenderung mengarah ke tingkat keparahan abnormalitas yang terjadi pada sel
epitel. Bila abnormalitas sel tidak diikuti oleh adanya penebalan sel epitel disebut
karsinoma in situ. Sedangkan apabila membran basal terkena akan terjadi invasi ke
jaringan ikat diagnosis suatu karsinoma/malignansi dapat ditegakkan.

2.7 Staging
Staging dari kanker oral cavity dilakukan dengan system TNM 1998 yang
dikembangkan oleh kerjasama antara American Joint Commite of Cancer (AJCC) dan
International Union Against Cancer (IUCC).
T: Tumor primer lidah

T1: Dimensi terbesar tumor berukuran <2cm .

13

T2: Dimensi terbesar tumor berukuran 2-4cm .

T3: Dimensi terbesar tumor berukuran >4cm .

T4: Tumor menginvasi struktur sekitar.

T4a: Tumor menginvasi struktur sekitar seperti tulang kortikal, atau


kulit wajah).

T4b: Tumor menginvasi ruang masticator atau pterygoid plate.

N: Nodul

N0: Tidak ada metastasis noduler.

N1: Nodul ipsilateral tunggal dengan dimensi terbesar berukuran < 3cm.

N2a: Metastasis nodul limfatik tunggal ipsilateral dengan dimensi terbesar 3-6cm.

N2b: Nodul ipsilateral multiple dengan dimensi terbesar < 6cm.

N2c: Nodul bilateral atau kontralateral dengan dimensi terbesar < 6cm.

N3: Nodul dengan dimensi terbesar > 6cm.

M: Metastasis

M0: Tidak terdapat metastasis.

M1: Terjadi metastasis.

Stadium Keganasan

Stadium I : T1N0M0 harapan hidup 5 tahun 75-95%


Stadium II: T2N0M0 harapan hidup 5 tahun 50-75%
Stadium III: T2N0M0, T1N1M0,T2N1M0 harapan hidup 5 tahun 25-50%
Stadium IV: T4N0-N3M0 atau setiap M1 harapan hidup 5 tahun <25%

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari karsinoma sel skuamosa tergantung dari ukuran, bentuk, dan
lokasi dari tumor, serta kedalaman jaringan yang diinvasi oleh tumor tersebut. Sebaiknya
14

pemilihan cara pengangkatan karsinoma sel skuamosa ini tidak mengakibatkan cacat dan
gangguan pada pasien yang seminimal mungkin. Ada 4 metode yang biasanya dilakukan
dalam penatalaksanaan karsinoma sel skuamosa, yaitu bedah listrik, bedah eksisi, radiasi,
dan kemoterapif,g. Prinsip tujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan pasien dari
kanker. Pilihan pengobatan tergantung pada faktor-faktor seperti jenis sel dan tingkat
diferensiasi, ukuran, dan lokasi dari lesi primer, status kelenjar getah bening, adanya
keterlibatan tulang, kemampuan pasien dalam berbicara, fungsi menelan, status fisik dan
mental pasien, evaluasi menyeluruh terhadap potensi komplikasi setiap terapi, dan
radioterapi.
Untuk sebagian besar lesi T1 dan T2 yang terbatas pada lidah, dapat dengan mudah
dilakukan eksisi wedge horizontal peroral. Untuk lesi yang lebih besar dan gangguan
mobilitas lidah, dengan asumsi adanya infiltrasi di lidah yang dalam atau penyebaran
pada dasar rongga mulut, diperlukan penanganan yang lebih radikal. Jika tumor sudah
menyebar hingga gusi, perlu dipertimbangkan untuk melakukan reseksi dari mandibula.
Pembedahan atau radiasi yang digunakan bertujuan kuratif dalam pengobatan kanker
mulut. Kemoterapi merupakan tambahan untuk modalitas terapi utama radiasi dan
pembedahan. Baik pembedahan atau radiasi dapat digunakan untuk berbagai lesi T1 dan
T2 , namun, operasi dan radiasi yang dikombinasikan biasanya diperlukan untuk penyakit
stadium lanjut. Untuk stadium lanjut, kemoterapi digunakan dalam kombinasi dengan
salah satu atau kedua modalitas pengobatan primer.
Pembedahan dapat sebagai pengobatan primer atau dapat menjadi bagian dari terapi
kombinasi dengan terapi radiasi . Pembedahan diindikasikan ( 1 ) untuk tumor yang
melibatkan tulang , ( 2 ) ketika efek samping dari operasi yang diharapkan lebih mnimal
dibandingkan terapi lain yang terkait dengan radiasi , ( 3 ) untuk tumor yang kurang peka
terhadap radiasi, dan ( 4 ) untuk tumor berulang pada daerah-daerah yang sebelumnya
telah menerima dosis maksimum radioterapi . Pembedahan bisa gagal karena eksisi yang
tidak lengkap ,tepi reseksi yang tidak adekuat , tumor menginvasi luka , penyebaran
limfatik atau hematogen yang tidak diketahui, invasi saraf , atau penyebaran perineural.
Pembedahan menghasilkan pengangkatan struktur, yang perlu melalui pertimbangan
estetika dan fungsional penting. Kemajuan dalam pengobatan di masa depan mungkin
termasuk pembedahan dikombinasikan dengan kemoterapi sistemik dan imunoterapi ,
dan ada juga mungkin kemajuan dalam rekonstruksi.

