Anda di halaman 1dari 20

BAB II

PEMBAHASAN
Pada praktikum petrografi acara batuan sedimen karbonat ini dilaksanakan
pada 3 minggu berturut-turut yaitu pada 23 november hingga 11 desember 2015 di
Gedung Pertamina Sukowati Teknik Geologi Universitas Diponegoro. Praktikum kali
ini memiliki maksud dan tujuan agar praktikan mengetahui komposisi yang terdeapat
pada batuan sedimen karbonat, mengetahui kenampakannya secara mikroskopis,
dapat membedakan skeletal dan non skeletal serta menginterpretasikan proses
pembentukan serta karakteristik endapannya. Praktikum kali ini juga membahas
mengenai kenampakan dan karakteristik batuan sedimen karbonatdari sebuah sayatan
yang diamati secara mikroskopis menggunakan mikroskop polarisasi. Praktikan
diharapkan dapat memahami batuan sedimen karbonat dengan menentukan
kenampakan sifat optiknya.
2.1 Sayatan STA-5, LP-1, YOB-1
Pada sayatan dengan nomor peraga STA-5, LP-1, YOB-1, dimana
pengamatan yang dilakukan menggunakan mikroskop polarisasi dengan
perbesaran sebesar 4x dan 40x. Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut,
maka dapat diinterpretasikan bahwa tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut
sekitar 0,2 mm. Kebundaran yang cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu
memiliki bentuk yang meruncing pada sisi-sisinya atau biasa disebut angular.
Kemas pada sayatan peraga ini termasuk ke dalam kemas yang tertutup. karena
disebabkan hubungan antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya saling
berhubungan. Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir
material sedimen yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir
yang satu dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung berhimpit pada

setiap

fragmennya,

maka

diinterpretasikan

sayatan

tersebut

memiliki

kenampakan kontak butir adalah Suture.


Kemudian dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan
tersebut terdapat komposisi non skeletal yaitu Intraclast, dengan karakteristik
terdapat fragmen material karbonat berukuran halus yang menempel pada tubuh
batuan. Kemudian terdapat pellet, dimana kenampakannya pada nikol bersilang
yaitu berupa bentukan yang tidak beraturan dan berbentuk seperti adanya inklusi.
Dan yang terakhir terdapat ooid, dimana ooid ini memiliki bentukan berupa
bundaran, dimana pada bagian dalam terdapat inti berwarna hitam. Selain itu,
terdapat komposisi berupa skeletal yaitu foraminifera, dengan bentukan yang
seperti mata, kemudian coral, dengan bentukan seperti alur-alur, selanjutnya
terdapat alga, dimana bentukannya seperti memanjang dan meliuk-liuk.
Kemudian terdapat gastropoda dengan ciri-ciri berupa adanya alur-alur pada
tubuh cangkang yang saling berhubungan dan yang terakhir adalah Pelecypoda,
dengan kenampakan berupa garis lengkungan yang cukup besar, serta terdapat
adanya bentukan seperti cangkang molusca. Lalu memiliki matriks berupa mikrit
dan sparit serta semennya merupakan kalsit dan porositas Vugy.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tersebut
berupa vugy. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas vugy merupakan porositas yang berbentuk seperti lubang. Porositas
tersebut diinterpretasikan tidak dipengaruhi atau tidak dikontrol oleh kemas.
Porositas

vug merupakan porositas

yang terbentuk setelah terjadinya

pengendapan. Dimana lubang yang dihasilkan pada porositas vugy disebabkan


karena adanya proses pelarutan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Packstone (Dunham,1962), Rudstone (Embry & Klovan,
1971) (James, 1984), Biomicrite (Folk, 1959).

Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa


batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah reef crest zone. Reef crest zone ini
juga identik dengan adanya arus yang masih cukup tinggi, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang skeletal grain. Lebarnya sekitar 50 meter dan
kedalamannya mencapai 10-30 meter. Hal tersebut juga didukung dengan
keterdapatan microsparite yang komposisinya lebih banyak dari micritenya itu
sendiri.

