METODOLOGI
selama satu minggu dan dilakukan pengecekan serta record. Apabila barang
tidak dirilis diadakan berita acara dan barang yang tidak dapat diolah kembali
dimusnahkan.
Jika terjadi komplain pelanggan, maka yang bertugas adalah QA atau
QC. Pada PT. BFPI QA dan QC bergabung menjadi satu. QC bertugas di
lapang, sedangkan QA yang menentukan. Apabila terjadi complain seperti
kaleng yang pesok maka dilakukan penyelidikan dari proses penerimaan bahan
baku hingga proses pengemasan untuk mendeteksi penyebab adanya komplain.
Karena pesok handling dan pesok mikroba berbeda. Apabila kondisi yang
menjadi penyebab komplain di pabrik dan di pasar sama maka tidak dilakukan
recall. Apabila kondisinya memang berbeda tidak sesuai, maka dilakukan recall
produk.
4. Bagaimana reaksi warga sekitar terhadap pencemaran udara yang cenderung
berbau ikan di daerahnya?
Pencemaran lingkungan berupa bau amis maupun pencemaran udara lain
tidak dipermasalahkan oleh warga. Hal tersebut dikarenakan Muncar
merupakan salah satu daerah penghasil ikan yang besar sehingga jika tidak
tercium bau ikan di Muncar, maka menurut warga daerah tersebut bukan
daerah Muncar. Namun meski tidak dipermasalahkan, pihak industri tetap
melakukan pengujian udara sekitar pabrik untuk mengurangi bau pencemaran.
Selain itujuga dilakukan uji emisi atau hasil pembakaran kayu dan batu bara
juga dilakukan serta uji lingkungan. PT BFPI memang terletak di daerah yang
padat penduduk namun juga diantara industriindustri pengolahan ikan lain.
BAB 2. PEMBAHASAN
No.
00030010200599
dan
jagung
dalam
kaleng
no.
00190048440708.
3. Sertifikat Pengolahan Ikan dari Dep. Kelautan dan Perikanan, Dirjen
Perikanan Tangkap No. 220/PP/APS/07.
4. Sertifikat kelayakan pengolahan sardines dari Dept. Kelautan dan
Perikanan, Dirjen Perikanan Tangkap No. 422/PP/SKP/PL/10/07.
5. Sertifikat kelayakan pengolahan tuna dari Dept. Kelautan dan Perikanan,
Dirjen Perikanan Tangkap No. 422/PP/SKP/PL/10/07.
3.
Selatan
: Rumah Penduduk
Barat
Timur
menentukan CCP dari tiap tahap proses di tiap produk. Seperti pada produk
sardines ikan lemuru memiliki 3 CCP yaitu pada proses seaming, retorting, dan
pre-cooking. Untuk produk olahan ikan tuna memilik 4 CCP yaitu pada proses
seaming, retorting, pre-cooking, dan penerimaan barang baku dikarenakan
berpotensi histamine.
Sebelum penerimaan bahan baku, persediaan bahan baku juga perlu
diperhatikan. Persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek penting dalam
fungsi manajemen (Moeljanto, 1992). Kelebihan maupun kekurangan bahan baku
menimbulkan dampak yang merugikan dan dapat mempengaruhi total biaya
produksi. Hal inilah yang mendorong pentingnya penerapan pengendalian
persediaan sehingga dapat meminimumkan total biaya. Untuk menunjang
penerapan sistem persediaan, perlu diperhatikan masalah sistem informasi yang
berkaitan dengan pengendalian persediaan. Kelancaran dan keakuratan arus
informasi antar bagian akan mempermudah pihak perusahaan dalam pengambilan
keputusan. Pada penerimaan bahan baku yang diterima memiliki suhu -18 OC
sampai -14OC. Bahan baku yang diterima diawasi oleh QC. CCP pada tuna
terdapat perbedaan pada proses penerimaan barang. Hal ini disebabkan karena
pada tuna terdapat senyawa histidin yang berpotensi histamine yang dapat
membahayakan konsumen.
Batas kritis dalam proses seaming terdapat pada nilai Overlap minimal
0.89 mm untuk kaleng ukuran 155 gr dan 1.00 mm untuk kaleng ukuran 425 gr.
