Anda di halaman 1dari 114

BAB II

DASAR TEORI
II.1. Pengenalan Alat
Setiap mineral memiliki system kristalnya masing masing dan setiap
system kristal memiliki sumbu kristal walaupun sudut yang dibentuk oleh masingmasing sumbu kristal antara system kristal yang satu dan yang lain berbeda.
Untuk itu setiap mineral memiliki sifat optis tertentu yang dapat diamati pada
pengamatan nikol sejajar dan nikol silang atau diagonal terhadap sumbu
panjangnya (sumbu c). Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat
fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan
tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan. Contoh batuanbatuan tersebut adalah:
1.

Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal


gunungapi

2.

Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,


batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain

3.

Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain

Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi
untuk mendukung analisis data geologi.
II.1.1. Definisi mikroskop polarisasi
Mikroskop polarisasi adalah alat yang digunakan untuk dapat
melakukan pengamatan secara optis atau petrografi analisis sayatan tipis
batuan-batuan yang dilakukan karena sifat-sifat fisik seperti tekstur,
komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak
dapat dideskripsikan secara megaskopis di lapangan. Ada beberapa jenis
mikroskop polarisasi yaitu binokuler dan triokuler baik nondigital maupun
yang digital.
II.1.2. Fungsi dan bagian-bagian mikroskop polarisasi
Untuk dapat melakukan pengamatan secara optis atau petrografi
diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi. Hal itu berhubungan

dengan teknik pembacaan data yang dilakukan melalui lensa yang


mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek selanjutnya
dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat). Ada
beberapa jenis mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler
dan trilokuler, baik non-digital maupun yang digital

Gambar 1. Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis besar


(Sumber: ZEISS, 1961)

Gambar 2. Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi trilokuler secara garis besar


(Sumber: ZEISS, 1961)

Lampu terpisah dari mikroskup. Sinar lampu dipantulkan melalui


cermin (mirror) lalu dilanjutkan ke lensa polarizer. Sinar menembus obyek
yang diletakkan di atas meja obyektif. Sinar membawa data dari obyek
(sayatan tipis) dikirimkan ke lensa obyektif, ditangkap oleh okuler dan
diterima mata.

Gambar 3. Mikroskop digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis
dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk

Gambar 4. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain

Gambar 5. Mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan


dilaboratorium Geologi ISTA

A. Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi


1. Lensa Ocular
Lensa Ocular disebut juga dengan lensa okuler Huygens. Terdiri
dari dua lensa simple plane-convex yang terletak berhadapan langsung
dengan mata. Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian
bawah berfungsi untuk mengumpulkan data. Focal length dari lensa
mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field length). Sinar sinar ini
yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan.Pada okuler
juga

dijumpai

benang

silang,

berbentuk

jaring

laba-laba

dan

mengikatkan tali tersebut pada perutnya.


Lensa Ocular yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya
mencapai 10x. Lensa ini berhubungan langsung dengan mata saat
mengamati sayatan tipis batuan di bawah mikroskup. Dalam lansa ini
terdapat benangsilang yang dapat membantu menentukan posisi utaraselatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering
digunakan untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah
miring atau tegak lurus.

Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar


samping) dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar
bawah). Contoh: jika sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa
obyektif dengan perbesaran tertulis 4X, dan okuler 10X, maka memiliki
perbesaran total 40X.

Lensa okuler
lensa obyektif
Gambar 6. Lensa okuler dan lensa obyektif pada mikroskop polarisasi.

Gambar 7. Lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup polarisasi.

10

2.

Prisma Nikol
Jika polarizer dipindahkan dari mikroskop dan sinar direfleksikan

dari permukaan ke bidang horizontal, maka bidang terpolarisasi menjadi


gelap jika diputar ke kanan. Biotit yang disayat memotong belahannya
memiliki absorpsi terbaik jika bidang belahan sejajar dengan bidang
vibrasi terpolarisasi. Pada posisi ini mineral menjadi gelap maksimum.
Vibrasi gelapan juga dijumpai pada mineral Tourmaline yang diputar ke
kanan dari sumbu C. Kedudukan normal dari vibrasi sinar yang melalui
prisma (sinar ekstra-ordinary) dijumpai maksimum pada kanada balsam.
Prisma nikol digunakan untuk melakukan pengamatan pada posisi nikol
silang.

Gambar 8. Penggunaan Prisma Nikol untuk Pengamatan Nikol Silang

3. Lensa lampu konvergen


Mikroskop dioperasikan pada sinar lampu yang searah dengan tube
dan obyek. Sehingga lensa konvergen menangkap sinar tersebut secara
maksimal dan melanjutkannya melalui tube ke lensa polarizer. Sinar
tersebut membawa data dari obyek yang selanjutnya dikirimkan ke lensa
obyektif dan ditangkap oleh lensa okuler. Lensa lampu konvergen yaitu
dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja
obyektif, sehingga permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat.

11

4. Meja obyektif (meja putar)


Meja obyektif berbentuk melingkar, kotak, dan kebanyakan bulat.
Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif yang
merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati. Pada meja
dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang meja
dan koordinat sumbu hingga 360. Bagian pusat meja harus satu garis
dengan pusat optis dari tube. Centering dilakukan dengan memutar scroll
(screws), centring 90 berada di bawah tube. Setelah posisinya centering,
sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif, agar tidak bergeser-geser
maka dapat dijepit dengan kedua penjepit. Meja obyektif dapat dinaikturunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi sentringnya.
5. Cermin Pantul (The Mirror)
Cermin pantul berfungsi untuk mengirimkan sinar dari lampu ke
sumber obyek. Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung
pada sisi depan. Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran
rendah, sedangkan yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi.
Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang
menyudut pada sekitar 40. Untuk perbesaran yang lebih besar dan
dengan menggunakan sinar konvergen, maka menggunakan sinar
konvergen. Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan
mikroskop. Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai
ordinary daylight, maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan
intensitas yang rendah, yang datang bersamaan dengan focal point. Jika
sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan
sebaliknya.
6.

Benang Silang (Cross Hair)


Benang silang berada pada lensa okular, satu benang melintang ke

kanan-kiri dan benang yang lain melintang ke atas dan ke bawah.


Benang silang berfungsi untuk mengetahui kedudukan koordinat bidang
sumbu mineral, atau sudut interfacial kristal. Meja obyektif harus

12

berkedudukan centered dengan perpotongan benang silang, jika tidak


centered maka benang silang tidak akan terlihat. Pembacaan akan dapat
dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan benang silang kanankiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang yang lain
sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan
center-nya.

Benan
g
silang

Gambar 9. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup polarisasi.

7. Lensa Obyektif
Lensa Objektif diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.
Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di
atas 13 mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah
focal length antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi
focal length kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.
Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7
mm . Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang
saling menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.
Dalam lensa obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang
bidang yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu
tidak mungkin dilakukan. Tingkat kecerahan (brightness) dari image
akan meningkat jika hitungan aperturenya dapat diketahui dalam luasan
pesegi.
8. Resolving Power

13

Bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk pengaturan ketelitian


alat. Dengan meningkatkan resolving power untuk mempertajam obyek
pengamatan maka dapat mengurangi masa pemakaian alat. Dalam
praktik petrografis, dibutuhkan ketelitian maksimal sehingga sifat
terkecil pun terdeteksi.Mata hanya mampu membedakan 250 garis dalam
1 inci. Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka
yang terlihat hanya satu titik. Dengan bantuan resolving power dan
okuler, mata mampu membedakan pleurosigma angulatum sebanyak
50.000 garis .
9. Lensa Bertrand (Keping Gipsum)
Keping Gipsum berada pada center dari microscope di atas analyzer
yang melintas masuk / keluar tube. Digunakan sebagai mikroskop kecil
bersama-sama dengan okuler untuk memperbesar gambaran interference.
Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga
dapat diketahui ketebalan sayatannya. Pada penggunaan alat ini, juga
dilengkapi dengan tabel warna interference.

Gambar 10. Tabel warna interference yang digunakan bersama-sama dengan keping
gips untuk mengetahui warna birefringence.
10. Mikrometer

14

Mikrometer berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang


sempit, contoh: diameter mineral. Terletak di atas meja obyektif. mPada
pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.
Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa
ratus

mm

dalam

suatu

divisi

kristal.

Agar

familier

dalam

penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri mikrometer tersebut.


11. Adjustment Screws
Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan
menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif .
Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan ke
kiri untuk memperkecil. Terletak pada gagang mikroskop (tube). Akurasi
kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.

Adjustment screw
Gambar 11. Adjustment screw, mikrometer dan prisma nikol

B. Penggunaan Mikroskop Polarisasi

15

Pencahayaan mikroskop sangat baik jika berasal dari arah utara; jika
tidak mampu dari timur. Jangan menggunakan sinar matahari langsung.
Meja (bangku) harus kuat, dan pengamat harus nyaman menggunakannya.
Mikroskop harus terletak tepat di depan pengamat, kedua tangan leluasa
mengoperasikannya. Jangan menutup mata sebelah, mata yang tidak dipakai
untuk mengamati dibiarkan terbuka, agar tidak jereng atau mudah lelah.
Pencahayaan harus cukup mampu menerangi pengamatan paralel nikol dan
silang nikol. Agar mata tidak sakit, praktikan disarankan memfokuskan
pengamatan dengan menaikkan power, dari pada menurunkannya --- agar
dapat

menghindari

kalau-kalau

lensa

menyentuh

preparat

dan

memecahkannya. Tempatkan pandangan (mata) setinggi dengan okuler,


perlambatkan dalam memutar screw jika jarak obyektif dan preparat sangat
dekat. Lakukan pengamatan hanya jika obyek pengamatan benar-benar telah
fokus
C. Tips Menggunakan Mikroskop Polarisasi
Pada mineral tak-berwarna (ct. kuarsa), sebaiknya mengurangi
pencahayaannya, dan memperhatikan adanya rongga atau inklusi. Rongga /
inklusi memiliki kenampakan yang hampir sama. Sebaiknya menjaga betulbetul agar lensa dan nikol dapat awet dan meningkat efisiensinya. Jangan
membiarkan lensa mikroskop terkena sinar matahari langsung dan / uap
radiator. Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan
sampai bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores.
II.1.3. Teknik pembuatan sayatan tipis
Pada teknik pembuatan sayatan tipis ini ada beberapa langkah yang
bias dilakukan dari lapangan sampai proses pembuatan sayatan tipis. Proses
tersebut adalah sebagai berkut:
1. Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no
lokasi pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan.
Untuk contoh yang ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan

16

pengamatan tertentu, diberi tanda khusus seperti arah penyayatan, posisi


utara / timur dan kode-kode pendukung yang lain.
2. Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan,
penyayatan dan preparasi selanjutnya.
3. Pada bengkel preparasi batuan dipotong dan disayatan tipis sebesar
0.003 mmagar bisa di analisis pada mikroskop polarisasi.
4. Selanjutnya contoh sampel batun dipoles dan selanjutnya ditempelkan di
atas gelas obyek, dan ditutup dengan gelas penutup (deg glass).
5. Sayatan siap untuk dianalisis

Gambar 12.Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm, pemotongan
bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.

Gambar 13. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm

II.1.4. Bagian-bagian dari sayatan tipis (gelas preparat)


Pada bagian-bagian dari sayatan (gelas preparat) terdapat beberapa
bagian adalah sebagai berikut:
a. Sampel

17

Maksud dari sampel adalah objek yang telah di sayat dengan sayatan
tipis dan siap untuk di amati di bawah mikroskop dengan ketebalan, 0,03.
b. Kanada Balsam
Kanada balsam adalah lem yang merekatkan sayatan tipis dengan
preparat, agar tak lepas pada saat melakukan pengamatan biasayna
kanada balsam berwujud seperti air dan tak memiliki warna dengan kata
lain bewarna bening.
II.2. Cara pengambilan sampel dilapangan
Pengambilan sampel dilapangan dilakukan agar praktikan bias melakukan
pengambilan sampel dengan benar sesuai dengan tujuan dari pengambila sampel.
Pemgambilan sampel ini dilakukan dengan teknik yang benar agar sampel yang
diambil benar dan bisa dianaliasis sifat optis mineral, komposisi, dan sifat dari
batuan tersebut.
II.2.1. Tujuan pengambilan sampel
Tujuan pengambilan sampel supaya sample yang diambil dapat
memberikan informasi yang cukup untuk dapat mengestimasi jumlah
populasinya. Sebelum mengambil sampel, ada beberapa hal yang perlu
diketahui, yaitu :
1. Populasi Sasaran (Target Populasi)
Populasi yang sasaran pengamatannya berupa suatu keterangan
seperti efek jajanan pinggir jalan pada anak-anak sekolahan.Yang
menjadi sasarannya adalah anak-anak sekolah yang di sekitar sekolah
terdapat penjual jajanan.
2. Kerangka
Sampel (Sampling Frame) Suatu daftar unit-unit dari sebuah
populasi yang sampelnya akan diambil.
3. Unit Sampel(Sampling Unit)
Sebuah unit terkecil dari sebuah populasi yang akan diambil
sampelnya.
4. Rancangan Sampel

18

Rancangan yang meliputi bagaimana cara mengambil sampel dan


menentukan besar sampelnya.
5. Random.
Cara pengambilan sampel dimana setiap unit dalam populasi
mempunyai kesempatan untuk dipilih menjadi anggota sampel.
II.2.2. Peralatan yang dibutuhkan dilapangan
Adapun peralatan yang dibutuhkan dilapangan ketika pengambilan
contoh batuan adalah sebagai berikut:
1. Pensil Mekanik
2. Pena
3. Penghapus
4. Penggaris ( 1 set )
5. Pensil Warna
6. Kertas HVS A4
7. Kertas Deskripsi Lapangan
8. Papan Clipboard
9. Palu Batuan Beku
10. Plastik Sampel
11. Kompas
II.2.3. Teknik pengambilan sampel batuan
Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benartidaknya prosedur pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya.
Pembuatan sayatan tipis juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa
tujuan pengamatan sayatan tipis, apakah ditujukan untuk mengetahui sifat
optis mineral, komposisi batuan (eksplorasi kandungan mineral tertentu),
tingkat sifat deformasi batuan atau ada tujuan yang lain. Untuk itu
diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil, pemotong / penyayat
dan pengamat.
Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral,
komposisi dan sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang
segar. Ciri-ciri batuan yang segar adalah:
1. Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit
dan diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-

19

putihan, kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan.


