Anda di halaman 1dari 31

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Keadaan masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan membuat mata
pencaharian penduduk pedesaan terfokus pada bidang pertanian. Sebagai negara
agraris, Indonesia dikenal sebagai negara yang tanahnya tergolong sangat baik
untuk pertanian. Salah satu tanaman yang menjadi hasil produk tanaman unggulan
di Indonesia yaitu padi.
Padi merupakan cikal bakal dari beras yang menjadi bahan pokok makanan
masyarakat Indonesia. Indonesia pernah menjadi salah satu negara yang
melakukan swasembada pangan, dan salah satunya Beras (Padi) ada didalamnya.
Dalam satu dekade terakhir, Indonesia mengalami penurunan drastis dalam
produksi bahan pokok pangan. Alhasil, produksi padi pun menurun dan satusatunya jalan untuk menutupi kekurangan yang ada, negara mengimpor beras dari
negara-negara tetangga asean seperti thailand dan vietnam. Dalam
3(tiga) bulan
pertama di tahun 2014, Indonesia telah mengimpor beras sebanyak 60,79 ribu ton
yakni sekitar US$ 26,87 juta atau sekitar Rp. 309,47 miliar (dalam kurs: Rp.
11.517 per dollar).
Kurangnya perhatian dan greget dari pemerintah merupakan salah satu faktor
utama mundurnya produktifitas beras dalam negeri. Terutama membahas soal alatalat untuk bercocok taman para petani Indonesia.
Mayoritas petani Indonesia masih bercocok tanam dengan cara yang
konservatif nan konvensional. Contohnya seperti: Digunakannya kerbau untuk
menggemburkan tanah, pengeringan padi dengan cara dijemur selama 3 (tiga)
hari, merontokkan padi dengan ditumbuk-tumbuk, dsb. Hal itu merupakan salah
satu juga dari faktor mundurnya produktifitas beras dan kualitas dari beras itu
sendiri. Penjemuran padi dengan memakan waktu 3 hari merupakan waktu yang
sangat lama. Cuaca saat ini pun tidak dapat dipastikan seperti beberapa dekade ke
belakang dimana kita bisa memastikan kapan waktunya untuk musim hujan dan
kapan waktunya untuk musim kemarau. Tak ayal kita menjumpai panas yang
sangat menyengat dalam beberapa hari padahal didalam bulan yang seharusnya
sudah masuk musim penghujan.
Berdasarkan masalah-masalah yang dijabarkan diatas, nampaknya para petani
tidak perlu lagi masygul. Mereka tak perlu resah hati apabila padi mereka yang
dijemur ternyata terkena hujan. Karena, kami mencoba memberikan solusi untuk

mengatasi masalah-masalah diatas dengan alat yang bernama seed blower. Dimana
seed blower ini dapat dimiliki dengan harga yang lebih terjangkau dan dapat
dipakai setiap petani yang menghendaki agar padinya lebih cepat mengering
dibandingkan harus dikeringkan selama berhari-hari. Alat ini mampu
mengeringkan padi dalam waktu yang pastinya lebih singkat dibandingkan dengan
mengeringkan padi dengan cara konvensional. Seed blower merupakan inovasi
kembangan dari pengering-pengering padi yang sudah ada.
1.2. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan


yang dibahas dalam proyek ini adalah antara lain :
1. Bagaimana proses dari blower padi sehingga bisa mengeringkan padi dalam
waktu yang lebih cepat daripada pengeringan secara konvensional ?
2. Apa yang membuat blower padi melakukan pengeringan padi lebih cepat
daripada pengeringan secara konvensional ?
3. Bagaimana kualitas padi yang dikeringkan dengan blower padi dibandingkan
dengan pengeringan secara konvensional ?
4. Bagaimana nilai ekonomi yang dihasilkan oleh blower padi tersebut sehingga
dapat dipakai oleh semua asosiasi petani di pedesaan ?
1.3. TUJUAN

Tujuan pembuatan alat yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :


1. Memberikan pengetahuan dan pengenalan alat kepada petani di pedesaan
bahwa pengeringan padi dapat dilakukan dengan proses yang lebih cepat
daripada pengeringan secara konvensional
2. Menumbuhkan jiwa kreatif dan intelektual di kalangan mahasiswa untuk
mendorong terciptanya karya baru guna membantu mencerdaskan dan
mensejahterakan kehidupan bangsa.
3. Memaksimalkan instalasi pengeringan padi sehingga didapatkan produksi
padi kering yang lebih cepat daripada pengeringan secara konvensional
1.4.LUARAN YANG DIHARAPKAN
Luaran yang diharapkan dalam pembuatan alat ini adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan jiwa inovatif mahasiswa dalam rangka bereksperimen dan


menemukan hasil karya yang dapat bermanfaat dan tepat guna.
2. Produksi padi kering yang meningkat daripada melakukan pengeringan secara
konvensional.

1.5.KEGUNAAN
Adapun kegunaan pembuatan alat yang dimaksud adalah :
1. Memperkenalkan kepada pihak industri dan masyarakat agar dapat lakukan
pengeringan padi lebih cepat daripada melakukan pengeringan secara
konvensional.
2. Untuk meningkatkan kreatifitas pada pengembangan ilmu teknologi industri.
3. Meningkatkan inovatif mahasiswa dalam menemukan hasil karya yang dapat
membantu meningkatkan efisiensi pengeringan padi kering.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


1. Padi
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya
terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman
budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga
(genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal

dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang
migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM.
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae. Terna semusim,berakar
serabut,batang sangat pendek,struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian
pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak,daun
berbentuk lanset,warna hijau muda hingga hijau tua,berurat daun sejajar,tertutupi
oleh rambut yang pendek dan jarang,bagian bunga tersusun majemuk,tipe malai
bercabang,satuan bunga disebut floret yang terletak pada satu spikelet yang duduk
pada panikula,tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah
dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3mm hingga
15mm,tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut
sekam,struktur dominan padi yang biasa dikonsumsi yaitu jenis enduspermium.

2.

Energi

Teknologi merupakan salah satu faktor penting penentu daya saing suatu
negara adalah penguasaan teknologi. Pengembangan dan penerapan Ilmu
Pengetahuan

dan

Teknologi

(Litbangrap

IPTEK)

bidang

energi,

yaitu:

Terwujudnya ketersediaan energi yang didukung kemampuan nasional IPTEK .


Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi dan
lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi

kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat pesat


sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sedangkan
akses ke energi yang andal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk
meningkatkan standar hidup masyarakat. Dua pertiga dari total kebutuhan energi
nasional berasal dari energi komersial dan sisanya berasal dari biomassa yang
digunakan secara tradisional (non-komersial). Sekitar separuh dari keseluruhan
rumah tangga belum terjangkau dengan sistem elektrifikasi nasional. Sumber
energi terbarukan, antara lain panas bumi, biomasa, energi surya dan energi angin
relatif cukup besar. Penggunaan energi sampai saat ini secara ekonomi juga belum
optimal.

3. Bahan bakar
Ditinjau dari sudut teknis dan ekonomis, bahan bakar diartikan sebagai bahan
yang apabila dibakar dapat meruskan proses pembakaran tersebut dengan
sendirinya, disertai dengan pengeluaran kalor. Bahan bakar dibakar dengan tujuan
untuk memperoleh kalor.
Syarat umum bahan bakar :
1.

Tersedia dalam jumlah yang banyak.

2.

Relatif murah.

3.

Punya nilai kalor yang tinggi.

4.

Emisi rendah.
Beberapa macam bahan bakar yang dikenal yaitu :

1. Bahan bakar fosil : batubara, minyak bumi, dan gas bumi.


2. Bahan bakar nuklir : uranium dan plutonium. Pada bahan bakar nuklir, gas
diperoleh hasil dari reaksi rantai penguraian atom melalui peristiwa radioaktif.
3. Bahan bakar lain: sisa tumbuh-tumbuhan, minyak nabati, minyak hewani.
4. Bahan bakar konvensional ditinjau dari keadaannya dan wujudnya dapat berupa
padat, cair atau gas sedangkan ditinjau dari cara terjadinya dapat alami dan non
alami atau buatan atau manuvactured. Termasuk bahan bakar padat alamiah ialah
antrasit, batubara bitumen, lignit, kayu api , sisa tumbuhan. Termasuk bahan bakar
non alamiah antara lain kokas , semi kokas, arang, briket, bris serta bahan bakar
nuklir. Bahan bakar cair non alamiah antara lain bensin atau gasoline, kerosin atau
minyak tanah, minyak solar.