15

Pembedahan diperlukan bila tulang terlibat, dan radioterapi saja tidak dapat dianggap
adekuat untuk menghasilkan penyembuhan. Dalam beberapa kasus dengan keterlibatan
tulang minimal, mandibulectomy parsial memungkinkan dipertahankannya kontinuitas
mandibula.
Bedah eksisi lesi displastik dan ganas dapat diselesaikan dengan terapi laser. Terapi
Laser untuk lesi ini ditoleransi dengan baik dan biasanya mengurangi masa rawat inap
tetapi memiliki kelemahan yaitu membatasi penilaian tepi untuk konfirmasi histopatologi.
Terapi Radiasi
Terapi radiasi bisa diberikan dengan tujuan untuk menyembuhkan, sebagai bagian dari
gabungan radiasi operasi dan / atau manajemen kemoterapi, maupun untuk paliatif.
Dalam perawatan paliatif, radiasi mungkin meringankan gejala simtomatis dari rasa sakit,
perdarahan, ulserasi, dan obstruksi orofaringeal. Radiasi mematikan sel dengan cara
interaksi dengan molekul air dalam sel, memproduksi molekul bermuatan yang
berinteraksi dengan proses bio-kimia dalam sel. Inti sel tumor yang relatif hipoksif
kurang rentan terhadap radioterapi, tetapi dapat teroksigenasi lebih baik karena sel perifer
dipengaruhi oleh radiasi dan dengan demikian lebih rentan terhadap pemberian radiasi
berikutnya. Efek biologis dari radiasi tergantung pada dosis per fraksi, jumlah pembagian
per hari, waktu pengobatan total, dan total dosis radiasi.
SCC biasanya bersifat radiosensitif, dan lesi awal sangat dapat disembuhkan. Secara
umum, semakin terdiferensiasi suatu tumor, maka respon terhadap radioterapinya
semakin lama. Tumor yang exophytic dan teroksigenasi dengan baik lebih bersifat
radiosensitif sedangkan tumor invasif besar dengan fraksi pertumbuhan yang kecil kurang
responsif. SSC yang terbatas pada mukosa sangat dapat disembuhkan dengan radioterapi.
Kemoterapi
Kemoterapi telah dipertimbangkan untuk pengobatan individu dengan tumor stadium
lanjut atau penyakit berulang pada mereka yang dengan operasi atau radiasi tidak
mungkin untuk dapat menyembuhkan. Kemoterapi digunakan sebagai terapi induksi
sebelum terapi lokal, kemoradioterapi simultan, dan sebagai kemoterapi adjuvan setelah
pengobatan lokal. Gabungan kemoterapi dan protokol radioterapi diteliti, regresi tumor
telah terlihat, namun tidak ada perbaikan dalam ketahanan hidup 5 tahun telah terlihat
secara konsisten. Tujuan penambahan kemoterapi adalah untuk meningkatkan reduksi
tumor awal dan memberikan pengobatan dini pada mikrometastasis. Potensi efek toksik
16

