Anda di halaman 1dari 20

BAB 1.

METODOLOGI

1.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kunjungan Lapang


Pelaksanaan praktikum kunjungan lapang berlangsung pada tanggal 5
Desember 2015 di PT. Blambangan FoodPackers Indonesia yang beralamatkan di
Jalan Sampangan No. 1, Desa Kedungrejo, Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur.
Kunjungan ke pabrik pengalengan ikan dilakukan pada pukul 10.00 14.30 WIB.
1.2 Metode Pengambilan Data
Pengambilan data pada kunjungan lapang PT. BFPI menggunakan
metode pengumpulan data primer yaitu melalui observasi, penyampaian materi
dan tanya jawab dengan pemateri, sedangkan metode pengumpulan data sekunder
merupakan pengumpulan data dengan study literatur atau referensi lain.
Penyampaian materi dan tanya jawab dilakukan oleh mahasiswa dengan
pemateri Bapak Tamrin selaku Wakil Direktur PT. BFPI, Ibu Sriani selaku
Manajer Produksi, dan Ibu Desy Ayu selaku Manajer Sistem Control sebagai
penyampai sumber informasi mengenai penerapan GMP dan SSOP di PT. BFPI.
Peninjauan lapang dilakukan langsung pada proses produksi yang dilakukan di
PT. BFPI dengan penjelasan dari Ibu Sriani mengenai proses yang sedang
berlangsung. Pengumpulan data dengan study literature didapat melalui website
resmi PT. BFPI atau pustaka lain.
1.3 Diskusi
1. Apakah limbah di sekitar lingkungan industry ini berasal dari PT. BFPI?
Bagaimana pengelolaan limbah di perusahaan ini?
Pabrik milik PT. BFPI merupakan salah satu dari pabrik atau industry
yang berada dalam satu lingkungan industry. Limbah yang terdapat pada
sungai di sekitar bukan merupakan limbah dari PT. BFPI. Kemungkinan
limbah tersebut berasal dari perusahaan lain yang belum memiliki pipa karena
dalam satu daerah pabrik terdapat kurang lebih 12 industri, namun untuk PT.
BFPI sudah memiliki pipa dan semua limbah telah dikelola dengan baik.
Limbah dikelola dengan system aerobic. Cara pengolahan dengan system

aerobic pertama dilakukan penyaringan limbah. Penyaringan limbah padat


dilakukan secara manual dan berikutnya limbah yang telah disaring dicampur
dengan PAC dan kapur sebagai koagulan dan dimasukkan kedalam aqualisasi.
Berikutnya limbah diproses dalam bak aerasi dimana terdapat bakteri yang
kemudian dimasukkan dalam SGB hingga menjadi lumpur. Limbah yang
dikelola dapat digunakan kembali menjadi pupuk. Selain itu setiap rentan
waktu tertentu dilakukan sampling dan setiap bulan dilakukan pencucian alat
produksi.
2. Sistem jaminan mutu apa saja yang diterapkan di PT. BFPI? Bagaimana
mengenai jumlah karyawan dengan penyesuaian jumlah toilet? Apa perusahaan
ini juga menggunakan laboratorium dari luar dalam pengujiannya?
Mengenai jumlah karyawan disesuikan dengan jumlah toilet yang
disediakan. PT. BFPI memiliki 500 karyawan borongan yang tidak tetap
tergantung kondisi panen ikan dan pesanan. Setiap toilet digunakan oleh + 20
karyawan dan setiap bagian dari pegawai PT. BFPI juga difasilitasi dengan
toilet tersendiri secara merata.
3. Apa PT. BFPI ini sudah memiliki ISO?
Selama ini PT. BFPI telah menerapkan HACCP dalam kegiatan
produksinya dan masih belum memiliki ISO. Namun tetap dapat ekspor ke
Eropa meski hanya memiliki HACCP, dan rencana untuk memiliki ISO pasti
ada. Setiap tahap proses yang dilakukan ada CCP untuk menentukan perilisan
produk. Untuk produk sarden memiliki 3 CCP yaitu pada proses seaming,
retorting, dan pre-cooking. Sedangkan untuk produk tuna memiliki 4 CCP
yaitu steaming, retorting, pre-cooking, dan penerimaan barang karena ada
potensi histamine. Jika perlakuan tiap proses telah sesuai spesifikasi maka
produk dapat direlease, namun apabila ada yang tidak sesuai segera dirework.
Untuk pengujian kimia, organoleptic, dan lain-lain dilakukan dalam
laboratorium milik perusahaan. Namun untuk uji lain dilakukan di luar
perusahaan yaitu di LPPMHP. Setiap tahap proses produksi terdapat QC
sebagai pengawas. Apabila QC menemukan hal yang menyimpang, maka QC
akan melaporkan kepada atasan. Perilisan produk tergantung dari keputusan
QC. Apabila terjadi penyimpangan segera dilakukan evaluasi dan inkubasi

