Anda di halaman 1dari 14

BAB III

LANDASAN TEORI
3.1. Sejarah TQM (Total Quality Management)
Secara garis besar perkembangan atau evaluasi mutu adalah sebagai
berikut:
3.1.1. Era Tanpa Mutu
Merupakan era dimana persaingan belum terjadi oleh karena produsen
atau pemberi pelayanan belum banyak, sehingga pelanggan pun belum diberi
kesempatan untuk memilih.
3.1.2.Era Inspeksi
Era ini dimulai oleh perusahaan perusahaan yang memproduksi barang,
hal ini terjadi karena mulai adanya persaingan antar produsen. Dengan demikian
tiap perusahaan mulai melakukan pengawasan terhadap produknya. Pada era ini
juga mulai dilakukan pemilahan mutu barang yang dilakukan melalui inspeksi.
3.1.3.Era Pengendalian Mutu
Era Pengendalian Mutu dimulai sekitar tahun 1930 an. Era ini disebut juga
era stastical control, yang lebih menekankan pada pengendalian, keseragaman
produk dan pengurangan aktivitas inspeksi serta dilakukan Departemen Teknis
dan Departemen Inspeksi. Pada era ini pula diperkenalkan pandangan baru
terhadap konsep Walter A Shewart, .Menurut pandangan ini mutu produk
merupakan serangkaian karakteristik yang melekat pada produk yang dapat diukur
secara kuantitatif.
3.1.4. Era Sistem Manajemen Mutu
Era ini dimulai pada sekitar tahun 1943 yaitu pada masa perang dunia II,
dimana sekutu mulai mengalami kesulitan dalam mendapatkan bahan peledak Hal
ini terkait dengan mutu bahan peledak untuk keperluan militer terutama oleh
pasukan

Inggris.

Berdasarkan

keadaan

11

tersebut

pihak

militer

Inggris

mengembangkan serangkaian standar yang secara umum dapat menunjukkan


kemampuan suatu perusahaan dalam menyediakan produk bermutu tinggi serta
konsisten bagi kepentingan bahan militer .
3.1.5. Era Jaminan Mutu (Quality assurance)
Era jaminan mutu ini dimulai pada sekitar tahun 1960-an yang
menekankan pada koordinasi, pemecahan masalah secara proaktif.. Pada era ini
mulai dikenal adanya konsep Total Quality Control (TQC) yang diperekenalkan
oleh Armand F pada tahun 1950. Jaminan mutu merupakan seluruh perencanaan
dan kegiatan sistimatik yang diperlukan untuk memberikan suatu keyakinan yang
memadai bahwa suatu barang atau jasa dapat memenuhi persyaratan mutu.
3.1.6. Era Manajemen Mutu Terpadu atau Total Quality Management
Total Quality Management (TQM) dimulai pada tahun 1980 an, era ini
menekankan pada manajemen stratejik. TQM merupakan suatu system yang
berfokus

kepada

orang

yang

bertujuan

untuk

meningkatkan

secara

berkesinambungan kepuasan pelanggan pada titik penekanan biaya agar sama


dengan biaya yang sesungguhnya untuk menghasilkan dan memberikan
pelayanan. TQM juga sebuah upaya untuk mencapai keunggulan kompetitif serta
mengutamakan kebutuhan pasar dan konsumen yang dilakukan oleh setiap orang
dalam organisasi dengan leadership yang kuat dari pimpinan.
3.2. Definisi Total Quality Management (TQM)
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu pendekatan yang
berorientasi pada pelanggan dengan memperkenalkan perubahan manajemen
secara sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk, dan
pelayanan suatu organisasi. Proses TQM bermula dari pelanggan dan berakhir
pada pelanggan pula.