Gambar 2.1 Fasies Terumbu Sayatan STA-5, LP-1, YOB 1

Proses diagenesis yang dapat diinterpretasikan adalah ketika organisme


tersebut hidup di daerah dengan tingkat salinitas, cahaya, serta makanan yang
cukup banyak, maka organisme tersebut dapat terus berkembang. Ketika terjadi
suatu anomali yang menyebabkan organisme tersebut mati, seperti adanya arus
gelombang yang dimana organisme tersebut hidup didaerah yang cukup dalam,
kemudian adanya gelombang yang cukup kencang membawa organisme tersebut
ke daratan. Ketika terjadi proses pasang, maka secara bersamaan material
sedimen akan terendapkan dan kemudian mengubur organisme tersebut
bersamaan dengan material karbonat lainnya. Dilihat dari komposisi non skeletal

berupa ooid dan pisoid dengan bentukan nukleus relatif memiliki kilap mutiara,
mengindikasikan terbentuk pada arus yang cukup kencang.
2.2 Sayatan X
Pada sayatan dengan nomor peraga X, dimana pengamatan yang dilakukan
menggunakan mikroskop polarisasi dengan perbesaran sebesar 4x dan 40x.
Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa
tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut sekitar 0,2 mm. Kebundaran yang
cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu memiliki bentuk yang meruncing
pada sisi-sisinya atau biasa disebut angular. Kemas pada sayatan peraga ini
termasuk ke dalam kemas yang terbuka, karena disebabkan hubungan antara
butir sedimen yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan.
Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir material sedimen
yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir yang satu
dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,
dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung memisah pada setiap
fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki kenampakan
kontak butir adalah floating.
Kemudian dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan
tersebut terdapat komposisi non skeletal yaitu pellet, dimana kenampakannya
pada nikol bersilang yaitu berupa bentukan yang tidak beraturan dan berbentuk
seperti adanya inklusi. Dan yang terakhir terdapat ooid, dimana ooid ini memiliki
bentukan berupa bundaran, dimana pada bagian dalam terdapat inti berwarna
hitam, sedangkan bentukan dengan ukuran yang relatif besar disebut pisoid.
Selain itu, terdapat komposisi berupa skeletal yaitu foraminifera, dengan
bentukan yang seperti mata, kemudian coral, dengan bentukan seperti alur-alur,
selanjutnya terdapat alga, dimana bentukannya seperti memanjang dan meliukliuk. Kemudian terdapat gastropoda dengan ciri-ciri berupa adanya alur-alur pada

tubuh cangkang yang saling berhubungan dan yang terakhir adalah Pelecypoda,
dengan kenampakan berupa garis lengkungan yang cukup besar, serta terdapat
adanya bentukan seperti cangkang molusca. Lalu memiliki matriks berupa mikrit
dan sparit serta semennya merupakan kalsit dan porositas Vugy.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tersebut
berupa vugy. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas vugy merupakan porositas yang berbentuk seperti lubang. Porositas
tersebut diinterpretasikan tidak dipengaruhi atau tidak dikontrol oleh kemas.
Porositas

vug merupakan porositas

yang terbentuk setelah terjadinya

pengendapan. Dimana lubang yang dihasilkan pada porositas vugy disebabkan


karena adanya proses pelarutan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Packstone (Dunham,1962), Rudstone (Embry & Klovan,
1971) (James, 1984), Biomicrite (Folk, 1959).
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah reef crest zone. Reef crest zone ini
juga identik dengan adanya arus yang masih cukup tinggi, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang skeletal grain. Lebarnya sekitar 50 meter dan
kedalamannya mencapai 10-30 meter. Hal tersebut juga didukung dengan
keterdapatan microsparite yang komposisinya lebih banyak dari micritenya itu
sendiri.

Gambar 2.2 Fasies Terumbu Sayatan X

Proses diagenesis yang dapat diinterpretasikan adalah ketika organisme


tersebut hidup di daerah dengan tingkat salinitas, cahaya, serta makanan yang
cukup banyak, maka organisme tersebut dapat terus berkembang. Ketika terjadi
suatu anomali yang menyebabkan organisme tersebut mati, seperti adanya arus
gelombang yang dimana organisme tersebut hidup didaerah yang cukup dalam,
kemudian adanya gelombang yang cukup kencang membawa organisme tersebut
ke daratan. Ketika terjadi proses pasang, maka secara bersamaan material
sedimen akan terendapkan dan kemudian mengubur organisme tersebut
bersamaan dengan material karbonat lainnya. Dilihat dari komposisi non skeletal
berupa ooid dan pisoid dengan bentukan nukleus relatif memiliki kilap mutiara,
mengindikasikan terbentuk pada arus yang cukup kencang.
2.3 Sayatan GP-4
Pada sayatan dengan nomor peraga GP-4, dimana pengamatan yang
dilakukan menggunakan mikroskop polarisasi dengan perbesaran sebesar 4x dan
40x. Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut, maka dapat diinterpretasikan
bahwa tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut sekitar 0,1 mm. Kebundaran
yang cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu memiliki bentuk yang
sedikit membundar pada sisi-sisinya atau biasa disebut subrounded. Kemas pada
sayatan peraga ini termasuk ke dalam kemas yang tertutup. karena disebabkan