selama satu minggu dan dilakukan pengecekan serta record. Apabila barang
tidak dirilis diadakan berita acara dan barang yang tidak dapat diolah kembali
dimusnahkan.
Jika terjadi komplain pelanggan, maka yang bertugas adalah QA atau
QC. Pada PT. BFPI QA dan QC bergabung menjadi satu. QC bertugas di
lapang, sedangkan QA yang menentukan. Apabila terjadi complain seperti
kaleng yang pesok maka dilakukan penyelidikan dari proses penerimaan bahan
baku hingga proses pengemasan untuk mendeteksi penyebab adanya komplain.
Karena pesok handling dan pesok mikroba berbeda. Apabila kondisi yang
menjadi penyebab komplain di pabrik dan di pasar sama maka tidak dilakukan
recall. Apabila kondisinya memang berbeda tidak sesuai, maka dilakukan recall
produk.
4. Bagaimana reaksi warga sekitar terhadap pencemaran udara yang cenderung
berbau ikan di daerahnya?
Pencemaran lingkungan berupa bau amis maupun pencemaran udara lain
tidak dipermasalahkan oleh warga. Hal tersebut dikarenakan Muncar
merupakan salah satu daerah penghasil ikan yang besar sehingga jika tidak
tercium bau ikan di Muncar, maka menurut warga daerah tersebut bukan
daerah Muncar. Namun meski tidak dipermasalahkan, pihak industri tetap
melakukan pengujian udara sekitar pabrik untuk mengurangi bau pencemaran.
Selain itujuga dilakukan uji emisi atau hasil pembakaran kayu dan batu bara
juga dilakukan serta uji lingkungan. PT BFPI memang terletak di daerah yang
padat penduduk namun juga diantara industriindustri pengolahan ikan lain.

BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Profil Singkat Perusahaan (Industri)


PT. Blambangan FoodPackers Indonesia (PT. BFPI) merupakan pabrik
pengalengan lemuru yang terletak di Banyuwangi. Pabrik pengalengan yang
bernama PT. Nafo berdiri pada tahun 1967 di Jalan Bawean No. 7 Banyuwangi
yang merupakan induk perusahaan PT. BFPI. PT Nafo berkembang pesat seiring
dengan permintaan pasar yang terus meningkat. Pada tahun 1969, PT. Nafo
membuka cabang di daerah Sampangan, Muncar.
Tanggal 22 januari 1972 diidrikan pabrik baru yang lokasinya berjarak
200 meter dari PT. Nafo cabang Muncar yang bernama PT. Blambangan Raya.
Setelah pabrik baru PT. Blambangan Raya berdiri, semua kegiatan dan perangkat
produksi dari PT. Nafo dipindahkan ke pabrik baru ini dengan bidang usaha yang
masih sama yaitu pengalengan lemuru. Dalam menjalankan usahanya PT.
Blambangan Raya didukung oleh beberapa sertifikat pengolahan dan sertifikat
Halal dari Majelis Ulama Indonesia untuk jenis produk makanan dalam kaleng.
Beberapa sertifikat yang dimiliki antara lain:
1. Certificate of Implementation of Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP) dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Dirjen Perikanan
Tangkap Jakarta no. 69/PP/HACCP/PL/12/08.
2. Sertifikat Halal dari Majelis Ulama Indonesia, untuk produk Ikan dalam
kaleng

No.

00030010200599

dan

jagung

dalam

kaleng

no.

00190048440708.
3. Sertifikat Pengolahan Ikan dari Dep. Kelautan dan Perikanan, Dirjen
Perikanan Tangkap No. 220/PP/APS/07.
4. Sertifikat kelayakan pengolahan sardines dari Dept. Kelautan dan
Perikanan, Dirjen Perikanan Tangkap No. 422/PP/SKP/PL/10/07.
5. Sertifikat kelayakan pengolahan tuna dari Dept. Kelautan dan Perikanan,
Dirjen Perikanan Tangkap No. 422/PP/SKP/PL/10/07.