3.1 Bahan bakar padat


Bahan bakar padat mengandung impurity berupa air, abu, nitrogen dan sulfur
dalam jumlah yang signifikan. Jenis-jenis bahan bakar padat:
1. Biomassa dapat dibagi menjadi kayu dan non-kayu. Arang didapatkan dengan
memanaskan kayu tanpa oksigen.
2.

Leaf berasal dari daun-daunan, ranting, atau batang tumbuhan yang membusuk.

3.

Batu bara berasal dari fosil biomassa yang telah terkubur selama ratusan ribu
tahun. Batubara dapat diklasifikasikan berdasarkan ranking dan grade.

4. Pembakaran bahan bakar


Pembakaran adalah reaksi kimia yang cepat antara oksigen dan bahan bakar
yang dibakar, disertai timbulnya cahaya dan menghasilkan kalor. Pembakaran
spontan adalah pembakaran dimana bahan bakar mengalami oksidasi perlahanlahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak dilepaskan akan tetapi dipakai untuk
menaikkan suhu bahan bakar secara perlahan sampai mencapai suhu nyala.
Pembakaran sempurna adalah pembakaran dimana konstituen yang dapat terbakar
di dalam bahan bakar membentuk gas CO2, (air) H2O dan gas SO2, sehingga tak
ada lagi bahan yang dapat terbakar tersisa.

5. Spesifikasi
Spesifikasi dasar yang terpenting dari bahan bakar yaitu:
1.

Nilai kalor atau heating value atau kalorifit value atau kalor pembakaran adalah
kalor yang dihasilkan oleh pembakaran sempurna setiap satu kilogram bahan bakar
atau setiap m3 nya. Nilai kalor bahan bakar dibagi menjadi dua, yaitu :
Nilai kalor atas atau gross heating value atau higher heating value adalah nilai
pembakaran tertinggi.

Nilai kalor bawah atau net heating value atau lower heating value adalah nilai
pembakaran terendah.
2.

Kandungan air di dalam bahan bakar ini dapat digolongkan atas :

a. Kandungan air internal atau air kristal yaitu air yang terikat secara kimiawi.
b. Kandungan air eksternal atau air mekanikal yaitu air yang menempel pada
permukaan bahan dan terikat secara fisik atau mekanikal.
Dan air yang terkandung pada bahan bakar menyebabkan mutu bahan bakar jadi
menurun karena :
Menurunkan nilai kalor dan memerlukan sejumlah kalor untuk penguapan.
Menurunkan titik nyala
memperlambat proses pembakaran dan menambah volume gas buang
Kandungan abu
Abu yang terkandung dalam bahan bakar adalah mineral yang tak dapat terbakar
yang tertinggal setelah proses pembakaran dan perubahan-perubahan atau reaksi
yang menyertainya selesai.

6. Jumlah udara pembakaran


Jika susunan bahan bakar diketahui, maka dapat dihitung jumlah kebutuhan udara
pembakar untuk pembakaran sempurna. Karbon (C) terbakar sempurna menjadi
CO2 menurut persamaan : C + O2 dan hidrogen (H) terbagi menjadi H2O menurut

persamaan : H + O2 = H2O belerang (S) terbakar berdasarkan persamaan S + O 2 =


SO2.

7.

Limbah pertanian
Semua orang mempunyai persepsi yang sama tentang limbah, yaitu sesuatu

yang bersifat bau, kotor, merupakan bahan buangan dan sebagian besar berwarna
kehitaman. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi
yang berlangsung di dalam rumah tangga (sampah domestik) dan industri.
Keberadaan limbah umumnya tidak dikehendaki karena hampir tidak mempunyai
nilai ekonomi dan bersifat merusak ekologi dan lingkungan.

