Anda di halaman 1dari 8

FALSAFAH NYAYA

Oleh:
ADINDA RIZKY FIRSTA PUTRI
113104003

FALSAFAH DAN AGAMA


UNIVERSITAS PARAMADINA JAKARTA
TAHUN 2015

FALSAFAH NYAYA

Ajaran atau benih-benih filsafat India sebenarnya sudah dimulai sejak jaman Veda (60001000 Sebelum Masehi) pada saat kitab-kitab Mantra Samhita disusun. Perkembangan lebih jelas
terlihat ketika kitab-kitab Upanisad disusun sekitar tahun 800-300 Sebelum Masehi, tidak jauh
dengan masa tersebut disusun pula kitab-kitab Wiracarita (Ramayana dan Mahabharata juga
Purana).
Kata Darsana berasal dari akar kata drs yang bermakna "melihat", jadi kata darsana yang
berarti "penglihatan" atau "pandangan". Dalam ajaran filsafat hindu, Darsana berarti pandangan
tentang kebenaran. Sad Darsana berarti Enam pandangan tentang kebenaran, yang mana
merupakan dasar dari Filsafat Hindu. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memudahkan
pemahaman terhadap ajaran yang terkandung dalam kitab suci. Dengan mempelajari Darsana
akan lebih mudah mempelajari kitab suci. Darsana memberikan pencerahan (kejernihan) bagi
umat dalam memahami serta mengamalkan ajaran agamanya. Sad darsana yang merupakan 6
sistem filsafat hindu, merupakan 6 sarana pengajaran yang benar atau 6 cara pembuktian
kebenaran. Adapun bagian-bagian dari Sad Darsana adalah: 1.Nyaya, didirikan oleh Maharsi
Aksapada Gotama. 2.Waisasika, pendirinya ialah Kanada. 3.Samkhya, pendirinya adalah Kapita.
4.Yoga, pendirinya adalah Patanjali. 5.Mimamsa (Purwa-Mimamsa), pendirinya ialah Jaimini.
6.Wedanta, pendirinya ialah Sankara, Ramanuja, dan Madhwa.
Falsafah Nyaya menempati urutan pertama dalam keseluruhan sistem falsafah india
karena ia berperan sebagai pintu pertama memasuki keseluruhan sistem falsafah India. 1 Nyaya
Sutra yang digunakan sebagai sumber dari falsafah Nyaya ditulis oleh Askapada Gotama pada
abad ke- 4 SM.
Secara harfiah, Nyaya berarti sarana yang membimbing pikiran untuk mencapai suatu
kesimpulan. Kata Nyaya kemudian menjadi setara dengan Argumen, karena itu sistem falsafah
yang menggunakan argument secara menyeluruh disebut falsafah Nyaya. Secra popular, Nyaya
brarti benar atau lurus, sehingga Nyaya menjadi sains tentang penalaran yang benar. Dalam
arti sempit, Nyaya berarti penalaran silogistis, sedangkan dalam arti yang luas Nyaya berarti
1 Abdul Hadi WM, Asas-Asas Falsafah India : Falsafah Nyaya, Jakarta, 2004, hlm. 1

pengamatan objek melalui bukti-bukti dan menjadi sebuah sains pembuktian atau pengetahuan
yang benar. Semua pengetahuan mengimplikasikan empat kondisi, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Subjek pengenal (Pramatr)


Objek (Prameya)
Kondisi hasil dari pengenalan (Pramiti)
Sarana pengetahuan (Pramana)

