Oleh :
DEVY FIRENA GARNA,drg
NIP 19760918 200801 2005
DAFTAR ISI
Pendahuluan..................................................................................................
12
12
13
Keterlibatan Furkasi....................................................................................... 15
Kesimpulan ................................................................................................... 20
Daftar Pustaka..............................................................................................
21
PENDAHULUAN
Tulang alveolar adalah bagian dari maxila dan mandibula yang membentuk
dan mendukung soket gigi (alveoli). Tulang alveolar terbentuk pada saat gigi erupsi
untuk menyediakan perlekatan tulang pada ligamen periodontal (Varma &. Nayak,
2002). Tulang alveolar dapat dibagi menjadi daerah yang terpisah dari basis anatomi,
tetapi fungsinya merupakan satu kesatuan dengan semua bagian yang saling
berhubungan diantara jaringan pendukung gigi (Carranza., 2002).
Tulang alveolar terdiri dari :
1. Keping kortikal eksternal yang dibentuk oleh tulang Haver's dan lamella tu lang
compact (Carranza, 2002). Keping kortikal eksternal menutupi tulang alveolar dan
lebih tipis pada bagian facial (Zainal & Salmah, 1992). Keping kortikal eksternal
berjalan miring ke arah koronal untuk bergabung dengan tulang alveolar sejati dan
membentuk dinding alveolar dengan ketebalan sekitar 0,1 - 0,4 mm. Dinding alveolar
dilalui oleh pembuluh darah dan pembuluh lymph serta saraf yang masuk ke dalam
ruang periodontal melalui sejumlah kanal kecil (Kanal Volkmann) (Klaus dkk, 1989).
2. Dinding soket yang tipis pada bagian dalam tulang compact disebut tulang alveolar
sejati yang terlihat seperti lamina dura pada gambaran radiografis (Carranza, 2002).
3. Trabekula cancellous berada diantara lapisan tulang compact dan tulang alveolar
sejati. Septum interdental terdiri dari trabekula cancellous yang
Kebanyakan bagian facial dan lingual soket hanya dibentuk oleh tulang
compact, sedangkan tulang cancellous
periodontal
adalah
suatu
inflamasi kronis
pada
jaringan
gingiva,
infeksi
bakteri,
kerusakan
tulang
alveolar,
dan
Gbr 2. Gambaran radiografi pada resorpsi tulang yang nornnal (K1aus dkk, 1989).
Ketinggian dan kepadatan tulang alveolar diatur secara seimbang oleh
faktor lokal dan sistemik antara pembentukan tulang dan resorpsi tulang,. Apabila
terjadi resorpsi maka pembentukan ketinggian tulang, kepadatan atau keduanya
menjadi berkurang (Carranza, 2002).
Derajat kehilangan tulang tergantung dari perubahan jaringan lunak pada
dindintg poket yang menggambarkan keadaan inflamasi yang terjadi. Oleh karena
itu, derajat kehilangan tulang tidak selalu berhubungan dengan kedalaman poket
periodontal, keparahan ulserasi pada dinding poket, dan ada atau tidak adanya pus
(Carranza, 2002).
Penyakit periodontal tidak dapat didiagnosa hanya dengan pemeriksaan
inspeksi saja, tetapi juga membutuhkan tes diagnostik yang spesifik seperti
pemeriksaan kedalaman poket periodontal dan radiografi (John Coventr y dkk,
2000).
2.
3.
4.
Invasi jaringan oleh satu atau beberapa spesies bakteri diikuti dengan
pertahanan lokal dari host (Carranza, 2002).
Menurut Garant dan Cho (1979), faktor lokal yang rnenyebabkan resorpsi
tulang terdapat pada bagian proksimal permukaan tulang. Menurut Page dan
Schroeder (1982), bakteri plak dapat menyebabkan kehilangan tulang sekitar 1,5 2,5 mm, dan apabila diatas 2,5 mm tidak memberikan efek. Defek angular
interproksimal dapat timbul hanya pada ruangan yang lebarnya lebih dari 2,5 mm
karena ruangan yang sempit akan rusak total. Defek besar yang jauh melebi.hi 2,5
mm dari permukaan gigi (pada tipe periodontitis agresif) dapa.t disebabk:an oleh
adanya bakteri di dalam jaringan (Carranza, 2002).