12

3.2.1. Pengertian Total Quality Management (TQM)


Konsep TQM berasal dari tiga kata yaitu total, quality, dan management.
Fokus utama dari TQM adalah kualitas/mutu. Terkait dengan mutu sebagai fokus
utama, ada beberapa definisi mengenai mutu. Berikut adalah beberapa definisi
mutu menurut para ahli dalam (Ismanto, 2009: 64), Crosby mendefinisikan mutu
sebagai tercukupinya kebutuhan (conformance to requirement). Juran dan Gray
mendefinisikan mutu sebagai baik untuk digunakan (fitness for use). Fred
Smith, CEO General Expres mengartikan kualitas sebagai kinerja standar yang
diharapkan oleh pemakai produk atau jasa (customer). Sedangkan General Servise
Administration (GSA) mendefinisikan kualitas adalah pertemuan kebutuhan
customer pada awal mula dan setiap saat. Menurut Goetsch dan Davis dalam
(Siswanto, 2007: 195), mutu (quality) merupakan suatu kondisi 28 dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan. Kata selanjutnya adalah total, yang dalam
bahasa Indonesia sering dipakai kata menyeluruh atau terpadu. Kata total
(terpadu) dalam TQM menegaskan bahwa setiap orang yang berada dalam
organisasi harus terlibat dalam upaya peningkatan secara terus menerus (Sallis,
2011: 74). Unsur ketiga dari TQM adalah kata management, yang merupakan
konsep awal dari TQM itu sendiri. Ada banyak definisi manajemen yang telah
dikemukakan oleh para pakar. Secara etimologis, kata manajemen berasal dari
bahasa Inggris management yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan
pengelolaan (Munir, 2006: 9). Manajemen adalah suatu proses atau kerangka
kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang
kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata (Terry, 2005:
1). Istilah manajemen (management) telah diartikan oleh berbagai pihak dengan
perspektif yang berbeda, misalnya pengelolaan, pembinaan, pengurusan,
ketatalaksanaan, kepemimpinan, ketatapengurusan, administrasi, dan sebagainya.
Sebagai bahan perbandingan lebih lanjut, berikut disajikan pendapat para ahli
mengenai batasan manajemen yang amat berbeda.

13

a. John D. Millett membatasi management is the process of directing and


facilitating the work of people organized in formal groups to achieve a desired
goal (manajemen adalah suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja
kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai
tujuan).
b. James A.F. Stoner dan Charles Wankel memberikan batasan management is
process of planning, organizing, leading, and controlling the efforts of organizing
members and of using all other organizational resources to achieve stated
organizational goals (manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan
seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi).
c. Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard memberikan batasan manajemen as
working with the through individuals and groups to accomplish organizational
goals (sebagai suatu usaha yang dilakukan dengan individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan organisasi) (Siswanto, 2007: 1-2). Kaitannya dengan TQM, para
ahli manajemen telah banyak mengemukakan pengertian Total Quality
Managemenent

(TQM).

Pada

dasarnya

manajemen

kualitas

(Quality

Management) atau menejemen kualitas terpadu (TQM) didefinisikan sebagai


suatu cara meningkatkan performasi secara terus menerus (continuous 30
performance improvement) pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap
area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya
manusia dan modal yang tersedia (Gaspersz, 2005: 6). Sedangkan menurut
Tjiptono (1995: 4), Total Quality Management (TQM) merupakan suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan
daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungannya. Singkatnya TQM merupakan sistem manajemen yang
mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan
pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Tujuannya adalah untuk
menjamin bahwa pelanggan puas terhadap barang dan jasa yang diberikan, serta
menjamin bahwa tidak ada pihak yang dirugikan (Sallis, 2011: 136). Total Quality