hubungan antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya saling
berhubungan. Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir
material sedimen yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir
yang satu dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan, dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung berhimpit pada
setiap ujung fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki
kenampakan kontak butir adalah point contak.
Kemudian dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan
tersebut terdapat komposisi non skeletal yaitu Intraclast, dengan karakteristik
terdapat fragmen material karbonat berukuran halus yang menempel pada tubuh
batuan. Kemudian terdapat pellet, dimana kenampakannya pada nikol bersilang
yaitu berupa bentukan yang tidak beraturan dan berbentuk seperti adanya inklusi.
Lalu tidak menampakkan adanya pori-pori pada fragmennya.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tidak
terbentuk. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas yang cenderung tidak ada ini mengindikasikan bahwa proses kompaksi
berlangsung cukup intens, sehingga tidak terbentuk adanya pori.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Wackstone (Dunham,1962), Floatstone (Embry &
Klovan, 1971) (James, 1984), Biomicrite (Folk, 1959).
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah back reef zone. Back reef zone ini
juga identik dengan adanya arus yang cenderung lemah, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang non skeletal grain. Dan juga diindikasikan

terbentuk matriks yang dominan terbentuk adalah mikrit, dikarenakan terbentuk


pada arus yang tenang.

Gambar 2.3 Fasies Terumbu Sayatan GP-4

Proses diagenesis yang dapat diinterpretasikan adalah ketika organisme


tersebut hidup di daerah dengan tingkat salinitas, cahaya, serta makanan yang
cukup banyak, maka organisme tersebut dapat terus berkembang. Ketika terjadi
suatu anomali yang menyebabkan organisme tersebut mati, seperti adanya arus
gelombang yang dimana organisme tersebut hidup didaerah yang cukup tenang,
kemudian adanya suplay sedimen yang cukup banyak sehingga organisme
tersebut cenderung tertimbun. Ketika terjadi proses pasang, maka secara
bersamaan material sedimen akan terendapkan dan kemudian mengubur
organisme tersebut bersamaan dengan material karbonat lainnya. Dilihat dari
komposisi non skeletal berupa ooid dan pisoid dengan bentukan nukleus relatif
memiliki kilap buram, mengindikasikan terbentuk pada arus yang cukup tenang.
2.4 Sayatan Raja Mandala MST-1
Pada sayatan dengan nomor peraga MST-1, dimana pengamatan yang
dilakukan menggunakan mikroskop polarisasi dengan perbesaran sebesar 4x dan
40x. Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut, maka dapat diinterpretasikan
bahwa tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut sekitar 0,3 mm. Kebundaran
yang cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu memiliki bentuk yang cukup

membundar pada sisi-sisinya atau biasa disebut subrounded. Kemas pada sayatan
peraga ini termasuk ke dalam kemas yang terbuka, karena disebabkan hubungan
antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan.
Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir material sedimen
yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir yang satu
dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,
dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung saling berhimpitan pada
setiap

fragmennya,

maka

diinterpretasikan

sayatan

tersebut

memiliki

kenampakan kontak butir adalah suture.


Kemudian dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan
tersebut terdapat komposisi non skeletal yaitu kristal kalsit, dengan karakteristik
memiliki belahan 2 arah, dengan bentuk cenderung prismatik. Kemudian terdapat
pula berupa material yang menempel pada tubuh batuan dengan karakterstik
adanya kumpulan material karbonat, sehingga disebut dengan grain aggregat.
Selain itu, terdapat komposisi yang dominan memiliki bentukan seperti alur,
dengan terdapat pori-pori dan juga memiliki warna cenderung gela, sehingga
dapat dikatakan sebagai koral. Lalu memiliki matriks berupa mikrit dan sparit
serta semennya merupakan kalsit dan porositas Vugy.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tersebut
berupa vugy. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas vugy merupakan porositas yang berbentuk seperti lubang. Porositas
tersebut diinterpretasikan tidak dipengaruhi atau tidak dikontrol oleh kemas.
Porositas

vug merupakan porositas

yang terbentuk setelah terjadinya

pengendapan. Dimana lubang yang dihasilkan pada porositas vugy disebabkan


karena adanya proses pelarutan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Boundstone (Dunham,1962), Bafflestone (Embry &
Klovan, 1971) (James, 1984), BioLithit (Folk, 1959).

Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa


batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah reef front zone. Reef front zone ini
juga identik dengan adanya arus yang masih cukup tinggi, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang skeletal grain. Pada zona ini sendiri, cenderung
terbentuk batuan dengan komposisi dominan berupa koral. Hal ini dikarenakan
pada daerah ini memiliki tingkat salinitas cukup tinggi, energi cahaya yang
cukup sehingga cenderung organisme-organisme mikroplankton baik foram
maupun plankton itu sendiri tumbuh dan menempel pada tubuh koral. Energi
yang relatif kencang, akan membentuk mikrosparite yang cukup banyak.

Gambar 2.4 Fasies Terumbu Sayatan MST-1

Proses diagenesis yang dapat diinterpretasikan adalah ketika organisme


tersebut hidup di daerah dengan tingkat salinitas, cahaya, serta makanan yang
cukup banyak, maka organisme tersebut dapat terus berkembang. Ketika terjadi
suatu anomali yang menyebabkan organisme tersebut mati, seperti adanya arus
gelombang yang dimana organisme tersebut hidup didaerah yang cukup dalam,
kemudian adanya gelombang yang cukup kencang membawa organisme tersebut
ke daratan. Ketika terjadi proses pasang, maka secara bersamaan material
sedimen akan terendapkan dan kemudian mengubur organisme tersebut

bersamaan dengan material karbonat lainnya. Dilihat dari komposisi non skeletal
berupa ooid dan pisoid dengan bentukan nukleus relatif memiliki kilap mutiara,
mengindikasikan terbentuk pada arus yang cukup kencang.
2.5 Sayatan BK-2
Pada sayatan dengan nomor peraga BK-2, dimana pengamatan yang
dilakukan menggunakan mikroskop polarisasi dengan perbesaran sebesar 4x dan
40x. Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut, maka dapat diinterpretasikan
bahwa tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut sekitar 0,01 mm. Kebundaran
yang cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu memiliki bentuk yang cukup
membundar pada sisi-sisinya atau biasa disebut rounded. Kemas pada sayatan
peraga ini termasuk ke dalam kemas yang terbuka, karena disebabkan hubungan
antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan.
Kemudian, pada sayatan tersebut memiliki pemilahan butir material sedimen
yang buruk. dikarenakan tidak adanya keseragaman antara butir yang satu
dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan,
dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung saling menjauh pada setiap
fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki kenampakan
kontak butir adalah floating contak.
Kemudian dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat
tersebut, maka dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan
tersebut terdapat komposisi non skeletal yaitu kristal kalsit, dengan karakteristik
memiliki belahan 2 arah, dengan bentuk cenderung prismatik. Kemudian terdapat
pula berupa material yang menempel pada tubuh batuan dengan karakterstik
adanya kumpulan material karbonat, sehingga disebut dengan grain aggregat.
Selain itu, terdapat komposisi yang berupa adanya skat ataupun rongga-rongga
yang mengelilingi cangkang, sehingga disebut dengan gastropoda. Kemudian
terdapat bentukan berupa garis-garis melengkung yang mengindikasikan berupa

alga. Lalu memiliki matriks berupa mikrit dan sparit serta semennya merupakan
kalsit dan porositas Vugy.
Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tersebut
berupa vugy. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas vugy merupakan porositas yang berbentuk seperti lubang. Porositas
tersebut diinterpretasikan tidak dipengaruhi atau tidak dikontrol oleh kemas.
Porositas

vug merupakan porositas

yang terbentuk setelah terjadinya

pengendapan. Dimana lubang yang dihasilkan pada porositas vugy disebabkan


karena adanya proses pelarutan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Wackstone (Dunham,1962), Floatstone (Embry &
Klovan, 1971) (James, 1984), Biomicrite (Folk, 1959).
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah back reef zone. Back reef zone ini
juga identik dengan adanya arus yang cenderung lemah, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang non skeletal grain. Dan juga diindikasikan
terbentuk matriks yang dominan terbentuk adalah mikrit, dikarenakan terbentuk
pada arus yang tenang.