Warna segar dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang
bintik-bintik hijau, putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih
dengan butiran- butiran transparan; warna lapuk putih terang agak
kecoklatan hingga kekuningan. Batugamping dolomit warna segar abuabu kemerahan cerah dengan pecahan tajam dan sangat keras; warna
lapuk abu-abu kekuningan-kecoklatan (merah bata) dengan pecahan
tumpul dan mudah hancur.
2. Jika dipukul berbunyi cling; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi
bug atau blug; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang
segar sangat keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcingruncing tajam, tetapi batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih)
mengembang sehingga ukurannya menjadi lebih besar.
3. Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak
dijumpai rekahan-rekahan baik akibat deformasi saat pembekuan,
pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan
yang betul-betul masif (tak-terdeformasi).
Singkapan batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi
pengambilan contoh batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis
tersebut adalah:
1. Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari,
maka diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi
2. Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai
batuan yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan
pada saat penggalian.
3. Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan
badan sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.

20

Gambar 14. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk contoh batuan

Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan


contoh batuan adalah:
A. Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan;
kecuali

jika

pengamatan

ditujukan

untuk

mikrotektonik.

Jika

pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk mikrotektonik, maka


contoh harus ditandai arah pengambilannya (N .

E) dan arah

pemotongan yang diinginkan.


B. Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan yang
paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk
mengetahui tingkat pelapukan.
C. Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya; kecuali jika telah jelas
dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar. Saran: lakukan
pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang sedang digali

Gambar 15 Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh


batuan

21

II.2.4. Tata cara penamaan sampel petrografi


Tata cara penamaan sampel petrografi adalah sebagai berikut:
1. Dengan cara beri no sampel missal no 1.
2. Catat nama batu secara megaskopis.
3. Catat posisi pada peta, bila perlu tanggal, pada Lp dan formasi
serta nama daerah.
Contoh: No:1,LP:7,Btpsr,15-2-2015,f.kebobutak,bayat-klaten.
II.3. Mineral optik
Mineral optik adalah pengamatan sifat optic mineral di bawah mikroskup
polarisasi. Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti
tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak
dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan.Contoh batuan-batuan tersebut
adalah:

Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi


Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,

batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain


Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain
Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang

berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan


pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop
polarisasi.
Mikroskop polarisasi adalah alat yang digunakan untuk dapat melakukan
pengamatan secara optis atau petrografi analisis sayatan tipis batuan-batuan yang
dilakukan karena sifat-sifat fisik seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineralmineral penyusun batuan tersebut tidak dapat dideskripsikan secara megaskopis di
lapangan. Ada beberapa jenis mikroskop polarisasi yaitu binokuler dan triokuler
baik nondigital maupun yang digital.
II.3.1. Dasar teori mineral optik
Mineral optik adalah pengamatan sifat optic mineral di bawah
mikroskup polarisasi. Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-

22

sifat fisik, seperti tekstur, komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun


batuan tersebut tidak dapat dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Setiap sistem kristal memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang
dibentuk oleh masing-masing sumbu kristal antara sistem kristal yang satu
terhadap yang lain berbeda. Untuk itulah setiap mineral memiliki sifat optis
tertentu, yang dapat diamati pada posisi sejajar atau diagonal terhadap
sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan mikroskopis yang dilakukan
pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan pada nikol sejajar.
Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal
sumbu C, yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat
optis mineral yang diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence
(interference ganda), twinning (kembaran): tipe kembaran dan arah
orientasinya dan sudut gelapan: sejajar / miring pada sudut berapa.
II.3.2. Sifat optis mineral pada pengamatan nikol sejajar
Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik
(sumbu a = sumbu b = sumbu c; < = < = <); rhombik (sumbu a sumbu
b sumbu c; < < <); triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan
lain-lain. Setiap sistem kristal memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang
dibentuk oleh masing-masing sumbu kristal antara sistem kristal yang satu
terhadap yang lain berbeda.
Untuk itulah setiap mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat
diamati pada posisi sejajar atau diagonal terhadap sumbu panjangnya
(sumbu c). Pengamatan mikroskopis yang dilakukan pada posisi sejajar
sumbu panjang disebut pengamatan pada nikol sejajar.
A. Relief
Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang
menunjukkan tingkat / besarnya pantulan yang diterima oleh mata
(pengamat). Semakin besar sinar yang dipantulkan atau semakin
kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka makin rendah

23

reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan


erat dengan sifat indek biasnya; Nglas < Nmineral. Relief kadang-kadang
juga diimplikasikan oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah
memenuhi standarisasi, tentunya memiliki relief yang standar juga,
sehingga besarnya tertentu.
Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara
batas tepi mineral yang satu dengan yang lain. Suatu batuan yang
tersusun atas berbagai macam mineral yang berbeda, masing-masing
mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang berbeda pula.
Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang
atau rendah. Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias
sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya.
Namun, suatu mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah
dibandingkan kaca / air / udara, sehingga reliefnya lebih tinggi.
Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral
dengan indeks bias yang dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada
balsam memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Mineral
menyerap sebagian sinar dan memantulkannya sebagian. Makin
tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga
reliefnya makin rendah.

relief tinggi

relief rendah

Gambar 16. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah (bawah)
yang diamati pada posisi nikol sejajar

B. Pleokroisme

24

Pleokroisme yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic


dalam

menyerap

sinar

mengikuti

sistem

kristalografinya.

Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal setelah


diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun
nikol sejajar. Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang
berbeda dari vibrasi sinar yang parallel terhadap sumbu vertikal dan
sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3 perubahan warna
berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende
pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois.

Gambar 17. Pleokroisme ( A: warna interferensi biotit sejajar sumbu C; Pleokroisme


biotit berwarna coklat kekuningan Orde 1. B. pleokroismenya pada sudut putaran
90O ; Pleokroisme biotit berwarna coklat gelap Orde I )

C. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah bentuk suatu kristal mineral mengikuti
pertumbuhan / tata aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang
ideal pasti mengikuti susunan atom dan pertumbuhan atom-atom
tersebut, atau dapat pula mengikuti arah belahannya. Sebagian besar
mineral yang terbentuk oleh proses pembekuan magma di luar,
menunjukkan

bentuk

kristal

yang

tidak

sempurna,

karena

pembekuannya / pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga


bentuknya kurang sempurna, begitu pula sebaliknya. Jadi, bentuk
kristal dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui tingkat
kristalisasi mineral secara umum. Namun, mineral yang berukuran

25

besar bukan berarti tingkat kristalisasinya sempurna. Sebagai contoh


adalah

mineral-mineral

penyusun

batuan

gunung

api

yang

terkristalisasi dengan cepat dapat tumbuh membentuk mineral dalam


diameter yang besar, tetapi bentuk kristalnya anhedral membentuk
fenokris dalam batuan bertekstur porfiritik.
Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari
orientasi tepian mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada
seluruh sisinya disebut anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak
beraturan disebut subhedral; dan jika seluruh sisi kristal beraturan
disebut euhedral .

Gambar 18. bentuk kristal euhedral, subhedral dan anhedral pada mineral
piroksen (HBL: horenblenda dan Px: piroksen).

D. Bentuk mineral
Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal.
Bentuk mineral adalah bentuk secara fisik, seperti takteratur
(irregular), memanjang, prismatik, fibrous, membulat dan lain-lain
bentuk-bentuk mineral tersebut tidak berhubungan dengan tingkat
kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat mengikuti
bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan
sebagai parameter tingkat kristalisasi.

26

acicular
anhedral/irregular
bladed
blocky
elongate
euhedral
fibrous
prismatic
rounded
tabular
Gambar 19. Bentuk-bentuk Mineral blocky, irregular, dan euhedral

E. Belahan
Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan
sistem kristalnya juga. Pada umumnya, suatu mineral memiliki
bentuk kristal dari suatu sistem kristal tertentu, sesuai dengan
pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri dibentuk /
dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi
susunan atom-atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan
dengan ikatannya.
Hal itu berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral
mengalami benturan / terdeformasi, maka pecahannya akan lebih
mudah mengikuti arah belahannya. Belahan lebih mudah diamati
pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral juga dapat diamati

27

pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat diamati
di bawah mikroskup, sebagai contoh adalah kuarsa dan olivin.
Tetapi, sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas.
Kuarsa, secara megaskopis memiliki pecahan konkoidal (seperti
kaca) akibat bentuk kristalnya yang bipiramidal, namun di bawah
mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin
kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun
karena bentuknya yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah
mikroskop.

Gambar 20. kanan: Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas)
atau tanpa belahan: olivin; kiri: Contoh mineral kuarsa tanpa belahan

Contoh belahan pada mineral:


1. belahan jelas 1 arah: kelompok mika
2. belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol
3. mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan
dengan sudut 60/120: amfibol / horenblende) dan mineral
dengan sudut belahan dua arah membentuk sudut 90 piroksen
II.3.3. Sifat optis mineral pada pengamatan nikol silang
Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal
sumbu C, yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat
optis mineral yang diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence
(interference ganda), twinning (kembaran): tipe kembaran dan arah
orientasinya dan sudut gelapan: sejajar / miring pada sudut berapa.
A.

Sifat Birefringence (BF)

28

Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam


sayatan tipis, interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat
dalam sayatan tipis 0,03 mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada
pada orde pertama putih (abu-abu) atau mendekati warna kuning orde I.
Warna interference dapat dilihat dari posisi horizontal sayatan. Setelah
warna interference diketahui, pengamatan dilanjutkan melalui garis
diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF). Dari posisi
birefringence, dengan meluruskan ke bawah melalui garis diagonal ke
perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal
atau tidak dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence
menggunakan tabel warna Michel-Levy .
Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar
maximum (warna orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada
pada sudut pemadaman 45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan)
untuk menguji ketebalan sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada
tabel sifat-sifat mineral (Bloss, 1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964;
Rogers and Kerr, 1942) yang disertai dengan perubahan antara indeks
refraksi tertinggi dan terrendahnya.
Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat
ini. Jika obyek memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi
pada keping gelas dasarnya, beberapa partikel harus disusun ulang hingga
berorientasi baru, yaitu dengan membuka cover glass dan mineral didorong
secara horizontal. Birefringence secara relatif sama pada setiap kelompok
(kelas) mineral yang sama, ct. piroksen, amfibol dan plagioklas. Indeks
refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu kelompok mineral,
namun warna BF-nya hampir sama.
BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa
Bertrand (keping gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah
dari mikroskop. Lensa ini dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada
posisi nikol silang, yaitu dengan memasang lensa Bertrand pada posisinya
(yaitu di atas analyzer). Perubahan warna yang dihasilkan biasanya

29

ditentukan oleh warna reliefnya dan ketebalan sayatannya. Jika reliefnya


rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada balsam
memiliki sifat BF tertinggi hitam.
Gambar 21. Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada mineral;
yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand
(keping/prisma gips) dipasang

30

31

Gambar 22. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand
(keping/prisma gips) dipasang

Nikol silang sebelum Gips dipasang

Setelah Gips dipasang

Gambar 23. Contoh warna mineral dipasang keping Gips

B.Sifat Kembaran (Twinning)


Sifat Kembaran yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat
pertumbuhan bersama kristal saat pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi
yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan kristalografi. Sifat ini dapat
diamati pada posisi pengamatan nikol silang. Berhubungan dengan sifat
pemadamannya. Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari

32

dua atau lebih bagian-bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macammacam kembaran:
1. Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum fishtail, 102 dan 108
2. Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk
kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103
3. Inversi (kembaran ke pusat)
4. Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang
terulang) .
5. Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang kembarannya
tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada plagiokla.
Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral
adalah sebagai berikut:
1. Kembaran Albit : terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar
plagioklas dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang
umum dijumpai pada plagioklas pada 010.

Posisi nikol silang diputar 45o

33

Posisi nikol silang diputar 90o

Gambar 24. Kembaran Polisintetik Albit pada Plagioklas

2. Kembran polisintetis juga dapat diamati dalam pengamatan megaskopis


pada Chrysoberryl dan Aragonit membentuk kembaran cyclic.

Gambar 25. Kembaran polisintetik cyclic pada Chrysoberryl dan Aragonit

3. Kembaran sederhana, contoh pada piroksen posisi {100}

34

Gambar 26. Kembaran sederhana pada Clinopyroxene (augite) posisi {100}

Mineral-mineral prismatik panjang biasanya memiliki kembaran,


sebagai contoh adalah plagioklas dan klinopiroksen. Kembaran yang umum
dijumpai pada Plagioklas:
1. Sederhana Carlsbad pada (010)
2. Polysynthetic albite pada (010)
3. Pericline pada (101)

35

Gambar 27. Kembaran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada Plagioklas

C.Sifat Gelapan (Extinction)


Sifat Gelapan

adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan

orientasi kristalografik. Mineral anisotropik menunjukkan gelapan pada


posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90O. Gelapan muncul ketika kedudukan
salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah. Dampaknya adalah seluruh sinar
datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak membentuk getaran.
Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer atas, dan mineral
terlihat gelap. Pada putaran posisi 45, komponen maximum dari sinar cepat
dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas. Hanya
perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih
gelap saja, warna sebenarnya tidak berubah.
Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan
dengan mudah dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda,
plagioklas. Sudut pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan

36

mineral dan kedudukan vibrasi mineral. Nilai sudut pemadaman masingmasing mineral bervariasi mengikuti arah orientasi butirannya.
Adapun Tipe Pemadaman adalah sebagai berikut:
1. Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau
sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut
pemadaman (EA) = 0; contoh: Orthopiroksen dan Biotite
2. Pemadaman Miring; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut
dengan benang silang, (EA) > 0 ; contoh:

Klinopiroksen dan

Horenblenda
3. Pemadaman Simetri; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua
perbedaan muka kristal memungkinkan untuk mengukur dua sudut
gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan
vibrasi. Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri,
(EA1 = EA2); contoh: Amfibol dan Kalsit
4. Tanpa

belahan:

mineral

yang

tidak

memanjang

atau

tidak

memperlihatkan belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman


setiap diputar 90, tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya;
contoh: Kuarsa dan olivin

37

c=Z

n
n

a=X

b=Y

Gambar 28. Pemadaman paralel

38

Gambar 29. Pemadaman miring

Pemadaman orthopiroksen

PPL

XN
Sudut pemadaman

Klinopiroksen

Pemadaman Klinopiroksen

Gambar 30. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas) dan
pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)

II.3.4. Sifat optis mineral kelompok plagioklas


1.