Setiap tindakan sah atau tidak sah, melibatkan tiga unsur, yaitu : subjek pengenal, isi apa
yang disadari oleh subjek, dan hubungan pengetahuan antara keduanya yang dapat dibedakan
walaupun tidak dapat di pisahkan. Hakikat pengetahuan sebagai sah atau tidak sah tergantung
pada unsur ke-empat yaitu pramana.
Filsafat nyaya bukan hanya mempertanyakan cara serta sarana yang dipakai oleh pikiran
manusia untuk mengerti dan mengembangkan pengetahuan, tetapi juga menafsirkan fakta-fakta
logis dan mengungkapkannya dalam rumusan yang logis. Pramana lantas menjadi ukuran
pengetahuan melalui mana kita dapat memeriksa dan mengevaluasi pengetahuan yang sudah ada
di dalam diri kita. Karenanya, logika adalah sains pembuktian atau pengukuran bukti.Masalah
kebenaran memiliki dampak penting bagi teori metafisika. Sistem nyaya merupakan sebuah
metafisika tentang realitas. Jadi, ia bukan hanya merupakan logika formal semata, tetapi juga
sebagai sebuah epistemologi yang menggabungkan diskusi tentang psikologi, metafisika dan
teologi.
Nyaya dimulai dengan ketetapan bahwa semua pengetahun tertuju pada objek diluar si
pengamat dan bebas dari pikiran sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan. Pembahasan
utanyanya ialah bagaimana menetapkan keberadaan Paramesvara (Tuhan Tertinggi) sebagai
pencipta alam semesta dan keberadaan. Kaedahnya melalui jalan nyaya sebagai metode
penyimpulan dalam perdebatan agar tidak terjadi keraguan mengungkapkan kebenaran.2
Dalam sistem Nyaya ada dua pemikiran tentang penyebarluasan cita-cita yang ada dalam
kitab Nyaya-sutra yang berasal dari dua sekolah yang berbeda, yaitu sekolah kuno dan modern
dari Nyaya. Sekolah kuno dari Nyaya mengajarkan tentang cara mengembangkan cita-cita yang
ada dalam Nyaya sutra. Goutama itu melalui beberapa proses yaitu: menyerang, membalas
serangan, dan bertahan disebut pula dengan nama pracina-nyaya.
2 Ibid, hlm. 2

Sedangkan dalam sekolah modern dari Nyaya yang juga dusebut dengan NawyaNyaya,menyebarkan cara penyebarluasan cita-cita yang ada dalam Nyaya-sutra itu melalui
bentuk pemikiran yang logis yaitu perpaduan antara konsep, waktu dan cara pemecahannya.
Dalam perkembangannya kedua ajaran dari sekolah Nyaya yang berbeda itu dipadukan menjadi
satu sistem yang disebut Nyaya-Waisasika. Dalam sistem Nyaya ada 16 pokok pembicaraan
(padartha) yang perlu di amati dengan teliti, antara lain:

1. Pramana adalah suatu jalan untuk mengetahui sesuatu secara benar.


2. Prameya adalah sesuatu yang berhubungan dengan pengetahuan yang benar atau obyek
dari pengetahuan yang benar, yaitu kenyataan.
3. Samsaya atau keragu-raguan terhadap suatu pernyataan yang tidak pasti. Keragu-raguan
ini terjadi karena pandangan yang berbeda terhadap suatu obyek, sehingga pikiran tidak
dapat memutuskan tentang wujud obyek itu dengan jelas.
4. Prayojana yaitu akhir penglihatan seseorang terhadap suatu benda yang menyebabkan
kegagalan aktivitasnya untuk mendapatkan benda tersebut.
5. Drstanta atau suatu contoh yang berasal dari fakta yang berbeda sebagai gambaran yang
umum. Hal ini biasa digunakan dan diperlukan dalam suatu diskusi untuk mendapatkan
kesamaan pandangan.
6. Siddhanta atau cara mengajarkan sesuatu melalui satu sistem pengetahuan yang benar.
Sistem pengetahuan yang benar adalah sistem Nyaya yang mengajarkan bahwa Atman
atau jiwa itu adalah substansi yang memiliki kesadaran yang berbeda dengan hal-hal yang
bersifat keduniawian.
7. Awaya atau berfikir yang sistematis melalui metode-metode ilmu pengetahuan. Berfikir
yang sistematis akan melahirkan suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh rasio dan
mendekati kenyataan.
8. Tarka atau alasan yang dikemukakan berdasarkan suatu hipotesa untuk mendapatkan
suatu kesimpulan yang benar. Ini adalah suatu perkiraan, sehingga kadang kala
kesimpulan yang diperoleh bertentangan atau mendekati kenyataan yang sebenarnya.
9. Nirnaya adalah pengetahuan yang pasti tentang sesuatu yang diperoleh melalui metode
ilmiah pengetahuan yang sah.
10. Wada adalah suatu diskusi yang didasari oleh perilaku yang baik dan garis pemikiran
yang rasio untuk mendapatkan suatu kebenaran.
11. Jalpa adalah suatu diskusi yang dilakukan oleh suatu kelompok yang hanya untuk
mencapai kemenangan atas yang lain, tetapi tidak mencoba untuk mencari kebenaran.