Sejak Desember 1988, PT. Mantrust yang merupakan induk dari


perusahaan PT. Blambangan Raya melakukan kerja sama dengan perusahaan tuna
di Amerika yaitu Fan Camp Sea Food dengan merek produk Chiken of The Sea
dengan sebagian besar (98%) produksi tuna PT. Blambangan Raya diarahkan
untuk pasar Amerika. Pengalengan lemuru dihentikan sejak PT. Blambangan Raya
memproduksi tuna secara intensif. Bahan baku diperoleh dari perairan lokal
maupaun internasional. Pengalengan tuna berlangsung selama 6 tahun terhitung
sejak Desember 1986 hingga April 1993, dikarenakan masa kontrak dengan Fan
Camp Sea Food telah habis. Pada tanggal 20 April 1993 PT. Blambangan Raya
berhenti memproduksi tuna dan kembali memproduksi lemuru.
Pada Juli 2005 PT. Blambangan Raya berganti nama menjadi PT.
Blambangan FoodPackers Indonesia (PT. BFPI) yang memproduksi lemuru dan
mackarel yang meliputi sarden in tomatosauce, sarden in tomatowith chili,
mackerel in tomato sauce dan mackerel in tomato with chili. Selain itu, PT. BFPI
juga telah memproduksi tuna kaleng meliputi tuna in oil dan sambel goreng tuna.
Merek sarden dan makarel yang dibuat diantaranya ABC dan CIP untuk kualitas
satu dan Kiku, Bandung dan Sampit kualitas dua. Tepung ikan untuk pakan ternak
dan minyak ikan juga diproduksi karena merupakan limbah yang menguntungkan.
PT. BFPI juga bekerja sama dengan PT. Heinz yang memproduksi lemuru dan
makarel dalam kaleng dengan merek ABC.
Bila ditinjau dari lokasi pabrik, ada beberapa faktor pendukung yang
sangat menguntungkan, yaitu :
1. Lokasi pabrik yang terletak di Kecamatan Muncar memberikan
keuntungan dan memudahkan pabrik dalam mendapatkan bahan baku,
karena Kecamatan Muncar adalah daerah penghasil perikanan terbesar di
Kabupaten Banyuwangi.
2. Produksi hasil perikanan setiap tahunnya sangat tinggi dibandingkan
dengan daerah lain sehingga agro industri perikanan dapat terus bertahan.
Sumber energi yang berupa listrik (PLN) dan jaringan telekomunikasi
tersedia cukup.

3.

Kebutuhan air yang digunakan untuk kegiatan produksi diambil dari


sumur artesis (air tanah).

Adapun batas batas lokasi PT. BFPI adalah sebagai berikut :


Utara

: CV. Sari Laut dan PT. Sumber Yala Samudra

Selatan

: Rumah Penduduk

Barat

: PT. Sari Feed Indo Jaya

Timur

: Dinas Perikanan Cabang Muncar dan tempat berlabuhnya kapal

sekaligus Pusat Pelelangan Ikan (PPI).


PT. BFPI memiliki visi yaitu become the leading company in canned
food industry, misi yaitu give priority to quality with competitive price and on
time delivery, dan memiliki motto consumers satisfaction is our pride.
2.2 Hasil Pengamatan dan Analisa Data
2.2.1 Analisa Sistem HACCP Perusahaan
PT. Blambangan Foodpackers Indonesia (PT. BFPI) menerapkan sistem
HACCP dari Departemen Kelautan dan Perikanan, Dirjen Perikanan Jakarta No.
69/PP/HACCP/PL/08/12. HACCP adalah suatu piranti untuk menilai bahaya dan
menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan dari pada
mengandalkan sebagian besar pengujian produk akhir. Setiap sitem HACCP
mampu mengakomodasi perubahan seperti kemajuan dalam rancangan peralatan,
prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi. HACCP dapat diterapkan
pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada konsumsi akhir dan
penerapannya harus dipedomi dengan bukti secara ilmiah terhadap resiko
kesehatan manusia (BSN, 1998). Pengendalian mutu dilakukan oleh Quality
Control dari PT. BFPI untuk mengawasi dan menindaklanjuti setiap tahap proses
yang dilakukan perusahaan dari penerimaan bahan hingga proses akhir. Hal
tersebut diterapkan untuk menjamin keamanan mutu produk yang dihasilkan dari
PT. BFPI sehingga target dan tujuan dapat dicapai. HACCP diterapkan dengan