Gbr 3. Perbedaan antara gingiva sehat, gingivitis dan periodontitis. Gingiva yang
sehat akan mendukung gigi. Apabila terjadi gingivitis dan tid ak dirawat, maka
gingiva menjadi lemah dan terbentuk poket di sekeliling gigi. Terdapat banyak plak
dan kalkulus di dalam poket, gingiva mengalami resesi, dan terjadi periodontitis (AHealthyMe.comn).
faktor host
bekerja
di
dalam
makrofag
untuk menghasilkan
prostaglandin E2 dalam jumlah yang banyak. Cytokinin dihasilkan oleh sel inflarnasi
yang bereaksi terhadap endotoksin yang berperan dalam sel mesenkim dan
mengeluarkan prostaglandin E2 (Varma & Nayak, 2002).
Limfosit dan makrofag pada periodontitis dapat mengeluarkan IL-1 dengan
kadar yang tinggi. Limfosit dan makrofag juga mengeluarkan sebagian besar IL-6.
IL-1 menyebabkan produksi IL-6 dari fibroblas gingiva (Varma & Nayak, 2002).
bersama-sama
dengan
IL-3
secara
sinergis menstimulasi
asam
amino
di dalam
osteoklas
(Carranza, 2002).
Pembentukan Tulang Pada Penyakit Periodontal
Daerah pembentukan tulang juga ditemukan dekat dengan d aerah
resorpsi tulang aktif dan sepanjang perm ukaan trabekula pada daerah
inflamasi untuk memperkuat bagian tu lang yang tersisa. Respo n tulang
alveolar terhadap inflamasi terjadi p ada saat pembentukan dan resorpsi tulang,
sehingga kehilangan tulang pada penyakit periodontal bukan hanya pro ses
destruksi yang simpel tetapi merupakan hasil dari resorpsi predominan d iatas
pembentu kan tu lang. Pembentukan
tulang baru
rata-rata memperlambat
margin
tulang
telah
d irawat
sering
yang sebelumnya
telah
terkikis. Ini
dan
sama
dengan
periode
periodontal
adalah
nnengeliminasi
inflamasi
untuk
menghilangkan
stimulus
defek ini tidak terlihat pada gambaran radiografis. Pembedahan merupakan cara
yang pasti untuk rnengetahui adanya bentuk defek tulang vertikal (Carranza, 2002).
Defek tulang diklasifikasikan menjadi :
Defelc tulang 3 dinding yang dibatasi oleh 1 permukaan gigi dan 3 permukaan
tulang.
Defek tulang 2 dinding (crater interdental) yang dibatasi oleh 2 permukaan gigi
dan 2 permukaan tulang.
Defek tulang 1 dinding dibatasi oleh 2 permukaan gigi dan 1 permukaan tulang
serta jaringan lunak.
Defek tulang kombinasi (Cup-shaped defect) dibatasi oleh beberapa permukaan
gigi dan beberapa permukaan tulang (Klaus dkk, 1989).
keterlibatan furkasi pada gigi rnolar masih belum jelas, tetapi terdapat beberapa
laporan yang mengindikasikan bahwa molar pertama rahang bawah paling sering
terkena dan premolar rahang atas yang paling jarang, sedangkan yang lainnya telah
ditemukan prevalensi yang lebih tinggi pada molar rahang atas. Jumlah
keterlibatan furkasi meningkat sesuai dengan usia (Carranza, 2002).
Keterlibatan furkasi dapat terlihat secara klinis atau tertutup oleh dinding
poket. Perluasan keterlibatan dapat diketahui dengan cara mengeksp lorasi
menggunakan probe
hangat untuk
Gbr 9. Gambaran skematik : (A) Pembesaran gingiva, (B) Gingiva sehat, (C)
Pembentukan poket pada periodontitis, (D) Resesi gingiva, (E) Keterlibatan furkasi
pada penyakit periodontal lanjut pada gigi molar bawah yang memperlihatkan
adanya kehilangan tulang alveolar pada daerah bifurkasi (lookjordiagnosis.com).
Keterlibatan furkasi diklasifikasikan menjadi grade I, II, III dan IV
berdasarkan jumlah kerusakan jaringan. Grade I kehilangan tulang insipien, grade
II kehilangan tulang sebagian (cul-de-sac), grade III kehilangan tulang total
dengan terbukanya furkasi throught and through, dan grade IV sama dengan grade
III tetapi disertai dengan resesi gingiva sehingga furkasi terlihat secara klinis (Carranza,
2002).
Gbr 10. Gambaran skematik klasifikasi keterlibatan furkasi. (Kiri) kehilangan tulang
minimal, (tengah) lesi cul-de-sac, (kanan) lesi through and through (Klaus dkk, 1989).
