Dokumen - Tips Secondary Reformer A
Dokumen - Tips Secondary Reformer A
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
karbonmonoksida
(intermediate
hidrokarbon
product)
menjadi
(CO)
untuk
senyawa
yang
rute
merupakan
konversi
kimia,
tidak
seperti:
produk
antara
langsung
ammonia,
dari
metanol,
hidrogen, asam asetat, oxo alkohol, dan bahan bakar sintetik (synthetic
fuel).
I.2
sintesa
telah
banyak
digunakan
dalam
industri-industri
Proses Petrokimia
CH4
Water-Gas Shift : CO
+ H2O == CO + 3H2
H = 198 kJ/mol
+ H2O == CO2 + H2
H = -41 kJ/mol
: 20-26 bar
Temperatur : 850-950oC
Rasio H2/CO: 2.9-6.5
yang
dimiliki
proses
ini
adalah
proses
tidak
membutuhkan O2, rasio H2/CO tinggi, kondisi operasi lebih rendah bila
dibanding
dengan
teknologi
lain.
Kekurangannya
adalah
biaya
Proses Petrokimia
oksidasi
parsial
berlangsung
eksotermik
berdasarkan
persamaan :
CH4 + O2 == CO + 2 H2
H = -44 kJ/mol
Konversi total berlangsung pada suhu diatas 750 oC, menghasilkan rasio
H2/CO=2. Karena reaksi berlangsung eksotermik maka tidak dibutuhkan
bahan bakar.
Teknologi pembuatan gas sintesa ini dipakai oleh Texaco dan Shell.
Teknologi ini terdiri dari 2 jenis, yaitu : katalitik dan non-katalitik. Sistem
katalitik mengecilkan ukuran alat dan mengurangi jumlah konsumsi
oksigen, namun beresiko tinggi terhadap kerusakan katalis akibat panas.
Biaya operasi bertambah karena penggunaan oksigen. Skema prosesnya
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
H = 247 kJ/mol
3
Proses Petrokimia
Haldor
Proses Petrokimia
Proses Petrokimia
rendah
dibanding
SMR),
meningkatkan
effisiensi
energi,
Proses Petrokimia
SMR
atau
CO2).
Biaya
investasi
untuk
pabrik
yang
Proses Petrokimia
SMR
800-900
20-30
3-6
65-95
POX
1000-1450
30-85
1.6-2
95-100
CO2
900-1000
10
1
---
%
Oksigen
Konsumsi
--Tinggi
Tinggi
Opsional
--Opsional
Steam
Investasi, %
Emisi
Skala
100
Tinggi
Besar
80-110
Rendah
Kecil
Komersial
Besar
Komersial
Status
--Rendah
s/d Menengah
Komersial
Proses Petrokimia
Suhu, C
Combined
Primary :
KRES
Primary :
GHR
Primary :
CAR
1200-
800
450
1300
Secondary :
Secondary
Secondar
1000-1200
20-30
: 1000
20-30
y : 1000
20-30
800
Tekanan,
20-70
20-30
bar
Rasio H2/CO
Konv. CH4,
1.6-2.5
95-100
2.5-4
95-100
2.5-4
95-100
3.4
95-100
2.4
95-100
%
Oksigen
Konsumsi
Tinggi
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Steam
Investasi, %
Emisi
Skala
65-80
Rendah
Besar
75-115
Sedang
Besar
65-90
Rendah
Besar
60-80
Rendah
Sedang
65-85
Rendah
Sedang
s/d Besar
s/d
Pre-
3 Unit
Besar
1 Unit
Komersial
Komersial
Demo, 1
Status
Komersial
Komersial
Unit
Komersi
al
I.3
Secondary Reformer
Secondary reformer merupakan bejana tempat berlangsungnya
reaksi
secondary
pembuatan
gas
reformer
yang
merupakan
sintesa.
Secondary
tahap
reformer
akhir
dalam
didesain
untuk
Proses Petrokimia
BAB II
ASPEK PROSES PADA SECONDARY REFORMER
II.1
Kondisi Operasi
10
Proses Petrokimia
II.1.1 Temperatur
Pengoperasian reformer sekunder pada umumnya berjalan stabil
dan
secara
garis
besar
operasi
dapat
dikendalikan
dengan
kebanyakan
kasus,
temperatur
pada
lapisan
katalis
dapat
11
Proses Petrokimia
sekunder)
sekitar
1292o-1562oF
(700-850oC).