Sifat-Sifat Umum
a. Rumus kimia: (Na,Ca)(Si,Al)4O8
b. Berat molekul = 270,77 gram
Sodium

4,25 %

Na 5,72 % Na2O

Calcium

7,40 %

Ca 10,36 % CaO

Aluminum

9,96 %

Al 18,83 % Al2O3

Silicon

31,12 %

Si

66,57 % SiO2

Oxygen

47,27 %

00,00

100,00 %
c. Rumus empiris: Na 0,5Ca 0,5Si 3AlO8

101,48 % = total oksida

39

d. Keterdapatannya: pada batuan beku dan metamorf. Masuk dalam


kelompok Na, Ca feldspar.
e. IMA Status: Not Approved IMA
f. Locality: Common world wide occurrences.
g. Asal Nama: dari bahasa Yunani plagios ~"oblique" dan klao ~
"I cleave" berarti mudah membelah ~ memiliki sudut belahan
yang baik.
2. Sifat-Sifat Fisik
Sifat-sifat secara fisik mineral plagioklas, terdiri dari albit,
oligoklas, andesin, bitownit, labradorit dan anortit.
a. Belahan : [001] baik, [010] baik
b. Warna: putih, abu-abu, putih kebiruan, putih kemerahan dan putih
kehijauan.
c. Density: 2,61 2,76, rata-rata = 2,68
d. Diaphaniety: Transparent sampai translucent
e. Pecahan: Brittle umumnya mirip dengan gelas dan mineralmineral non-metallik.
f. Perlakuan: Massive - Granular banyak dijumpai dalam granit dan
batuan beku lainnya.
g. Kekerasan: 6-6,5 - Orthoclase-Pyrite
h. Luminescence: Non-fluorescent.
i. Luster: Vitreous (Glassy)
j. Streak: putih

40

albit

albit

anorthite

andesine

labradorit
bitownite
oligoclase

oligoclase

Gambar 31. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit
(www.webminerals.com/specimens

3. Sifat-Sifat Optis
a. NCalc= 1,56 - dari Gladstone-Dale hubungannya (KC = 0,2101),
Ncalc=Dmeas*KC+1
b. Plagioclase * (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
c. Albite NaAlSi3O8 C1 1
d. Oligoclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
e. Andesine* (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
f. Labradorite* (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
g. Bytownite* (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
h. Anorthite CaAl2Si2O8 P1,I1 1

41

Gambar 32. Kenampakan plagioklas dalam sayatan tipis nikol silang; identifikasi mineral
plagioklas lebih mudah dilakukan pada posisi nikol silang

Ada dua metode dalam penamaan komposisi plagioklas berdasarkan


sudut pemadamannya, yaitu:
1.

Metode Michel-Levy

2.

Metode gabungan Carlsbad-Albite.

1.

Metode Michel-Levy
Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang

dibentuk oleh kembaran albit dalam plagioklas. Kembaran albit memiliki


bidang (010) dalam kembaran polysyntheti. Prosedurnya adalah:
a. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010),
tegak lurus terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal).
Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang
kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan
untuk mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya. Jika
bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C), maka akan
terlihat sama.

Jika bidang kembaran pada kedudukan miring

(membentuk sudut dengan sb. C), maka akan nampak bergerak dari
sisi yang satu ke sisi yang lain, seakan-akan pada bidang/bagian
sayatan yang lain.
b. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan.

42

c. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis


kembaran albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut
putarannya.
d. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar
cepat (fast ray) dengan memutar meja obyektif 45o searah jarum
jam dari posisi awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal
berwarna kuning orde I.
e. Putar kembali bidang kembaran pada arah orientasi utara-selatan.
f.

Putar meja obyektif searah jarum jam, hingga lamelae gelap


maksimum, catat kembali sudut putarannya; jika kedua hasil
pencatatan sudut putaran bidang kembaran memiliki perbedaan ~
4o, maka hitung rata-ratanya.

g. Ulangi prosedur nomor (6-10) untuk mendeterminasi sudut gelapan


maksimum.
h. Gunakan sudut gelapan maksimum untuk mengetahui jenis
plagioklasnya dengan menggunakan diagram Michel-Levy

Gambar 33. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan
sebagai dasar untuk mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan metode
Michel-Levy

43

1. Pada Gambar meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan jarum
jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran
didapatkan 24,9o.
2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah
jarum jam hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan
26,2o.
3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2 o,
sehingga dapat menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui
jenis plagioklasnya. Sudut pemadaman rata-rata 25,55o.
4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram
Michel-Levy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara
lateralnya hingga memotong garis lengkung. Didapatkan nilai An-44,
sehingga nama mineralnya andesin.

Untuk plagioklas dari batuan beku plutonik, kurva suhu rendah


(garis tegas) didapatkan An-44: Andesin

Untuk batuan vulkanik, berlaku kurva suhu tinggi (garis putusputus), didapatkan angka An-38: Andesin

Albit (An-0-10)
Oligoklas (An-10-30)
Andesin (An-30-50)
Labradorit (An-50-70)

Gambar 34. Determinasi mineral plagioklas menggunakan metode Michel-Levy

44

2. Metode Kombinasi Carlsbad-Albite


Gambar diatas menunjukkan kristal plagioklas dengan kembaran
sederhana Carlsbad (kuning). Ada dua sisi yang berbeda dalam satu mineral,
pada sisi kiri berlaku kembaran Carlsbad, sisi kanan kembaran polisintetik
albit.

Gambar 35. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis kuning
memiliki kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran sederhana Carlsbad.

1. Di sebelah kiri kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan maksimum


pada bidang (010) fast ray sebagaimana pada metode MichelLevy. Rata-ratakan kedua sudut gelapan.
2. Pada sisi kanan kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan (010)
sebagaimana metode di atas, rata-ratakan.
3. Kedua sudut gelapan yang telah dirata-rata tersebut akan tidak
sama, salah satu akan lebih besar dari yang lainnya. Gunakan
diagram Carlsbad-Albite untuk mendeterminasi nama mineralnya
(lihat halaman 275 pada text book: Introduction to Optical
Mineralogy, 2nd Ed. by W.D. Nesse): garis putus-putus untuk
batuan vulkanik dan garis tegas untuk batuan plutonik atau
metamorfik.

45

Gambar 36. Kembaran albit pada plagioklas

Secara normal, suatu mineral yang terbentuk secara sempurna tanpa


adanya gangguan percepatan, akan membentuk sistem kristal dengan bentuk
mineral yang sempurna homogen. Struktur zoning adalah struktur mineral
(biasanya plagioklas) yang dari luar ke dalam (inti mineral) terjadi
gradasional komposisi dari mineral plagioklas kaya An ke mineral
plagioklas kaya Ab. Ada tiga jenis struktur zoning, yaitu Reverse Zoning,
Oscillatory Zoning, Discontinuous Zoning, Sector Zoning dan Patchy
Zoning.
1. Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke
dalam (inti) makin kaya An-.
2. Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif
bersekala halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An.
3. Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang
konsentris (secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah
(10-30 mol % An) dari inti ke luar rim.
4. Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi
kristalografi dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing
sektornya.
5. Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral,
tanpa mengikuti sistem kristalografinya.

46

a. Reverse zoning

b. Reverse zoning dan sector zoning

c. Sektor zoning
Gambar 37. Beberapa contoh struktur zoning pada mineral plagioklas

II.3.5. Sifat optis mineral mika


Mineral mika terdiri dari mineral Biotite, muscovite, chlorite.
1. Biotite: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2
2. Muscovite: KAl2(AlSi3O10)(O,H)2
3. Chlorite: (Mg,Fe,Al)3(Si,Al)4O10(OH)2*(Mg,Fe,Al)3(OH)

47

Gambar 38. Susunan Mineral Mika

1. Sifat Optis Biotit


Susunan kimia

: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2

Indeks refraksi

: n = 1.522 - 1.625
n = 1.548 - 1.672
n = 1.549 - 1.696

Relief

: Rendah pada sayatan tipis dan, jika kaya Mg

Birefringence

: 0.03-0.07 - Hingga orde 3 atau 4, warna kuat mineral


dapat menutupi warna interference-nya

Warna

: Bervariasi dari coklat, coklat kemerahan, merah dan hijau

Pleokroisme

: Pleokroisme kuat pada Z = Y > X.

Orientasi Optis

: Belahan searah length slow


Pemadaman parallel atau mendekati parallel, dengan
sudut pemadaman maksimum beberapa derajad

Bentuk kristal dan belahan:

Kristal euhedral crystals sampai butiran anhedral


Belahan tabular parallel pada 001, memanjang sejajar 001
Pada sayatan yang dipotong memotong sumbu c berbentuk hexagonal

48

Gambar 39. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas) dan sejajar
sumbu C (bawah) pada sayatan tipis.

49

Gambar 40. Bentuk kristal dan belahan mineral biotit.

2. Sifat Optis Muskovit


Susunan kimia

: KAl2(AlSi3O10)(O,H)2; untuk K dapat diganti


dengan Na, Rb; untuk Al dapat disubstitutsi
dengan Mg, Fe, Mn variasi komposisi variasi
sifat optis

Indeks refraksi

: n = 1.552 - 1.580
n = 1.582 - 1.620
n = 1.587 - 1.623

Relief

: Positif sedang

Birefringence

: 0.036-0.049

Colour

: Tidak berwarna dan

Pleokroisme

: tidak pleokroisme

50

Warna Interference

: biru dan hijau hidup orde 2


Gambaran Interference biaksial, tanda optis 2V
negatif 30-47

Bentuk

: serpih mika atau tablet dengan tepian irregular

Belahan

: sempurna pada {001}

Orientasi Optis

: pemadaman parallel, belahan searah length slow

Gambar 41. Bentuk kristal dan belahan mineral muskovit.

Pemadaman Muskovit

Gambar 42. Sifat optis muskovit pada nikol silang

II.3.6. Sifat optis mineral kelompok feldspar


Alkali Feldspars terbagi atas 3 jenis mineral, yaitu:

51

a.

Microcline - Triclinic

b.

Orthoclase - Monoclinic

c.

Sanidine - Monoclinic

Semuanya memiliki komposisi kimia yang sama KAlSi3O8. Beberapa


mengalami substitusi dengan Na dan Ca hingga 5 mole % . Kini, terdapat
mineral baru yaitu Anorthoclase, gabungan antara albite dan orthoclase
(K,Na)AlSi3O8

Gambar 43. Klasifikasi mineral feldspar didasarkan pada kandungan unsur kalium
dan posisi K-feldspar dari mineral-mineral feldspar lainnya.

Sifat Optis Feldspar


a.

Indeks Refraksi: Semuanya memiliki indek refraksi sama:


1.

n = 1.514 - 1.526

2.

n = 1.518 - 1.530

3.

n = 1.521 - 1.533

4.

Relief rendah negatif

b. Sifat-sifat optis
1. Semuanya tak-berwarna dan non-pleochroic
2. Birefringence rendah, warna interference maksimal putih orde 1
3. Semuanya biaxial negatif, variabel 2V

52

c. Limpahan:
1. Microcline melimpah pada batuan plutonik: granitik, granodiorit,
syenit; tidak dijumpai dalam batuan vulkanik
2. Orthoclase melimpah pada batuan beku plutonik granitik, biasanya
pada batuan intrusi dangkal
3. Sanidin banyak dijumpai dalam batuan vulkanik riolitik dan
trakitik
d.

Belahan: semuanya memiliki dua belahan


1.
2.
3.
4.

1 sempurna bidang 001


1 bagus bidang 010
Microcline: 001^010 = 90 41'
Orthoclase, sanidine: 001^010 = 90

e. Sering dijumpai tekstur:


1. Perthite - eksolusi lamellae Albit dalam K-Feldspar.
2. Anti-perthite - exsolusi lamellae K-spar dalam albit.
f. Perbedaan mencolok masing-masing Alkali feldspar adalah pada
susunan Si dan Al dalam bidang tetrahedral
II.3.7. Sifat optis mineral kelompok olivine
Olivin jarang / tidak pernah ditemukan dalam batuan beku
intermediet. Mineral Tephroite (Mn2SiO4), merupakan seri Forsterite.
Komposisi: Magnesium iron silicate, seri magnesium Forsterite, seri
menengah Chrysolite), dan seri fero Fayalite. Kelompok Olivine terdiri dari
tiga mineral dengan komposisi kimia adalah sebagai berikut:
a.

Forsterite = Mg2SiO4

b. Olivine (Chrysolite) = (Mg,Fe)2SiO4


c.
1.

Fayalite = Fe2SiO4
Sifat-Sifat Fisik:

a.

Warna: hijau-oliv, kuning-hijau, hijau, hijau-coklat, abu-abu

53

b.

Pertumbuhan dan bentuk kristal: orthorombik, prismatik.


Ditemukan sebagai butiran, dalam agregat padatan dan massa yang
terrekahkan.

c.

Transparansi Transparan sampai translucent

d.

Specific Gravity 3,2 4,2

e.

Luster Vitreous

f.

Belahan

2,1

3,1-

membentuk

sudut

90

pecahan:Conchoidal
g.

Pecahan Brittle

2. Macam batuan yang mengandung olivin:


a. Peridotit hijau-transparant
b. Chrysolite kuning-kuning kehijauan olivin disebut batu olivin.
c. Dunite masif, massa butiran Olivin, diklasifikasikan sebagai batuan.
d. Olivinoid terbentuk dari meteorit
e. Dalam kelompok mineral silikat dan nesosilikat
f.Larut dalam asam HCl
Karena secara fisik memiliki sifat dan kenampakan yang sama, kelompok
olivin sering hanya disebut "Olivin saja. Olivin sangat melimpah di alam,
tetapi hanya ditemukan sebagai mineral yang hanya dapat diamati di bawah
mikroskop. Pembeda dengan mineral lain:
1.
2.
3.
4.