menentukan CCP dari tiap tahap proses di tiap produk. Seperti pada produk
sardines ikan lemuru memiliki 3 CCP yaitu pada proses seaming, retorting, dan
pre-cooking. Untuk produk olahan ikan tuna memilik 4 CCP yaitu pada proses
seaming, retorting, pre-cooking, dan penerimaan barang baku dikarenakan
berpotensi histamine.
Sebelum penerimaan bahan baku, persediaan bahan baku juga perlu
diperhatikan. Persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek penting dalam
fungsi manajemen (Moeljanto, 1992). Kelebihan maupun kekurangan bahan baku
menimbulkan dampak yang merugikan dan dapat mempengaruhi total biaya
produksi. Hal inilah yang mendorong pentingnya penerapan pengendalian
persediaan sehingga dapat meminimumkan total biaya. Untuk menunjang
penerapan sistem persediaan, perlu diperhatikan masalah sistem informasi yang
berkaitan dengan pengendalian persediaan. Kelancaran dan keakuratan arus
informasi antar bagian akan mempermudah pihak perusahaan dalam pengambilan
keputusan. Pada penerimaan bahan baku yang diterima memiliki suhu -18 OC
sampai -14OC. Bahan baku yang diterima diawasi oleh QC. CCP pada tuna
terdapat perbedaan pada proses penerimaan barang. Hal ini disebabkan karena
pada tuna terdapat senyawa histidin yang berpotensi histamine yang dapat
membahayakan konsumen.
Batas kritis dalam proses seaming terdapat pada nilai Overlap minimal
0.89 mm untuk kaleng ukuran 155 gr dan 1.00 mm untuk kaleng ukuran 425 gr.
Overlap (OL) merupakan selisih antara lebar lingkar bagian dalam bagian atas
(Body Hook (BH)) dan lebar lingkar bagian luar bagian atas double seam (Cover
Hook (CH)). Nilai OL diperoleh dengan menjumlahkan CH dan BH dan dikurangi
dengan jarak dari atas ke bawah double seam (Width (W)) dan ketebalan pinggir
kaleng (Tightness (T)) (CH + BH W+T). Proses seaming dengan baik dan
terjamin dapat ditentukan apabila telah memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Pengaruh bahan dan pengaturan mesin juga perlu diperhatikan pada proses
seaming. Pengawasan pada proses seaming dilakukan sebelum proses berjalan
oleh QC bagian kaleng sebelum mesin seamer digunakan. Kaleng yang akan

digunakan terlebih dahulu diperiksa keadaan fisiknya . Setelah diukur semua


bagian kaleng selanjutnya W, T, dan OL (overlap) dapat dilakukan pengawasan
atau pengontrolan pada mesin seamer, sehingga dapat mengurangi produk reject
dan penutupan produk tetap berada pada batas kontrol. Tindakan koreksi apabila
terjadi penyimpangan adalah dengan melakukan penelusuran pada proses
pengalengan dan uji teardown terhadap produk akhir dan produk diinkubasi untuk
menetukan status. Kemudian Proses verifikasi pada proses seaming dilakukan
dengan pengecekan double seam saat mesin beroperasi dan setelah produk jadi.
Dokumentasi pada proses seaming berupa laporan pemeriksaan double seam.
Salah

satu proses

yang

termasuk

dalam CCP yaitu

retorting.

Proses retorting bertujuan untuk membunuh semua mikroorganisme dalam produk


kaleng terutama bakteri pembusuk dan patogen. Prinsip kerja retorting sama
dengan proses sterilisasi namun pada retorting merupakan sterilisasi skala
industry. Batas kritis pada proses retorting meliputi suhu, waktu, dan tekanan.
Batas kritis untuk suhu yaitu 117 119 oC, tekanan 1 atm, dan waktu 80 menit
untuk kaleng ukuran 155 gr dan 100 menit untuk kaleng ukuran 425 gr. Dalam
industri produk pangan dalam kaleng, proses sterilisasi difokuskan untuk
mencegah pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum. Clostridium botulinum
berkembang biak melalui pembentukan spora dan produksi toksin. Toksin tersebut
dapat dihancurkan oleh suhu yang tinggi (Sidharta, 1999). Proses sterilisasi
diyakini dengan membunuh bakteri C. botulinum ini dapat membunuh semua
mikroorganisme lain yang menghasilkan racun dalam kondisi normal (Lopez,
1981). Proses retorting apabila tidak di luar batas kritis maka dapat dinyatakan
berjalan dengan baik dan telah disessuaikan dengan jenis, ukuran, dan media
dalam kaleng. Pada setiap sterilisasi harus dilakukan pencatatan suhu secara
periodik. Pengawasan yang dilakukan pada retorting dilakukan sebelum alat
digunakan. Pekerja melakukan pengaturan tekanan yang masuk dan memastikan
uap dari boiler. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah degan mengecek kondisi
retort dan sumber uap panas jika terjadi penyimpangan selama retorting. Setelah
proses retorting dilakukan inkubasi selama seminggu untuk mengetahui adanya

penyimpangan atau tidak terhadap produk kaleng dan diselidiki penyebab


penyimpangan tersebut terjadi seperti pengaruh pada kondisi ikan, saus, dan
proses retort. Verifikasi yang dilakukan pada proses ini adalah dengan
mengevaluasi organoleptik produk akhir setiap siklus dan evaluasi produk setelah
inkubasi. Dokumentasi pada proses retort (sterilisasi) berupa daily report,
verifikasi proses retort, daily production dan retort report. Pada proses inkubasi,
verifikasi yang dilakukan serupa dengan verifikasi seaming.
Proses yang termasuk dalam CCP lainnya yaitu proses pre-cooking
karena perlu dilakukan inspeksi dan monitoring agar suhu tetap stabil sehingga
tidak terjadi overcooking pada ikan. Proses pengukusan ini bertujuan untuk
mematangkan ikan yang sudah di isikan pada kaleng. Pada proses pengukusan ini
juga dilakukan monitoring suhu dan waktu yaitu 800C selama 12-15 menit.