14

Management (TQM) merupakan suatu konsep manajemen modern yang berusaha


untuk memberikan respon secara tepat terhadap setiap perubahan yang ada, baik
yang didorong oleh kekuatan eksternal maupun internal organisasi. Dasar
pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar
dapat bersaing unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan
kualitas yang terbaik. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Total Quality
Management (TQM) merupakan teori ilmu manajemen yang mengarahkan
pimpinan organisasi dan personilnya untuk melakukan program perbaikan mutu
secara 31 berkesinambungan yang terfokus pada pencapaian kepuasan para
pelanggan.
3.2.2. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Mutu
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu
merupakan tugas yang paling penting. Mutu dalam pandangan seseorang
terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain, sehingga tidak
aneh jika ada dua pakar yang tidak memiliki kesimpulan yang sama tentang
bagaimana cara menciptakan institusi yang baik (Sallis, 2011: 29). Organisasiorganisasi yang menganggap serius pencapaian mutu, memahami bahwa sebagian
besar rahasia mutu berakar dari mendengar dan merespon secara simpatik
terhadap kebutuhan dan keinginan para pelanggan dan klien. Dalam konteks
TQM, mutu merupakan sebuah filosofi dan metodologi yang membantu institusi
untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda dalam menghadapi tekanantekanan eksternal yang berlebihan. TQM sebagai metodologi maksudnya
perbaikan/peningkatan berkelanjutan dan manajemen Just-I-Time. Prinsip dasar
JIT adalah meningkatkan kemampuan perusahaan secara terus menerus untuk
merespon perubahan dengan meminimasi pemborosan. Sedangkan TQM sebagai
filosofi digunakan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mutu dan
untuk mengubah sikap para karyawan (Sallis, 2011: 33, 32). Dalam dunia industri,
sejak dulu selalu ada keharusan untuk menjaga mutu suatu produk agar mampu
memberikan kepuasan pada para pelanggan dan tentunya akan mendatangkan
keuntungan. Sehingga lahirlah divisi tenaga kerja yang dikenal dengan quality

15

control (kontrol mutu). Kontrol mutu adalah proses yang menjamin bahwa hanya
produk yang memenuhi spesifikasi yang boleh keluar dari pabrik dan dilempar ke
pasar. Gagasan perbaikan mutu dan jaminan mutu mulai dimunculkan setelah
Perang Dunia Kedua. Meskipun demikian, perusahaan-perusahaan di Inggris dan
Amerika baru tertarik pada isu mutu di tahun 1980-an, saat mereka
mempertanyakan keunggulan Jepang dalam merebut pasar dunia (Sallis, 2011:
36).
W. Edwards Deming adalah seorang ahli statistik Amerika yang memiliki
gelar PhD dalam bidang fisika. Deming mengunjungi Jepang pertama kali di akhir
tahun 1940-an untuk melakukan sensus Jepang pasca perang. Terkesan dengan
kinerjanya, Japanese Union of Engneers and Scientists mengundang Deming
untuk kembali pada tahun 1950-an untuk mengajarkan aplikasi kontrol proses
statistic kepada para pelaku industri di Jepang. Pada saat itu, industri Jepang
mengalami kerusakan besar akibat bom yang dijatuhkan Amerika, sehingga
industri yang tersisa hanya bisa menghasilkan produk imitasi bermutu rendah
(Sallis, 2011: 38).33 Deming memberi sebuah jawaban yang sederhana terhadap
kondisi sulit mereka. Dia menganjurkan agar Jepang memulai ayunan langkah
dengan mengetahui apa yang diinginkan oleh pelanggan mereka. Deming
menganjurkan agar mereka mendesain metode-metode produksi serta produk
mereka dengan standar tertinggi. Hal ini akan memungkinkan mereka memegang
kendali. Revolusi mutu dimulai dari pabrik-pabrik dan diikuti oleh industriindustri jasa serta diikuti juga bank dan keuangan. Jepang telah mengembangkan
ide-ide Deming ke dalam apa yang mereka sebut Total Quality Control (TQC),
dan mereka mampu menjadi singa pasar dunia (Sallis, 2011:39).
3.2.3. Karakteristik Total Quality Management (TQM)
Kehadiran TQM sebagai paradigma baru menuntut komitmen jangka
panjang dan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional. Secara
sederhana, paradigma dapat diartikan cara pandang atau cara berpikir. Secara
umum (Tjiptono, 1995: 15-18) karakteristik TQM adalah sebagai berikut:

16

a. Fokus pada pelanggan


Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun eksternal merupakan driver.
Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan
kepada mereka, sedangkan pelanggan internal menentukan kualitas manusia,
proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
b. Obsesi terhadap kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, pelanggan internal dan
eksternal menentukan kualitas. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut,
organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan
tersebut. Oleh karena itu, karyawan harus mengerjakan pekerjaan sesuai
pembagian.
c. Pendekatan ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama
untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut.
d. Komitmen jangka panjang
TQM merupakan suatu paradigma baru dalam menjalankan bisnis. Untuk
itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru juga. Oleh karena itu, komitmen
jangka panjang sangat penting guna mengadakan perubahan budaya agar
penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
e. Kerja sama tim (teamwork)
Perusahaan yang menerapkan TQM harus membangun kerja sama tim
yang baik. Kerja sama dibangun antara karyawan dan manajer dan antar
karyawan. Perusahaan juga harus menjalin kerja sama secara baik dengan pihakpihak lain.