Padi adalah salah satu tanaman budi daya terpenting dalam peradaban manusia.
Budi daya padi yang lama telah menghasilkan berbagai mcam jenis padi akibat
seleksi dan pemulihan yang dilakukan orang, diantaranya :
1.

Padi Pera
Padi Pera adalah padi dengan kadar amilosa pada pati lebih dari 20% pada
berasnya. Butiran nasinya jika ditanak tidak saling melekat.

2.

Padi Ketan
Padi ketan (sticky rice) memilki kadar amilosa dibawah 1% pada pati berasnya.

3.

Padi Wangi
Padi wangi atau harum (Aromatic Rice) dikembangkan orang dibeberapa tempat di
Asia.
Padi Gogo
Di beberapa daerah tadah hujan orang mengembangkan padi gogo. Suatu tipe padi
lahan kering yang relatif toleran tanpa penggenangan seperti disawah.
Padi Rawa
Padi rawa atau padi pasang surut mampu membentuk batang yang panjang
sehingga dapat mengikuti ayunan kedalaman air.

2.2.3 Gabah dan kandungan air


Ada

beberapa

ukuran

gabah

yang

setelah

dikeringkan

berdasarkan

kadar

kandungan air di dalamnya, yaitu :


1.

Gabah kering panen


Gabah kering panen (gkp) adalah gabah yang mengandung kadar air lebih besar
dari 18 % tetapi lebih kecil atau sama dengan 25 %.

2.

Gabah kering simpan


Gabah kering simpan (gks) adalah gabah yang mengandung air lebih besar dari14
% tetapi lebih kecil atau sama dengan 18 %.

3.

Gabah kering giling

Gabah kering giling (gkg) adalah gabah yang mengandung kadar air maksimal 14 %
serta kotoran/hampa maksimal 3 %. (Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO)
http://faostat.fao.org /faostat)
Hasil sampingan yang di peroleh dari gabah yang telah diproses /digiling adalah :
1.

Sekam (merang) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar.

2.

Bekatul, yaitu serbuk kulit ari beras bentuknya lebih halus dari dedak.

3.

Dedak, yaitu campuran bekatul kasar dengan serpihan sekam yang kecil-kecil.

2.3 Pengeringan
Pada prinsipnya pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air dari suatu
produk pertanian sehingga memenuhi rencana penggunaan selanjutnya.
Pengeringan merupakan kegiatan yang penting artinya dalam pengawetan
bahan maupun industri pengolahan hasil pertanian. Tujuan pengeringan hasil
pertanian adalah :
1.

Agar produk dapat disimpan lebih lama

2.

Mempertahankan daya fisiologis biji-bijian/benih

3.

Pemanenan dapat dilakukan lebih awal

4.

Mendapat kualitas yang lebih baik


Tujuan pengeringan gabah yaitu untuk mendapatkan pengeringan gabah yang
tahan untuk disimpan dan memenuhi persyaratan kualitas gabah yang akan
dipasarkan, yaitu dengan cara mengurangi air pada bahan (gabah) sampai kadar air
yang dikehendaki. Kadar air maksimum pada gabah yang dikehendaki Bulog dalam
pembeliannya adalah 14 %. (Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia).
Berdasarkan caranya maka pengeringan dapat dibedakan menjadi :

1.

Pengeringan alami
Pengeringan alamiah yaitu memanfaatkan radiasi surya, suhu dan kelembaban
udara sekitar serta kecepatan angin untuk proses pengeringan. Pengeringan
dengan

cara

penjemuran

ini

mempunyai

beberapa

kelemahan

antara

lain

tergantung cuaca, sukar dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas,


mudah terkontaminasi dan memerlukan waktu yang lama.
2.