Tourmaline lingkungannya berbeda


Apatite lebih lunak (5)
Garnet ditemukan dalam kristal yang berbeda, belahan tidak ada
Willemite - fluoresce hijau

Biasanya ditemukan dengan: Feldspar, Serpentin, Horenblenda, Augite, Spinel,


Diopsid, Chromite, Fe-nikel
Tipe Lokasinya:
1. Peridotit Olivin dari St. Johns Island (Zebirget), Laut Merah (Mesir),
Mogok (Myanmar), Burma; Soppat, Kohistan, Pakistan; Pegunungan Ural

54

(Russia); Snarum, Norway; Mt. Vesuvius (Italy); dan daerah Eifel


(Jerman)
2. San Carlos (San Carlos Indian Reservation), Gila dan Graham, Arizona.
3. Butiran yang lebih besar dijumpai di Fort Defiance (Buell Park dan Garnet
Ridge).
Klasifikasi Olivin:
1. Merupakan mineral jenis Orthosilikat SiO4
2. Rumus kimia umum (Mg,Fe)2SiO4
3. Terdiri dari 2 kelompok yaiti Forsterite Mg2SiO4 dan Fayalit Fe2SiO4
4. Pembentukannya di alam mengikuti diagram fasa.
5. Ditemukan dalam basalt dan gabbro, serta dalam batuan metamorf
ekuivalennya terutama batuan ultramafik dan marmer
6. Teralterasi menjadi serpentin
7. Karena komposisi olivin bervariasi, maka sifat fisik dan optisnya pun juga
berbeda

Gambar 44. Diagram fasa pembentukan olivin

55

Gambar 45. Olivin dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya
(Anonim)

Indeks refraksi:
Forsterit

Fayalit

1.636

1.827

1.651

1.869

1.669

1.872

Sifat Optis Fayalit


a.

Tidak berwarna

b.

Pleokroisme

c.

Berbutir membantal

d.

Merupakan olivin kaya Fe

e.

X = Z = kuning

f.

Y = orange, kuning dan kuning kemerahan

Gambar 46. Fayalit dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya
(Anonim)

II.3.8. Sifat optis mineral kelompok piroxin

56

Sifat umum
1.

Merupakan mineral inosilikat (single chain) Si2O6.

2.

Memiliki

dua

kelompok

besar,

yaitu

Orthopiroksen

(Orthorhombik; Piroksen miskin Ca) dan Klinopiroksen (Monoklinik;


Piroksen kaya Ca).
3.

Keduanya memiliki sifat fisik, optis, kimia dan lingkungan


pembentukan yang berbeda.

Klasifikasi Piroksen didasarkan pada kandungan Ca, Mg dan Fe-nya


Secara tektonik:
1.

Piroksen kaya Ca melimpah pada batuan-batuan Ca-alkalin.


2. Piroksen kaya Ca dan Mg melimpah pada batuan-batuan alkalin.
3. Piroksen kaya Fe melimpah pada batuan-batuan toleeitik.

Gambar 47. Diagram klasifikasi mineral piroksen berdasarkan kandungan Ca, Fe dan Mg
(Anonim)

Orthopiroksen -OPX
1.

Formula umum (Mg,Fe)2Si2O6 Terdiri dari dua anggota besar :


Enstatit MgSiO3 dan Orthoferrosilit FeSiO3.

2. Di alam, opx adalah campuran dari dua variabel komposisi sifat optis:
Birefringence bervariasi 0,007 sampai 0,020 dan Indeks bias:
En

OFs

57

1,649

1,768

1,653

1,770

1,657

1,788

3. Sudut 2VZ bervariasi dari 50 - 132, tergantung pada komposisinya,


jadi sifat optisnnya menjadi negatif (2VZ>90) atau positif (2VZ<90),
namun secara umum negative.

Gambar 48. Klasifikasi Ortopiroksen berdasarkan derajad kristalisasinya (Anonim)

Bentuk Kristal
a.

Euhedral biasanya prismatik gemuk

b.

Jika disayat memotong sumbu c memiliki 4 atau 8 sisi dengan


belahan dua arah membentuk sudut 90

c.

Jika disayat memanjang sejajar sumbu c memiliki belahan searah


Sayatan memotong sumbu c memperlihatkan: dua belahan 90 dan
pemadaman simetri.

58

Gambar 49. Bentuk kristal dan belahan mineral Ortopiroksen (Anonim)

Warna dan Pleochroisme


1.

Kadang lemah warna pink salmon sampai hijau

2.

Miskin En tak berwarna, tetapi dengan penambahan Fe, warnanya


menjadi bervariasi

3.

OPX kaya Fe pleochroisme


X = pink, coklat dan kuning pucat

59

Y = krem-coklat muda, kuning, kuning pinky


Z = hijau muda dan hijau keabu-abuan
Belahan dan Pecahan
1.

Sayatan yang dipotong parallel terhadap sumbu C akan


menunjukkan belahan searah:
a. Jika belahan parallel terhadap polar bawah maka warnanya hijau
b. Jika belahan memotong polar bawah warnanya pink

2.

Sayatan yang dipotong memotong sumbu C ---- belahan dua arah


membentuk sudut 90

Memotong sumbu c

Memotong sumbu a

Memotong sumbu b

Gambar 50. Belahan dan pecahan mineral Ortopiroksen (geology.com)

II.3.9. Sifat optis mineral kelompok amphibole


1. Sifat Optis
a. Warna pleokrosime: sangat jelas, hijau sejuk, kuning-hijau, biruhijau,coklat.
X = kuning cerah, hijau cerah kekuningan, biru cerah kehijauan
Y = hijau, hijau kekuningan, hijau keabu-abuan, coklat
Z = hijau gelap, hijau gelap kebiruan, hjau gelap keabu-abuan
b. Bentuk: prismatik panjang sampai menjarum, dengan 4 atau 6
sisi dan sudut belahan 56 dan 124, berbentuk butiran anhedral
irregular.
c. Relief RI: Menengah sampai tinggi
d. Dijumpai dalam bentuk fenokris Euhedral

60

e. Belahan pada {110} dengan sudut 56-124


f. Birefringence 0.014-0.034
g. Interference biasanya orde 1 atas atau orde 2 bawah.
h. Kembaran: sederhana dan lamellar pada {100} tetapi tidak umum
i. Sifat optis 2VX biaxial positif atau negatif 35 - 130.
j. Orientasi optis X^a = +3 sampai -19, Y = b, Z^c = +12 sampai
+34, bidang optis = (010).
k. Sayatan sejajar sumbu c memiliki pemadaman simetris: slow ray
parallel terhadap panjang diagonal antara belahan, sayatan
longitudinal: length slow
l. Alterasi: dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite atau mineral
silikat Fe-Mg yang lainKelimpahan: dalam batuan beku,
metamof dan sediment
m. Bentuk pembeda: belahan dan bentuk mineral membutir,
pemadaman miring dan pleochroisme
2. Sifat Optis Kristal Amfibol secara Umum
a. Orthorombik
Anthophyllite (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2. Dijumpai dalam
batuan metamorf ekuivalen dengan basaltik. Karena orthorombik
maka pemadamannya pada sayatan memanjang (sejajar sumbu
c).Jenis amfibol yang lain bersistem monoklinik dengan pemadaman
miring pada sayatan sejajar sumbu c
b. Amfibol Monoklinik
Paling banyak dijumpai di alam. Umumnya memiliki sifat
optis

negatif.

Terdiri

Ca2Mg5Si8O22(OH)2
Horenblenda

dari

dua

- Actinolite

kelompok:

Tremolite

Ca2Fe5Si8O22(OH)2

(Ca2(Mg,Fe,Al)5Si8O22(OH)2).

komposisi menyebabkan sifat optisnya bervariasi.

dan

Keanekaragaman

61

II.3.10. Sifat optis mineral kelompok kuarsa


Pada kelompok kuarsa ada beberapa sifat optis. Adapun sifat optis
mineral kelompok kuarsa adalah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Colorless, relief rendah


Bentuk tak beraturan, dalam batuan umumnya anhedral
Tidak punya belahan
Gelapan bergelombang
Warna interferensi abu2 orde1
TO sumbu I (+)
Tidak berwarna, non-pleochroic, relief rendah
nw=1.544

ne = 1.553
9. Bentuk tak beraturan, dalam batuan umumnya anhedral, terkandung
di dalam betuan metamorf dan beku
10. Tidak punya belahan
11. Gelapan bergelombang
12. Warna interferensi abu-abu orde1
13. TO sumbu I (+)
14. Orientasi optic: sumbu optik terletak pada sumbu c, perpanjangan
kristal memotong ujung-ujung sumbu yang berlengan pendek.
15. Komposisi: kandungan dasarnya berupa SiO2, meskipun bekas
kandungan mineral dari Ti, Fe, Mn, Al, kemungkinan dapat
ditemukan di kemudian hari.
16. Proses terjadinya : salah satu mineral yang dapat ditemukan di bumi
dalam jumlah yang melimpah, ditemukan di kemudian hari pada
lingkungan yang beraneka ragam.
17. Sifatnya tidak mudah terubah dan sangat stabil pada lingkungan yang
mudah mengalami pelapukan

Gambar 51. sayatan tipis kuarsa

II.3.11. Sifat optis mineral kelompok karbonat

62

Merupakan persenyawaan dengan ion (CO3)2-, dan disebut


karbonat, umpamanya persenyawaan dengan Ca dinamakan kalsium
karbonat, CaCO3 dikenal sebagai mineral kalsit. Mineral ini merupakan
susunan utama yang membentuk batuan sedimen. Carbonat terbentuk pada
lingkungan laut oleh endapan bangkai plankton. Carbonat juga terbentuk
pada daerah evaporitic dan pada daerah karst yang membentuk gua (caves),
stalaktit, dan stalagmite. Dalam kelas carbonat ini juga termasuk nitrat
(NO3) dan juga Borat (BO3).Carbonat, nitrat dan borat memiliki kombinasi
antara logam atau semilogam dengan anion yang kompleks dari senyawasenyawa tersebut (CO3, NO3, dan BO3). Beberapa contoh mineral yang
termasuk kedalam kelas carbonat ini adalah dolomite (CaMg(CO3)2, calcite
(CaCO3), dan magnesite (MgCO3). Dan contoh mineral nitrat dan borat
adalah niter (NaNO3) dan borak (Na2B4O5(OH)4.8H2O).
KOMPONEN DALAM BATUAN KARBONAT
Komponen penyusun batuan karbonat secara garis besar dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian yaitu: a. Butiran (skeletal, non-skeletal), b. matrix
dan c. semen. Komponen tersebut tersusun oleh mineral-mineral karbonat
yang berbeda.
1. Butiran
Butiran atau grain adalah semua komponen dalam batuan karonat yang
berkomposisi kalsium karbonat (CaCO3) baik yang berasal dari proses
biologi seperti terumbu maupun dari proses biokimia. Butiran ini merupakan
komponen yang menunjukkan kesan berbutir dengan batas-batas antar butir.
Komponen tersebut dapat berupa hasil rombakan batuan karbonat itu sendiri
atau batuan karbonat yang telah terbentuk sebelumnya (luar lingkungan
pengendapan),

fragmen-fragmen

organisme

ataupun

hasil

aktifitas

organisme dan presipitasi mineral-mineral karbonat atau hasil diagenesis.


Jika dianalogikan terhadap batuan silisiklastik, butiran merupakan fragmen
yang berada dalam massa matriks dan semen. Butiran dibagi menjadi dua

63

kelompok yaitu yang berasal dari organisme atau skeletal dan yang berasal
dari non-organisme atau non-skeletal.
a. Skeletal
Skeletal adalah komponen batuan karbonat yang berasal dari
organisme baik dalam bentuk utuh maupun berupa fragmental.
Komponen tersebut merupakan penyusun batuan karbonat yang umum
dijumpai. Komponen ini dapat berupa organisme utuh (dikenal dengan
fosil) atau sebagai fragmen-fragmen organisme. Jenis organisme yang
bertindak sebagai komponen skeletal dalam batuan karbonat bervariasi
sepanjang sejarah geologi. Penyusun batuan karbonat dalam hal ini
diambil referensi adalah terumbu mulai dari kala Paleozoikum hingga
Kenozoikum.
Pada umumnya untuk batuan berumur Tersier, terutama pada kala
Neogen maka komponen skeletalnya atau fosilnya hampir sama dengan
yang hidup sekarang ini. Ada tiga kelompok utama penyusun batuan
karbonat pada kala Tersier yaitu Algae, Koral dan Foraminifera.
b. Non-Skeletal
Komponen Non-skeletal adalah material penyusun batuan karbonat
yang berasal dari non organisme. Material tersebut terakumulasi pada
suatu cekungan atau lingkungan pengendapan dengan proses yang
berbeda-beda. Komponen-komponen tersebut adalah lithoklas (intraklas
dan ekstraklas), ooids, peloids dan coated grain. Sedangkan yang berasal
dari organisme dengan proses tertentu misalnya onkoliths, rhodoliths.

64

Gambar 52. Jenis-jenis skeletal yang umum dijumpai pada batuan karbonat. Sketsa
organisme yang hidup sekarang berupa algae (A), koral (B), dan Sponge (C).

1) Lithoklas.
Lithoklas dalam beberapa literatur dikenal sebagai limeclast atau intraclast. Dalam buku ini peristilahan lithoklas diambil
dari Tucker & Wright (1990) yang mencakup intraklas &
ekstraklas. Intraklas adalah komponen karbonat yang merupakan
hasil rombakan batuan karbonat dalam lingkungan pengendapan
yang sama, sedangkan ekstraklas adalah komponen karbonat hasil
rombakan dari batuan karbonat yang telah ada di luar lingkungan
pengendapannya.
2) Ooid (oolit)
Ooid (atau oolite) adalah butiran yang berbentuk bulat,
lonjong dan memperlihatkan struktur dalam baik secara konsentris
maupun tangensial dengan suatu inti (nuclei) yang komposisinya
bervariasi. Cortex tersebut adalah halus dan terlaminasi secara rata
pada bagian luarnya, tetapi laminae individu mungkin lebih tipis
pada titik-titik sudut tajam intinya. Bentuk nucleus tersebut tipikal
spheroid atau elipsoid dengan derajat sphericity meningkat kearah
luar.