Overlap (OL) merupakan selisih antara lebar lingkar bagian dalam bagian atas
(Body Hook (BH)) dan lebar lingkar bagian luar bagian atas double seam (Cover
Hook (CH)). Nilai OL diperoleh dengan menjumlahkan CH dan BH dan dikurangi
dengan jarak dari atas ke bawah double seam (Width (W)) dan ketebalan pinggir
kaleng (Tightness (T)) (CH + BH W+T). Proses seaming dengan baik dan
terjamin dapat ditentukan apabila telah memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
Pengaruh bahan dan pengaturan mesin juga perlu diperhatikan pada proses
seaming. Pengawasan pada proses seaming dilakukan sebelum proses berjalan
oleh QC bagian kaleng sebelum mesin seamer digunakan. Kaleng yang akan
satu proses
yang
termasuk
retorting.
2.2.2
panduan tertulis dan terdokumentasi secara baik guna melakukan sebuah atau
beberapa proses kerja untuk mencapai atau mewujudkan tujuan utama dari proses
kerja tersebut (Fema, 1999). SSOP atau Sanitation Standart Operating Proses
adalah salah satu jenis standar operasional yang berisi tentang prosedur sanitasi
yang harus dimiliki oleh perusahaan (Winarno, 2001). Sanitasi merupakan bagian
penting dalam proses pengolahan pangan yang harus dilaksanakan dengan baik.
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan
rantai perpindahan penyakit tersebut (Purnawijayanti, 2001).
Penerapan SOP dan SSOP pada PT Blambangan Food Packers Indonesia
antara lain :
a. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan oleh perusahaan berasal dari berbagai
daerah. Selain di daerah sekitar Muncar maupun daerah Indonesia, PT. BFPI juga
mengadakan impor pada bahan baku yang digunakan apabila hasil dari daerah
Indonesia sedang menurun. Bahan baku diterima dalam kondisi beku karena
terdapat refrigerant di dalam container pengangkut bahan baku untuk mencegah
terjadinya kontaminasi mikroba. Setelah itu bahan baku dimasukkan dan disimpan
di dalam cold storage (-15 OC).
b. Bahan Pembantu Air
Air yang digunakan untuk proses produksi yaitu air yang berasal dari
sumur bor. Sumur bor yang dimiliki industri tersebut berjumlah 4 buah yang
masing masing dialirkan ke dalam tangki penyimpanan air. Pemeriksaan
kelayakan air dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan membawa sampel air ke
LPPMHP dan dilakukan pengujian.
c. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses produksi sebagian besar terbuat
dari stainless steel. Peralatan seperti pisau dibawa oleh pekerja dari rumah dalam
keadaan bersih, namun pencucian yang dilakukan pekerja di rumah masih
memungkinkan adanya kontaminasi karena pencucian tidak dilakukan dengan
klorin.
d. Pencuci Tangan
Pencucian tangan pekerja dilakukan sebelum melakukan proses produksi.
Hal tersebut dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun menggunakan air
mengalir untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi mikroba yang dibawa oleh
tangan pekerja.
e. Personal Hygiene
Pakaian dan perlengkapan lain seperti seragam, sarung tangan, dan topi
telah diterapkan oleh perusahaan. Namun untuk pekerja menggunakan kerudung
tidak memakai topi seperti seharusnya. Secara keseluruhan semua pekerja telah
mengoptimalkan kondisi sanitasi pada setiap proses yang dilakukan.
f. Lokasi dan Bangunan
Perusahaan memiliki bangunan yang terbuat dari beton, memiliki
halaman yang luas, halaman yang selalu dibersihkan oleh petugas pembersihan
setiap hari sebelum atau sesudah produksi. Jarak antara toilet dan ruang proses
juga tidak terlalu dekat.
g. Konstruksi Bangunan
Bangunan dari pabrik milik PT. BFPI terbuat dari beton yang kokoh
sehingga kuat untuk digunakan sebagai tempat produksi.
h. Lantai
Lantai yang terdapat pada PT BFPI terbuat dari bahan kermakin
berwarna putih, sedangkan pada bagian pinggir terdapat celah aliran air yang
terbuat dari lantai semen. Namun terjadi penyimpangan terhadap GMP dan SSOP
yaitu terdapat pada bentuk sudut dari pertemuan dinding dan lantai.
i. Dinding
Dinding yang digunakan berupa keramik dan memiliki warna terang serta
termasuk dalam bahan yang kedap air.