kemoterapi adalah mukositis, mual, muntah, dan supresi sumsum tulang. Agen utama
yang telah diteliti tunggal atau kombinasi adalah metotreksat, bleomycin, taxol dan
turunannya, cisplatin dan turunannya, dan 5-fluorouracil. Respon awal suatu lesi
premalignan terhadap kemoterapi sebelum radioterapi dapat memprediksi respon tumor
terhadap radiasi.
Kombinasi Radiasi dan Pembedahan
Keuntungan dari radioterapi adalah kemampuannya dalam membasmi sel tumor yang
teroksigenasi baik di pinggiran dan untuk mengelola penyakit subklinis regional.
Pembedahan dapat lebih mudah mengelola massa tumor dengan sel hipoksik yang relatif
tahan radiasi dan tumor/lesi premalignansi yang mengarah ke keganasan. Dengan
demikian, terapi kombinasi dapat menghasilkan perbaikan kelangsungan hidup dalam
kasus tumor/lesi premalignan lanjutan dan yang menunjukkan perilaku agresif biologis.
Keuntungan dari radiasi pra operasi adalah rusaknya sel-sel tumor perifer, kontrol
potensi penyakit subklinis, dan kemungkinan untuk mengubah lesi yang tidak dapat
dioperasi menjadi lesi yang dapat dioperasi. Kerugiannya meliputi kesulitan dalam
menentukan tingkat yang tepat dari tumor, lambatnya penyembuhan pascaoperasi. Bedah
sebelum radioterapi dapat digunakan untuk menghilangkan sebagian besar tumor yang
mengandung sel-sel hipoksik. Radioterapi pasca operasi dapat digunakan untuk
mengobati sel-sel yang tersisa pada tepi reseksi dan untuk mengendalikan penyakit
subklinis. Dalam beberapa seri, kejadian metastasis lebih rendah pada kelompok pasca
operasi. Uji klinis terkontrol dengan baik diperlukan untuk memandu pilihan radioterapi
pra-operasi dibandingkan pasca operasi.

17

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama pasien

: NML

Umur

: 48 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Kewarganegaraan

: Indonesia

Agama

: Hindu

Status

: Menikah

MRS

: 11 Oktober 2013-11-04

Tanggal Pemeriksaan

: 14 Oktober 2013 (pukul 13.00)

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada dagu kanan pada tempat pemasangan besi penyangga rahang kanan bawah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang mengeluh nyeri pada dagu kanan sejak seminggu yang lalu setelah terpasang
besi penyangga pada bulan februari 2012. Nyeri tersebut berawal dari daerah gusinya
kemudian terjadi pembengkakan di daerah dagu kanannya. Nyeri dirasakan seperti tertusuktusuk yang terus menerus sehingga mengganggu aktivitas kesehariannya. Dirasakan paling
berat saat makan pada bagian kanan dan saat memulai tidur di malam hari, tidak ada usaha
untuk memperingan keluhan yang dialaminya. Besi penyangga tersebut terpasang
dikarenakan lidah pasien telah dilakukan operasi pengangkatan lidah karena telah terdiagnosa
mengidap SCC lidah sejak tahun 2006. Pasien juga mengeluh badannya melemah. Pasien

18

tidak mengetahui secara spesifik mengenai berat badan, namun merasa lebih kurus dari
sebelumnya. Nyeri kepala, mual dan muntah disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
-