65

Gambar 53. Komponen dalam batuan karbonat berupa lithoklas jenisnya


belum diketahui dengan pasti. Contoh setangan (hand speciment) berupa
slab dari batugamping Selayar (A), sayatan tipis yang menunjukkan
beberapa ukuran dan batas butir yang tegas (B).

Gambar 54. Fotograf dari ooid (bulat putih bersih) dan mineral
terrigenous (kuarsa) warna bening (A), ooid dalam bentuk sayatan
tipis yang memperlihatkan struktur dalam dan beberapa ooid intinya
telah melarut (B). (Sumber: An Overview of Carbonates, Kendall,
2005).
3) Peloid (Pellet)
Peloid merupakan suatu komponen karbonat berukuran pasir,
dengan ukuran rata-rata 100-500m yang tersusun oleh kristal-kristal
karbonat. Peloid umumnya berbentuk rounded subrounded, spherical,
ellipsoid hingga tak beraturan dan tidak mempunyai struktur dalam. Istilah
tersebut murni deskriptif yang dikemukakan oleh McKee & Gutschick
(1969). Istilah Pellet juga umum digunakan tetapi mempunyai konotasi
untuk peloid yang berasal dari aktifitas organisme atau faecal pellet.

2. Matriks

66

Matriks adalah komponen batuan karbonat yang secara teoritis


berukuran halus (<4 mm). Matriks atau mikrit (Folk, 1962) atau mud
(Dunham, 1962) adalah komponen batuan karbonat yang terbentuk bersama
butiran dan bertindak sebagai matriks. Komponen ini sangat umum dijumpai
dalam batuan karbonat dan diinterpretasi terbentuk pada lingkungan
berenergi rendah.
Matriks harus dibedakan dengan mikrit yang terbentuk melalui proses
diagenesis (mikritisasi). Mikrit yang terbentuk dengan proses tersebut bisa
berasal dari komponen lain seperti butiran atau semen. Jika dianalogikan
dengan batuan sedimen silisiklastik, matriks disamakan dengan lempung
yang terendapkan pada lingkungan berenergi rendah. Konsekwensinya
adalah warnanya menjadi relatif lebih gelap baik dalam bentuk outcrop
maupun dalam bentuk sayatan tipis.
3. Semen
Semen merupakan komponen batuan karbonat yang mengisi poripori dan merupakan hasil diagenesis atau hasil presipitasi dalam pori batuan
dari batuan yang telah ada. Semen sering disamakan dengan sparit hasil
neomorphisme, padahal sparit hasil neomorphisme adalah perubahan
(rekristalisasi) dari komponen karbonat yang telah ada. Beberapa jenis
semen yang dikenal dalam batuan karbonat moderen adalah fibrous,
botroidal, isophaceous, mesh of needles dll. Jenis semen tersebut tergantung
pada lingkungan pembentuk semen yang dikenal sebagai lingkungan
diagenesis.
Beberapa contoh semen dalam batuan karbonat yang banyak
dijumpai pada karbonat modern khususnya pada daerah terumbu adalah
fibrous dan botryoidal. Jenis semen tersebut dapat dijumpai pada
batugamping Selayar yang memperlihatkan beberapa jenis (Gambar 13)
yaitu fibrous, granular dan bladed.

II.4. Petrografi

67

Petrografi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang
analisis batuan secara mikroskopis dan merupakan suatu metode yang sangat
mendasar untuk mendukng pembelajaran dalam menganalisis data geologi.
Dalam mempelajari petrografi mahasiswa dapat mengetahui dan memerikan
batuan beku, batuan gunungapai (vulkanik), batuan sedimen dan batuan
metamorf. Dan untuk memahami asosiasi mineral, proses pembentukan dan
petrogenesis limpahamnya pada batuan beku (asam, intermediet dan basah),
batuan gunungapai (vulkanik), batuan sedimen dan batuan metamorf.
II.4.1. Dasar teori petrografi
Petrografi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari
tentang analisis batuan secara mikroskopis dan merupakan suatu metode
yang sangat mendasar untuk mendukng pembelajaran dalam menganalisis
data geologi. Dalam mempelajari petrografi mahasiswa dapat mengetahui
dan memerikan batuan beku, batuan gunungapai (vulkanik), batuan sedimen
dan batuan metamorf. Dan untuk memahami asosiasi mineral, proses
pembentukan dan petrogenesis limpahamnya pada batuan beku (asam,
intermediet dan basah), batuan gunungapai (vulkanik), batuan sedimen dan
batuan metamorf.
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan
silikat cair, pijar, yang dikenal dengan magma. Penggolongan batuan beku
dapat didasarkan pada ketiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik
batuan, senyawa kimia yang terkandung, dan susunan mineraloginya.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat lithifikasi
bahan rombakan asal, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun
hasil kegiatan organisme. Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan
tersebar sangat luas dengan ketebalan dari beberapa centimeter sampai
kilometer. Juga ukuran butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan
beberapa proses yang penting lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen.
Dibanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan tutupan
kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya merupakan 5% dari seluruh

68

batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini, batu


gamping adalah 80%, batu pasir 5% dan batu lempung kira-kira 80%.
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses
metamorfosa pada batuan yang telah ada sebelumnya, sehingga mengalami
perubahan komposisi mineral, struktur, tekstur, batuan, tanpa mengubah
komposisi kimia dan tanpa berubah fase (tanpa pernah mencapai fase cair).
Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik
yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan
gunung api, dengan material penyusun dari asal yang berbeda (W.T. Huang,
1962). Material penyusun tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum
mengalami transportasi (reworked) oleh air maupun es.
Pada kenyataanya bahwa batuan hasil letusan gunung api dapat
berupa suatu hasil lelehan merupakan lava yang telah dibahas dan
diklasifikasikan kedalam batuan beku, serta dapat pula berupa produk
ledakan atau eksplosif yang bersifat fragmental dari semua bentuk cair, gas
atau padat yang dikeluarkan dengan jelas sebagai erupsi.
II.4.2. Batuan beku
Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan larutan
silikat cair, pijar, yang dikenal dengan magma. Penggolongan batuan beku
dapat didasarkan pada ketiga patokan utama yaitu berdasarkan genetik
batuan, senyawa kimia yang terkandung, dan susunan mineraloginya.
Pembagian yang didasarkan pada genetik atau tempat terjadinya batuan beku
dapat dibagi atas :
a. Batuan ekstrusif, terdiri dari semua material yang dikeluarkan
kepermukaan bumi baik didarat maupun dibawah permukaan laut.
Material ini mendingin dengan cepat, ada yang bersifat encer atau
bersifat kental dan panas, bisa disebut lava.
b. Batuan intrusif sangat berbeda dengan batuan ekstrusif. Tiga prinsip tipe
bentuk intrusif batuan beku berdasarkan bentuk dasar dan geometri
adalah Bentuk tidak beraturan pada umumnya diskordan dan biasanya

69

memiliki bentuk yang jelas dipermukaan (batholite dan stock), Intrusi


berbentuk tabular, terdiri dari dua bentuk berbeda yang mempunyai
bentuk diskordan dan disebut korok/dyke, dan yang berbentuk
konkordan diantaranya sill dan lakolit, Tipe ketiga dari intrusif relatif
memiliki tubuh yang kecil. Bentuk khas dari group ini adalah intrusif
silinder atau pipa.
Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk
secara alamiah bersifat mobile, bersuhu antara 900-1200 atau lebih dan
berasal dari kerak bumi bagian bawah atau selubung bumi bagian atas
(F.F.Grotus, 1974; Tumer dan Verhoogen 1960, H. Williams, 1962).
Bunsen (1951, W.T. Huang) mempunyai pendapat bahwa ada dua
jenis magma primer yaitu basaltis dan granites, dan batuan beku merupakan
hasil campuran dari dua magma ini yang kemudian mempunyai komposisi
lain. Dally 1933, Winkler (Vide W.T. Huang, 1962) berpendapat lain yaitu
magma asli (primer) adalah bersifat basa yang selanjutnya akan mengalami
proses diferensiasi menjadi magma bersifat lain. Magma basa bersifat encer
(viskositas rendah) kandungan unsur kimia berat, kadar H+, OH- dan gas
tinggi sedangkan magma asam sebaliknya.
Sekurang-kurangnya genesa batuan beku, vulkanik maupun plutonik
ditinjau dari tiga aspek yaitu :
1.

Faktor yang memerikan bagaimana dan dimana larutan bergenerasi


didalam selubung atau pada kerak bumi bagian bawah.

2.

Kondisi yang berpengaruh terhadap larutan sewaktu naik ke


permukaan.

3.

Proses-proses didekat permukaan yang menyempurnakan generasi.


Magma dapat berubah menjadi magma yang bersifat lain oleh

proses-proses sebagai berikut :


1. Hibridisasi adalah pembentukan magma yang baru karena percampuran
dua magma yang berlainan jenisnya.

70

2. Sinteksis adalah pembentukan magma baru karena proses asimilasi


dengan batuan samping.
3. Anateksis adalah proses pembentukan magma dari peleburan batuan
pada kedalaman yang sangat besar.
Dari magma dengan kondisi tertentu ini selanjutnya mengalami
diferensiasi magmatik. Diferensiasi magmatik ini meliputi semua proses yang
mengubah magma dari keadaan awal yang homogen dalam skala besar menjadi
masa batuan beku dengan komposisi yang berbeda.
Seri reaksi bowen merupakan suatu skema yang menunjukkan urutan
kristalisasi dari mineral pembentuk batuan beku yang terdiri dari dua bagian.
Mineral-mineral tersebut dapat digolongkan dalan dua golongan besar yaitu:
1. Golongan mineral hitam atau mafic mineral.
2. Golongan mineral putih atau felsik mineral.
Dalam proses pendinginan magma dimana itu tidak langsung semua
membeku, tetapi mengalami penurunan temperature secara perlahan bahkan
mungkin cepat. Penurunan temperatur ini disertai mulainya pembentukan
dan

pengendapan

mineral-mineral

tertentu

yang

sesuai

dengan

temperaturnya. Pembentukan mineral dalam magma karena penurunan


temperatur telah disusun oleh Bowen.
Bowen telah membuat sebuah tabel pembentukan mineral dan tabel
tersebut sangat berguna sekali dalam menginterpretasikan mineral-mineral
tersebut. Sebelah kiri mewakili mineral mafic, yang pertama kali terbentuk
dalam temperature sangat tinggi adalah olivine. Akan tetapi jika magma
tersebut jenuh oleh SiO2, maka piroksenlah yang terbentuk pertama kali.
Olivine dan piroksen adalah pasangan Ingcongruant Melting
dimana setelah pembentukannya olivine akan bereaksi dengan larutan sisa
membentuk piroksen. Temperatur menurun terus dan pembentukan mineral
berjalan sesuai dengan temperaturnya. Mineral yang terakhir terbentuk
adalah biotite, ia terbentuk dalam temperatur yang rendah.

71

Mineral disebelah kanan diwakili oleh mineral kelompok plagioklas,


karena mineral ini paling banyak terdapat dan tersebar luas. Anorthite adalah
mineral yang pertama kali terbentuk pada suhu yang tinggi dan banyak
terdapat pada batuan beku basa seperti Gabro atau Basalt. Andesite
terbentuk pada suhu menengah dan terdapat pada batuan beku Diorit atau
Andesit. Sedangkan mineral yang terbentuk pada suhu rendah adalah albite,
mineral ini banyak tersebar pada batuan asam seperti Granit atau Ryolite.
Reaksi berubahnya komposisi Plagioklas ini merupakan deret SolidSolution yang merupakan reaksi kontinu, artinya kristalisasi Plagioklas CaPlagioklas Na, jika reaksi setimbang akan berjalan menerus. Dalam hal ini
anorthite adalah jenis plagioklas yang kaya Ca, sering disebut Calcic
Plagioklas,

sedangkan

albite

adalah

Plahioklas

kaya

Na

(Sodic

plagioklas/Alkali Plagioklas). Lihat tabel W.T. Huang bagian bawah.


Mineral sebelah kanan dan kiri bertemu pada mineral potassium
Feldspar dan mineral-mineral Muscovite dan terakhir sekali mineral Kwarsa,
maka mineral kwarsa merupakan mineral yang paling stabil diantara seluruh
mineral Felsik atau Mafic dan sebaliknya mineral yang terbentuk pertama
kali adalah mineral yang sangat tidak stabil dan mudah sekali berubah
menjadi mineral lain.
Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku
dikelompokkan menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku
ekstrusif (lava). Pembekuan batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi
sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan beku ekstrusif membeku di
permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari kegiatan gunung
api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok), sill,
dike (gang) dan lakolith dan lapolith .
Karena pembekuannya di dalam, batuan beku intrusif memiliki
kecenderungan tersusun atas mineral-mineral yang tingkat kristalisasinya
lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku ekstrusi. Dengan
demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti intrusi
batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan

72

mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api
(stock), gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur
halus karena sangat dekat dengan permukaan.
Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe
magma tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma
dikontrol dari limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg,
K, Na, H, dan O yang mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang
berhubungan dengan oksigen (O) disebut sebagai oksida, SiO2 adalah salah
satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat ditentukan dengan didasarkan
pada kandungan SiO2 (Tabel 1).
Tabel 1. Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)

Tipe

Batuan

Batuan

Magma Vulkanik Plutonik

Komposisi

Suhu

Kimia

Kekentalan

Kandungan
Gas

SiO2 45-55 %:
Basaltic

Basalt

Gabbro

Fe, Mg, Ca

1000 -

tinggi,

1200 oC

Rendah

Rendah

K dan Na rendah
SiO2 55-65 %,
Andesitic Andesit Diorit

Fe, Mg, Ca, Na,

800 - 1000
o

K sedang

Intermediat Intermediat

SiO2 65-75 %,
Fe, Mg, Ca
Rhyolitic Rhyolit

Granit

rendah,
K dan Na tinggi

650 - 800
o

Tinggi

Tinggi

73

Gambar 55. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock, sill
dan dike

Menurut keterdapatannya, berdasarkan tatanan tektonik dan posisi


pembekuannya (Tabel 2), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan
intrusi plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi
dangkal yaitu dasit, andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api
(ekstrusi: riolit, lava andesit, lava basal.
Tabel 2. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.