j. Langit Langit
Semua ruangan memiliki langit langit yang rata dan tidak retak serta
tidak terdapat tonjolan. Hal ini mempermudah dalam membersihkan kotoran
kotoran yang terdapat di langit langit tersebut. Namun sebagian besar langitlangit memiliki warna yang gelap dan tidak sesuai dengan GMP dan SSOP yang
mengharuskan penggunaan dinding yang berwarna terang.
k. Pintu
Jendela, pintu, dan lubang ventilasi tempat makanan diolah dilengkapi
kasa yang dapat dibuka dan dipasang. Setiap pintu masuk menggunakan tirai yang
berfungsi untuk menghalangi serangga ataupun benda yang dapat menyebabkan
kontaminasi. Selain itu juga dipasang sinar UV untuk mencegah masuknya
serangga.
l. Pencahayaan
Penerangan yang diterapkan oleh perusahaan telah sesuai karena pada
proses produksi dibutuhkan penerangan yang baik dan setiap lampu penerangan
diberi alas atau terpasang secara tertutup untuk menghindari kotoran yang jatuh
pada produk.
m. Kamar Mandi
Industri ini memiliki
20 kamar bahan
mandi dengan jumlah karyawan borongan
Penerimaan
baku
serangga yaitu tirai dari plastik untuk menghindari adanya serangga yang masuk
Penuangan pada meja filling
2.2.3
Sistem ISO
Pengisian
Hingga saat ini
PT. BFPI pada
masihkaleng
belum memiliki ISO dan masih menjadi
rencana untuk menuju ke ISO sehingga produk yang dihasilkan dari PT. BFPI
Pre - Cooked
dapat dipercaya dan target serta tujuan dari perusahaan dapat tercapai.
Penirisan
Pengelapan dengan pengeringan
Pengkodean
Pengisian media (saus)
Seaming
2.2.4
Inkubasi (sampling)
Proses pertama yang dilakukan pada awal produksi yang dilakukan oleh
PT BFPI adalah penerimaan bahan baku berupa ikan dan hasil laut lain yang
menjadi produk unggulan. Bahan baku diangkut menggunakan container yang
dilengkapi
dengan
refrigerant.
Bahan
mentah
yang
datang
harus
menggunakan container dengan refrigerant atau truk yang tertutup rapat untuk
memperpanjang kesegaran ikan dengan menghindari kontak langsung dengan
didalam exhaust box. Tahapan ini dikenal dengan tahap pre-cooking untuk
mengurangi kandungan air pada ikan. Perlu diadakan pengukusan pendahuluan
agar ikan matang dan kandungan air dalam daging ikan keluar (Moeljanto, 1992).
Setelah tahap pre-cooking, dilakukan penirisan (drainase) untuk meniriskan air
tersisa pada kaleng dan kemudian dilakukan pengelapan dengan pengeringan
untuk mengurangi kandungan air di dalamnya dan dilakukan pengkodean. Proses
berikutnya adalah dengan pengisian media berdasar jumlah dan ukuran ikan
beserta saus yang digunakan. Dilakukan penyusunan dengan tatanan ikan tuna
ukuran 2.5 cm (chunk) dan flake diletakkan pada lapisan dasar, kemudian daging
ikan potongan panjang diatasnya. Setelah disusun conveyor berjalan menuju pack
shaper yaitu alat untuk memotong dan memasukan ikan ke dalam kaleng.
Potongan ikan tuna yang berajalan di conveyor kemudian masuk kedalam pack
shaper dan dipotong menggunakan pisau yang ada pada pack shaper. Kemudian
potongan daging ikan didorong masuk secara otomatis ke dalam kaleng.
Tahap seaming dilakukan pengontrolan oleh pihak QC karena perlu
dilakukan pengecekan mengenai udara dalam kaleng. Tindakan untuk mencegah
kebocoran kaleng dilakukan dengan penutupan secara lipatan ganda (double
seaming). Hal ini sesuai dengan pendapat Moeljanto (1982), bahwa penutupan
kaleng dilakukan dengan cara memasukan tutup di atas badan kaleng kemudian
menutup ujung dengan rapi, dapat juga memutar tutup seperti aliran sekrup
supaya penutupan kaleng ini rapat dan hampa. Kemudian dilakukan tahap
pencucian kaleng untuk membersihkan sisa saus maupun kotoran.