Gambar 2.5 Fasies Terumbu Sayatan BK-2

Proses diagenesis yang dapat diinterpretasikan adalah ketika organisme


tersebut hidup di daerah dengan tingkat salinitas, cahaya, serta makanan yang
cukup banyak, maka organisme tersebut dapat terus berkembang. Ketika terjadi
suatu anomali yang menyebabkan organisme tersebut mati, seperti adanya arus
gelombang yang dimana organisme tersebut hidup didaerah yang cukup dalam,
kemudian adanya gelombang yang cukup kencang membawa organisme tersebut
ke daratan. Ketika terjadi proses pasang, maka secara bersamaan material
sedimen akan terendapkan dan kemudian mengubur organisme tersebut
bersamaan dengan material karbonat lainnya. Dilihat dari semen yang terbentuk
berupa dolomit,dimana terbentuk dari proses dolomitisasi,dimana kalsit yang
kaya Mg akan berubah menjadi dolomit karena adanya faktor salinitas,
pertemuan air hujan dan air laut yang menyebabkan komposisi kimianya
berubah.
2.6 Sayatan GP-5
Berdasarkan pada pengamatan secara mikroskopis sayatan nomor peraga
GP-5, maka dapat diidentifikasi tekstur serta komposisi penyusun sayatan
tersebut. Dimana pengamatan yang dilakukan menggunakan mikroskop
polarisasi dengan perbesaran sebesar 4x dan 40x. Berdasarkan dari hasil
pengamatan tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa tekstur yang meliputi
ukuran butir tersebut sekitar 2 mm. Kebundaran yang cenderung terdapat pada
sayatan tersebut yaitu memiliki bentuk butir yang meruncing pada sisi-sisinya
atau yang disebut angular. Kemas pada sayatan peraga ini diinterpretasikan
termasuk ke dalam kemas yang terbuka. Hal tersebut disebabkan hubungan
antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan.
Disamping itu juga, pada sayatan tersebut diinterpretasikan memiliki pemilahan
butir material sedimen yang buruk. Hal tersebut ditandai dengan tidak adanya
keseragaman antara butir yang satu dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan, ditandai dengan adanya kontak antar fragmen yang

pada bagian tertentu ada yang cembung dan yang lainnya cekung pada setiap
fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki kenampakan
kontak butir adalah concavo-convec contax.
Dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat tersebut, maka
dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan tersebut terdapat
komposisi non skeletal yaitu kristal kalsit dan pellet, serta komposisi skeletal
yaitu dominan koral dan terdapat sedikit foraminifera. Lalu memiliki matriks
berupa sparit serta semennya merupakan kalsit dan porositas Growth Framework.
Porositas

berupa

growth

framework

terbentuk

karena

adanya

pertumbuhan koral, dimana koral tersebut akan mengisi rongga rekahan dan
membentuk koloni yang baru.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Boundstone (Dunham,1962), Framestone (Embry &
Klovan, 1971) (James, 1984), Biolithit (Folk, 1959).
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah reef front zone. Reef front zone ini
juga identik dengan adanya arus yang masih cukup tinggi, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang skeletal grain. Pada zona ini sendiri, cenderung
terbentuk batuan dengan komposisi dominan berupa koral. Hal ini dikarenakan
pada daerah ini memiliki tingkat salinitas cukup tinggi, energi cahaya yang
cukup sehingga cenderung organisme-organisme mikroplankton baik foram
maupun plankton itu sendiri tumbuh dan menempel pada tubuh koral. Energi
yang relatif kencang, akan membentuk mikrosparite yang cukup banyak.