12. Witanda adalah sejenis perdebatan dimana lawan berdebat itu tidak mempertahankan
posisi tetapi hanya melakukan penyangkalan atas apa yang dikatakan oleh lawan
debatnya itu.
13. Hetwabhasa adalah suatu alasan yang kelihatannya masuk akal tetapi sebenarnya tidak
atau dapat diartikan sebagai suatu kesimpulan yang salah.
14. Cala adalah suatu penjelasan yang tidak adil dalam suatu usaha untuk mempertentangkan
suatu pernyataan antara maksud dan tujuan,jadi sesuatu yang perlu dipertanyakan.
15. Jati adalah suatu jawaban yang tidak adil yang didasarkan pada analogi yang salah.
16. Nigrahasthana adalah sesuatu kekalahan dalam berdebat.

Didalam usahanya untuk mengetahui dunia ini, pikiran dibantu oleh indriya.Karena
pendiriannya yang demikian, maka sistem Nyaya disebut sistem yang realistis. Menurut Nyaya
tujuan hidup tertinggi adalah kelepasan yang akan dicapai melalui pengetahuan yang benar.
Apakah pengetahuan itu benar atau tidak hal itu tergantung dari alat-alat yang dipakai untuk
mendapatkan pengetahuan tadi.
Dalam falsafah Nyaya dibutuhkan metode pengamatan atau alat (pramana) dalam mencapai
kebenaran, yaitu Pratyaksa, Anumana, Upamana, dan Sabhda. Keempat pramana ini adalah
sistem epistemologi Nyaya.3
1. Pratyakasa Pramana (Proses Pengamatan Langsung)
Pratyaksa adalah pengamatan. Segala sesuatu yang eksis diluar diri manusia bisa
diamatai keberadaannya selama ia bisa di indera. Disini bisa dilihat bahwa Nyaya benarbenar realistis-empiris. Pandangan ini belakangan ini berkembang di Barat beberapa abad
setelah Masehi, tepatnya pada masa filsafat Empirisme David Hume. Menurut Nyaya,
ada hubungan anatara manusia dan segala sesuatu yang eksis sebagai sasaran. Manusia
sebagai subjek pengamat dan benda sebagai objek yang diamati ada sebuah hubungan.
Hubungan ini bukan hanya sensasi, melainkan hubungan yang nyata dan riil.
Pratyaksa atau pengamatan memberi pengetahuan kepada kita tentang objek yang
diamati menurut ketentuan dari objek itu masing-masing. Misalnya , pohon itu tinggi,
bola itu bulat dan sebagainya. Pengetahuan semacam itu ada karena adanya hubungan
indra dengan objek yang diamati. Pengamatan dapat pula terjadi tanpa pertolongan indra,
3 Abdul Hadi WM, Asas-Asas Falsafah India : Falsafah Nyaya, Jakarta, 2004, hlm 7

hal semacam ini disebut pengamatan yang bersifat transenden. Pengamatan transenden
hanya dimiliki oleh yogi yang sempurna yoganya, dengan demikian ia memiliki kekuatan
gaib yang memungkinkan ia dapat berhadapan dengan objek yang membatasi indranya.
Pratyaksa ada yang bersifat tidak ditentukan (nirvikalpa) dan ada yang pula
ditentukan (savikalpa). Jika kita mengamati sebuah objek sambil lalu, itu adalah
Nirvikalpa, kita belum mengetahui sepenuhnya objek tersebut karena yang kita tahu
hanyalah bahwa ia ada. Dan untuk sampai ke pemahaman yang menyeluruh tentang
objek tersebut, kita mesti mengamatinya dengan seksama

apa saja yang khas

menyangkut objek tersebut dan ini adalah Savikalpa. Dengan Savikalpa ini kita dapat
mengetahui sebuah objek misalnya, atau katakanlah benda, bahwa ia itu adalah ini,
warnanya ini, bentuknya ini, dan lain sebagainya. Sebetulnya ada banyak hal yang
menyangkut Pratyaksa, misalnya yang dapat diamati bukan hanya substansi tetapi juga
aksiden-aksiden-nya. Di samping itu ada juga pengetahuan yang bisa keliru namun bukan
berarti eksistensi yang kita amati dan lantas keliru itu memang salah adanya. Sebaliknya
ia eksis, ada secara nyata, mungkin di tempat lain atau di mana saja.
2. Anumana Pramana (Pross Penyimpulan)
Anumana adalah pramana yang cukup penting karena ini adalah penyimpulan.
Konsep dasarnya adalah bahwa antara subjek yang mengamati dan objek yang diamati
pasti ada hubungan. Ini sangat berbeda dengan silogisme Aristoteles. Silogisme Nyaya
tetap berdasarkan realitas, dan prantara antara subjek dan objek yang diamati tersebut
juga bersifat empiris. Contohnya gunung yang mengeluarkan asap. Bagaimana kita bisa
sampai pada kesimpulan bahwa gunung tersebut berapi? Gunung adalah objek; kita
mengamatinya dan kita melihat ada asap. Sebelum kita tiba pada kesimpulan bahwa
gunung tersebut berapi, dititik ini kita mesti menyelidiki perantara-nya yang empiris.
Bahwa kita pernah membakar sampah, memasak dan lain sebagainya. Dari pengalaman
ini, kita menyaksikan bahwa sebelum sampah itu terbakar, mesti lebih dulu ada asap.
Dengan kata lain, kesimpulan yang diambil (anumana) menurut Nyaya tidaklah abstrak,
tetapi nyata bahwa kita pernah menyaksikan bahwa asap selalu disusul oleh api atau
sebaliknya. Dan ketika kita melihat gunung yang mengeluarkan asap, karena
pengalaman-pengalaman yang pernah kita saksikan dan alami berkata seperti itu, maka di
saat itu pula kita langsung menyimpulkan bahwa gunung itu adalah gunung berapi,