Sedangkan
Methane leak
Produksi H2(kmol/hr)
(%)
25
0.1
4253.91
35.29
0.35
4189.86
40
5.40
4143.44
Tekanan tinggi mengakibatkan tingginya methane leak sehingga
diperlukan kerja pemanas yang lebih besar, meningkatkan kompresi dan
berdampak pada tingginya biaya produksi. Tekanan yang tinggi juga dapat
menyebabkan temperatur keluaran reformer sekunder menjadi berkurang.
Kenapa hal ini terjadi? Karena, tekanan yang tinggi (mendekati 40 bar)
mengurangi laju produksi, dengan kata lain konversi reaksi kecil. Reaksi
pada combustion zone merupakan reaksi eksotermis, dimana reaksi berjalan
dengan melepas panas. Maka, makin kecil konversinya, makin sedikit panas
Secondary Reformer Design and Operation
12
Proses Petrokimia
yang
dilepas
pada
combustion
zone.
Akibatnya
temperatur
pada
combustion zone saat tekanan tinggi relatif lebih kecil jika dibandingkan
tekanan operasi yang lebih rendah. Seperti dijelaskan sebelumnya, suhu gas
maksimum terjadi pada combustion zone, maka temperatur yang relatif
kecil tadi akan terus mengalami penurunan sepanjang alirannya ke lapisan
di bawahnya. Maka temperatur keluarannya pun akan relatif lebih kecil, jika
dibandingkan operasi pada tekanan yang lebih rendah. Hal ini tidak bagus
mengingat beberapa unit reformer memanfaatkan aliran keluar reformer
sekunder sebagai pemanas untuk reformer primer.
II.1.3 Panas Reaksi
Panas pada secondary reforming dihasilkan dengan aliran gas
melalui
pembakaran
(combustion)
udara
yang
bergabung
dengan
Jika
pencampuran
tidak
sebanding
(terjadi
akibat
13
Proses Petrokimia
(oksigen) dan gas yang masuk dari reformer primer sebagai pemanas
juga menjadi pertimbangan dalam desain proses.
Panas pada reformer sekunder menciptakan temperatur keluaran
yang tinggi. Beberapa unit reformer memanfaatkan tingginya temperatur
gas tersebut sebagai pemanas pada reformer primer.
II.2
Reaksi
Reaksi yang terjadi pada secondary reformer adalah:
Pembakaran di atas katalis:
0.07 O2 + 0.3 N2 + 0.15 CO 0.15 CO2 + 0.3 N2 (eksotermis)
0.2 O2 + 0.8 N2 + 0.4 H2 0.4 H2O + 0.8 N2
(eksotermis)
Reforming dan shift pada katalis
0.2 CH4 + 0.2 H2O 0.2 CO + 0.6 H2
(endotermis)
(endotermis)
Katalis
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih katalis yang
akan digunakan pada secondary reformer:
a. Selektivitas
Katalis
harus
dapat
mengarahkan
terjadinya
reaksi
yang
14
Proses Petrokimia
pressure drop yang kecil. Support yang digunakan harus tahan terhadap
kondensasi air, juga tidak menghasilkan material-material yang dapat
mengganggu jalannya reaksi.
II.3.1 Nikel Sebagai Katalis
Selain nikel, terdapat beberapa jenis logam yang dapat digunakan
seperti cobalt, platinum, palladium, ruthenium, dan rhodium. Beberapa
logam memiliki keaktifan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
nikel tetapi dalam skala industri, nikel sudah dirasa cukup aktif serta
cukup ekonomis.
Reaksi terjadi pada permukaan nikel sehingga katalis harus
diproduksi agar menghasilkan luas permukaan yang menunjang reaksi
tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan mendispersikan nikel ke dalam
bentuk kristalit kecil. Biasanya dilakukan presipitasi atau impregnasi.
Katalis yang diimpregnasi biasanya lebih kuat bila dibandingkan dengan
katalis yang dipresipitasi, tetapi tentunya hal ini juga bergantung pada
kandungan nikel dalam katalis tersebut. Tabel 2-2 di bawah ini
menunjukkan variasi kekuatan dan kandungan nikel di dalam katalis,
sedangkan Tabel 2-3 menunjukkan hubungan antara aktivitas dan
kandungan nikel (menurut uji laboratorium).
