Analisis Jurnal Ekologi TNGC
Analisis Jurnal Ekologi TNGC
Disusun Oleh
1. Ariani Anugrah Putri
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Harlina Jatiningsih
Rifqi Nur Hidayatulloh
Putu Wirabumi
Jalu Prianggodo
Husnatun Nihayah
Amanda Rukmana Sari
Meyta Wulandari
11308144003
113081 44009
11308144011
11308144028
11308144029
11308144034
07308144012
10308141017
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan lancar tanpa
suatu kendala apapun.
Makalah ini merupakan analisis dari sebuah jurnal yang diunduh melalui situs resmi
LIPI yaitu, http://isjd.pdii.lipi.go.id. Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah
Ekologi yang diampu oleh Ibu Dr. Tien Aminatun M,Si.
terimakasih kepada Ibu Maharadatunkamsi dan Ibu Maryati selaku penulis jurnal yang kami
analisis.
Selanjutnya, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam penyusunan dan
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan demi kesempurnaan
penulisan makalah ini. Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
6
6
6
9
13
BAB I
PENDAHULUAN
Taman Nasional Gunung Ceremai merupakan suatu gunung tersendiri yang terletak
pada dua kabupatenyaitu Kabupaten Kuningan dan Kbupaten Majalengka. Taman Nasional
ini mempunyai ketinggian antara 550 sampai 3.078 meter di atas permukaan laut dengan
berbagai tipe habitat.
TNGC (Taman Nasional Gunung Ciremai) ditunjuk sebagai taman nasional
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 424/Menhut-II/2004 tanggal 19
Oktober 2004 tentang perubahan fungsi kelompok hutan lindung pada kelompok hutan
Gunung Ciremai seluas + 15.500 hektar yang terletak di Kabupaten Kuningan dan
Majalengka, Propinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional. Penunjukkan kawasan hutan
Gunung Ciremai menjadi taman nasional merupakan usulan Pemerintah Kabupaten Kuningan
melalui surat Nomor. 522/1480/Dishutbun tanggal 26 Juli 2004 perihal "Proposal Kawasan
Hutan Gunung Ciremai sebagai Kawasan Pelestarian Alam" dan Pemerintah Kabupaten
Majalengka melalui surat Nomor. 522/2394/Hutbun tanggal 13 Agustus 2004 perihal "Usulan
Gunung Ciremai sebagai Kawasan Pelestarian Alam". .(http://www.tnciremai.org)
Fungsi ekologi Gunung Ciremai yang sangat besar khususnya sebagai daerah
catchment area atau daerah tangkapan air yang sangat berperan penting sebagai penyediaan
air baik sebagai bahan baku air minum maupun air irigasi pertanian bagi tiga kabupaten di
sekitarnya yaitu Kuningan, Majalengka dan Cirebon.(http://www.tnciremai.org)
Sebagai taman nasional yang tergolong baru, maka informasi sumber daya alam di
dalam nya belum banyak terungkap. Kebutuhan akan data sebaran fauna di Taman Nasional
Gunung Ciremai sudah sangat mendesak akibat dari pembukaan hutan untuk perkebunan,
perburuan liar, pencurian kayu, dan kebakaran hutan yang menyebabkan hilangnya habitat
fauna dan fragmentasi habitat di taman nasional ini. .(http://www.tnciremai.org)
Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Ibu Maharadatunkamsi dan Ibu Maryati ini
adalah untuk mengisi kebutuhan dasar sebaran hewan mamalia kecil di berbagai habitat dalam
taman nasional ini. Selain itu, penelitian ini merupakan bagian dari studi yang lebih luas
dengan fokus pada dokumentasi biodiversitas di taman nasional ini. Hasil penelitian
diharapkan menjadi informasi yang berguna untuk memaksimalkan usaha konservasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mamalia Kecil
Berdasarkan ukurannya, mamalia dibagi menjadi dua, yakni mamalia besar dan
mamalia kecil. International Biological Program mendefinisikan mamalia besar sebagai
jenis-jenis mamalia yang memiliki ukuran berat badan dewasa lebih dari 5 Kg, sedangkan
mamalia kecil dengan ukuran berat badan dewasa kurang dari 5 Kg. Contoh hewan mamalia
kecil adalah kelelawar, tikus, tupai, ajing, mencit, dan lain-lain. Hewan mamalia kecil dikenal
sebagai hewan yang membantu dalam permencaran dan penggenerasian biji-biji hutan
sehingga berperan penting dalam mempertahankan keanekaragaman tumbuhan hutan dan
sebagai agen dalam regenerasi pertumbuhan hutan, sekaligus sebagai pengontrol serangga
hama.