Keterdapatannya

Asam

Intermediet Basa

Plutonik (intrusi)

Granit, Syenit

Diorit

intrusi dangkal

Dasit - Riodasit

Andesit

Gabro
Basaltikandesitik

Vulkanik:

Busur magmatik

Riolitik

Andesitik

Basaltik

Dengan

Belakang busur

Trakitik

Trakitik

Basalt trakitik

Tatanan

Mid oceanic

tektonik

ridges

Lava basalt

Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan


menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara
umum, limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi

74

Bowen. Hanya mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu


kristalisasi yang relatif sama yang dapat hadir bersama-sama.
A.

Struktur Batuan Beku

1. Masif

: Padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang


keluarnya gas; dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti
intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit, diorit, gabro dan
inti andesit.

2. Skoria

: Dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan


yang tidak teratur; dijumpai pada bagian luar batuan
ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan vulkanik
andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt.

3. Vesikuler

: Dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan


teratur; dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan
beku berafinitas intermediet-asam.

4. Amigdaloidal: Dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi


oleh mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada
batuan vulkanik trakitik; Ct: trakiandesit dan andesit.

Gambar 56. Struktur batuan beku masif

75

rongga
rongga

rongga

rongga
rongga

rongga
Gambar 57. Struktur batuan beku skoria

B.

Tekstur Batuan Beku


Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral

di dalam batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis


proses kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan
beku intrusi dalam (plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan
batuan beku ekstrusi atau intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk
kristal batuan beku dalam cenderung euhedral, sedangkan batuan beku luar
anhedral hingga subhedral.

76

Tabel 3. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan
ekstrusi dan pada batuan vulkanik

Jenis batuan
Intrusi dalam
(plutonik)

Intrusi dangkal dan


Batuan Vulkanik
Ekstrusi

Fabrik

Equigranular

Inequigranular

Inequigranular

Bentuk kristal

Euhedral-anhedral

Subhedralanhedral

Subhedral-anhedral

Ukuran kristal

Kasar (> 4 mm)

Halus-sedang

Halus-kasar

Tekstur

Tekstur khusus

Derajad
Kristalisasi

Holokristalin

Tekstur khusus

1.

Porfiritik-poikilitik Porfiritik: intermediet-basa


Ofitik-subofitik
Pilotaksitik

Vitroverik-Porfiritik: Asamintermediet

Hipokristalin

Hipokristalin

Holokristalin

Holokristalin

Perthit-perlitik

Zoning pada plagioklas,


tumbuh bersama antara
mineral mafik dan
plagioklas dan intersertal

Tekstur trakitik
Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan

adanya orientasi mineral arah orientasi adalah arah aliran. Berkembang


pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill. Gambar
dibawah adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G.
Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol
silang

77

Gambar 58. Tekstur trakitik pada traki-andesit

2.

Tekstur Interserta
Tekstur Interserta yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh

susunan intersertal antar kristal plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada


di antara / dalam massa dasar gelas interstitial.

Gambar 59. Tekstur intersertal pada diabas

3. Tekstur Porfiritik
Tekstur Porfiritik yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh
adanya kristal besar (fenokris) yang dikelilingi oleh massa dasar
kristal yang lebih halus dan gelas. Jika massa dasar seluruhnya
gelas disebut tekstur vitrophyric. Jika fenokris yang berkelompok
dan tumbuh bersama,maka membentuk tekstur glomeroporphyritic.

78

Gambar 60. Kiri: Tekstur porfiritik pada basalt olivin, kanan: basalt
olivin porfirik
4. Tekstur Ofitik
Tekstur Ofitik yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh
mineral plagioklas yang tersusun secara acak dikelilingi oleh
mineral piroksen atau olivin. Jika plagioklasnya lebih besar dan
dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka membentuk tekstur
subofitic . Dalam suatu batuan yang sama kadang-kadang dijumpai
kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan
dari intergranular menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur
tersebut banyak dijumpai dalam batuan beku basa-ultra basa,
contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic
dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat,
dengan proses nukleasi kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur
tersebut banyak dijumpai pada inti batuan diabasik atau doleritik
(dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka akan
terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas
membentuk tekstur intersertal.

79

Gambar 61. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral olivin dan piroksen klino

Gambar 62. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh mineral
feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik

C.

Komposisi Batuan Beku


Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi

kimiawinya. Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang


terkandung di dalamnya, batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga
kelas, yaitu asam, intermediet dan basa. Batuan beku asam tersusun atas
mineral felsik lebih dari 2/3 bagian; batuan beku intermediet tersusun atas
mineral mafik dan felsik secara berimbang yaitu felsik dan mafik 1/3 hingga
2/3 secara proporsional; dan batuan beku basa tersusun atas mineral mafik
lebih dari 2/3 bagian.

Tabel 4. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api yang
didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya

80

Nama batuan

Afinitas batuan Mafik

Felsik

Asam

<1/3

>2/3

Gabro, diabas Basalt

Intermediet

1/3-2/3

1/3-2/3

Diorit

Basa

>2/3

<1/3

Granit, syenit Riolit, trakit

Intrusif

Ekstrusif

Vulkanik
Basalt

Andesit,

Andesit,

trakit

trakit
Riolit, trakit

Tabel 5. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral penunjuknya

NORMS

SERI MAGMATIK
Tipe Toleeitik

Tipe Kalk-alkalin

Tipe Alkalin

Ortopiroksen

Ortopiroksen

Tanpa Ortopiroksen

Sebagai fenokris

Jarang

Terbentuk di awal

Bervariasi

Piroksen

Sebagai fenokris

rendah Ca

dan massa dasar

Magnetit

Terbentuk di akhir

Oksida FeTi
Amfibol

Sifat kimia

MOR

Biasanya ilmenit

Magnetit dan
ilmenit

Bervariasi

Hanya berasal dari

Melimpah, kecuali

Dijumpai di semua

diferensiasi silika

dari magma primitif jenis


Ca > Mg (Ca pada

Ca+Na > Mg (Ca+Na

augit, amfibol,

pd CPX, amfibol,

titanit)

aegirin, dll)

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Mg > Ca (Mg untuk


Ol, OPX dan CPX)

Busur
kepulauan/
busur
magmatik
Gunung api

81

di belakang
busur
magmatik

Tabel 6. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan silika dan
keterdapatannya dari tatanan tektoniknya

SiO2

Tipe magma

(%)

Nama batuan seri

Tatanan tektoniknya

gunung api

< 50

Basa / mafik

50-65

Intermediet / Andesit

Busur kepulauan dan busur

menengah

magmatik dangkal

Asam / felsik Dasit

Busur magmatik: lempeng benua

rendah Si

dengan dapur magma tengah (B)

Asam / felsik Riolit

Busur magmatik: segregasi pada

kaya Si

lempeng

65-70

>70

Basal

Mid oceanic ridge basalt

benua

dengan

dapur

magma dalam (A)

Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya,


yaitu toleeit, kalk-alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma
toleeit biasanya banyak mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri
kalk-alkalin biasanya mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol
dan titanit), sedangkan batuan seri alkalin banyak mengandung mineralmineral tinggi K (seperti mineral piroksen klino). Tabel 6. menunjukkan
sifat-sifat mineral penyusun dalam seri batuan toleeit, kalk-alkalin dan
alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat terbentuk pada tatanan
tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona punggungan
tengah samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik pada
busur magmatik; dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.
D. Klasifikasi Batuan Beku

82

Pada klasifikasi batua beku ini dibedaknan menjadi beberapa


kelompok, diantaranya yaitu :
1. Kelompok batuan beku intrusi plutonik
a. Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200o
C, dan melimpah pada wilayah dengan tatanan tektonik
lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran lantai
samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh
warnanya gelap hingga sangat gelap, mengandung mineral
mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3 bagian;
batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik
(intrusi dangkal atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit.
Didasarkan atas tatanan tektoniknya, kelompok batuan ini
ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun
yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.
Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua
kelompok besar dengan didasarkan pada kandungan mineral
piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa dan ultra basa.
Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih dari
10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%.
Makin tinggi kandungan piroksen dan olivin, makin rendah
kandungan plagioklasnya dan makin ultra basa. batuan beku
basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin gabro, troktolit.
Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit, piroksenit,
lherzorit, websterit dan lain-lain.

83

Gambar 63. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;
sumber IUGS classification)

b. Batuan beku asam - intermediet


Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah
dengan tatanan tektonik kratonik (benua), seperti di Asia
(daratan China), Eropa dan Amerika. Kelompok batuan ini
membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan
dalam tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan
beku kaya feldspathoid (foid) dan batuan beku miskin kuarsa
maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa kuarzolit,
granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa
berupa syenit, monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan
anorthosit.

Jika

dalam

batuan

beku

tersebut

telah

mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung mineral


foid, begitu pula sebaliknya.

84

Gambar 64. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi
kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10 % (sumber

IUGS classification)
2. Kelompok batuan beku luar
Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan
beku yang tersingkap di Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan
batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur vulkanisme, baik
pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur
gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat
dikelompokkan sebagai batuan asal gunung api. Batuan ini secara
megaskopis dicirikan oleh tekstur halus (afanitik) dan banyak
mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan
mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi
menjadi tiga tipe, yaitu kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok
andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit.

85

Gambar 65. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi


didasarkan atas kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid
(sumber IUGS classification)

Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral


harus menyusun suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua
mineral yang dapat hadir bersama-sama. Di samping itu, ada
jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya, seperti
horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan
biotit yang dapat hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas
dan feldspathoid.
Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang
terbentuk karena komposisi magma kekurangan silika, sehingga
tidak cukup untuk mengkristalkan kuarsa. Jadi, limpahan
feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas intermediet
hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit
dan piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-

86

trakiandesit. Batuan yang mengandung plagioklas dalam jumlah


yang besar, jarang atau sulit hadir bersama-sama dengan mineral
feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.
II.4.3. Batuan sedimen klastik dan non klastik
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk akibat lithifikasi
bahan rombakan asal, maupun hasil denudasi atau hasil reaksi kimia maupun
hasil kegiatan organisme. Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan
tersebar sangat luas dengan ketebalan dari beberapa centimeter sampai
kilometer. Juga ukuran butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan
beberapa proses yang penting lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen.
Dibanding dengan batuan beku, batuan sedimen hanya merupakan
tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya merupakan 5% dari
seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini, batu
gamping adalah 80%, batu pasir 5% dan batu lempung kira-kira 80%.
Batuan Sedimen Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses
sedimentasi berlangsung proses erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi.
Batuan vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok batuan sedimen, karena
dihasilkan langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri
dari Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi
butirannya dan Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan
kondisi batuannya.

A.

Batuan Sedimen Klastik


Batuan sedimen klastik adalah batuan sedimen yang terbentuk dari

pengendapan kembali detritus atau pecahan batuan asal. Batuan asal dapat
berupa batuan beku, metamorf dan sedimen itu sendiri. Fragmentasi batuan
asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis maupun secara kimiawi,
kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan.

87

Setelah pengendapan berlangsung, sedimen mengalami diagenesa, yakni


proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperatur rendah
suatu sedimen, selama dan sesudah lithifikasi ini merupakan proses yang
mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras.
1.

Struktur Batuan Sedimen


Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan

normal dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan


dan keadaan energi pembentukannya. Pembentukannya dapat terjadi
pada waktu pengendapan maupun segera setelah proses pengendapan
(Pettijohn & Potter, 1964; koesoemadinata, 1981). Dengan kata lain,
struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi
yang lebih besar. Dalam analisa struktur batuan sedimen pada
Petrografi, hanya bisa dilakukan dilapangan atau pada sampel
handspceismen. Macam-macam Struktur batuan sedimen :
a. Masif : tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm (Mc. Kee 7
Weir, 1953).
b. Gradasi : diameter butir fining up (menghalus ke atas) dan gradasi
terbalik jika diameter butir coarsing up (mengasar ke atas)
c. Berlapis : memiliki struktur perlapisan >2 cm
d. Laminasi : perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm
e. Silangsiur : struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang
lain, jika tebal silangsiur <2 mm disebut crosslammination
f. Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi
g. Dune: searah dengan sedimentasi
2.

Tekstur Batuan Sedimen


Tekstur adalah suatu kenampakan yang berhubungan dengan

ukuran dan bentuk butir serta susunannya (Pettijohn, 1975). Butiran


tersusun dan terikat oleh semen dan masih adanya rongga diantara
butirnya. Pembentukannya dikontrol oleh media dan cara transportasinya
(Jackson, 1970, Reineck dan Singh, 1975). Pembahasan tekstur meliputi

88

Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain size


analizer).
a. Ukuran Butir
Pemerian ukuran butir didasarkan pada skala Wentworth,
1922 adalah sebagai berikut:
Tabel 7. skala wentworth Klastik

Nama butir

Besar butir (mm)

Bongkah

256-64

Brakal

64-4

Krakal

4-2

Pasir sangat kasar

2-1

Pasir sedang

1-1/2

Pasir halus

1 2

Pasir sangat halus

1 4

Lanau

1/16-1/256

Lempung

1/256

/ -1/4
/ -1/8

b. Bentuk Butir
Kebundaran adalah nilai membulat atau meruncingya butiran
dimana sifat ini hanya bisa diamati pada batuan sedimen klasik
kasar. Kebundaran dapat dilihat dari bentuk batuan yang terdapat
dalam batuan tersebut. Tentunya terdapat banyak sekali variasi dari
bentuk batuan, akan tetapi untuk mudahnya dipakai perbandingan
sebagai berikut:
1) Well rounded (membulat baik) : semua permukaan
konveks hampir equidimensional, spheroidal.
2) Rounded : pada umumnya permukaan-permukaan bundar,
ujung-ujung dan tepi-tepi butiran bundar.
3) Subrounded : permukaan umumnya datar dengan ujungujung yang membundar.