karena setiap ada asap pasti ada api walaupun di puncak gunung tersebut apinya belum
tampak.
Singkatnya, pengalaman kita akan setiap ada asap pasti ada api dan sebaliknya
adalah posisi antara di dalam metode penarikan kesimpulan (anumana) menurut
Nyaya.Proses penyimpulan melalui beberapa tahapan, yaitu:
Pratijna: memperkenalkan obyek permasalahan tentang kebenaran

pengamatan.
Hetu: alasan penyimpulan.
Udaharana: menghubungkan dengan aturan umum itu dengan suatu

masalah.
Upanaya: pemakaian aturan umum pada kenyataan yang dilihat.
Nigamana: penyimpulan yang benar dan pasti dari seluruh proses
sebelumnya.

3.

Upamana Pramana (Proses Perbandingan)


Upamana adalah cara memperoleh pengetahuan dengan cara
perbandingan. Konsep dasar Upamana

analogi atau

adalah membandingkan (menganalogikan)

sesuatu dengan sesuatu yang lain yang hampir sama agar apa yang kita bandingkan
tersebut dipahami oleh orang lain walaupun orang tersebut belum pernah menyaksikan
secara langsung apa yang kita maksudkan. Namun, pengetahuan yang diperoleh dengan
cara ini tergantung dari jumlah variable yang dibandingkan, semakin banyak variable
yang dibandingkan maka, akan semakin banyak untuk mendapatkan kemungkinan benar.
Misalnya: Saya mengatakan kepada Si A bahwa X itu berbahaya. Namun Si A
belum pernah melihat langsung apa itu X, secara otomatis dia tidak tahu. Selanjutnya
saya harus mencari cara agar Si A tahu. Dalam situasi seperti ini, saya mengambil sebuah
perumpamaan yang mirip dengan X tersebut, katakanlah Z. Karena Z ini sudah akrab di
mata Si A, barulah dia memahami. Suatu saat nanti, ketika dia melihat sesuatu yang mirip
dengan yang pernah saya bandingkan tersebut (Z), maka otomatis Si A akan
menyimpulkan bahwa inilah X, karena mirip dengan Z. Baca juga Tri Purusa dan Bagianbagiannya

4. Sabdha Pramana (Proses Penyaksian)

Pramana yang terakhir adalah Sabdha atau kesaksian.Pengetahuan bisa


didapatkan melalui kesaksian orang yang mumpunyai pengalaman tentang sesuatu hal
dan yang bisa dipercaya. Dalam hal ini, Veda adalah kesaksian yang bisa dipercaya
kebenarannya. Orang yang bisa dipercaya kesaksiannya sebagai sumber pengetahuan
disebut Laukika (logika), sementara kitab suci Veda sebagai sumber pengetahuan disebut
Vaidika. Walaupun kita tidak dapat melihat secara langsung, tapi kita percaya kepada
orang yang pernah membaca kitab weda tersebut.
Contoh laukika (logika): Seseorang yang menderita sakit percaya bahwa
penyakitnya TBC; dia sangat percaya karena yang memberitahukannya adalah dokter.
Dokter dalam konteks ini adalah orang yang dipercayai kesaksiannya (laukika).
Sebaliknya, tentu si sakit ini tidak akan percaya seratus persen bilamana yang
menyimpulkan sakitnya itu adalah petani atau nelayan. Mengapa nelayan dan petani tidak
tahu-menahu soal penyakit dalam manusia.Begitu juga misalnya jika saya mau tahu
kapan waktu tanam tiba, tentu saya mesti menanyakannya kepada petani, bukan kepada
dokter.

Anda mungkin juga menyukai