Pengeringan buatan
Pengeringan dengan buatan dapat menggunakan udara dipanaskan. Udara yang
dipanaskan

tersebut

dialirkan

ke

bahan

yang

akan

dikeringkan

dengan

menggunakan alat penghembus fan. Pengeringan dengan menggunakan alat


mekanis (pengeringan buatan) yang menggunakan tambahan panas memberikan
beberapa keuntungan, diantaranya tidak tergantung cuaca, kapasitas pengering
dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak memerlukan tempat yang luas,
serta kondisi pengeringan dapat dikontrol.

2.3.1 Proses pengeringan padi


Di dalam biji-bijian terdapat air bebas dan air terikat. Air bebas terdapat
dibagian permukaan biji-bijian, diantara sel-sel dan dalam pori-pori. Air ini mudah
teruapkan pada pengeringan. Dan sebagai zat-zat yang terkandung dalam gabah,
air terikat memang sulit untuk dihilangkannya dan memerlukan beberapa perlakuan
dan ketekunan seperti halnya terhadap beberapa faktor-faktor yang berpengaruh
dalam pengeringan, antara lain temperatur, kelembaban, dengan ketekunan yaitu
kegiatan membalik-balik bahan (gabah) selama dalam pengeringan. (Bahri Daulay
Saipul, 2005)
Air yang diangkut dari biji berlangsung dengan proses penguapan. Perubahan air
menjadi uap air terjadi di permukaan biji. Untuk itu, uap harus didifusikan terlebih
dahulu ke permukaan lalu diuapkan. Energi panas harus cukup untuk menguapkan
air dan juga untuk mendifusikan air. (Sumber: SNI, 1998)

2.3.2

Cara Kerja Alat Pengering.


Prinsip kerja alat pengeringan gabah yaitu bahan gabah setelah dari panen
masih basah dimasukkan ke dalam oven dengan disusun rata dan teratur sesuai
kedudukannya. Kemudian bahan bakar limbah pertanian dibakar di dalam tungku
pembakaran. Lalu udara panas hasil pembakaran tersebut dialirkan dengan kipas ke
dalam oven yang telah berisi padi . Dan udara panas dari pembakaran limbah
pertanian akan mengalir lalu memanasi dan mengeringkan gabah tersebut.
Kemudian pada bagian tungku pembakaran oven dan padi dipasang termokopel
untuk mengetahui kenaikan temperatur yang terjadi sambil mengecek keadaan dan
perubahan yang terjadi pada gabah juga dicatat lama waktu yang berjalan serta
banyaknya bahan bakar sekam juga dicatat. Proses demikian terus dipantau sampai
pengering selesai.

a.

Kadar air gabah


Kadar air gabah (basis basah) adalah perbandingan selisih berat biji padi sebelum
dikeringkan dengan berat biji padi setelah dikeringkan dengan biji padi sebelum
dikeringkan. (Sumber SNI, 2003).

Kag 1= (mp1-md1) x 100% / mp1


Keterangan :
Kag1 = Kadar air biji padi rak 1 (%)
Mp1
Md1

b.

= berat biji padi sebelum dikeringkan pada rak 1 (kg)


= berat biji padi setelah dikeringkan pada rak 1 (kg)

Laju pengeringan
Laju pengeringan adalah penurunan kadar air basis basah butir gabah per satuan
waktu. Dilakukan dengan mengukur kadar air setiap selang waktu 1 jam pada
masing-masing lokasi. (Sumber SNI, 2003)

LP1 = (Mo Kag 1)/t


Keterangan :
LP1
Mo

= Laju Pengeringan per Jam (%/jam)


= Kadar air rata-rata biji padi sebelum dikeringkan (%)

Kag1 = Kadar air rata-rata biji padi setelah dikeringkan (%)


t

= Waktu yang diperlukan untuk menurunkan kadar air (jam).

Perpindahan kalor antara batas benda padat dan fluida terjadi karena adanya suatu
gabungan dari konduksi dan transfort massa. Kecepatan perpindahan energi
bergantung pada gerakan massa dan pada gerakan pencampuran partikel-partikel
fluida. Maka jumlah panas yang diterima oleh padi dapat diketahui dengan
persamaan (Djokosetyardjo, 2003), yaitu :

Q1 = h . A . (Tw-To)
Keterangan :
Q1

= Panas yang diserap (watt)

= Koefisien perpindahan panas (watt/ mK)

= Luas bidang yang dipanaskan (m2)

Tw

= Temperatur padi setelah dipanaskan (oC)

To

= Temperatur padi sebelum dipanaskan (oC)

Kalor spesifik (cp) dari suatu bahan adalah jumlah energi yang diperlukan untuk
menaikan suhu satu satuan massa bahan tersebut sebesar 1 K. Adapun kalor

spesifik

untuk

masing-masing

bahan

(Wilbert

F.