2.2.2

SOP, SSOP yang Diterapkan, dan Aplikasi pada Perusahan


SOP (Standard Operating Procedure) merupakan sebuah aturan, tatacara,

panduan tertulis dan terdokumentasi secara baik guna melakukan sebuah atau
beberapa proses kerja untuk mencapai atau mewujudkan tujuan utama dari proses
kerja tersebut (Fema, 1999). SSOP atau Sanitation Standart Operating Proses
adalah salah satu jenis standar operasional yang berisi tentang prosedur sanitasi
yang harus dimiliki oleh perusahaan (Winarno, 2001). Sanitasi merupakan bagian
penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik.
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti, 2001).
Penerapan SOP dan SSOP pada PT Blambangan Food Packers Indonesia
antara lain :
a. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan berasal dari berbagai
daerah. Selain di daerah sekitar Muncar maupun daerah Indonesia, PT. BFPI juga
mengadakan impor pada bahan baku yang digunakan apabila hasil dari daerah

Indonesia sedang menurun. Bahan baku diterima dalam kondisi beku karena
terdapat refrigerant di dalam container pengangkut bahan baku untuk mencegah
terjadinya kontaminasi mikroba. Setelah itu bahan baku dimasukkan dan disimpan
di dalam cold storage (-15 OC).
b. Bahan Pembantu Air
Air yang digunakan untuk proses produksi yaitu air yang berasal dari
sumur bor. Sumur bor yang dimiliki industri tersebut berjumlah 4 buah yang
masing masing dialirkan ke dalam tangki penyimpanan air. Pemeriksaan
kelayakan air dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan membawa sampel air ke
LPPMHP dan dilakukan pengujian.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi sebagian besar terbuat
dari stainless steel. Peralatan seperti pisau dibawa oleh pekerja dari rumah dalam
keadaan bersih, namun pencucian yang dilakukan pekerja di rumah masih
memungkinkan adanya kontaminasi karena pencucian tidak dilakukan dengan
klorin.
d. Pencuci Tangan
Pencucian tangan pekerja dilakukan sebelum melakukan proses produksi.
Hal tersebut dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun menggunakan air
mengalir untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi mikroba yang dibawa oleh
tangan pekerja.
e. Personal Hygiene
Pakaian dan perlengkapan lain seperti seragam, sarung tangan, dan topi
telah diterapkan oleh perusahaan. Namun untuk pekerja menggunakan kerudung
tidak memakai topi seperti seharusnya. Secara keseluruhan semua pekerja telah
mengoptimalkan kondisi sanitasi pada setiap proses yang dilakukan.
f. Lokasi dan Bangunan
Perusahaan memiliki bangunan yang terbuat dari beton, memiliki
halaman yang luas, halaman yang selalu dibersihkan oleh petugas pembersihan

setiap hari sebelum atau sesudah produksi. Jarak antara toilet dan ruang proses
juga tidak terlalu dekat.
g. Konstruksi Bangunan
Bangunan dari pabrik milik PT. BFPI terbuat dari beton yang kokoh
sehingga kuat untuk digunakan sebagai tempat produksi.
h. Lantai
Lantai yang terdapat pada PT BFPI terbuat dari bahan kermakin
berwarna putih, sedangkan pada bagian pinggir terdapat celah aliran air yang
terbuat dari lantai semen. Namun terjadi penyimpangan terhadap GMP dan SSOP
yaitu terdapat pada bentuk sudut dari pertemuan dinding dan lantai.
i. Dinding
Dinding yang digunakan berupa keramik dan memiliki warna terang serta
termasuk dalam bahan yang kedap air.
j. Langit Langit
Semua ruangan memiliki langit langit yang rata dan tidak retak serta
tidak terdapat tonjolan. Hal ini mempermudah dalam membersihkan kotoran
kotoran yang terdapat di langit langit tersebut. Namun sebagian besar langitlangit memiliki warna yang gelap dan tidak sesuai dengan GMP dan SSOP yang
mengharuskan penggunaan dinding yang berwarna terang.
k. Pintu
Jendela, pintu, dan lubang ventilasi tempat makanan diolah dilengkapi
kasa yang dapat dibuka dan dipasang. Setiap pintu masuk menggunakan tirai yang
berfungsi untuk menghalangi serangga ataupun benda yang dapat menyebabkan
kontaminasi. Selain itu juga dipasang sinar UV untuk mencegah masuknya
serangga.
l. Pencahayaan
Penerangan yang diterapkan oleh perusahaan telah sesuai karena pada
proses produksi dibutuhkan penerangan yang baik dan setiap lampu penerangan

diberi alas atau terpasang secara tertutup untuk menghindari kotoran yang jatuh
pada produk.
m. Kamar Mandi
Industri ini memiliki
20 kamar bahan
mandi dengan jumlah karyawan borongan
Penerimaan
baku

sebanyak 500 karyawan.


