PEMBAHASAN
Pada praktikum petrografi acara batuan sedimen karbonat ini dilaksanakan
pada 3 minggu berturut-turut yaitu pada 23 november hingga 11 desember 2015 di
Gedung Pertamina Sukowati Teknik Geologi Universitas Diponegoro. Praktikum kali
ini memiliki maksud dan tujuan agar praktikan mengetahui komposisi yang terdeapat
pada batuan sedimen karbonat, mengetahui kenampakannya secara mikroskopis,
dapat membedakan skeletal dan non skeletal serta menginterpretasikan proses
pembentukan serta karakteristik endapannya. Praktikum kali ini juga membahas
mengenai kenampakan dan karakteristik batuan sedimen karbonatdari sebuah sayatan
yang diamati secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi. Praktikan
diharapkan dapat memahami batuan sedimen karbonat dengan menentukan
kenampakan sifat optiknya.
2.1 Sayatan STA-5, LP-1, YOB-1
Pada sayatan dengan nomor peraga STA-5, LP-1, YOB-1, dimana
pengamatan yang dilakukan menggunakan mikroskop polarisasi dengan
perbesaran sebesar 4x dan 40x. Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut,
maka dapat diinterpretasikan bahwa tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut
sekitar 0,2 mm. Kebundaran yang cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu
memiliki bentuk yang meruncing pada sisi-sisinya atau biasa disebut angular.
Kemas pada sayatan peraga ini termasuk ke dalam kemas yang tertutup. karena
disebabkan hubungan antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya saling
berhubungan. Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir
material sedimen yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir
yang satu dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung berhimpit pada
setiap
fragmennya,
maka
diinterpretasikan
sayatan
tersebut
memiliki
berupa ooid dan pisoid dengan bentukan nukleus relatif memiliki kilap mutiara,
mengindikasikan terbentuk pada arus yang cukup kencang.
2.2 Sayatan X
Pada sayatan dengan nomor peraga X, dimana pengamatan yang dilakukan
menggunakan mikroskop polarisasi dengan perbesaran sebesar 4x dan 40x.
Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa
tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut sekitar 0,2 mm. Kebundaran yang
cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu memiliki bentuk yang meruncing
pada sisi-sisinya atau biasa disebut angular. Kemas pada sayatan peraga ini
termasuk ke dalam kemas yang terbuka, karena disebabkan hubungan antara
butir sedimen yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan.
Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir material sedimen
yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir yang satu
dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,
dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung memisah pada setiap
fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki kenampakan
kontak butir adalah floating.
Kemudian dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan
tersebut terdapat komposisi non skeletal yaitu pellet, dimana kenampakannya
pada nikol bersilang yaitu berupa bentukan yang tidak beraturan dan berbentuk
seperti adanya inklusi. Dan yang terakhir terdapat ooid, dimana ooid ini memiliki
bentukan berupa bundaran, dimana pada bagian dalam terdapat inti berwarna
hitam, sedangkan bentukan dengan ukuran yang relatif besar disebut pisoid.
Selain itu, terdapat komposisi berupa skeletal yaitu foraminifera, dengan
bentukan yang seperti mata, kemudian coral, dengan bentukan seperti alur-alur,
selanjutnya terdapat alga, dimana bentukannya seperti memanjang dan meliukliuk. Kemudian terdapat gastropoda dengan ciri-ciri berupa adanya alur-alur pada
tubuh cangkang yang saling berhubungan dan yang terakhir adalah Pelecypoda,
dengan kenampakan berupa garis lengkungan yang cukup besar, serta terdapat
adanya bentukan seperti cangkang molusca. Lalu memiliki matriks berupa mikrit
dan sparit serta semennya merupakan kalsit dan porositas Vugy.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tersebut
berupa vugy. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas vugy merupakan porositas yang berbentuk seperti lubang. Porositas
tersebut diinterpretasikan tidak dipengaruhi atau tidak dikontrol oleh kemas.
Porositas
hubungan antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya saling
berhubungan. Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir
material sedimen yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir
yang satu dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung berhimpit pada
setiap ujung fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki
kenampakan kontak butir adalah point contak.
Kemudian dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan
tersebut terdapat komposisi non skeletal yaitu Intraclast, dengan karakteristik
terdapat fragmen material karbonat berukuran halus yang menempel pada tubuh
batuan. Kemudian terdapat pellet, dimana kenampakannya pada nikol bersilang
yaitu berupa bentukan yang tidak beraturan dan berbentuk seperti adanya inklusi.
Lalu tidak menampakkan adanya pori-pori pada fragmennya.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tidak
terbentuk. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas yang cenderung tidak ada ini mengindikasikan bahwa proses kompaksi
berlangsung cukup intens, sehingga tidak terbentuk adanya pori.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Wackstone (Dunham,1962), Floatstone (Embry &
Klovan, 1971) (James, 1984), Biomicrite (Folk, 1959).
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah back reef zone. Back reef zone ini
juga identik dengan adanya arus yang cenderung lemah, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang non skeletal grain. Dan juga diindikasikan
membundar pada sisi-sisinya atau biasa disebut subrounded. Kemas pada sayatan
peraga ini termasuk ke dalam kemas yang terbuka, karena disebabkan hubungan
antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan.
Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir material sedimen
yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir yang satu
dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,
dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung saling berhimpitan pada
setiap
fragmennya,
maka
diinterpretasikan
sayatan
tersebut
memiliki
bersamaan dengan material karbonat lainnya. Dilihat dari komposisi non skeletal
berupa ooid dan pisoid dengan bentukan nukleus relatif memiliki kilap mutiara,
mengindikasikan terbentuk pada arus yang cukup kencang.