Sebelum keluhannya pada lidah, pasien sempat cabut gigi sebanyak 2 kali pada gigi geraham
kiri dan kanan, dan pernah mengalami sakit gigi. Tidak lama setelah itu, pasien mengeluh
timbul bercak putih pada lidah yang pada awalnya diduga karena sariawan. Karena tak
kunjung sembuh, pasien melakukan pengobatan ke dokter umum. Namun tidak mengalami
perubahan tetapi bercak tersebut semakin banyak dan pasien merasa perih saat mengunyah

makanan serta mudah berdarah. Keluhan pada gigi sudah tidak ada.
Tahun 2006 telah terdiagnosa mengidap SCC lidah dari hasil pemeriksaan di RSUP Sanglah
dan telah dilakukan glosectomy partial kiri, pasien rawat inap di RSUP Sanglah saat itu

selama 3 bulan.
Setelah glosectomy partial telah dilakukan, pasien memulai chemotheraphy.
Tahun 2007 kembali dilakukan total glosectomy di RSUP Sanglah karena pertumbuhan

karsinoma kembali hadir. Dan pasien di rawat inap kembali selama 21 hari.
Pasien juga mendapat terapi radiasi.
Tahun 2009 muncul benjolan di leher bagian kiri atas dan dirawat inap kembali selama 2

minggu di RSUP Sanglah.


Tahun 2012 kembali pasien dioperasi dengan pemasangan besi penyangga rahang bawah

(plate and screw post op hemimandibulektomi) bagian kanan pada bulan februari.
Chemotheraphy yang telah dilakukan di RSUP Sanglah sebanyak 30 kali sejak tahun 2006
tersebut. Dan mulai april 2013 pasien melakukan chemotheraphy di RSUD Sanjiwani Gianyar

dan sampai oktober 2013 pasien sudah mendapat 3 kali chemotheraphy.


Kesehariannya pasien mengkonsumsi obat oral yaitu pil Xeloda.
Riwayat Keluarga
Pasien tidak memiliki anak sejak pernikahannya 23 tahun yang lalu, menikah pada usia 35
tahun. Tidak ada memiliki riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
Riwayat Sosial
Pekerjaan pasien adalah sebagai pedagang. Kebiasaan merokok dan minum alkohol
disangkal. Pasien mengaku sebelum penyakit yang diidapnya saat ini, pasien kurang menjaga
kebersihan mulutnya.

19

3.3 Pemeriksaan Fisik


Tanggal 14 Oktober 2013 di ruang Bima RSUD Gianyar.
Pemeriksaan Status Present
Kesan sakit

: sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan Darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 82x/menit

RR

: 18x/menit

Temp.Aksila

: 36C

Berat Badan

: 48 kg

Pemeriksaan Status General


Kepala Leher
o
o
o
o
o
o

Kepala
Mata
THT
Rongga Mulut
Dagu
Leher

: normocephali
: Anemia (-/-), sklera ikterus (-/-),
: kesan tenang
: sesuai status lokalis
: sesuai status lokalis
: sesuai status lokalis

Thoraks
o Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi

: tidak tampak pulsasi iktus kordis


: iktus kordis tidak teraba
: batas atas jantung setinggi ICS II, batas kanan jantung di parasternal
line kanan, batas kiri jantung di midclavicula ICS V.

Auskultasi : suara jantung S1S2 tunggal reguler, murmur (-)


o Paru
Inspeksi

: dinding thoraks simetris, statis dan dinamis. Retraksi (-)

20

Palpasi
: vocal premitus N/N
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+, rh -/-, wheezing -/Abdomen
Inspeksi

: distensi (-), sikatrik (-), pelebaran pembuluh darah (-)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Palpasi

: Nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Ballotment (-)

Perkusi

: distribusi timpani (+), asites (-)

Ekstremitas
Inspeksi

: eritema palmaris (-/-), ruam (-/-), ulkus (-/-), sianosis (-/-)

Palpasi

: hangat ++/++, edema --/--

Pemeriksaan Status Lokalis


Regio mandibula dextra
Look

: hiperemi, edema, ulkus (-), sikatrik post hemimandibulektomi (+),


bentuk rahang yang sudah tidak terlihat sudutnya

F eel

: nyeri tekan, terpasang besi penyangga, tidak ada ulkus/cairan yang


keluar, teraba hangat.