n. Tempat Sampah

Pembongkaran dan Penimbangan

Tempat sampah pada PT BFPI terdapat di luar ruangandan dilengkapi


dengan penutup sampah yang berfungsi untuk menghindari tercemarnya buangan.
Pemotongan

Kepala, ekor, isi perut

o. Alat Penghambat serangga atau Tirai


Pada setiap
pintu masuk
ataurotary
ruangan
selalu terpasang alat penghambat
Pencucian
dengan
washer
Sisik ikan

serangga yaitu tirai dari plastik untuk menghindari adanya serangga yang masuk
Penuangan pada meja filling

2.2.3

Sistem ISO
Pengisian
Hingga saat ini
PT. BFPI pada
masihkaleng
belum memiliki ISO dan masih menjadi

rencana untuk menuju ke ISO sehingga produk yang dihasilkan dari PT. BFPI
Pre - Cooked

dapat dipercaya dan target serta tujuan dari perusahaan dapat tercapai.
Penirisan
Pengelapan dengan pengeringan
Pengkodean
Pengisian media (saus)

Seaming

2.2.4

Diagram Alir Pengolahan


Pencucian kaleng
Retorting
Pendinginan dan Pengelapan
5 7 hari
Pelabelan

Inkubasi (sampling)

Proses pertama yang dilakukan pada awal produksi yang dilakukan oleh
PT BFPI adalah penerimaan bahan baku berupa ikan dan hasil laut lain yang
menjadi produk unggulan. Bahan baku diangkut menggunakan container yang
dilengkapi

dengan

refrigerant.

Bahan

mentah

yang

datang

harus

menggunakan container dengan refrigerant atau truk yang tertutup rapat untuk
memperpanjang kesegaran ikan dengan menghindari kontak langsung dengan

sinar matahari sehingga dapat mencegah pertumbuhan mikroba penyebab


kerusakan (Moeljanto, 1992). PT BFPI memiliki standar bahan baku yang akan
diterima sesuai dengan HACCP yang dipegang. Bahan baku harus sesuai dengan
standar yang telah ditentukan seperti berat, ukuran, dan lain-lain. Bahan baku
seperti ikan tuna dilakukan pengujian organoleptic dengan nilai 7 - 8 dari uji
organoleptik juga menentukan kadar histamine pada ikan tuna yang diterima.
Standar untuk kadar histamin pada PT. Blambangan Food Packers yaitu > 3%.
Pengujian histamine pada PT. BFPI dilakukan di LPPMHP, ikan tuna diambil 5
ekor sebagai sampel kemudian dibawa ke LPPMHP untuk selanjutnya di uji
hitamine. Selain uji histamine dilakukan uji kukus, tujuan dari uji kukus ialah
untuk mengetahui layak atau tidaknya ikan tuna yang akan diproses. Apabila hasil
pengujian menyatakan bahwa bahan baku yang didapat tidak sesuai spesifikasi,
maka ikan tersebut direject karena mengalami kerusakan atau tidak dapat
digunakan. Namun apabila hasil pengujian telah memenuhi spesifikasi, maka
produk tersebut dapat direlease. Setiap tahap proses yang dilakukan terdapat QC
sebagai pengawasan.
Pada tahap pembongkaran bahan baku yang diangkut menggunakan
keranjang-keranjang pengiriman dan penimbangan. Tahapan ini dilakukan
pengecekan kelayakan ikan yang akan digunakan. Apabila sesuai dengan
spesifikasi maka akan dilakukan proses berikutnya dengan pemisahan organ yang
tidak digunakan. Pemotongan dilakukan secara manual menggunakan pisau dan
diawasi oleh pihak QC. Perlakuan yang diterapkan di perusahaan telah sesuai
dengan pendapat Moeljanto (1982) yang menyatakan bahwa pemotongan ikan
dilakukan dengan cara membuang kepala dan isi perut, membuang isi perut
jangan sampai perutnya terputus.
Tahap pencucian menggunakan alat bernama rotary washer. Pencucian
dilakukan dengan air mengalir untuk membersihkan sisa kotoran maupun sisik
ikan seteleh proses pemotongan. Setelah proses pemisahan dan pemotongan ikan
selesai, dilanjutkan dengan penuangan ikan yang telah dicuci pada meja filling
untuk memisahkan jenis dan ukuran ikan berdasarkan ukuran kaleng dan jumlah
ikan yang akan dimasukkan ke dalam kaleng. Selanjutnya dilakukan pengukusan