17

f. Perbaikan sistem secara berkesinambungan


Setiap produk dan jasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan prosesproses tertentu di dalam suatu sistem/lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang
ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkan dapat
meningkat.37
g. Pendidikan dan pelatihan
Pendidikan dan pelatihan bagi perusahaan yang menerapkan TQM adalah
faktor yang sangat fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk
terus belajar. Dengan belajar, setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan
keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
h. Kebebasan yang terkendali
Dalam

TQM

keterlibatan

dan

pemberdayaan

karyawan

dalam

pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsure yang sangat


penting. Hal ini dikarenakan dapat meningkatkan rasa memiliki dan tanggung
jawab karyawan terhadap keputusan yang telah dibuat.
i. Kesatuan tujuan
Agar TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan harus memiliki
kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang
sama.
j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
Ada dua manfaat yang bisa diambil dengan adanya keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan. Pertama, hal ini dimungkinkan untuk mendapatkan
keputusan yang baik, rencana yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif
pula. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan rasa memiliki dan

18

tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus


melaksanakannya.
3.3. Definisi Quality Control (QC)
Manusia sejak awal, sudah memiliki penilaian kebutuhan suatu barang
yaitu antara barang yang baik dan tidak baik. Maka dari sana sudah ada QC,
karena sudah ada yang baik dan tidak baik, berarti masyarakat konsepnya
mempunyai keinginan yang lebih maju dan lebih makmur.
Untuk perusahaan kecil kontrol hanya dilaksanakan sendiri, termasuk
kualitas oleh karena itu masalah QC tidak begitu penting, tetapi jika untuk
perusahaan menengah dan besar seharusnya perlu adanya QC secara khusus.
Untuk itu QC menjadi suatu bagian tersendiri (khusus).
Quality Control adalah profesi Inspecting, Testing, dan Grading. Dengan
menggunakan statistik sebagai analisa angka-angka (data-data) yang tepat sebagai
jawaban untuk pembanding dan estimasi hasil yang baik dan yang tidak baik
dipisah-pisahkan (grading) untuk mencari mana yang dapat diterima (Accept) dan
mana yang ditolak (Reject).
Tujuan pengusaha menjalankan QC adalah untuk mencari just to the
point dengan cara yang fleksible dan untuk menjamin agar konsumen merasa
puas, investasi bisa kembali, serta perusahaan mendapatkan keuntungan.
Bagian pemasaran dan bagian produksi tidak perlu memaksakan, tetapi
perlu kelancaran dengan memanfaatkan data, inspection dan testing dengan
analisa statistik dari QC yang disampaikan kepada pihak produksi untuk
mengetahui bagaimana hasil kerjanya sebagai langkah untuk perbaikan.

19

Saat pelaksanaan QC dan testing bisa ditemukan beberapa masalah


kualitas khusus, kemudian dibuat suatu study masalah khusus agar dapat
dipergunakan untuk mengatasi masalah di bidang produksi.
Disamping tersebut di atas tugas QC yaitu : jika terjadi komplain atau
return, mengadakan cek ulang dan menyatakan kebenaran return untuk bisa
diterima atau tidak diterima secara terpisah lalu laporkan kepimpinan supaya bisa
mengusut dan memberikan informasi ke departemen terkait untuk kemajuan
proses berikutnya.
Untuk penyelesaian barang barang seconds Quality juga merupakan
tanggung jawab dan tugas QC.
3.4. Konsep Pelaksanaan QC Terhadap Departemen QA/QC
Pada perusahaan besar maupun menengah, pelaksanaan tugas Quality
Control diperlukan personil yang perpendidikan tinggi (sarjana) dan memiliki
kemampuan untuk menganalisa data statistik, memiliki kemampuan dan
pengalaman dalam manajemen produksi serta bersikap jujur, mampu menahan diri
dan mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap perusahaannya. Tidak takut
menghadapi kesulitan dan tidak menerima jasa serta siap untuk tidak merasa sedih
jika menerima kondisi yang pahit, sebab dari dulu berprofesi seperti ini tidak
sederhana dan harus berirama (berfrekuensi), ahli di bidang teknologi dan
pengalaman dalam mengatasi masalah personil. Karena QC adalah mendata
hasil testing dan inspecting dari beberapa dept. produksi dan dari data tersebut
diinformasikan sampai kepada top manajemen, maka manajemen produksi
biasanya kurang senang. Prinsipnya semua orang tidak begitu senang jika
profesinya dikoreksi, apalagi manager manager berusia muda, sifatnya merasa
dirinya super dan sifatnya melawan arus adalah kuat sekali.
Untuk melaksanakan QC selain harus mendapatkan dukungan dari atasan,
juga memerlukan seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi dan bertanggung
jawab, serta aktif dalam konsep QC, disiplin untuk memberikan konsepnya