Movement

: ROM terbatas

Regio orolabial
Inspeksi

: Mulut terbuka hanya 2cm, mukosa bibir berwarna coklat


kemerahan, lidah sudah tidak ada, gigi geligi tidak lengkap, darah (-), ,
terdapat sekret berwarna putih susu diatas benjolan yang permukaan
21

yang tidak rata dan berwarna kemerahan. Dasar mulut juga penuh
dengan sekret tersebut. Gigi berwarna kuning kecoklatan. Ovula
masih ada. Mukosa bukal berwarna kemerahan. Gingiva kanan
berwarna merah. Tonsil dan dinding posterior faring tidak dapat
terevaluasi.
Regio Colli sinistra
Inspeksi

: benjolan ukuran 1 cm, multipel, hiperemi (-), ulkus (-), tidak ada
perubahan warna.

Palpasi

: Nyeri tekan minimal, konsistensi padat, imobile, fluktuasi (+)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, fungsi renal,
fungsi hati, albumin dan elektrolit. Diperoleh hasil Hb: 8,1 dan albumin 2,67 yang tergolong
rendah, fungsi renal, fungsi hati dan elektrolit dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang
yang lain yang telah dilakukan kepada pasien adalah pemeriksaan FNABINSISIONAL
BIOPSI dan histopatologi dimana berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diperoleh hasil
karsinoma sel skuamosa pada lidah.

3.5 Diagnosis Kerja


Inflamasi gingiva mandibula dektra post hemimandibulektomi dengan anemia ringan
disertai pembesaran limfe sinistra et causa metastase karsinoma sel skuamosa lidah.

3.6 Penatalaksanaan
-

MRS untuk perbaikan keadaan umum


IVFD 20 TPM
Transfusi PRC 2 kantong
Cefotaxime 3x1 gr
22

Metronidazole 3x1
Ketorolac 3x1
Oral hiegine dengan betadine gargle.
Evaluasi Hb dan albumin.

3.7 Follow up
Tanggal 18 oktober 2013
-

Keadaan pasien membaik


Setelah melakukan pemeriksaan darah lengkap, didapatkan hasil Hb 12,9.
Transfusi darah sudah tercukupi.
Direncakan untuk pemeriksaan albumin

Tanggal 19 oktober 2013


-

Kadar albumin 2,24 g/dl tergolong rendah dan menurun dari hasil pemeriksaan

albumin di awal masuk rumah sakit.


Dikoreksi sampai dengan 2,5 g/dl
Pasien mengkonsumsi putih telur

Tanggal 21 oktober 2013


-

Pasien dipulangkan
KIE pasien untuk kontrol ke poli bila keluhan berlanjut.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini adalah wanita berusia 48 tahun datang mengeluh nyeri pada dagu
kanan sejak seminggu yang lalu setelah terpasang besi penyangga pada bulan februari 2012.
Nyeri berawal dari daerah gusinya kemudian terjadi pembengkakan di daerah dagu kanannya.
Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk yang terus menerus sehingga mengganggu aktivitas
kesehariannya. Dirasakan paling berat saat makan pada bagian kanan dan saat memulai tidur
di malam hari. Pasien juga mengeluh badannya melemah. Pasien merasa lebih kurus dari
sebelumnya. Nyeri kepala, mual dan muntah disangkal.
23

Riwayat sebelumnya pasien pernah cabut gigi sebanyak 2 kali. Tidak lama setelah itu,
pasien mengeluh timbul bercak putih pada lidah. Pasien melakukan pengobatan ke dokter
umum. Namun tidak mengalami perubahan tetapi bercak tersebut semakin banyak dan pasien
merasa perih saat mengunyah makanan serta mudah berdarah. Tahun 2006 telah terdiagnosa
mengidap SCC lidah dan telah dilakukan glosectomy partial kiri. Selanjutnya pasien memulai
chemotheraphy. Tahun 2007 dilakukan total glosectomy. Pasien juga mendapat terapi radiasi.
Tahun 2009 muncul benjolan di leher bagian kiri atas. Tahun 2012 kembali pasien dioperasi
dengan pemasangan besi penyangga rahang bawah bagian kanan pada bulan februari.
Chemotheraphy yang telah dilakukan sebanyak 33 kali sejak tahun 2006. Kesehariannya
pasien mengkonsumsi obat oral yaitu pil Xeloda.