89

c. Hubungan antar butir (kemas)


Didalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas,
yaitu :
1) Kemas terbuka : butiran tidak saling bersentuhan
(mengambang didalam matriks).
2) Kemas tertutup : butiran saling bersentuhan satu sama
lainnya.
d. Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi)
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir
penyusun sedimen, artinya bila semakin seragam ukurannya dan
besar butirnya, maka pemilahan semakin baik. Dalam pemilahan
dipakai batasan-batasan sebagai berikut :
1) Pemilahan baik (well sorted)
2) Pemilahan sedang (moderate sorted)
3) Pemilahan buruk (poorly sorted)
3.

Komposisi Batuan Sedimen


Komposisi mineral adalah kandungan mineral yang terlihat

dibawah mikroskop. Seperti kuarsa, piroksen, dll. Adapun pada kompisis


mineral dibedakan menjadi:
a. Fragmen adalah litik/kristal mineral yang jika dilihat dibawah
mikroskop ukurannya lebih besar.
b. Matriks adalah bagian butiran yang ukurannya lebih kecil dari
fragmen. Matriks dapat berupa, lempung / lanau / pasir.
c. Semen adalah bukan butir tetapi material pengisi rongga antar butir
dan bahan pengikat diantara fragmen dan matriks. Biasanya
berbentuk amorf atau kristalin. Bahan-bahan semen yang lazim
adalah :
1)

Semen karbonat (kalsit, dolomit).

2)

Semen silika (kalsedon, kwarsa).

3)

Semen
hematite, siderite).

oksida

besi

(limonit,

90

B.

Batuan Sedimen Non Klastik


Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga dari

hasil kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi


langsung atau reaksi organik (penggaraman unsur-unsur laut, pertumbuhan
kristal dari agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement).
1.

Struktur Batuan Sedimen Non Klastik


Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi

kimia ataupun kegiatan organik. Macam-macam struktur antara lain :


a. Fossiliferous, struktur yang ditunjukkan oleh adanya fosil atau
komposisi terdiri dari fosil.
b. Oolitik, struktur dimana suatu fragmen klasik diselubungi oleh
mineral non klastik, bersifat konsentris dengan diameter
berukuran lebih kecil 2 mm.
c. Pisolitik, sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya > 2 mm.
d. Konkresi, kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitik
tetapi tidak menunjukkan adanya sifat konsentris.
e. Cone in cone, struktur oleh organisme murni dan bersifat insitu.
2. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik
Tekstur pada batuan deimen non klastik dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :

a. Kristalin
Terdiri dari kristal-kristal interlocking yaitu kristal-kristalnya
saling mengunci satu sama lain. Pemerian dapat memakai skala
Wentworth dengan modifikasi sebagai berikut :
Tabel 8. Kristalin Di Dasarkan Pada Skala Wentworth (1922).

Nama butir
Berbutir kasar

Besar butir (mm)


>2

91

Berbutir sedang

1/16-2

Berbutir halus

1/256-1/16

Berbutir sangat halus

< 1/256

b. Amorf
Terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau
amorf (non kristalin).
3. Komposisi Mineral Batuan Sedimen Non-Klastik
Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam
menentukan penamaan batuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik
biasanya komposisi mineralnya sederhana yaitu bisa terdiri dari satu atau
dua macam mineral. Sebagai contoh :

C.

a. Batugamping

: kalsit, dolomite

b. Chert

: kalsedon

c. Gypsum

: mineral gypsum

d. Anhidrit

: mineral anhidrit

Klasifikasi Batuan Sedimen


Pada kalsifikasi batuan sedimen klastik biasanya menggunakan skala

wentworth atau klasifikasi dari (Dott, 1964 dan Raymond, 1995).

92

Gambar 66. Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)

CONTOH SAYATAN TIPIS BATUAN SEDIMEN

Gambar 67. Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang

Gambar 68. Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang

93

Gambar 69. Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang

Gambar 70. Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (kiri) dan nikol silang
(kanan)

94

Gambar 71. Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)

II.4.4. Batuan metamorf


Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk oleh proses
metamorfosa pada batuan yang telah ada sebelumnya, sehingga
mengalami perubahan komposisi mineral, struktur, tekstur, batuan, tanpa
mengubah komposisi kimia dan tanpa berubah fase (tanpa pernah
mencapai fase cair).
Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata
"Metamorfisme" berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah,
Morph = bentuk, jadi metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam
geologi, hal itu mengacu pada perubahan susunan / kumpulan dan tekstur
mineral, yang dihasilkan dari perbedaan tekanan dan suhu pada suatu
tubuh batuan. Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk
dalam batuan sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada
suhu di bawah 200oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega
Pascals) atau sekitar 3000 atm.
Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300
Mpa atau lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut

95

jika

berada

pada

kedalaman

yang

sangat

tinggi.

Sebagaimana

kedalamannya pusat subduksi atau kolisi.


Proses metamorfosa adalah satuan proses pengubahan batuan
akibat perubahan, tekanan, temperatur, fluida atau variasi ketiga faktor
tersebut.proses metamorfosa merupakan proses isokimia,dimana tidak
terjadi unsur-unsur kimia pada batuan yang mengalami batuan yang
mengalami metamorfosa. Temperatur berkisar antara 2000c 800 0c tanpa
melalui fase cair (batuan tetap berada pada fase padat). Di tinjau dari
perubahan dan temperatur, di kenal dua tipe metamorfosa yaitu :
1.

Tipe metamorfosa local, Disebut lokal karena


penyebaran metamorfosa ini sangat terbatas sekali (beberapa meter
beberapa puluh meter). Tipe metamorfosa ini meliputi :
a. Metamorfosa kontak atau thermal
Metamorfosa kontak disebabkan oleh adanya kenaikan temperatur
pada batuan tertentu. Panas tubuh intrusi yang diteruskan pada
batuan sekitarnya mengakibatkan metamorfosa kontak. Zona
metamorfosa kontak yang efeknya terutama terlihat pada batuan
sekitarnya. Pada metamorfosa kontak batuan disekitarnya berubah
menjadi hornfel (batu tanduk) yang susunannya tergantung pada
batuan sedimen aslinya.
b. Metamorfosa dislokasi/kataklastik/Dinamo
Batuan metamorf ini dijumpai pada daerah yang mengalami
dislokasi, misal pada daerah sesar besar. Proses metamorfosanya
terjadi pada lokasi dimana batuan ini mengalami proses secara
mekanin yang disebabkan oleh faktor penekanan (kompresional)
baik tegak maupun mendatar. Batuan metamorf kataklastik
khususnya dijumpai dijalur-jalur orogenesa proses pengangkatan
diikuti oleh fase perlipatan dan pematangan batuan.

2. Tipe metamorfosa regional ini meliputi :


a. Metamorfosa regional/Dinamo thermal

96

Metamorfosa ini terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan faktor
yang berpengaruh adalah temperatur dan tekanan yang sangat
tinggi. Secara geografis dan genetik penyebaran batuan metamorf
ini sangat erat kaitannya dengan aktivitas orogenesa atau proses
pembentukan pegununganlipatan gunung api, meliputi daerah yang
luas dan selalu dalam bentuk sabuk pegunungan yakni dalam
daerah geosinklin.
b. Metamorfosa beban/Burial
Batuan metamorf ini terbentuk oleh proses pembebanan suatu
massa sedimentasi yang sangat tebal pada suatu cekungan yang
sangat luas atau dikenal dengan sebutan cekungan geosinklin.
Proses kejadiannya hampir tidak berkaitan sama sekali dengan
aktivitas orogenesa maupun intrusi tetapi lebih merupakan suatu
yang bersifat regional atau lebih dikenal dengan proses
epirogenesa.
A.

Struktur dan Tekstur Batuan Metamorf


1. Struktur Batuan Metamorf
a. Struktur Foliasi
Struktur foliasi yaitu struktur yang ditunjukkan oleh adanya
penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur
ini meliputi :
1) Struktur Slatycleavage, Adalah Peralihan dari sedimen yang
berubah ke metamorf, merupakan derajat rendah dari lempung,
mineral-mineralnya berukuran halus dan kesan kesejajarannya
halus sekali, dengan memperlihatkan belahan-belahan yang
rapat dimana terdapat daun-daun mika halus.
2) Struktur filitik, Struktur ini hampir mirip dengan struktur
slatycleavage, hanya mineral dan kesejajarannya sudah mulai
agak

kasar.

Derajat

metamorfosa

lebih

tinggi

dari

slatycleavage, dimana daun-daun mika dan klorit sudah cukup


besar, berkilap sutera pada pecahan-pecahannya.

97

3) Struktur skistosa, Adalah suatu struktur dimana mineral pipih


(Biotite, Muskovitr, Feldspar) lebih dominan dibanding mineral
butiran.

Struktur

ini

biasanya

dihasilkan

oleh

proses

metamorfosa regional, sangat khas adalah kepingan-kepingan


yang jelas dari mineral-mineral pipih seperti mika, talk, klorit
dari

mineral-mineral

yang

bersifat

serabut.

Derajat

metamorfosa lebih tinggi dari filit, karena mulai adanya


mineral-mineral yang bersifat serabut. Derajat metamorfosa
lebih tinggi dari filit, karena mulai adanya mineral-mineral lain
dismping mika.
4) Struktur gnesosa, Struktur dimana jumlah mineral-mineral
yang granular lebih banyak dari mineral-mineral pipih,
mempunyai sifat banded dan mewakili metamorfosa regional
derajat tinggi. Terdiri dari mineral-mineral yang mengingatkan
pada batuan beku seperti kwarsa, feldspar dan mafik mineral.
b. Struktur Non Foliasi
Struktur non foliasi adalah struktur yang tidak memperlihatkan
adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Yang
termasuk dalam struktur ini adalah :
1) Struktur Hornfelsik, Dicirikan adanya butiran-butiran yang
seragam terbentuk pada bagian dalam daerahkontak sekitar
tubuh batuan beku. Pada umumnya merupakan rekristalisasi
batuan asal, tidak ada foliasi, tetapi batuan halus dan padat.
2) Struktur Milonitik, Struktur yang berkembang karena adanya
penghancuran batuan asal yang mengalami metamorfosa
dynamo, batuan berbutir halus dan liniasinya ditunjukkan oleh
adanyaorientasi mineral yang berbentuk lentikuler terkadng
masih menyimpan lensa batuan asalnya.
3) Struktur Kataklastik, Struktur ini hampir sama dengan struktur
milonit hanya butirannya yang lebih kasar.

98

4) Struktur Pilonitik, Struktur ini menyerupai milonit tetapi


butiran relatif lebih kasar dan strukturnya mendekati tipe filitik.
5) Struktur Flaser, Seperti strutur kataklastik dimana struktur
batuan asal yang terbentuk lensa tertanam pada massa dasar
milonit.
6) Struktur Augen, Seperti struktur flaser hanya lensa-lensanya
terdiri dari butir-butir feldspar dalam massa dasar yang lebih
halus.
7) Struktur Glanulose, Struktur ini hampir sama dengan hornfelsik
hanya butirannya mempunyai ukuran yang tidak sama besar.
8) Struktur Liniasi, Struktur yang diperlihatkan oleh adanya
kumpulan mineral yang terbentuk seperti jarum (fibrous).
2. Tekstur Batuan Metamorf
a. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun
dicirikan oleh adanya inklusi mineral asing berukuran halus.
Gambar dibawah ini adalah tektur poikiloblastik; warna orange
tourmalin dan abu-abu K-feldspar, mineral berukuran halus
adalah butiran-butiran kuarsa dan muscovit. Biasanya berada
pada sekis mika-tourmalin.

Gambar 72. Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf

99

b. Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan


oleh adanya mineral berukuran besar dalam matriks / massa
dasar berukuran lebih halus. Sering berada pada sekis mikagarnet.

Gambar 73. Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf

c. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan


oleh adanya kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa
dasar mineral yang lebih halus. Bedanya dengan
porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak tumbuh secara
in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-mineral
tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh:
blastomylonit dalam gniss granitik.

Gambar 74. Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf

100

d. Retrogradasi eklogit: tekstur batuan metamorf yang dibentuk


oleh adanya mineral amfibol (biasanya horenblende) yang
berreaksi dengan mineral lain. Dalam Gambar 90 adalah
retrogradasi klinopirosen amfibole pada sisi kanan atas.

Gambar 75. Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf

e. Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran


butiran, terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.

Gambar 76. Tekstur schistose pada batuan metamorf

f. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir


halus.

101

Gambar 77. Tekstur phylitik pada batuan metamorf

g. Tekstur

Granoblastik:

massive,

tak-terfoliasi,

equigranular dalam batuan metamorf.

Gambar 78. Tekstur granoblastik pada batuan metamorf

Tabel 9. Sifat-sifat batuan metamorf

tekstur

102

103

104

B. Komposisi Batuan Metamorf


Secara megaskopis, sulit untuk mendeskripsikan atau menentukan
komposisi mineral batuan metamorf, namun kita tetap dituntut untuk dapat
menentukan komposisi mineralnya, yang dapat dipelajari dari buku atau
petunjuk langsung dilaboratorium. Pada hakekatnya, komposisi batuan
metamorf dapat dibagi dalam dua golongan yaitu :
1. Mineral Stress, Adalah suatu mineral yang stabil dalam kondisi
tekanan dimana mineral ini dapat berbentuk pipih atau tabular,
prismatik, maka mineral tersebut akan tumbuh tegak lurus terhadap
arah gaya. Sebagai contoh :
a. Mika
b. Tremolit-Actinolit
c. Hornblende
d. Serpentin
e. Silimanit
f. Kyanit, dan lain-lain.
2. Mineral Anti Stress Adalah suatu mineral yang terbentuk dalam
kondisi tekanan dimana biasanya berbentuk equidimensional. Sebagai
contoh :
a. Kwarsa
b. Feldspar
c. Garnet

105

d. Kalsit
e. Koordierit
Selain mineral stress dan anti stress, ada juga mineral yang khas
dijumpai pada batuan metamorf antara lain :
a.Mineral khas dari metamorfisme regional : silimanit, Andalusit, Talk dll.
b. Mineral khas dari metamorfisme termal : Korundum, Grafit.
c.Mineral khas yang dihasilkan dari efek larutan kimia : Epidut, Chlorite dan
Wollastonite.
C. Klasifikasi Batuan Metamorf
1. Batuan dalam Derajad Metamorfisme
a. Serpih terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai
dengan pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi
lembaran silikat menyebabkan batuan mudah hancur di
sepanjang bidang parallel yang disebut belahan menyerpih
(slatey cleavage), slatey cleavage berkembang pada sudut
perlapisan asal.