B. Metode Penelitian
-
timur) Taman Nasional Gunung Ciremai, pada bulan April 2006 dan bulan Mei
-
2007.
Teknik penelitian
Alat dan bahan
terasi, jaring.
Cara kerja
a. Penangkapan dengan perangkap tikus kawat (penangkapan kelas rodentia,
scandentia, dan Insectivora)
Menyiapkan perangkap tikus kawat (sebanyak 50-100 dengan ukuran
25x10x10 cm) dan jebakan sumuran (pit fall trap). Pemasangan dilakukan
sedemikian rupa membentuk line transect pada habitat pengamatan, memasang
perangkap sekitar 10 meter dari jalan setapak dengan umpan kelapa bakar dan
campuran pido dengan petis terasi, melakukan pengecekan perangkap setiap
hari pada pukul 09.00 dan 16.00.
b. Penangkapan dengan pit fall trap (efektif untuk penangkapan cecurut)
Membuat jebakan sumuran sejumlah 4-5 buah dan diberi pagar plastik
setinggi 40-50 cm dengan panjang 20 cm dipasang disetiap plot, melakukan
pengecekan perangkap setiap hari pada pukul 09.00 dan 16.00.
c. Jaring Kabut (Pengamatan mamalia terbang)
C. Hasil Pengamatan
D. Pembahasan
Penelitian di Taman Nasional Gunung Ciremai mendokumentasikan jumlah
jenis hewan mamalia kecil sebanyak 22 jenis dengan Indeks Shannon-Wienner
keseluruhan sebesar 3,66 yang artinya kawasan ini mempunyai tingkat keragaman
mamalia yang tinggi. Keragaman jenis dikatakan tinggi jika menghasilkan Indeks
Shannon-Wienner lebih dari 3,5. Itu artinya, taman nasional ini merupakan habitat
yang potensial bagi berbagai jenis hewan.
Keragaman jenis yang ditunjukkan dengan indeks Shannon-Wienner
memperlihatkan adanya pola tertentu mengikuti habitatnya masing-masing. Tujuh plot
pengamatan menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,01). Indeks keragaman
tinggi ditemukan di hutan primer atas dan hutan sekunder dengan indeks ShannonWienner sebesar 3,23 dan 3,00. Hal ini disebabkan karena vegetasi hutan primer atas
dan hutan sekunder mempunyai daya dukung yang baik bagi kehidupan mamalia untk
mencari makan. Kondisi hutan sekunder menunjukkan tingkat gangguan berat dan
ringan. Namun, kondisi ini masih memunginkan untuk hidup berbagai jenis mamalia
kecil.
Indeks keragaman rendah ditemukan di 5 plot lainnya yaitu hutan pinus atas
(1,53), hutan pinus bawah (1,49), hutan primer bawah (1,31), belukar bawah (1,25),
dan belukar atas (1,15). Hal ini dikarenakan kawasan (plot seda) ini hanya mempunyai
luas sekitar 20 Ha. Luas seda yang sempit menyebabkan daya dukung yang terbatas
berbagai kehidupan hewan termasuk mamalia kecil dan terbatasnya kesediaan
makanan bagi penghuninya. Hal ini juga menyebabkan hewan didalamnya terkurung
dalam hutan yang sempit dan akkibatnya rentan terhadap gangguan manusia dan
perubahan lingkungan. Kondisi ini dikhawatirkan akan berkurangnya daerah jelajah
dan mengakibatkan punanya populasi.
Pada plot belukar dan hutan pinus mengalami gangguan yang tinggi. Bahkan
sebagian telah berubah menjadi semak belukar. Hal ini terlihat dari rendahnya
keragaman mamalia kecil dalam kawasan terganggu. Pembukaan kawasan hutan akan
berpengaruh negatif terhadap kondisi vegeetasi yang akan menyebabkan berkuangnya
habitat fauna.