4.1 Etiologi
Sesuai teori disebutkan bahwa karsinoma sel skuamosa rongga mulut merupakan proses
multifaktorial. Insiden dikaitkan dengan usia, akumulasi waktu terhadap perubahan genetik,
dan durasi paparan terhadap inisiator dan promotor.Rokok dan alkohol meningkatkan faktor
risiko terjadinya kanker pada rongga mulut. Adanya trauma kronis di rongga mulut juga dapat
menyebabkan adanya perubahan sel epitel yang dapat menjadi keganasan.
Pada kasus ini pasienmerupakan perempuan berusia 48 tahun. Usia pasien disini tergolong
dewasa tua dan sudah masuk masa menopause. Namun pasien tidak merokok dan tidak suka
mengkonsumsi alkohol. Pasien memiliki riwayat cabut gigi dan riwayat sariawan mungkin
salah satunya merupakan penyebab timbulnya lesi awal dan pasien juga kurang bias merawat
hiegienitas mulut sebelumnya.
4.2 Lesi Pramalignan
Dalam pustaka disebutkan bahwa semua lesi pada lidah berpotensi menjadi keganasan
apabila mimiliki faktor risiko yang mendukung. Lesi yang paling sering menjadi keganasan
adalah leukoplakia dan eritroplakia, sehingga disebut lesi premalignant. Karsinoma yang
rerjadi di rongga mulut sebagian besar menjadi bentuk suatu karsinima sel skuamosa.
Leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih pada mukosa dan tidak bisa dikarakteristikkan
secara klinis dan patologi sumber penyebabnya karena ada berbagai faktor yang dapat

24

menyebabkan leukoplakia. Onset dari leukoplakia biasanya terjadi setelah umur 40 tahun,
dengan puncak insidennya dibawah umur 50 tahun.
Pada kasus ini pasien memiliki riwayat lesi pada lidah berwarna putih yang makin melebar
dan tak kunjung sembuh dengan pengobatan yang telah diberikan, lesi yang diderita pasien
berdasarkan anamnesis merupakan suatu leukoplakia yang berulkus. Pasien berumur 48 tahun
sesuai dengan onset leukoplakia,bahkan mendekati puncak insiden.
4.3 Manifestasi Klinis
Malignansi di lidah baru menimbulkan gejala yang signifikan setelah tumor mengganggu
mobilitas tulang. Sel kanker dapat dengan mudah menyebar dan menjadi simptomatis hanya
setelah ukuran tumor mengganggu mobilitas lidah. Kanker sel skuamosa pada lidah dapat
berasal area tempat leukoplakia. Lesi-lesi tersebut biasanya memiliki presentasi dengan
ukuran lebih dari 2 cm, dengan batas lateral menjadi tempat yang paling sering menjadi awal
tumor. Pada saat tersebut, pasien dapat mengalami disfungsi menelan dan bicara. Evaluasi
dari pasien dimulai dengan riwayat, terutama kebiasaan merokok dan minum alcohol, nyeri,
penurunan berat badan, disfagia, dan odinofagia, otalgia, hemoptysis, massa di leher,suara
serak, dan kesulitan berbicara.
Pada kasus ini pasien memiliki riwayat gejala muncul bercak putih diserai dengan
perdarahan. Lesi yang dikeluhkan pasien memiliki gambaran yang mirip dengan leukoplakia.
Pasien mengaku lesi yang timbul bertambah banyak hingga mengalami nyeri saat makan.
Dalam hal ini lesi sudah menyebabkan gangguan mobilitas lidah dan gangguan menelan,
sama seperti kebanyakan kasus yang terjadi sesuai dengan pustaka. Pasien disini memiliki
riwayat penurunan berat badan sesuai dengan teori terkait sulitnya menelan/mengunyah
makanan.
4.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang imaging telah dilakukan oleh pasien sesuai informasi yang didapat
dari anamnesis pasien adalah rontgen water position, CT scan, endoskopi, echogram,
FNABINSISIONAL BIOPSI dan pemeriksaan patologi anatomi. Segala pemeriksaan tersebut
berfungsi dalam penegakkan diagnosis di tahun 2006. Segala imaging tersebut sesuai dengan
tinjauan pustaka mengenai imaging dalam membantu diagnosis suatu karsinoma sel skuamosa
lidah.