Gambar 79. Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson, 2003)

b. Sekis makin tinggi derajad metamorfisme makin besar mineral


yang terbentuk. Pada tahap ini terbentuk foliasi planar dari
orientasi lembaran silikat (biasanya biotit dan muskovit).
Butiran-butiran

kuarsa

dan

feldspar

tidak

menunjukkan

penjajaran; ketidak-teraturan foliasi planar ini disebut schistosity.

106

Gambar 80. Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003)

c. Gneiss tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran


silikat menjadi tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan
piroksen mulai tumbuh. Mineral-mineral tersebut membentuk
kumpulan gneissic banding dengan penjajaran tegaklurus arah
gaya maksimum dari differential stress.

Gambar 81. Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi


mineral tegak lurus dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)

d. Granulite adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua


mineral hydrous dan lembaran silikat menjadi tidak stabil
sehingga muncul penjajaran beberapa mineral. Batuan yang
terbentuk menghasilkan tekstur granulitik yang sama dengan
tekstur faneritik pada batuan beku.

107

2. Metamorfisme Basal dan Gabbro


a.

Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal


berubah menjadi amfibol dan klorit (hijau).

b.

Amphibolite pada metamorfisme tingkat menengah,


hanya mineral gelap (amfibol dan plagioklas saja yang bertahan),
batuannya disebut amfibolit.

c.

Granulite pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol


digantikan oleh piroksen dan

garnet, tekstur foliasi berubah

menjadi tekstur granulitik.

3. Metamorfisme Batugamping dan Batupasir


a. Marmer tidak menunjukkan foliasi
b. Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung
kuarsa, rekristalisasi dan pertumbuhan kuarsa menghasilkan
batuan non-foliasi yang disebut kuarsit.
II.4.5. Batuan piroklastik
Batuan piroklastik adalah batuan vulkanik yang bertekstur klastik
yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan
gunung api, dengan material penyusun dari asal yang berbeda (W.T. Huang,
1962). Material penyusun tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum
mengalami transportasi (reworked) oleh air maupun es.
Pada kenyataanya bahwa batuan hasil letusan gunung api dapat
berupa suatu hasil lelehan merupakan lava yang telah dibahas dan
diklasifikasikan kedalam batuan beku, serta dapat pula berupa produk
ledakan atau eksplosif yang bersifat fragmental dari semua bentuk cair, gas
atau padat yang dikeluarkan dengan jelas sebagai erupsi.

108

Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan
tersusun atas batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api
aktif yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di
antaranya menunjukkan aktivitas eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di
samping itu, batuan gunung api berumur Tersier atau yang lebih tua juga
samgat melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih banyak dari pada batuan
sedimen dan metamorf.
Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri
dari tefra (pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair,
bom dan blok gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen
litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf
terelaskan

dan

endapan

seruakan

piroklastika.

Aliran

piroklastika

merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material


padat

berkonsentrasi

partikel

tinggi.

Mekanisme

transportasi

dan

pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan


fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava,
kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979).
Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses
fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan
piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang
menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya sendiri, batuan
kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi.
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas
vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke
permukaan bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan).
Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran
lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan
fragmental (rempah gunung api).
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur
halus dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan
chrystal tuff. Menurut Fisher (1966), endapan gunung api fragmental

109

tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran


dan bentuk butir batuan penyusunnya.

Gambar 82. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan
Fisher (1966; kanan)

A.

Struktur dan Tekstur Batuan Piroklastik


Struktur Batuan Piroklastik

1.

Struktur batuan piroklastik biasanya mengikuti batuan sedimen


tetapi tidak semuanya. Hanya beberapa saja yaitu :
a. Massif, bila menunjukkan struktur dalamnya padat atau
mampat.
b. Perlapisan, bila menunjukkan struktur dalamnya berlapis
yang tebal.
c. Laminasi adalah perlapisan yang ukuran atau ketebalannya
lebih kecil dari perlapisan.
Selain struktur sedimen tadi biasa juga dijumpai struktur batuan beku
yaitu struktur seperti scoria serta amogloidal.
2.

Tekstur Batuan Piroklastik


Variasi batuan, pembundaran dan pemilahan batuan piroklastik

mirip dengan batuan sedimen klastik pada ummnya. Hanya unsurunsur tersebut tergantung tenaga

letusan,

penguapan

tegangan

110

permukaan dan pengaruh seretan. Yang khas pada batuan piroklastik


adalah bentuk butiran yang runcing tajam, terutama dikenal sebagai
glasshard atau gelas runcing tajan serta adanya batu apung (pumice).
B.

Komposisi Batuan Piroklastik


Material Batuan Piroklastik

1.

Fisher, 1984 dan Williams, 1982 mengelompokkan materialmaterial penyusun batuan-batuan piroklastik sebagai berikut :
a. Kelompok Juvenil (Essential), Bila material penyusun
dikeluarkan langsung dari magma, terdiri dari padatan, atau
partikel tertekan dari suatu cairan yang mendingin dan kristal
(pyrogenic crystal).
b. Kelompok Cognate (Accessory), Bila material penyusun dari
material hamburan yang berasal dari letusan sebelumnya, dan
gunung api yang sama atau tubuh vulkanik yang lebih tua
dari dinding kawah.
c. Kelompok

Accidental

(bahan

asing),

Bila

material

penyusunnya merupakan bahan hamburan yang berasal dari


batuan non gunung api atau batuan dasar berupa batuan beku,
sediment atau metamorf, sehingga mempunyai komposisi
yang seragam.
2.

Mineral Batuan Piroklastik


a. Mineral-mineral sialis terdiri dari :

Kwarsa yang hanya ditemukan pada batuan gunung api


yang kaya kandungan silica atau bersifat asam.

Feldspar, baik K-feldspar, Na-feldspar maupun Cafeldspar.

Feldspatoid merupakan kelompok mineral yang terdiri


jika kondisi larutan magma dalam keadaan tidak atau
kurang akan kandungan silica.

111

b. Mineral-mineral

Ferromagnesic,

merupakan

kelompok

mineral yang kaya akan kandungan ikatan Fe-Mg silikat dan


kadang-kadang disusul dengan Ca-silikat. Mineral-mineral
tersebut hadir berupa kelompok mineral :

Piroksen, merupakan mineral penting dalam batuan


gunung api.

Olivine, mineral yang kaya akan besi dan magnesium


dan miskin silika.

c. Mineral tambahan, yang sering hadir :


Hornblende
Boitite
Magnetite
Limenit
C.

Klasifikasi Batuan Piroklastik


Material piroklastik dapat dikelompokkan berdasarkan ukurannya

sebagai berikut (Chmid, 1981 vide Fisher, 1984)


Tabel 10. Ukuran Butir (Chmid, 1981 & Vide Fisher, 1984)

Ukuran
(mm)
64

Sebutan
(piroklastik)

Tak terkonsolidasi

Terkonsolidasi

Bomb, block

Bomb, block tephra

Aglomerat, breksi

Lapillus

Tephra lapilli

piroklastik
Batu lapilli

1/16

Debu kasar

Debu kasar

Tuff, debu kasar

1/256

Debu halus

Debu halus

Tuff, debu halus

A. Endapan Piroklastik tak Terkonsolidasi


1.

Bomb gunung api, adalah gumpalan-gumpalan lava


yang mempunyai ukuran lebih besar dari 64 mm, dan sebagian atau
semuanya plastis pada waktu tererupsi. Beberapa bomb mempunyai

112

ukuran yan sangat besar. Sebagai contoh, bomb yang mempunyai


diameter m dengan berat 200 kg dengan hembusan setinggi 600 m
selama erupsi digunung api Asama Jepang pada tahun 1935. Bomb ini
dapat dibagi atas tiga macam:
a. Bomb pita (ribon bomb) yaitu yang memanjang seperti suling
dan sebagian besar gelembung-gelembung memanjang dengan
arah sama. Bomb ini sangat kental mempunyai bentuk
menyudut serta retakannya tidak teratur.
b. Bomb teras (cored bomb) yaitu bomb yang mempunyai inti
dari material yang terkonsolidasi lebih dahulu, mungkin dari
fragmen-fragmen sisa erupsi terdahulu pada gunung api yang
sama.
c. Bomb kerak roti (bread crust bomb) yaitu bomb yang bagian
luarnya retak-retak persegi seperti nampak pada kulit roti yang
mekar, hal ini disebabkan oleh bagian kulitnya cepat
mendingin dan menyusut.
2.

Block gunung api, Merupakan batuan piroklastik yang


dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah
memadat lebih dahulu degan ukuran lebih besar dari 64 mm. blockblock ini selalu menyudut bentuknya atau equidimensional.

3.

Lapilli, Berasal dari bahasa latin yaitu lapillus, nama


untuk hasil erupsi ekspulsif gunung api yang berukuran 2mm-64mm.
selain dari fragmen batuan kadang-kadang terdiri dari mineral-mineral
augit, olivine dan plagioklas.

4.

Debu gunung api, Adalah batuan piroklastik yang


berukuran 2mm-1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari
magma akibat erupsi eksplosif, namun ada juga gunung api yang
terjadi karena proses pengesekan pada waktu erupsi gunung api. Debu
gunung api masih dalam keadaan belum terkonsolidasi.

113

B. Endapan Piroklastik yang Terkonsolidasi Merupakan akibat lithifikasi endapan


piroklastik jatuhan :
1. Breksi piroklastik, Adalah batuan yang disusun oleh block-block
gunung api yang telah mengalami konsolidasi dalam jumlah lebih 50%
serta mengandung kurang 25% lapilli dan debu.
2. Aglomerat, Adalah batuan yang dibentuk oleh konsolidasi materialmaterialdengan kandungannya didominasi oleh bomb gunung api
dimana kandungan lapilli dan abu kurang 25%.
3. Batu lapilli, Adalah batuan yang dominan terdiri dari fragmen lapilli
dengan ukuran 2-64mm.
4. Tuff, Adalah endapan dari gunung api yang telah mengalami
konsolidasi dengan kandungan abu mencapai 75%. Macam-macamya
yaitu :
a. Tuff lapilli
b. Tuff aglomerat
c. Tuff breksi piroklastik
C. Batuan AkibatLithifikasi Endapan Piroklastik Aliran
1. Ignimbrite, Adalah batuan yang disusun dari endapan material oleh
aliran abu. Material dominan terdiri dari pecahan-pecahan gelas
pumice yang dihasilkan oleh buih-buih magma asam.
2. Breksi aliran piroklastik, Adalah breksi yang dominan yang disusun
oleh fragmen-fragmen yang runcing serta ditransportasi oleh glowing
avalanches (akibat hawa panas).
3. Vitrik tuff, Adalah batuan yang dihasilkan oleh endapan piroklastik
aliran, terdiri dari fragmen abu dan lapilli, telah mengalami lithifikasi
dan belum terluaskan,

114

4. Weled tuff, Adalah batuan piroklastik hasil dari piroklastik aliran yang
telah terlithifikasi dan merupakan bagian dari ignimbrite.

D. Mekanisme Pembentukan Endapan Piroklastik


1. Endapan piroklastik jatuhan, Adalah onggokan piroklastik yang
diendapkan melalui udara. Endapan ini umumnya akan berlapis baik
dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur butiran bersusun.
Endapan ini meliputi agglomerate, breksi piroklastik, tuff, lapilli.
2. Endapan piroklastik aliran, Adalah material hasil langsung dari
pusat erusi, kemudian teronggokan disuatu tempat. Hal ini meliputi hot
avalance, lava collapse avalance, hot ash avalance. Aliran ini
umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500-650C dan
temperatur cenderung menurun selama pengalirannya. Penyebaran
pada bentuk endapan sangat dipengaruhi oleh morfologi, sebab
endapan tersebut adalah menutup dan mengisi cekungan. Bagian
bawah menampakkan morfologi asal bagian atasnya datar.
3. Endapan piroklastik surge, Yaitu suatu awan campuran dari bahan
padat dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan
bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulent diatas permukaan.
Umumnya mempunyai pemilahan yang baik, berbutir halus dan
berlapis baik. Endapan ini mempunyai struktur pengendapan primer
seperti laminasi dan perlapisan bergelombang hingga planar. Yang
paling khas dari endapan ini mempunyai struktur silang siur, melensa
dan bersudut kecil. Endapan surge pada umumnya kaya akan keratin
batuan dan kristal.
Contoh Batuan Gunungapi
1)

Tuf : merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan


eksplosif, selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat

115

tersusun atas fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral
sehingga membentuk tekstur piroklastika

plagioklas
Litik teralterasi

plagioklas

Litik teralterasi

Gambar 83. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol
sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat
kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.

2)

Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir
antara 2-64 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera)
berasosiasi dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami
konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili
terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam
massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar IX.3
adalah batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang
tertanam dalam massa dasar tuf.

Gambar 84. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan
tertanam dalam massa dasar tuf halus..

116

3)

Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards,


dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam
rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender
yang berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini
menunjukkan tekstur simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai
dinding-dinding gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun
gelembung gas tersebut tidak terelaskan, namun dapat tersimpan dengan
baik di dalam batuan.

Gambar 85. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass
shards yang sedikit terkompaksi.

117

Gambar 86. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang
sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval .

4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan
pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga
pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi
akibat jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y
pada shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah
jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan
fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4)
jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular
yang disebut fiamme. Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat
diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada
kondisi pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan
obsidian. Batuan ini sering berasosiasi dengan shards memipih yang
mengelilingi fragmen litik dan kristal.

118

a.

b.

c.

Gambar 87. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c.
tuf terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal

Anda mungkin juga menyukai