Gambar 2.6 Fasies Terumbu Sayatan GP-5

2.7 Sayatan BL-9


Berdasarkan pada pengamatan secara mikroskopis sayatan nomor peraga
BL-9, maka dapat diidentifikasi tekstur serta komposisi penyusun sayatan
tersebut. Dimana pengamatan yang dilakukan menggunakan mikroskop
polarisasi dengan perbesaran sebesar 4x dan 40x. Berdasarkan dari hasil
pengamatan tersebut, maka dapat diinterpretasikan bahwa tekstur yang meliputi
ukuran butir tersebut sekitar 0,9 mm. Kebundaran yang cenderung terdapat pada
sayatan tersebut yaitu memiliki bentuk butir yang membundar pada sisi-sisinya
atau yang disebut rounded. Kemas pada sayatan peraga ini diinterpretasikan
termasuk ke dalam kemas yang terbuka. Hal tersebut disebabkan hubungan
antara butir sedimen yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan.
Disamping itu juga, pada sayatan tersebut diinterpretasikan memiliki pemilahan
butir material sedimen yang buruk. Hal tersebut ditandai dengan tidak adanya
keseragaman antara butir yang satu dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan, ditandai dengan adanya kontak antar fragmen yang
pada bagian tertentu ada yang cembung dan yang lainnya cekung pada setiap
fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut memiliki kenampakan
kontak butir adalah concavo-convec contax.

Dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat tersebut, maka


dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan tersebut terdapat
komposisi non skeletal yaitu kristal kalsit dan intraclast, serta komposisi skeletal
yaitu koral, alga, pelecypoda, gastropoda dan foraminifera. Lalu memiliki
matriks berupa sparit dan mikrit serta semennya merupakan kalsit dan porositas
Intrapartikel.
Porositas berupa intrapartikel terbentuk berupa pori-pori yang mengisi
didalam butiran, terbentuk pada saat diagenesis tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Wackstone (Dunham,1962), Floatstone (Embry &
Klovan, 1971) (James, 1984), Biosparite (Folk, 1959).
Berdasarkan dari deskripsi secara mikroskopis yang dilihat dari
komposisinya, maka dapat diinterpretasikan bahwa pada awalnya organisme
tersebut berada pada daerah reef front. Akibat dari adanya proses sea level fall
atau turunnya muka air laut yang dipengaruhi oleh iklim, maka cangkangcangkang organisme akan terekspos ke permukaan. Setelah itu, terjadi proses sea
level rise atau naiknya muka air laut, dimana hal tersebut disebabkan oleh adanya
perubahan volume air karena dua faktor, yaitu es yang mencair dan penguapan
air laut. Akibat dari kenaikan muka air laut tersebut, maka organisme-organisme
yang telah terekspos ke permukaan akan ikut terbawa oleh adanya arus
gelombang yang tinggi. Sehingga akan menyebabkan cangkang-cangkang
organisme yang telah mati tersebut akan tertransport hingga menuju daerah reef
crest. Dimana pada reef crest, makhluk hidup dapat bertumbuh dengan baik
karena pada zona ini intensitas sinar matahari masih sangat tinggi, dan kondisi
airnya yang juga tidak keruh.Dimana keterdapatan foram, koral, dan algae masih
sangat banyak.Akibat pada daerah reef crest tersebut memiliki energi yang
tinggi, maka cangkang-cangkang yang telah tertransport akan tertabrak.
Disamping

itu

juga,

pecahan

cangkang

pada

batuan

tersebut

dapat

diinterpretasikan pula akibat adanya proses pembebanan massa atau burial yang

dipengaruhi oleh tekanan yang tinggi. Sedangkan algae, foram, maupun koral
yang berada pada daerah reef crest akan mengalami proses erosi maupun abrasi,
hingga memiliki kenampakkan pecah-pecah.
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah reef front zone. Reef front zone ini
juga identik dengan adanya arus yang masih cukup tinggi, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang skeletal grain. Pada zona ini sendiri, cenderung
terbentuk batuan dengan komposisi dominan berupa koral. Hal ini dikarenakan
pada daerah ini memiliki tingkat salinitas cukup tinggi, energi cahaya yang
cukup sehingga cenderung organisme-organisme mikroplankton baik foram
maupun plankton itu sendiri tumbuh dan menempel pada tubuh koral. Energi
yang relatif kencang, akan membentuk mikrosparite yang cukup banyak.

Gambar 2.7 Fasies Terumbu Sayatan BL-9

Proses diagenesis yang dapat diinterpretasikan adalah ketika organisme


tersebut hidup di daerah dengan tingkat salinitas, cahaya, serta makanan yang
cukup banyak, maka organisme tersebut dapat terus berkembang. Ketika terjadi
suatu anomali yang menyebabkan organisme tersebut mati, seperti adanya arus
gelombang yang dimana organisme tersebut hidup didaerah yang cukup dalam,