didalam exhaust box. Tahapan ini dikenal dengan tahap pre-cooking untuk
mengurangi kandungan air pada ikan. Perlu diadakan pengukusan pendahuluan
agar ikan matang dan kandungan air dalam daging ikan keluar (Moeljanto, 1992).
Setelah tahap pre-cooking, dilakukan penirisan (drainase) untuk meniriskan air
tersisa pada kaleng dan kemudian dilakukan pengelapan dengan pengeringan
untuk mengurangi kandungan air di dalamnya dan dilakukan pengkodean. Proses
berikutnya adalah dengan pengisian media berdasar jumlah dan ukuran ikan
beserta saus yang digunakan. Dilakukan penyusunan dengan tatanan ikan tuna
ukuran 2.5 cm (chunk) dan flake diletakkan pada lapisan dasar, kemudian daging
ikan potongan panjang diatasnya. Setelah disusun conveyor berjalan menuju pack
shaper yaitu alat untuk memotong dan memasukan ikan ke dalam kaleng.
Potongan ikan tuna yang berajalan di conveyor kemudian masuk kedalam pack
shaper dan dipotong menggunakan pisau yang ada pada pack shaper. Kemudian
potongan daging ikan didorong masuk secara otomatis ke dalam kaleng.
Tahap seaming dilakukan pengontrolan oleh pihak QC karena perlu
dilakukan pengecekan mengenai udara dalam kaleng. Tindakan untuk mencegah
kebocoran kaleng dilakukan dengan penutupan secara lipatan ganda (double
seaming). Hal ini sesuai dengan pendapat Moeljanto (1982), bahwa penutupan
kaleng dilakukan dengan cara memasukan tutup di atas badan kaleng kemudian
menutup ujung dengan rapi, dapat juga memutar tutup seperti aliran sekrup
supaya penutupan kaleng ini rapat dan hampa. Kemudian dilakukan tahap
pencucian kaleng untuk membersihkan sisa saus maupun kotoran.
Tahap selanjutnya yaitu proses retorting. Pada proses ini dilakukan
sterilisasi pada kaleng yang telah berisi ikan dan saus. Suhu yang digunakan pada
proses ini 117oC, atau waktu dan suhunya dapat disesuaikan dengan jenis dan
ukuran kaleng yang digunakan. Setelah itu dilakukan pendinginan untuk
mendinginkan kaleng setelah proses sterilisasi pada kondisi ruang. Selanjutnya
dilakukan proses pengelapan dan pengeringan secara manual maupun
menggunakan alat. Selanjutnya dilakukan pelabelan dengan cara manual untuk
memberikan identitas pada produk seperti merk dagang, tanggal expired,

komposisi bahan maupun nama perusahaan pengalengan bahkan komposisi


produk dan kandungan gizi pada produk.
Terakhir dilakukan pengambilan sampel untuk dilakukan inkubasi agar
denagn tujuan untuk mengetahui kesesuaian produk yang dihasilkan. Pada proses
ini dilakukan pengawasan oleh QC. Apabila produk yang dihasilkan dinilai tidak
sesuai standar yang telah ditetapkan maka produk tidak dapat dirilis dan dilakukan
masa inkubasi tambahan selama 1 minggu untuk selanjutnya dilakukan evaluasi
penyebab produk tidak sesuai dengan standart maupun syarat yang telah
ditetapkan.

2.2.5

Jenis Produk
Produk yang dihasilkan oleh PT BFPI didistribusikan secara regional dan

internasional melalui banyak distributor yang tersebar di seluruh Indonesia,


dengan merek: CIP, KIKU, NAFO, SAMPIT, IKAN MAS, BANDUNG.
a. KIKU merupakan produk sarden kualitas terbaik yang dikemas dalam
berbagai jenis kemasan dan varian rasa seperti Sarden dalam Saus Tomat,
Sarden Saus Ekstra Pedas..
b. BANDUNG, NAFO, SAMPIT merupakan produk sarden yang tersedia
dalam ukuran 155gr (50 kaleng dalam 1 karton) dan 425gr (24 kaleng
c.
d.
e.
f.
g.
2.2.6

dalam karton).
Tuna kaleng merk Golden Fish bumbu sambal goreng
Tuna kaleng dalam minyak sawit
Abon Tuna Ikan terdiri dari abon tuna ikan manis dan pedas.
Krupuk Ikan
Krupuk Telur Asin
Hasil Kunjungan
Hasil kunjungan lapang di PT. BFPI menunjukkan bahwa industry yang