25

4.5 Penatalaksaan dan follow up


Sesuai dengan pustaka, terapi yang dapat diberikan adalah pembedahan, radiasi,
kemoterapi, atau kombinasi. Pada pasien kasus ini dilakukan terapi pembedahan total
glosectomy, pasien juga mendapatkan terapi radiasi dan setelahnya mendapatkan terapi
kemoterapi. Pada pasien ini telah mengalami efek dari terapi radiasi yaitu osteoradionekrosis,
yaiti tulang dari rahang pasien mengalami nekrosis akibat paran radiasi sehingga pada pasien
ini dilakukan hemimandibulektomi dengan pemasangan plate dan screw. Alasan tidak
dilakukannya mandibulektomi total adalah agar dapat mempertahankan mobilitas mandibular
tetap bergerak.
Saat ini pasien datang mengeluhkan nyeri dan bengkak pada daerah pemasangan plate dan
screw di mandibulanya. Nyeri tersebut setelah melalui pemeriksaan ditegakkan sebagai suatu
inflamasi dari gingiva yang menyebabkan keluhan pasien tersebut.
4.6 Prognosis
Pasien pada kasus ini masih dapat merawat diri sendiri namun mengalami keterbatasan
sehingga tidak mampu melakukan aktivitas dengan baik. Berdasarkan karnofski score, pasien
pada kasus ini mendapat nilai 70.

26

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Karsinoma sel skuamosa rongga mulut merupakan proses multifaktorial.Rokok dan
alkohol meningkatkan faktor risiko terjadinya kanker pada rongga mulut. Karsinoma sel
skuamosa adalah hasil dari proses multi-stage. Lesi premaligna/prekanker adalah perubahan
morfologi jaringan yang berpotensi menjadi malignansi disertai adanya leukoplakia,
eritroplakia dan bisa juga lichen planus oral. Sel kanker dapat dengan mudah menyebar dan
menjadi simptomatis hanya setelah ukuran tumor mengganggu mobilitas lidah. Staging dari
kanker oral cavity dilakukan dengan system TNM 1998. Penatalaksanaan dari karsinoma sel
skuamosa tergantung dari ukuran, bentuk, dan lokasi dari tumor, serta kedalaman jaringan
yang diinvasi oleh tumor tersebut. Terapi yang diberikan dapat berupa pembedahan, radiasi,
kemoterapi, atau kombinasi.
Pada kasus ini pasien menderita KSS lidah semenjak tahun 2006. Sesuai etiologi KSS
lidah bahwa rokok dan alkohol menjadi penyebab tersering KSS lidah, namun pada pasien
tidak ada kebiasaan merokok dankonsumsi minuman beralkohol. Lesi awal pada pasien ini
adalah leukoplakia yang semakin lama semaikn bertambah, dimana leukoplakia tersebut
merupakan salah satu dari lesi yang paling sering menjadi keganasan.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah rontgen water position, CT scan,
endoskopi, echogram, FNABINSISIONAL BIOPSI dan pemeriksaan patologi anatomi.
Pemeriksaan dilakukan untuk penegakkan diagnosis di tahun 2006. Semua imaging tersebut
sesuai dengan tinjauan pustaka mengenai imaging dalam membantu diagnosis suatu
karsinoma sel skuamosa lidah.
Pada pasien ini telah dilakukan ketiga terapi KSS lidah yang disebutkan dalam pustaka.
Pasien mulanya diterapi dengan pembedahan untuk untuk mengangkat tumor, diikuti dengan
terapi kemo dan radiasi. Peninlaian dengan skor karnofski pada pasien mendapatkan nilai 70
dikarenakan pasien tidak mampu menjalani aktivitas namun masih dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri.

27

28

Anda mungkin juga menyukai