Tabel 2-2. Variasi kekuatan dan kandungan nikel dalam katalis
Katali
Jenis
NiO
Kekuatan
Luas permukaan
(%)
servis
nikel
(m2g-1)
Presipitas
33
(kg)
12-20
i
Presipitas
30
14-23
0.04
i
Presipitas
25
23-32
0.03
i
Impregna
10
36-45
0.03
0.05
si
15
Proses Petrokimia
Katalis 2
Kandunga Konversi
Metana
(%)
10.6
10.3
n
Nikel (%)
Metana
(%)
19.3
15.5
13.9
13.4
21.0
18.2
17.9
19.8
22.1
20.4
20.8
20.1
23.8
19.6
25.8
20.6
Salah satu kerusakan yang dapat dialami oleh katalis selama
digunakan dalam proses adalah terjadinya sintering. Semakin tinggi
temperatur maka sintering juga akan berlangsung semakin cepat.
a. Support bagi katalis nikel
Support yang digunakan harus bersifat tahan terhadap tekanan
dan temperatur yang tinggi. Selain itu juga harus sesuai untuk dispersi
kristalit nikel dan memudahkan pergerakan molekul reaktan tanpa ikut
bereaksi. Jika mungkin, support juga harus dapat mempertahankan
aktivitas nikel tanpa mengkatalisis reaksi samping. Contoh support yang
memiliki sifat yang baik adalah -alumina yang dikalsinasi pada
temperatur sekitar 1500C.
b. Pembentukan karbon pada katalis
Semua hidrokarbon akan terurai menjadi karbon dan hidrogen
sesuai reaksi di bawah ini:
CH4 C + 2 H2
(pemutusan termal)
16
Proses Petrokimia
(disproporsionasi)
CO + H2 C + H2O
(reduksi CO)
dapat
disusun
secara
homogen
di
dalam
reaktor
tanpa
17
Proses Petrokimia
Kerusakan katalis
Penyumbatan tube
Peracunan katalis
Penuaan termal
Kerusakan katalis dan penyumbatan tube dapat menyebabkan
karena
peracunan
dapat
menyebabkan
deposisi
karbon,
mempengaruhi
umur
katalis
adalah
racun
katalis
dan
pembentukan karbon.
e. Racun katalis
Sulfur
Sulfur biasanya terkandung dalam sebagian besar bahan
baku alami sebagai sulfida organic maupun ionorganik. Sulfur harus
direduksi hingga mencapai konsentrasi 0.5 ppm pada asupan
proses,
dan
biasanya
dilakukan
menggunakan
katalis
akan
mempengaruhi
performa
katalis
secondary
Sensitivitas
katalis
terhadap
peracunan
Arsenik
18
Proses Petrokimia
KATALCO
KATALCO
54-4
KATALCO
Bentuk
Rings
23-8
4-hole cylinders
Diameter
Internal
17 mm
6 mm
Diameter
Panjang
17 mm
Massa Jenis
950 kg/m3
Av.
Crush 70 kgf
4 mm
1000 kg/m3
70 kgf
3 mm
1100 kg/m3
65 kgf
Strength
Material
NiO2 10 % wt
NiO2 9% wt
NiO2 9% wt
SiO2 <0.08% wt
SiO2 <0.08% wt
Support:
Ca Al2O3
23-8M
4-hole cylinders
Al2O3
Aluminat(balance)
BAB III
ASPEK DESAIN MEKANIS
Diperlukan
sebuah
pemahaman
menyeluruh
terhadap
beberapa
19
Proses Petrokimia
20
Proses Petrokimia
Gambar
3-
2.
Burner
III.2
Keuntungan desain:
Kerugian :
Secondary Reformer Design and Operation
21
Proses Petrokimia
III.2.2
Pemasangan refraktori
Keberhasilan dari
jika
22
Proses Petrokimia
dan
kandungan
kimianya.
Tepi
sisi
burner
harus
transformasi
(laju
pembakaran)
untuk
menghindari
kecepatan keluaran dari jet berkurang seiring suhu, pressure drop yang
normal berkisar 2.5 psi, meskipun 1 psi dapat digunakan tanpa masalah.
Jika digunakan pressure drop 2.5 psi maka mungkin terjadi penurunan
Secondary Reformer Design and Operation
23
Proses Petrokimia
harus
memperhitungkan
bahwa
panjang
api
burner
akan
BAB IV
KESIMPULAN
: 35.29 bar
- Temperatur
: 996.2oC
24
Proses Petrokimia
DAFTAR PUSTAKA
25