Analisis Perbandingan Perubahan Antara Uu No
Analisis Perbandingan Perubahan Antara Uu No
I.
UMUM
non yudisial yaitu urusan organisasi, administrasi, dan finansial di bawah kekuasaan
Mahkamah Agung. Kebijakan tersebut bersumber dari kebijakan yang ditentukan oleh
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana
dikehendaki oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan penting lainnya atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara antara lain sebagai berikut :
1. syarat untuk menjadi hakim dalam pengadilan di lingkungan peradilan Tata Usaha
Negara;
2. batas umur pengangkatan hakim dan pemberhentian hakim;
3. pengaturan tata cara pengangkatan dan pemberhentian hakim;
4. pengaturan pengawasan terhadap hakim;
5. penghapusan ketentuan hukum acara yang mengatur masuknya pihak ketiga
dalam suatu sengketa;
6. adanya sanksi terhadap pejabat karena tidak dilaksanakannya putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Perubahan secara umum atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara pada dasarnya untuk menyesuaikan terhadap
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung.
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 51 TAHUN 2009
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986
TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
I. UMUM
a. Perbandingan UU PTUN
Tabel
Perbandingan Tiga Undang-Undang PTUN di Indonesia.
UU No. 5 Tahun 1986
sanksi adminsitratif;
(5) Pejabat yang tidak
melaksanakan putusan pengadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) dimumkan pada media massa
cetak setempat oleh panitera sejak
tidak terpenuhinya ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(3).
(6) Disamping diumumkan pada
media massa cetak setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat
(5), ketua pengadilan harus
mengajukan hal ini kepada
Presiden sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi untuk
memerintahkan pejabat tersebut
melaksanakan putusan
pengadilan, dan kepada lembaga
perwakilan rakyat untuk
menjalankan fungsi pengawasan
(7) Ketentuan mengenai besaran
uang paksa, jenis sanksi
administratif, dan tata cara
pelaksanaan pembayaran uang
paksa dan/ atau sanksi
administrative diatur dengan
peraturan perundang-undangan
execution, yaitu eksekusi yang pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh pengadilan melalui
sarana-sarana pemaksa yang diatur didalam peraturan perundang-undangan.
Kondisi hukum di Indonesia yang seringkali tidak mematuhi putusan pengadilan Tata
Usaha Negara berbeda dengan kondisi negara lain yang cenderung sudah mapan dalam
praktek negara hukumnya. Dalam studi perbandingan antara pengadilan administrasi di
Prancis,
Belanda,
Belgia
dan
Luksemburg
(Conseil
DEtat),
Jerman
(Bundesverwaltungsgericht), Yunani (Symvoulion Epikratias), Italia (Consiglio di Stato),
Spanyol (Tribunal Supremo), Swiss (Tribunal Federal) dan Mahkamah Uni Eropa (European
Union Court of Justice), Frank Esparraga mendapatkan salah satu kesimpulan bahwa
pelaksanaan putusan pengadilan administrasi di negara-negara tersebut tidak mengalami
kendala yang berarti, disebabkan pada umumnya otoritas publik melaksanakan putusan
pengadilan however, it can be said that in the countries examined, public authorities
generally apply the decisions of the courts. Kendati ketaatan pejabat publik terhadap putusan
pengadilan terbilang tinggi, jarang putusan pengadilan tidak dipatuhi, namun jika otoritas
yang terkait masih enggan melaksanakan putusan pengadilan, kerangka penyelesaian
sengketa administrasi disana menawarkan beberapa prosedur agar putusan ditindaklanjuti
oleh pihak yang terkait seperti pengenaan denda atau dimungkinkannya gugatan ganti rugi ke
peradilan umum seperti di Prancis dan Belgia.
b. Analisis UU PTUN
Analisis :
Bahwa pada Pasal 2 huruf (f) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 segala
Keputusan Tata Usaha Negara, terdapat klausa untuk segala tata usaha Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia tidak dapat menjadi kompetensi Peradilan TUN berubah menjadi segala
Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia tidak dapat
menjadi kompetensi Peradilan TUN pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Hal ini
disebabkan adanya perkembangan Nama dari Setelah bergulirnya reformasi 1998, maka
sesuai keputusan pimpinan ABRI yang memutuskan mulai 1 April 1999 adanya pemisahan
POLRI dari ABRI dan ABRI menjadi TNI.
Sedangkan pada Pasal 2 huruf (g) bahwa PTUN tidak memiliki kompetensi terhadap
segala keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil
pemilihan umum. Panitia Pemilihan Umum ini berdasarkan Pasal 1 Angka 4 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1985 tentang PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15
TAHUN 1969 TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA-ANGGOTA BADAN
PERMUSYAWAARATAN/PERWAKILAN RAKYAT SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH
DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1975 DAN UNDANGUNDANGNOMOR 2 TAHUN 1980 menyebutkan bahwa, Panitia Pengawas Pelaksanaan
Pemflihan Umum Pusat, Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Daerah Tingkat I,
Panitia Peng-awas Pelaksanaan Pemilihan Umum Daerah Tingkat II, dan Panitia Pengawas
Pelaksanaan Pemilihan Umum Kecamatan masing-masing berturut-turut sesuai dengan
tingkatannya terdiri dari seorang Ketua merangkap Anggota yang dijabat oleh pejabat
Pemerintah dan 5 (lima) orang Wakil Ketua merangkap anggota serta beberapa orang
Hukum Acara PTUN
Anggota yang diambilkan dari unsur Pemerintah, Golongan Karya, Partai Demokrasi
Indonesia, Partai Persatuan Pembangunan, dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Maka dapat disimpulkan berdasarkan undang-undang diatas pada tahun 1995, yakni setahun
setelah UUPTUN dicatat dalam lembaran Negara yang dikenal adalah panitia-panitia
pemilihan umum.