20

kepada semua orang, dan harus bisa bekerja sama, serta harus team work. Dengan
ini profesi QC bisa lancar dan bisa cepat mengalami kemajuan.
Sebagai QC jangan sekali-kali membuat informasi dan usulan yang tidak
pas, hal ini akan menambah kesalahpahaman. Untuk hasil kualitas yang baik dan
yang tidak baik, semua harus didata dan diinformasikan sampai ke manajemen
bisa mengetahui permasalahanya. Sebagai QC harus mempunyai konsep dasar;
bagaimana sering memberi usulan, saran atau proposal terhadap Departemen
terkait yang terdapat kesalahan. Selain konsep juga harus mempunyai pemikiran,
teknologi, skill serta mengerti permasalahanya, dan cara penyampaiannya harus
sopan dan santun, agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Memang kerja QC kadang-kadang insidentil dan antisipasi resolusi
proposal, kami percaya konsep dasar dan pokok adalah menggunakan QC, maka
di dalam penggunaan QC selain mampu menguasai teknologi dan ilmu secara
umum, juga memerlukan pemikiran dari segi material dan spiritual. Jika tidak
demikian mungkin berlawanan dan akan timbul perpecahan yang akhirnya tidak
bermanfaat untuk perusahaan.
Perlu kita ketahui segenap anggota QC harus bekerja dalam kondisi adil
terhadap profesinya dan dengan sungguh sungguh mampu menemukan
permasalahan yang serius akan tetapi penyampaiannya harus dengan kata kata
yang baik, sedapat mungkin dengan ramah dan netral.
Pada umumnya saat menerima klaim masing masing departement hampir semua
dengan menggunakan cara yang sama yaitu : proteksi diri sendiri kemudian
melemparkan masalahnya dengan orang lain ketika menghadapi pengusutan dari
atasannya.
Sesungguhnya klaim dari konsumen mencakup banyak penyebabnya.
Contoh : ada klaim barang konfeksi dari konsumen dan yang pertama kali harus
menerima dan bertanggung jawab seharusnya bagian Garment (konfeksi), tetapi
mereka dapat mencari cacat yang asalnya bukan dari konfeksi, misalnya miss
print yang cacat dari bagian printing atau double pick yang cacat dari kain grey,
padahal ada teknologi tambal sulam yang harus dikuasai tapi saat proses konfeksi

21

tidak mampu, sehingga standarnya tidak sesuai dan dalam percakapan


menghindari masalah yang sesungguhnya, sehingga membuat hal yang negatif.
Kemudian setelah dianalisa oleh QC ternyata ditemukan masalah printing 10%
dari kain grey 10% dan yang 70% dari konfeksi, sedang untuk yang lainya 10%
ini hasil analisa disalah satu perusahaan tekstil yang menengah dan yang besar.
Oleh karena itu bukan setiap departement harus berhati hati, tetapi yang
terpenting adalah masalah konfeksi yang harus diperkuat dalam melatih tenaga
kerjannya dan tidak perlu membuang-buang waktu untuk ribut-ribut yang tidak
menemukan titik sasarannya serta tidak mencapai tujuan, dalam mengatasi
permasalahan yang lebih baik.
3.4.1. Quality Control
Berikut ini adalah pengertian Pengendalian Mutu (Quality Control) menurut tiga
orang ahli yang berbeda:
1. Menurut Noor Fitrihana Definisi Quality Control (pengendalian mutu) adalah
semua usaha untuk menjamin (assurance) agar hasil dari pelaksanaan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan dan memuaskan konsumen (pelanggan).