Tahap selanjutnya yaitu proses retorting. Pada proses ini dilakukan
sterilisasi pada kaleng yang telah berisi ikan dan saus. Suhu yang digunakan pada
proses ini 117oC, atau waktu dan suhunya dapat disesuaikan dengan jenis dan
ukuran kaleng yang digunakan. Setelah itu dilakukan pendinginan untuk
mendinginkan kaleng setelah proses sterilisasi pada kondisi ruang. Selanjutnya
dilakukan proses pengelapan dan pengeringan secara manual maupun
menggunakan alat. Selanjutnya dilakukan pelabelan dengan cara manual untuk
memberikan identitas pada produk seperti merk dagang, tanggal expired,
2.2.5
Jenis Produk
Produk yang dihasilkan oleh PT BFPI didistribusikan secara regional dan
dalam karton).
Tuna kaleng merk Golden Fish bumbu sambal goreng
Tuna kaleng dalam minyak sawit
Abon Tuna Ikan terdiri dari abon tuna ikan manis dan pedas.
Krupuk Ikan
Krupuk Telur Asin
Hasil Kunjungan
Hasil kunjungan lapang di PT. BFPI menunjukkan bahwa industry yang
terbilang cukup besar ini menerapkan system HACCP meski belum pada system
ISO pada tiap proses produksi yang dilakukan. System ISO sampai saat ini masih
menjadi rencana untuk perusahaannya. Ketika memasuki area industry di daerah
sekitar Muncar, terdapat banyak polusi udara seperti bau tidak sedap dan asap
yang menyebar. Selain itu area indusri juga ditemukan banyak daerah
permukiman warga. Sungai yang berada di daerah tersebut juga tidak tampak
mengalir dan dipenuhi oleh limbah warga maupun limbah industry. Hal tersebut
tidak sesuai dengan materi perkuliahan dimana seharusnya dalam mendirikan
suatu industry harus memperhatikan ruang lingkup GMP mengenai sarana dan
prsarana lokasi yang harus terletak jauh dengan pemukiman penduduk serta
dilakukan pengelolaan limbah yang jelas. Namun untuk PT. BFPI berdasarkan
pernyataan dari pemateri, perusahaan tersebut telah mengelola limbah dengan
baik dan selalu melakukan pengujian terhadap limbah yang ditimbulkan serta
melakukan pendekatan yang baik dengan warga sekitar. Desain bangunan PT.
BFPI sudah memiliki konstruksi dan tata ruang yang sesuai dengan materi
perkuliahan. Namun mengenai sudut antara dinding dan lantai serta sudut ruangan
masih belum sesuai dengan materi yang telah didapatkan. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya penumpukan debu atau kotoran yang sulit untuk
dibersihkan. Selain itu seharusnya lantai pada ruang produksi dilapisi dengan
lapisan epoxy agar tidak licin serta tidak diperbolehkannya lantai yang memiliki
celah.
Ruang penyimpanan barang dan hasil produksi juga sudah sesuai yaitu
dilakukan pemisahan antara bahan toksik dan produk yang dibuat selain itu juga
peletakan produk dari dinding diatur jaraknya. Karyawan yang bekerja juga sudah
menggunakan penutup kepala, sarung tangan, dan sepatu boot. Namun ada
perbedaan dan penyimpangan karena karyawan membawa sendiri pisau dapat
menimbulkan adanya kontaminasi. Akan tetapi, sudah dilakukan pemeriksaan
rutin terhadap karyawan maupun peralatan yang digunakan setiap 6 bulan sekali.
Selain itu juga air yang digunakan juga sudah sesuai karena menggunakan air
sumur bukan air permukaan. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi
terbuat dari stainless steel dan telah sesuai dengan materi. Hal yang tidak sesuai
dengan materi perkuliahan lain adalah dalam fasilitas cuci tangan di sekitar area
produksi yang seharusnya ada.
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan kunjungan lapang yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa:
a. CCP pada proses pengalengan sarden terdiri dari seamer, retorting dan
pre-cooking. Sedangkan CCP pada pengalengan tuna terdiri dari
penerimaan bahan baku seamer, retorting dan pre-cooking.
b. Jenis produk yang dihasilkan pada PT Blambangan Foodpacker Indonesia
yaitu jenis olahan ikan yang meliputi sardine dengan berbagai macam
merk, frozen food, kerupuk ikan dan kerupuk telur asin serta abon ikan
tuna.
c. PT. BFPI hanya menerapkan sistem HACCP belum menerapkan sistem
ISO.
d. QC sebagai penentu produk siap dirilis atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Fema. 1999. Developing Effective Standard Operating Procedures For Fire and
EMS Departments FA