Panitia Pemilu yang sekarang dikenal sebagai Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang
ada sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak
reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999
yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan
dilantik oleh Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10
Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM dan
dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001.
Dalam praktek dan dalam pandangan beberapa pakar ahli bahwa Keputusan Komisi
Pemilihan Umum baik di pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum memang
tidak menjadi wewenang dari PTUN karena untuk segala perselisihan hasil pemilu menjadi
wewenang dari Mahkamah Konstitusi berdasarkan pada Perubahan UUD 1945 yang juga
melahirkan sebuah lembaga negara baru di bidang kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah
Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut: menguji undang-undang terhadap UndangUndang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar; memutus pembubaran partai politik; memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Bahwa pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tidak ada perbedaan mencolok
dan hanya menganti kotamadya yang sekarang berubah namanya menjadi kota yang mulai
diperkenalkan pada Undang-undang Otonomi Daerah. Namun secara konsep bahwa PTUN
berada pada setiap kotamadya dan kabupaten maka diperlukan biaya yang sangay besar atas
pengadaan fasilitas PTUN pada setiap kabupaten dan kotamadya. Sedangkan pada
prakteknya perkara PTUN yang masuk setiap tahunnya hanya berkisar antara 3 hingga 10
kasus per tahun, da sangat berbeada dengan PN yang bisa menyelesaikan sekitar 30 hingga
200 perkara per tahun. Dalam hal ini terlihat sangat tidak efisien untuk membentuk PTUN
pada setiap kabupaten atau kota.
Bahwa pada ayat (2) pasal yang sama menyebutkan kata propinsi menjadi provinsi. Analisis
terhadap pasal ini bukanlah analsis yang menekankan hukum, karena pada ayat (2) ini
hanyalah bertujuan untuk memperbaiki undang-undag secara gramatikal mengikuti suatu
panduan gramatikal mengnai kebakuan suatu kata sebagaimana diatur dalam Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (selanjutnya disingkat PUEBI), yakni
dengan menggunakan provinsi dan bukanlah propinsi. Hal ini juga sesuai dengan propinsi
dan provinsi dalam KBBI, tetapi yang baku adalah provinsi. Alasannya, kata tersebut berasal
dari province (Inggris). Selain itu dalam KBBI kata provinsi-lah yang mendapat penjelasan
tentang makna kata.
Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986
Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004
Pasal 2
Pasal 2
ini :
ini:
umum;
c. Keputusan Tata Usaha
Negara yang masih
memerlukan persetujuan;
d. Keputusan Tata Usaha
Negara yang dikeluarkan
berdasarkan ketentuan Kitab
Undang-undang Hukum
Pidana atau Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Hukum
Pidana dan Kitab UndangUndang Hukum Acara
Pidana atau
g. Keputusan Panitia
peradilan berdasarkan
ketentuan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku;
f. Keputusan Tata Usaha
Negara mengenai tata
usaha Tentara Nasional
Indonesia;
g. Keputusan Komisi
Pemilihan Umum baik di
Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986
Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2004
Pasal 7
Pasal 7
Departemen Kehakiman.
(3) Pembinaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) tidak boleh
DAFTAR PUSTAKA
Muchsin, Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka dan Kebijakan Asasi, Jakarta, STIH IBLAM,
2004.
Muchsin, makalah dengan judul Kekuasaan Kehakiman Pasca Perubahan UUD 1945 yang
disampaikan sebagai bahan kuliah di Program Doktor Ilmu Hukum Untag Surabaya tahun
2009.
Anwar Kariem, Undang-Undang Dasar 1945: dari Awal Dibentuk Sampai Perubahan Era
Reformasi, Jakarta, Pustaka Bintang, 2004.
Pendapat akhir presiden yang diwakili menteri Hukum dan HAM Andi Matalatta terhadap
RUU tentang Kekuasaan Kehakiman dan RUU badan peradilan (PU, PA, dan PTUN)
dihadapan sidang paripurna DPR RI tertanggal 29 September 2009.
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun 1989,
Sinar Grafika, Jakarta, edisi kedua, 2007.
http://fh.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com
http://www.google.co.id/#q=analisis+perubahan+UU+no.9+tahun+2004+menjadi+UU+no.51
+tahun+2009&hl=id&prmd=imvns&psj=1&ei=H7JWTq6O8isrAe2tKieBw&start=10&sa=N&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.,cf.osb&fp=7c2ed7d408a
61562&biw=1366&bih=667