kemudian adanya gelombang yang cukup kencang membawa organisme tersebut


ke daratan. Ketika terjadi proses pasang, maka secara bersamaan material
sedimen akan terendapkan dan kemudian mengubur organisme tersebut
bersamaan dengan material karbonat lainnya. Dilihat dari komposisi non skeletal
berupa kristal kalsit dan intraclast mengindikasikan terbentuk pada daerah yang
kaya akan Mg.
2.8 Sayatan Raja Mandala MSA-18
Berdasarkan pada pengamatan secara mikroskopis sayatan nomor peraga
X, maka dapat diidentifikasi tekstur serta komposisi penyusun sayatan tersebut.
Dimana pengamatan yang dilakukan menggunakan mikroskop polarisasi dengan
perbesaran sebesar 4x dan 40x. Berdasarkan dari hasil pengamatan tersebut,
maka dapat diinterpretasikan bahwa tekstur yang meliputi ukuran butir tersebut
sekitar 0,1 mm. Kebundaran yang cenderung terdapat pada sayatan tersebut yaitu
memiliki bentuk butir yang membulat pada sisi-sisinya atau yang disebut well
rounded. Kemas pada sayatan peraga ini diinterpretasikan termasuk ke dalam
kemas yang terbuka. Hal tersebut disebabkan hubungan antara butir sedimen
yang satu dengan yang lainnya tidak saling berhubungan. Disamping itu juga,
pada sayatan tersebut diinterpretasikan memiliki pemilahan butir material
sedimen yang buruk. Hal tersebut ditandai dengan tidak adanya keseragaman
antara butir yang satu dengan butir yang lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan
yang dilakukan, ditandai dengan adanya kontak antar fragmen yang cenderung
berhimpit pada setiap fragmennya, maka diinterpretasikan sayatan tersebut
memiliki kenampakan kontak butir adalah Suture.
Dilihat dari komposisi penyusun batuan sedimen karbonat tersebut, maka
dapat diindikasikan bahwa komposisi butiran pada sayatan tersebut terdapat
komposisi non skeletal yaitu kristal mineral berupa kalsit, serta komposisi
skeletal yaitu foraminifera, alga, gastropoda dan Pelecypoda. Lalu memiliki
matriks berupa mikrit serta semennya merupakan kalsit dan porositas Vugy

Pada sayatan batuan tersebut, maka dapat dilihat bahwa porositas tersebut
berupa vugy. Dimana porositas merupakan kemampuan untuk menyimpan air.
Porositas vugy merupakan porositas yang berbentuk seperti lubang. Porositas
tersebut diinterpretasikan tidak dipengaruhi atau tidak dikontrol oleh kemas.
Porositas vugy merupakan porositas yang terbentuk setelah terjadinya
pengendapan. Dimana lubang yang dihasilkan pada porositas vug disebabkan
karena adanya proses pelarutan.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pada sayatan ini
nama batuannya adalah Packstone (Dunham,1962), Rudstone (Embry & Klovan,
1971) (James, 1984), Biomicrite (Folk, 1959).
Berdasarkan dari kenampakan tekstur, maka dapat diindikasikan bahwa
batuan ini memiliki lingkungan diagenesisnya yang berada pada daerah
lingkungan marine (lingkungan terumbu). Jika dilihat dari komposisi dari batuan
ini, diperkirakan batuan ini terbentuk di daerah back reef zone. Back reef zone ini
juga identik dengan adanya arus yang cenderung lemah, hal tersebutlah yang
mendukung nantinya pada zona ini akan terbentuk batuan karbonat dengan
didominasi oleh allocherm yang non skeletal grain. Dan juga diindikasikan
terbentuk matriks yang dominan terbentuk adalah mikrit, dikarenakan terbentuk
pada arus yang tenang.

Gambar 2.8 Fasies Terumbu Sayatan Raja Mandala MSA-18

Proses diagenesis yang dapat diinterpretasikan adalah ketika organisme


tersebut hidup di daerah dengan tingkat salinitas, cahaya, serta makanan yang

cukup banyak, maka organisme tersebut dapat terus berkembang. Ketika terjadi
suatu anomali yang menyebabkan organisme tersebut mati, seperti adanya arus
gelombang yang dimana organisme tersebut hidup didaerah yang cukup dalam,
kemudian adanya gelombang yang cukup kencang membawa organisme tersebut
ke daratan. Ketika terjadi proses pasang, maka secara bersamaan material
sedimen akan terendapkan dan kemudian mengubur organisme tersebut
bersamaan dengan material karbonat lainnya.

Anda mungkin juga menyukai