PENDAHULUAN
Akalasia adalah gangguan motilitas esofagus primer yang ditandai dengan
tidak adanya peristaltik esofagus dan relaksasi lower esophageal sphincter (LES)
akibat kerusakan pleksus myenteric. Penyakit ini pertama kali ditemukan pada
tahun 1674 ketika Sir Thomas Williams melaporkan adanya penyumbatan
makanan di dalam kerongkongan yang tidak diketahui penyebabnya. Prinsip
pengobatannya saat itu masih sederhana, dengan mengdilatasikan
sphincter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI1
Akalasia oesofagus/kardiospasme/dilatasi esofagus idopatik adalah suatu
gangguan neuromuskular dimana terjadi kegagalan relaksasi pada batas
esofagogastrik di lower esophageal sphincter pada proses menelan, sehingga
menyebabkan dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya gerak
peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong atau memaksa
turunnya makanan dengan air atau minuman guna menyempurnakan proses
menelan.
B. EPIDEMIOLOGI2
Studi ini menunjukkan bahwa kejadian adalah sekitar 1 dari 100.000 orang per
tahun dan prevalensi maksimal adalah 10 di 100.000. Tidak ada dominasi jenis
kelamin dan penyakit ini dapat terjadi pada semua usia, meskipun diagnosis
akalasia lebih sering terjadi pada usia yang lebih tua, dengan insiden tertinggi
pada usia diatas
70 tahun dan
beberapa kejadian
pada range
seperti
herediter,
infeksi,
autoimun,
dan
degeneratif
adalah
ini disebabkan pasien takut makan akibat timbulnya odinofagi. Bila keadaan
ini berlangsung lama akan dapat terjadi kenaikan berat badan kembali karena
pelebaran esofagus akibat retensi makanan. Keadaan ini akan meningkatkan
tekanan hidrostatik yang akan melebihi tekanan sfingter esofagus bagian
bawah. Gejala ini berlangsung dalam 1-5 tahun sebelum diagnosis ditegakkan
dan ditemukan pada 50% kasus. Sekitar 25 50 % kasus dengan disfagia juga
disertai dengan nyeri dada yan biasanya tidak begitu dirasakan oleh pasien.
Sifat nyeri dengan lokasi substernal dan dapat menjalar ke belakang . bahu,
rahang, dan tangan yang biasanya dirasakan bila minum air dingin.
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah komplikasi retensi makanan dalam
bentuk batuk-batuk dan pneumonia aspirasi. Pemeriksaan fisis tidak banyak
membantu dalam menentukan gejala objektif yang nyata. Kumpulan gejala
yang ada pada pasien akalasia berupa.
1. Sulit menelan (disfagi) baik cair dan padat. Disfagia, merupakan keluhan
utama dari penderita Akalasia. Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba
setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung
sementara atau progresif lambat.
2. Pasien mepunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah
esophagus.
3. Muntah, secara spontan aau sengaja untuk menghilangkan ketidak
nyamanan
4. Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau tidak.
5. Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.
6. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi
makannya unruk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di
daerah substernal.
7. Regurgitasi isi esophagus yang stagnan. Regurgitasi dapat timbul setelah
makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari
pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi
dan abses paru.
8. Rasa terbakar dan Nyeri Substernal dapat dirasakan pada stadium
permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah
epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.
9. Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada
substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
F. DIAGNOSA3,4,9
Diagnosis ditegakan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang.
Biasanya pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan yang bermakna,
kecuali jika terjadi komplikasi.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa:
1. Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung
udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air
fluid level pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram
barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua
pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta
gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau esophagogastric
junction yang menyerupai seperti bird-beak like appearance. Pada
pemeriksaan dengan barium kontras terlihat gambaran penyempitan dan
stenosis pada kardia esofagus dengan dilatasi esofagus bagian proksimal.
Pada akalasia berat akan terlihat dilatasi esofagus , sering berkelok-kelok
dan memanjang dengan ujung distal yang meruncing disertai permukaan
yang halus memberikan gambaran paruh burung (birds beak appearrance).