2.5 Sayatan BK-2
Pada sayatan dengan nomor peraga BK-2, dimana pengamatan yang
dilakukan menggunakan mikroskop polarisasi dengan perbesaran sebesar 4x dan
40x. Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut, maka dapat diinterpretasikan
bahwa tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut sekitar 0,01 mm. Kebundaran
yang cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu memiliki bentuk yang cukup
membundar pada sisi-sisinya atau biasa disebut rounded. Kemas pada sayatan
peraga ini termasuk ke dalam kemas yang terbuka, karena disebabkan hubungan
antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan.
Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir material sedimen
yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir yang satu
dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,
dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung saling menjauh pada setiap
fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki kenampakan
kontak butir adalah floating contak.
Kemudian dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan
tersebut terdapat komposisi non skeletal yaitu kristal kalsit, dengan karakteristik
memiliki belahan 2 arah, dengan bentuk cenderung prismatik. Kemudian terdapat
pula berupa material yang menempel pada tubuh batuan dengan karakterstik
adanya kumpulan material karbonat, sehingga disebut dengan grain aggregat.
Selain itu, terdapat komposisi yang berupa adanya skat ataupun rongga-rongga
yang mengelilingi cangkang, sehingga disebut dengan gastropoda. Kemudian
terdapat bentukan berupa garis-garis melengkung yang mengindikasikan berupa
alga. Lalu memiliki matriks berupa mikrit dan sparit serta semennya merupakan
kalsit dan porositas Vugy.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tersebut
berupa vugy. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas vugy merupakan porositas yang berbentuk seperti lubang. Porositas
tersebut diinterpretasikan tidak dipengaruhi atau tidak dikontrol oleh kemas.
Porositas
pada bagian tertentu ada yang cembung dan yang lainnya cekung pada setiap
fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki kenampakan
kontak butir adalah concavo-convec contax.
Dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat tersebut, maka
dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan tersebut terdapat
komposisi non skeletal yaitu kristal kalsit dan pellet, serta komposisi skeletal
yaitu dominan koral dan terdapat sedikit foraminifera. Lalu memiliki matriks
berupa sparit serta semennya merupakan kalsit dan porositas Growth Framework.
Porositas
berupa
growth
framework
terbentuk
karena
adanya
pertumbuhan koral, dimana koral tersebut akan mengisi rongga rekahan dan
membentuk koloni yang baru.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Boundstone (Dunham,1962), Framestone (Embry &
Klovan, 1971) (James, 1984), Biolithit (Folk, 1959).
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah reef front zone. Reef front zone ini
juga identik dengan adanya arus yang masih cukup tinggi, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang skeletal grain. Pada zona ini sendiri, cenderung
terbentuk batuan dengan komposisi dominan berupa koral. Hal ini dikarenakan
pada daerah ini memiliki tingkat salinitas cukup tinggi, energi cahaya yang
cukup sehingga cenderung organisme-organisme mikroplankton baik foram
maupun plankton itu sendiri tumbuh dan menempel pada tubuh koral. Energi
yang relatif kencang, akan membentuk mikrosparite yang cukup banyak.
itu
juga,
pecahan
cangkang
pada
batuan
tersebut
dapat
diinterpretasikan pula akibat adanya proses pembebanan massa atau burial yang
dipengaruhi oleh tekanan yang tinggi. Sedangkan algae, foram, maupun koral
yang berada pada daerah reef crest akan mengalami proses erosi maupun abrasi,
hingga memiliki kenampakkan pecah-pecah.
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah reef front zone. Reef front zone ini
juga identik dengan adanya arus yang masih cukup tinggi, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang skeletal grain. Pada zona ini sendiri, cenderung
terbentuk batuan dengan komposisi dominan berupa koral. Hal ini dikarenakan
pada daerah ini memiliki tingkat salinitas cukup tinggi, energi cahaya yang
cukup sehingga cenderung organisme-organisme mikroplankton baik foram
maupun plankton itu sendiri tumbuh dan menempel pada tubuh koral. Energi
yang relatif kencang, akan membentuk mikrosparite yang cukup banyak.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tersebut
berupa vugy. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas vugy merupakan porositas yang berbentuk seperti lubang. Porositas
tersebut diinterpretasikan tidak dipengaruhi atau tidak dikontrol oleh kemas.
Porositas vugy merupakan porositas yang terbentuk setelah terjadinya
pengendapan. Dimana lubang yang dihasilkan pada porositas vug disebabkan
karena adanya proses pelarutan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Packstone (Dunham,1962), Rudstone (Embry & Klovan,
1971) (James, 1984), Biomicrite (Folk, 1959).
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah back reef zone. Back reef zone ini
juga identik dengan adanya arus yang cenderung lemah, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang non skeletal grain. Dan juga diindikasikan
terbentuk matriks yang dominan terbentuk adalah mikrit, dikarenakan terbentuk
pada arus yang tenang.
cukup banyak, maka organisme tersebut dapat terus berkembang. Ketika terjadi
suatu anomali yang menyebabkan organisme tersebut mati, seperti adanya arus
gelombang yang dimana organisme tersebut hidup didaerah yang cukup dalam,
kemudian adanya gelombang yang cukup kencang membawa organisme tersebut
ke daratan. Ketika terjadi proses pasang, maka secara bersamaan material
sedimen akan terendapkan dan kemudian mengubur organisme tersebut
bersamaan dengan material karbonat lainnya.