2. Pengendalian kualitas (Quality Control) menentukan komponen-komponen


mana yang rusak dan menjaga agar bahan-bahan untuk produksi mendatang
jangan sampai rusak. Pengendalian kualitas merupakan alat bagi manajemen
untuk memperbaiki kualitas produk bila diperlukan, mempertahankan kualitas
yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah bahan yang rusak (Reksohadiprojo,
1995).

3. Kualitas secara umum adalah membuat produk atau jasa yang tepat pada
waktunya, pantas digunakan dalam lingkungan, memiliki zero defacts dan
memusakan konsumen (pond,1994).

22

3.4.2. Tujuan Metode Quality Control


Tujuan quality control adalah agar tidak terjadi barang yang tidak sesuai
dengan standar mutu yang diinginkan (second quality) terus-menerus dan bisa
mengendalikan, menyeleksi, menilai kualitas, sehingga konsumen merasa puas
dan perusahaan tidak rugi. Tujuan Pengusaha menjalankan QC adalah untuk
menperoleh keuntungan dengan cara yang fleksibel dan untuk menjamin agar
pelanggan merasa puas, investasi bisa kembali, serta perusahaan mendapat
keuntungan untuk jangka panjang. Bagian pemasaran dan bagian produksi tidak
perlu melaksanakan, tetapi perlu kelancaran dengan memanfaatkan data,
penelitian dan testing dengan analisa statistik dari bagian QC yang disampaikan
kepada pihak produksi untuk mengetahui bagaimana hasil kerjanya sebagai
langkah untuk perbaikan. Saat pelaksanaan pengujian QC dan testing bila
ditemukan beberapa masalah khusus, perlu dibuat suatu study agar dapat
digunakan untuk mengatasi masalah di bagian produksi tersebut.
Di samping tersebut di atas tugas bagian QC yaitu jika terjadi komplain,
mengadakan cek ulang dan menyatakan kebenaran untuk bisa diterima secara
terpisah lalu dilaporkan kepada departemen terkait untuk perbaikan proses
selanjutnya. Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengendalian biaya (Cost Control), tujuannya adalah agar produk yang
dihasilkan memberikan harga yang bersaing (Competitive price)
2. Pengendalian Produksi (Production Control), tujuanya adalah agar proses
produksi (proses pelaksanaan ban berjalan) bisa lancar, cepat dan jumlahnya
sesuai dengan rencana pencapaian target.
3. Pengendalian Standar Spesifikasi produk, meliputi aspek kesesuaian,
keindahan, kenyamanan dipakai dsb, yaitu aspek-aspek fisik dari produk.
4. Pengendalian waktu penyerahan produk (delivery control), Penyerahan barang
terkait dengan pengaturan untuk menghasilkan jumlah produk yang tepat waktu
pengiriman, sehingga dapat tepat waktu diterima oleh pembeli.

23

3.4.3. Definisi kualitas


Secara umum dapat diartikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan
satu atau lebih karakteristik yang terdapat didalam suatu barang atau jasa tertentu
(Christina,2004).
Karakteristik kualitas terbagi menjadi tiga tipe yaitu phisical (contoh panjang,
berat), sensory (contoh, rasa, warna) dan time orientation (contoh, durability),
yaitu seberapa lama produk itu dipakai. Delapan dimensi dari kualitas adalah
performance, reliability, durability, serviceability, aesthetics, features, perceived
quality, dan conformance standart. Kualitas dapat dibagi kedalam dua katagori
yaitu kualitas produk dan kualitas proses (Christina,2004). Tingkat kualitas dari
suatu disain produk akan berbeda-beda disesuaikan dengan segment pasar yang
ingin dicapai, tujuanya adalah untuk memfokuskan pada permintaan konsumen
(costumer requirements). Sementara kualitas proses tujuanya adalah agar
perusahaan dapat menghasilkan proses produk dan jasa yang sempurna (error-free
products) melalui penerapan total quality management (TQM).

24

Anda mungkin juga menyukai