Bagian esofagus yang berdilatasi tampak hipertropi dengan dinding yang
menipis dan pada stadium lanjut menunjukkan tanda elongasi. Pada
pemeriksaan dengan fluoroskopi terlihat tidak adanya kontraksi korpus
esofagus. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah skintigrafi dengan
memberikan
makanan
yang
mengandung
radioisotop
dan
akan
rata-rata 30 detik
b. Pada akalasia :
Tekanan SEB meningkat >26 mmHg atau >30 mmHg
Relaksasi SEB tidak sempurna
Aperistaltik korpus esofagus
Tekanan intraesofagus meningkat (>lambung)
G. PENATALAKSANAAN2,3,7
Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus
tidak dapat dipulihkan kerabali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet
tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi
esofagokardiotomi (operasi Heller).
Pasien harus diintruksikan untuk makan dengan perlahan dan minum
10
eksitasi
dan
inhibisi.
Dengan
menggunakan
Suatu
baton
dikembangkan
pada
bagian
11
reflux yang abnormal adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam
penanganan pneumatic dilatation biasanya di terapi dengan miotomi
Heller.
bawah
termasuk
kelompok-kelompok
obat
yang
disebut nitrates, contohnya isosorbide dinitrate (Isordil) dancalciumchannel blockers, contohnya nifedipine (Procardia) dan verapamil
(Calan). Meskipun beberapa pasien-pasien dengan achalasia, terutama
pada awal penyakit, mempunyai perbaikan dari gejala-gejala dengan
obat-obat, kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-obat oral
mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan bukan
jangka panjang dari gejala-gejala achalasia, dan banyak pasien-pasien
mengalami efek-efek sampingan dari obat-obat.
2. Terapi bedah
Suatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah
suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari
suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5
cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial
fundoplication untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit
selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2
minggu. Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala
12
sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara
10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan
rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka
terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia
esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan
membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (mis:
esofagektomi)
H. KOMPLIKASI9
Komplikasi yang paling sering muncul pada akalasia yang lama adalah
karsinoma esofagus.
Beberapa komplikasi dan akalasia sebagai akibat an retensi makanan pada
esofagus adalah sebagai berikut :
1. Bronkhitis
2. Pneumonia aspirasi
3. Abses oesofagus
4. Perforasi esofagus.
5. Small cell carcinoma
6. Sudden death
7. Esophagitis.
I. PROGNOSIS10
Bila pasien akalasia mempunyai respon yang baik terhadap pengobatan
khususnya pada penanganan pneumatic dilation maka quality of life akan baik.
Begitu juga bila ditangani secara dini, prognosis pasien baik. Namun bila
sudah terjadi komplikasi, kemungkinan kematian bisa terjadi.
BAB III
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
13
Nama
Umur
Jenis kelamin
Alamat
Pekerjaan
No. RM
Ruang pemeriksaan
Tanggal periksa RS
: Tn. ML
: 46 tahun
: Laki-laki
: Masohi
: Swasta
: 058419
: Poli THT Radiologi Bedah digestive
: 11 13 Juni 2014
II.
ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Rasa mengganjal di tenggorokan saat menelan.
B. Keluhan penyerta :
1. Keluar darah dari mulut berupa gumpalan 2 kali sejak 2 bulan yang
lalu
2. Rasa penuh di dada.
3. Sering bersendawa.
4. Nyeri menelan (-)
C. Riwayat penyakit sekarang
:
Pasien datang dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorokan saat menelan
sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien tidak terlalu terganggu dengan
keluhan, namun 1 bulan belakangan, keluhan yang dialami pasien semakin
berat, sehingga menyebabkan pasien hanya bisa memakan bubur. Namun
kadang kala ringan. Pasien pernah keluar darah berupa gumpalan dari mulut
sejak 2 bulan yang Pasien juga merasa rasa penuh di dada dan sering
bersendawa. Pasien juga merasa ingin muntah. Batuk (-), demam (-), nyeri
menelan (-).
D. Riwayat penyakit dahulu : Menurut pasien, pasien pernah menderita radang
paru-paru.