Stuker;

1989)

adalah

- Untuk udara kering = 1,0 kJ/kg K.


- Untuk air

= 4,19 kJ/kg K.

- Untuk uap air

= 1,88 kJ/kg K.

c.

Aliran konveksi bebas


Karakteristik aliran fluida yang bergerak diukur dengan suatu besaran yang disebut
bilangan Reynold.

Re= (V . X)/v
Keterangan:
Re

= Bilangan Reynold

= Kecepatan aliran (m/det)

= Panjang plat (m)

= Viskositas kinematik (m/det)

Untuk menentukan harga koefisien perpindahan panas ( h 1) dapat diketahui dengan


bilangan Nussel (Nu), yaitu:
Nu = 0,029(Pr x 0,8) (Re x 0,43) (Raldi AK :1998)
Keterangan:
Pr = Bilangan Prandelt

Indeks koefisien perpindahan panas ( h ) di ketahui (Raldi AK : 1998)

h = (Nu . K)/X
Keterangan :
K = Konduktifitas thermal ( w/m C )
d.

Efisiensi pengeringan
Efisiensi pengeringan adalah perbandingan antara jumlah panas yang diserap oleh
padi terhadap jumlah panas yang diberikan oleh genset. Besarnya efisiensi
pengeringan (menurut L.A. de Bruijin) dapat diketahui dengan persamaan :
p= (Qm-Qtot)/Qm x 100%
Keterangan :
p

= Efisiensi pengeringan (%)

Qm

= Energi bahan bakar (kJ)

Qtot

= Kalor yang diterima/diserap padi (kJ/kg)

KERANGKA PIKIR

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian


Materi penelitian adalah bahan bakar sekam padi yang digunakan sebagai alat
pengering gabah (oven).
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.
a.

Tungku pembakaran limbah pertanian


Digunakan sebagai tempat untuk meletakkan oven.

b.

Oven pengering gabah


Digunakan sebagai tempat untuk mengeringkan gabah.

c.

Stopwatch
Digunakan untuk menghitung lama waktu proses pengeringan gabah.

d.

Thermometer dan termokopel


Digunakan untuk mengukur suhu yang terjadi di tungku dan oven pengering gabah

e.

Timbangan digital
Digunakan untuk mengukur massa gabah

f.

Limbah pertanian (sekam dan jerami)


Digunakan sebagai bahan bakar pada alat pengering gabah (oven)

g.

Gabah
Digunakan sebagai objek percobaan

3.2 Metode Penelitian


a.

Study pustaka/study jurnal: penelitian yang relevan dengan energi, bahan bakar,
padi dan alat pengering.

b.

Study lapangan : pengamatan serta pendekatan dengan objek penelitian dan


informan pada petani seperti pada saat panen, penjemuran dan penggilingan. Dan
pengambilan data lapangan yang berhubungan dengan penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:
a.

Pengujian limbah pertanian dengan membakarnya didalam tungku, kemudian


udara panas dialirkan ke oven pengering yang didalamnya sudah ada gabah yang
siap dikeringkan.

b.

Menganalisa

pembakaran

limbah

pertanian

selama

proses

pengeringan

berlangsung.
c.

Mencatat data suhu yang terjadi di tungku, oven pengering dan di gabah.

d.

Menghitung jumlah sekam yang habis dibakar dan lama waktu proses pengeringan
gabah.

e.

Menganalisa dan mengamati hasil gabah yang sudah dikeringkan dan mengukur
massa gabah.

f.

Mengumpulkan data-data yang sudah didapat.

3.4
a.

b.