Beradasrkan keberadaan jenis mamalia kecil, maka zonasi di daerah plot
pengamatan dapat dikelompokkan menjadi 5 zona. Zona 3 (hutan primer atas dan
hutan sekunder) merupakan habitat yang relatif masih utuh dan berada pada ketinggian
di atas 1100m. Adapun jenis hewan yang mendominasi antara lain kelelawar
Aetholops alecto dan Chironax melanocephalus; dan cerucut Crociduro monticolo dan
8
C. arientalis. Selain itu juga terdapat beberapa jenis tikus penghuni hutan tinggi seperti
Maxomys bartelsil dan Leopoldamys sabanu. Jenis-jenis mamalia kecil ini mempunyai
sebaran terbatan namun menunjukan kepadatan populasi dan jumlah jenis mamalia
kecil yang cukup baik. Hal ini merupakn indikasi tingkat keragaman yang tinggi dan
didalamnya terjadi interaksi yang seimbang antara mamalia kecil dengan komponan
lainnya sebagai satuan ekosistem. Zona ini menempati tingkat penting dalam
konservasi karena mamalia kecil yang ada dizona ini merupakan jenis yang rentan
terhadap kerusakan habitat.
Zona 1, 2, 4, dan 5 didominasi oleh kelelawar M. sorbritus dan C. brochyotis.
Makanan kedua jenis kelelawar ini adalah pisang yang banyak terdapat dikaki Gunung
Ciremai. Kelelawar ini mampu hidup diberbagai habitat asalkan terdapat pisang yang
merupakan makanannya. Selain kelelawar, beberapa jenis tikus komersial juga ada di
zona ini, seperti Rathus tanezumi dan R. exulans. Keberadaan tikus-tikus ini
menunjukan bahwa kelompok habitat ini sedah terganggu karena bertambahnya
jumlah dan jenis hewan komersial merupakan indikasi peningkatan intensitas
gangguan lahan.
Selain perbedaan habitat pada daerah ketinggian, pola sebaran hewan juga
ditentukan oleh keterbatasan hewan tersebut dalam proses fisiologis yang menentukan
kemampuan untuk hidup pada elevasi dan ketinggian tempat tertentu. Perbedaan
ketinggian juga berpengaruh pada sebaran jenis melalui variasi habitat, contohnya
kelelawar A. alocto dan C. melanocephalus, tikus M. bortellsi
dan cerucut C.
monticola yang hanya ditemukan pada kawasan hutang dengan ketinggian 1100-1900
m dpl. Sedangkan pada ketinggian 500-600 m didominasi oleh kelelawar C. brachiotis
dan M. sarbrinus yang merupakan jenis kelelawar dengan persebarang yang luas
termasuk didaerah hutan terganggu. Pada daerah ketinggian ini termasuk daerah
hutanyang terganggua karena disekitar ketinggian ini sudah terdapat pemukiman
warga.
Beberapa jenis kelelawar pemakan buah berfungsi sebagai penyerbuk bunga
dan memencar biji tumbuhan, diantaranya adalah A. alecto, C. branchiotis, C. sphinx,
C. horfieldi, C. melanocepalus, M. sobrinus, Megarops kusnotoi, Rouseptus
leschenaulti dan R. amplexicaudatus. Dengan demikian kelelawar ini dapat menjaga
keseimbangan ekosistem hutan. Selain jenis tersebut jenis kelelawar serangga, tupai,
dan curucut juga merupakan pengendali populasi serangga di hutan. Untuk itu jenisjenis hewan diatas harus dipertahankan demi tercapainya keseimbangan alam dan
kelestarian hutan kawasan taman nasional.
9
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Pada kawasan taman nasional ini yang diamati diketahui terdapat 5 zonasi sebaran
mamalia kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Taman Nasional Gunung Ciremai
merupakan habitat penting bagi hewan mamalia kecil. Tingkat keragaman mamalia dari
rendah sampai tinggi dijumpai pada 7 plot pengamatan namun pada umumnya menunjukkan
tingkat kepadatan yang rendah. selain itu, dibalik potensi Taman Nasional Gunung Ciremai
berbagai masalah juga menghadang kelestarian hewan-hewan ini akibat adanya tekanan
ekologis dan ekonomis.
Penelitian ini mencakup lereng barat (Apuy) dan lereng timur (Linggarjati). Sehingga,
belum dapat menggambarkan potensi hewan mamalia kecil di T.N Gunung Ciremai. Untik itu
10
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di lokasi lainnya agar dapat diperoleh gambaran
tentang potensi dan keragaman sumber daya hayati.
DAFTAR PUSTAKA
11