E. Riwayat Kebiasaan
: Tidak ada
G. Riwayat Keluarga
: Tidak ada
14
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
1. Keadaan umum
: Baik
2. Kesadaran
: Kompos mentis
3. TD
: 140/90
4. Nadi
: 80x/menit
5. Suhu badan : 36,5 C
6. Pernapasan : 22x/menit
7. Kepala
: Normocephali
8. Mata
: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(+/+)
9. Leher
10. Thorax
wh -/11. Jantung
12. Abdomen
13. Ekstermitas
B. Status THT
1. Pemeriksaan telinga
TELINGA LUAR
Daun telinga
Preaurikuler
LIANG TELINGA
Lapang/sempit
Warna
Sekret
Serumen
MEMBRAN
TIMPANI
Intak
Refleks cahaya
Hiperemis
KANAN
Normotia,
Nyeri tekan/tarik (-)
Udem (-)
Hiperemis (-)
Fistula (-)
KANAN
Lapang
Hiperemis (-)
Tidak ada
Sedikit
KANAN
KIRI
Normotia,
Nyeri tekan/tarik (-)
Udem (-)
Hiperemis (-)
Fistula (-)
KIRI
Lapang
Hiperemis (-)
Tidak ada
Sedikit
KIRI
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(-)
Tabel 3.1 Pemeriksaan telinga
2. Pemeriksaan hidung
Bentuk hidung luar
Deformitas
Nyeri tekan
Kanan
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
15
Kiri
Tidak ada kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Krepitasi
Nyeri tekan sinus
Cavum
Concha
Septum
IV.
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
RINOSKOPI ANTERIOR
Kanan
Kiri
Lapang, sekret (-)
Lapang, sekret (-)
Udem (-), hipertrofi (-) Udem (-), hipertrofi (-)
Deviasi (-)
Deviasi (-)
RINOSKOPI PORTERIOR
Tidak ada kelainan
TRANSILUMINASI
Tidak dilakukan
Tabel 3.2 Pemeriksaan hidung
3. Pemeriksaan faring
Tonsila palatina
Uvula
Dinding faring
4. Pemeriksaan laring
Epiglotis
Pita suara
Muara oesofagus
5. Pemeriksaan Leher
Kelenjar limfe
Tiroid
PEMERIKSAAN PENUNJANG
16
dengan lancar
Tampak gambaran dilatasi oesopaghus proximal
Gambaran gaster tampak dengan formasi normal
Kesimpulan : Akalasia oesofagus.
V.
RESUME
Pasien laki-laki, umur 46 tahun, datang dengan keluhan rasa mengganjal di
tenggorokan saat menelan sejak 1 tahun yang lalu. Keluar darah
gumpalan dari mulut 2 bulan yang lalu, rasa rasa penuh di dada dan sering
bersendawa. Dari pemeriksaan fisik didapatkan granulasi (+) pada dinidng
faring. Pemeriksaan foto oesofagus didapatkan dilatasi oesofagus proximal
VI.
VII.
17
BAB IV
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
A. PEMBAHASAN
Pada anamnesis, didapatkan pasien laki-laki, umur 46 tahun,
datang dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorokan saat menelan sejak
1 tahun yang lalu. Keluar darah gumpalan dari mulut 2 bulan yang lalu,
rasa rasa penuh di dada dan sering bersendawa. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan granulasi (+) pada dinding faring.
Dari keterangan diatas, dicurigai penderita mengalami gejala-gejala
yang mengarah pada diagnosis akalasia oesofagus, tumor, esofagitis,
herniasi oesofagus, dan GERD,
18
ataupun
tanda-tanda
peradangan,
serta
menyingkirkan
sfingter
oesofagus
bagian
bawah,
seperti
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Daniel Pohl, Radu Tutuian. Achalasia: an Overview of Diagnosis and
Treatment. Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of
Internal Medicine, University Hospital, Zurich, Switzerland. 2010
2. Vance A. Achalasia Current Treatment. Vanderbilt University Medical
Centre. 2012
3. Joe Richter. Management of achalasia: surgery or pneumatic dilation.
Group bmj. 2012
4. Francis D. Achalasia: Update on the Disease and Its Treatment. Division
of Gastroenterology and Hepatology, Mayo Clinic, Rochester, Minnesota.
2010
5. Orla M ONeill. Achalasia: A review of clinical diagnosis, epidemiology,
treatment and outcomes. World Journal Gastroenterology. Baishideng.
2013
6. Michael F. Vaezi , et all. ACG Clinical Guideline: Diagnosis and
Management ofAchalasia. nature publishing group. Texas. 2013
7. J . M. Lake. Review article: the management of achalasia a comparison
of different treatment modalities. Blackwell Publishing. USA. 2010
8. Pedro M. Fernandez. Esophageal achalasia of unknown etiology in
children. Jornal de Pediatria. Brasil. 2004
9. Nathaniel J. Soper. Treatment of Achalasia in 2013: Dilation,Heller, or
POEM?. Northwestern Medicine. Chicago. 2013
10. Emirza N. Akalasia. Departemen Ilmu Bedah RSCM. 2010
21