Secara mikroskopis, keterlibatan furkasi tidak memperlihatkan gambaran
patologis yang khas, tetapi hanya merupakan fase yang simpel dalam perluasan poket
periodontal ke daerah akar. Pada tahap dini, terjadi pelebaran membran periodontal
dengan seluler dan cairan eksudat inflamasi, diikuti dengan proliferasi epitel ke dalam
daerah furkasi dari bagian tengah poket periodontal. Perluasan inflamasi ke dalam
tulang menyebabkan resorpsi dan penurunan ketinggian tulang. Pola destruksi tulang
dapat berbentuk kehilangan tulang horizontal, atau defek angular yang berhubungan
dengan poket infrabony. Plak, kallkulus, dan debris bakteri mengisi ruangan pada
daerah yang mengalami keterlibatan furkasi, (Carranza, 2002).
Pola destruksi dan derajat keterlibatan furkasi bervariasi pada masing- masing
kasus.
akar
atau angular, clan sering membentuk cra ter pada daerah interradikular. Probing
untuk mengetuhui adanya pola destruksi horizontal atau vertikal di sekeliling akar
yang terlibat dan pada daerah cra ter untu k menentukan kedalaman vertikal (
(Caranza, 2002).
Keterlibatan furkasi adalah tahap penyakit periodontal yang progresif dan
mempunyai etiologi yang sama. Kesulitan. dalam mengontrol plak pada daerah
furkasi berperan terhadap perluasan lesi di daerah ini (Carranza, 2002).
Peran
trauma
oklusi
sebagai
etiologi
keterlibatan
furkasi
masih
Gbr 11. Gambaran foto panoramik pada gigi regio kiri bawah menunjukkan
kehilangan tulang berat generalisata sekitar 30-80% yang disebabkarn karena
penyakit periodontal. Garis merah menunjukkan penurunan tulang alv eolar,
sedangkan garis kuning rnenunjukkan tempat dimana seharusnya tulang alveolar
berada. Panah pink pada sisi kanan menunjukkan adanya keterlibatan furkasi yang
menyebabkan akar menjadi terbuka yang merupakan tanda penyakit periodontal
lanjut. Panah biru pada bagian tengah menunjukkan 80% kehilangan tulang pada
gigi 21, dan secara klinis gigi menujukkan kegoyangan Garis orange yang
berbentuk oval pada sisi kiri menunjukkan penyakit periodontal agresif yang
mempengaruhi semua gigi insisif rahang bawah. Garis merah yang terpisah
menunjukan variasi kepadatan tulang yang rnenyebabkan batas ketinggian tulang
menjadi tidak jelas (Periodontitis-Wikipedia.com).
KESIMPULAN
1. Resorpsi tulang alveolar berhubungan erat dengan penyakit periodontal yang
apabila tidak dirawat akan menyebabkan kehilangan gigi.
2. Proses resorpsi tulang alveolar terjadi karena adanya peranan mediator
inflamasi yang menstimulasi pernbentukan osteoklas.
3. Pola kerusakan tulang pada penyakit periodontal ada 2 macam, yaitu kehilangan
tulang horizontal dan vertikal atau angular.
4. Resorpsi tulang alveolar lanjut dapat rnenyebabkan keterlibatan furkasi.
DAFTAR I'i1STAKA
Carranza F. A., Henry H. T., Michael G. N. 2002. Clinical Periodontology 9 th ed.
W. B. Saunders Co, Philadelphia.
John Coventry, Gareth G, Crispian S, Maurizio T. 2000. ABC of Oral Health
Periodontal Disease. British Medical Jurnal.com.
John T. Lohr. 2002. Periodontal Disease. AHealthyMe.com. diakses 22 Januari
2008.
Klaus H, dkk. 1989. Color Atlas of Dental Medicine 1 : Periodontolagy 2 nd ed.
Theme Medical Publisher Inc, New York.
Muller D, 1980. The Scoring of The Defects of The Alveolar Process In Human.
Crania. Journal of Human Evolution. Academic Press Inc, London.
Schwairtz M, Lamster I. B., Fine J. B. 1995. Clinical Guide To Periodontics. W. B.
Saunders Co, Philadelphia.
Varma B. R. R., Nayak R. P. 2002. Current Concepts In Periodontics lst ed. Arya
Publishing House, New Delhi.
Yuval Zubery, dkk. 1998. Bone Resorption Caused By Three Periodontal
Pathogens In Vivo In Mice Is Mediated In Part By Prostaglandin.
American Society for Microbiology, USA.
Zainal A. Y., Salmah K. 1992. Periodontologi. Universiti Malaya, Kuala Lumpur.
A-HeaIthyMe.com. diakses 22 Januari 2008.
Periodontitis-Wikipedia.com. diakses 20 Januari 2008.
Lookfordiagnosis.com diakses 22 Januari 2008.