Spesifikasi Alat Pengering Padi

Dimensi oven pengering


Panjang

= 54 cm

Lebar

= 54 cm

Tinggi

= 100 cm

Dimensi tungku ruang bakar


Bahan tungku

= Semen

Diameter luar

= 27,5 cm

Diameter dalam

= 20,5 cm

Tinggi

= 37,5 cm

Tebal dinding semen = 3,5 cm


c.

Dimensi 1 rak/wadah padi


Panjang

= 48 cm

Lebar

= 40 cm

Tinggi

= 8 cm

Kapasitas

= 18 kg

Jumlah rak

= 6 buah

3.5 Populasi dan Sampel


Populasi penelitian ini adalah limbah pertanian yang digunakan sebagai alat
pengering gabah. Sedangkan sampel penelitian adalah sekam dan padi jenis
Cierang.

3.6 Tempat dan Waktu penelitian


Penelitian dilakukan di Kecamatan Batanghari, Lampung Timur dan laboratorium
terpadu jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro.

BAB IV

HASIL DAN ANALISA

4.1 Hasil
Adapun data yang didapat pada saat penelitian adalah sebagai berikut:
Data temperatur masing-masing rak dan waktu

Data gabah sebelum dan sesudah di keringkan:

Rak

Sebelum (kg)

Sesudah (kg)

(Mp1) 1,500

(Md1)1,308

(Mp2) 1,500

(Md2)1,346

(Mp3) 1,500

(Md3)1,380

(Mp4) 1,500

(Md4)1,378

(Mp5) 1,500

(Md5) 1,442

(Mp6) 1,500

(Md6) 1,310

Jumla

(Mp tot)9,000

(Md tot)8,164

Jumlah penurunan/penguapan.
Mptot Mdtot
= 9,000 8,164
= 0,836 kg
Jumlah pemakaian bahan bakar dan nilai konduktifitas :
Pemakaian bahan bakar dalam 1 kali pembakaran

: 1 kg

Sisa pembakaran dalam 1 kali pembakaran

: 0,308 kg

Konduktifitas panas sekam padi

:3300-3600 kilokalori/kg

4.2 Pengolahan data


4.2.1

Kadar air gabah (basis basah)

Kadar air gabah (basis basah) adalah perbandingan selisih berat biji padi sebelum
dikeringkan dengan berat biji padi setelah di keringkan.

a.

Kag 1
Kag 1

= (mp1-md1)/mp1 x 100%
= (1,5-1,308)/1,5 x 100%

= 12,8%
b.

Kag 2

= (mp2-md2)/mp2 x 100%

Kag 2

= (1,5-1,346)/1,5 x 100%
= 10,2%

c.

Kag 3
Kag 3

= (mp3-md3)/mp3 x 100%
= (1,5-1,380)/1,5 x 100%

= 8%
d.

Kag 4

= (mp4-md4)/mp4 x 100%

Kag 4

= (1,5-1,378)/1,5 x 100%
= 8,13%

e.

Kag 5
Kag 5

= (mp5-md5)/mp5 x 100%
= (1,5-1,442)/1,5 x 100%

= 3,8%
f.

Kag 6
Kag 6

= (mp6-md6)/mp6 x 100%
= (1,5-1,310)/1,5 x100%
= 12,8%

4.2.2

Laju pengeringan
Laju pengeringan adalah penurunan kadar air basis basah butir gabah per satuan
waktu dilakukan dengan mengukur kadar air setiap selang waktu 10 menit pada

masing-masing rak selama 60 menit . Berdasarkan (Sumber SNI) bahwa kadar air
gabah setelah panen 20%, maka laju pengeringan gabah tiap rak yaitu:
a.

LP1

= (Mo-kag1)/t
= (20%-12,8%)/60
= 0,12%/menit

b.

LP2
LP2

= (Mo-kag2)/t
= (20%-10,2%)/60
= 0,16%/menit

c.

LP3
LP3

= (Mo-kag3)/t
= (20%-8%)/60
= 0,2%/menit

d.

LP4
LP4

= (Mo-kag4)/t
= (20%-8,13%)/60
= 0,19%/menit

e.