terbilang cukup besar ini menerapkan system HACCP meski belum pada system
ISO pada tiap proses produksi yang dilakukan. System ISO sampai saat ini masih
menjadi rencana untuk perusahaannya. Ketika memasuki area industry di daerah
sekitar Muncar, terdapat banyak polusi udara seperti bau tidak sedap dan asap
yang menyebar. Selain itu area indusri juga ditemukan banyak daerah

permukiman warga. Sungai yang berada di daerah tersebut juga tidak tampak
mengalir dan dipenuhi oleh limbah warga maupun limbah industry. Hal tersebut
tidak sesuai dengan materi perkuliahan dimana seharusnya dalam mendirikan
suatu industry harus memperhatikan ruang lingkup GMP mengenai sarana dan
prsarana lokasi yang harus terletak jauh dengan pemukiman penduduk serta
dilakukan pengelolaan limbah yang jelas. Namun untuk PT. BFPI berdasarkan
pernyataan dari pemateri, perusahaan tersebut telah mengelola limbah dengan
baik dan selalu melakukan pengujian terhadap limbah yang ditimbulkan serta
melakukan pendekatan yang baik dengan warga sekitar. Desain bangunan PT.
BFPI sudah memiliki konstruksi dan tata ruang yang sesuai dengan materi
perkuliahan. Namun mengenai sudut antara dinding dan lantai serta sudut ruangan
masih belum sesuai dengan materi yang telah didapatkan. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya penumpukan debu atau kotoran yang sulit untuk
dibersihkan. Selain itu seharusnya lantai pada ruang produksi dilapisi dengan
lapisan epoxy agar tidak licin serta tidak diperbolehkannya lantai yang memiliki
celah.
Ruang penyimpanan barang dan hasil produksi juga sudah sesuai yaitu
dilakukan pemisahan antara bahan toksik dan produk yang dibuat selain itu juga
peletakan produk dari dinding diatur jaraknya. Karyawan yang bekerja juga sudah
menggunakan penutup kepala, sarung tangan, dan sepatu boot. Namun ada
perbedaan dan penyimpangan karena karyawan membawa sendiri pisau dapat
menimbulkan adanya kontaminasi. Akan tetapi, sudah dilakukan pemeriksaan
rutin terhadap karyawan maupun peralatan yang digunakan setiap 6 bulan sekali.
Selain itu juga air yang digunakan juga sudah sesuai karena menggunakan air
sumur bukan air permukaan. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi
terbuat dari stainless steel dan telah sesuai dengan materi. Hal yang tidak sesuai
dengan materi perkuliahan lain adalah dalam fasilitas cuci tangan di sekitar area
produksi yang seharusnya ada.

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kunjungan lapang yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
a. CCP pada proses pengalengan sarden terdiri dari seamer, retorting dan
pre-cooking. Sedangkan CCP pada pengalengan tuna terdiri dari
penerimaan bahan baku seamer, retorting dan pre-cooking.
b. Jenis produk yang dihasilkan pada PT Blambangan Foodpacker Indonesia
yaitu jenis olahan ikan yang meliputi sardine dengan berbagai macam
merk, frozen food, kerupuk ikan dan kerupuk telur asin serta abon ikan
tuna.
c. PT. BFPI hanya menerapkan sistem HACCP belum menerapkan sistem
ISO.
d. QC sebagai penentu produk siap dirilis atau tidak.

e. Penerapan SOP dan SSOP pada PT PT Blambangan Foodpacker Indonesia


masih belum maksimal karena ada beberapa point yang belum sesuai
dengan standart yang berlaku.
f. PT. BFPI sebagian besar telah menerapkan GMP dan SSOP sesuai dengan
materi perkuliahan.
3.2 Saran
PT BFPI diharapkan segera menerapkan sistem ISO agar memiliki
standart mutu dalam skala internasional, memperbaiki sistem bangunan yang
digunakan dalam proses pproduksi untuk menghindari kontaminasi serta untuk
mempermudah dalam pembersihan secara berkala, serta perlu dilakukan
pengkajian lebih lanjut mengenai GMP dan SOP/SSOP yang diterapkan
perusahaan sehingga dapat menjadi produk kepercayaan konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 1998. Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian


Titik Kritis (HACCP) serta Pedoman Penerapannya. SNI 01-4852-1998.
Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.

Fema. 1999. Developing Effective Standard Operating Procedures For Fire and
EMS Departments FA

Lopez A. 1981. Complete Course in Canning, Basic Information Canning. Buku


1. Baltimore : The Canning Trade, Inc.,

Moeljanto, R., 1982. Penanganan Ikan Segar. Jakarta: Penebar Swadaya

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar


Swadaya

Purnawijayanti, Hiasinta. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja Dalam


Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius.

Sidharta P.1999. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.

Winarno. 2001. Penerapan HACCP pada Industri Pangan. Bogor: MBrio-Press.

Anda mungkin juga menyukai