LP5
LP5

= (Mo-kag5)/t
= (20%-3,8%)/60
= 0,27%/menit

f.

LP6
LP6

= (Mo-kag6)/t
= (20%-12,6%)/60
= 0,12%/menit

4.2.3

Jumlah panas yang diterima oleh padi

Jumlah panas yang diterima oleh padi dapat diketahui dengan persamaan sebagai
berikut :
a.

Bilangan Reynold
Re

= (V .X)/v
= (0,12 . 0,54)/(23,12 x 10^(-6) )
=2802,77

b.

Bilangan Nussel
Nu

= 0,029 (Re x 0,8) (Pr x 0,43)


= 0,029 (2802,77 x 0,8) (0,693 x 0,43)
= 0,029 x 572,89 x 0,854
= 14,19

4.2.4

Koefisien perpindahan panas


Pada koefisien perpindahan panas berlaku rumus sebagai berikut.
h = (Nu . K)/X
= (14,19 x 0,0317)/(0,54)
= 0,833
Maka jumlah panas yang diterima oleh gabah untuk masing masing rak yaitu:

a.

Q1

= h A (Tw To)
= 0,833 m2 x 0,216 ( 120 30) C
= 0,833 m2 x 0,216 (90C)
= 0,179 m2 x 90 C
= 16,11 watt

b.

Q2

= h A (Tw To)
= 0,833 m2 x 0,216 (150-30) C
= 0.179 m2 x (120C)
= 21,59 watt

c.

Q3

= h A (Tw To)
= 0,833 m2 x 0,216 (120-30) C
= 0.179 m2 x (90C)
= 16,11 watt

d.

Q4

= h A (Tw To)
= 0,833 m2 x 0,216 (96-30) C
= 0.179 m2 x (66C)
= 11,8 watt

e.

Q5

= h A (Tw To)
= 0,833 m2 x 0,216 (74-30) C
= 0.179 m2 x (44C)
= 7,87 watt

f.

Q6

= h A (Tw To)
= 0,833 m2 x 0,216 (96-30) C
= 0.179 m2 x (66C)
= 11,8 watt

4.2.5

Efisiensi Pengeringan
Efisiensi pengeringan adalah perbandingan jumlah panas yang diserap oleh padi
terhadap jumlah panas yag diberikan oleh sekam. Besarnya efisiensi pengeringan
dapat diketahui :

= (Qm-Qtot)/Qm x 100%
= (3600-114,60)/3600 x 100%
= 96,8%

Ra

Kadar air

Laju pengeringan

Jumlah panas yang

(%)

(%/menit)

diterima gabah (watt)

12,8

0,12%

16,11

10,2

0,16%

21,59

0,2%

11

8,3

0,19%

11,8

3,8

0,27%

7,87

12,8

0,12%

11,8

BAB V

PENUTUP

5.1

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut :
1.

Hasil penelitian kurang efisien karena kapasitas tungku hanya 1 kg satu kali
proses pembakaran.

2.

Panas yang ditimbulkan dari sekam banyak terbuang karena tungku tidak
dipasangi peredam panas.

3.

Pipa pemasukan udara panas terlalu panjang.

5.2

Saran

1.

Pipa pemasukan udara panas diperpendek.

2.

Tungku pembakaran pipa pemasukan diberi peredam panas

DAFTAR PUSTAKA

Daulay, Saipul Bahri, Pengering Padi : Metode Dan Peralatan. (online).


(http://digilip.usu.ac.id/download/fp/tekper-saipul.pdf),

Djokosetyardjo, M.J., 2003, Ketel Uap, Cetakan ke lima, PT. Pradnya


Paramita, Jakarta

Standart Nasional Indonesia, Prosedur dan Cara Uji Mesin Pengering


Gabah Type Bak Datar (Flat Bed), SNI No. 4512.1 TAN 1998.

Suprapta Winaya, I Nyoman, Prospek Energi dari Sekam Padi dengan


Teknologi Fluidized Bed Combustion, Majalah Inovasi Online, ISSN: 0917-8376,
Edisi Vol 11/XX/Juli 2008.

Anda mungkin juga menyukai