Anda di halaman 1dari 7

Artikel Penelitian

Perbandingan Efektivitas
Terapi Besi Intravena dan Oral pada
Anemia Defisiensi Besi dalam Kehamilan

Regina Tatiana Purba, Nugroho Kampono, Handaya, Endi M. Moegni


Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk membandingkan iron sucrose intravena dengan terapi
besi secara oral (sulfas ferosus) pada anemia defisiensi besi dalam kehamilan. Dilakukan uji
klinis random tanpa tersamar terhadap 21 pasien usia gestasi 14-36 minggu dengan anemia
defisiensi besi. Setelah dilakukan randomisasi blok, kelompok pertama mendapat terapi sulfas
ferosus 3 x 300 mg selama 30 hari dan kelompok kedua mendapat terapi iron sucrose. Satu
bulan setelah terapi, dilakukan pemeriksaan Hb, retikulosit dan feritin. Dilakukan analisis
statistik dengan uji t tidak berpasangan dan uji Mann-Whitney. Peningkatan Hb pada kelompok
iron sucrose adalah 1,6 g/dL 0,92 g/dL, dengan nilai maksimum 3,8 g/dL, sedangkan pada
kelompok oral adalah 1 g/dL 0,85 g/dL dengan nilai maksimum 2,2 g/dL. Secara statistik
tidak didapatkan perbedaan bermakna. Perbedaan bermakna secara statistik (p = 0,041)
didapatkan pada perbandingan nilai feritin, yaitu pada kelompok oral 29,71 ug/L18,37 ug/
L, sedangkan pada kelompok iron sucrose sebesar 68,21 ug/L55,69 ug/L. Disimpulkan iron
sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia defisiensi besi dalam kehamilan yang dapat
mengembalikan simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa efek samping yang serius.
Kata kunci: hemoglobin, iron sucrose, sulfas ferosus.

106

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kandungan

Comparison of Intravenous Iron Sucrose and Oral Iron Sulfate in


Iron Deficiency Anemia During Pregnancy
Regina Tatiana Purba, Nugroho Kampono, Handaya, Endi M. Moegni
Department of Obstetric and Gynecology, Faculty of Medicine University of Indonesia/
Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta

Abstract: The aim of this study was to compare intravenous iron sucrose versus oral iron sulfate
in iron deficiency anemia during pregnancy. Randomized controlled trial was performed to 21
patients with 1436 weeks gestational age with iron deficiency anemia. We performed block
randomization. Group one received iron sulfate 3 x 300 mg for 30 days and group two received
iron sucrose intravenously. Treatment efficacy was assessed by measurement of hemoglobin and
reticulocytes count and ferritin on day 30. Independent t test and Mann-Whitney test were used for
the analysis. An increase in hemoglobin level was observed. In iron sucrose group the increased
was 1.6 g/dL 0.92 g/dL, with maximum increase 3.8 g/dL. In oral group the increased was 1 g/
dL 0.85 g/dL with maximum increase 2.2 g/dL (not significant). On day 30 ferritin was higher
(p = 0.041 ) in the iron sucrose group compared to oral group (68.21 ug/L55.69 ug/L vs. 29.71
ug/L18.37 ug/L) In conclusion iron sucrose appears to be a treatment without serious side
effects indicated in correction of pregnancy anemia or iron stores depletion.
Key words: hemoglobin, iron sucrose, oral iron sulfate

Pendahuluan
Defisiensi besi merupakan masalah defisiensi nutrisi
yang terbanyak dan merupakan penyebab anemia terbesar
di dalam kehamilan. Sebesar 20 % populasi dunia diketahui
menderita defisiensi besi dan 50% individu yang menderita
defisiensi besi itu berlanjut menjadi anemia defisiensi besi.1
Populasi terbesar yang menderita anemia defisiensi besi
adalah perempuan usia reproduksi dan terjadi terutama saat
kehamilan dan persalinan. Data WHO memperkirakan 58%
ibu hamil di negara berkembang menderita anemia,1 sedangkan menurut survey kesehatan rumah tangga di Indonesia tahun 1995 persentase ibu hamil dengan anemia
mencapai 51,3 %.2
Kehamilan merupakan keadaan yang meningkatkan
kebutuhan ibu terhadap besi untuk memenuhi kebutuhan
fetal, plasenta dan penambahan jumlah massa eritrosit selama
kehamilan.3 Simpanan besi yang tidak mencukupi sebelum
kehamilan akibat asupan besi yang tidak adekuat dapat
mengakibatkan terjadinya anemia defisiensi besi dalam
kehamilan.
Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak
yang membahayakan ibu dan janin. Bila terjadi sejak awal
kehamilan dapat menyebabkan persalinan prematur,
pertumbuhan janin terhambat yang dapat mengakibatkan
penyakit kardiovaskuler pada saat dewasa, dan dapat

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

mempengaruhi vaskularisasi plasenta dengan mengganggu


angiogenesis pada kehamilan muda.1,4,5
Untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan tersebut
perlu penatalaksanaan yang adekuat untuk menangani anemia defisiensi besi. Tujuan penatalaksanaan anemia defisiensi
besi adalah menaikkan nilai hemoglobin dan mencukupi
simpanan besi dalam tubuh. Hal itu dapat dicapai dengan
pemberian tablet besi oral selama kehamilan, tetapi 10 - 20%
pasien tidak dapat mentoleransi preparat oral besi. Selain itu
bila waktu yang diperlukan untuk mencapai target Hb cukup
singkat maka penggunaan preparat besi oral menjadi tidak
efektif, sehingga terjadi pasien memerlukan transfusi darah.
Transfusi darah mempunyai risiko yang tidak ringan seperti
tertular infeksi HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C, karena itu
dapat dipertimbangkan penggunaan peparat besi intravena
yaitu iron sucrose.6 Iron sucrose secara cepat menghantarkan
besi ke protein pengikat besi endogen (transferin, feritin)
mencapai sistem retikuloendotelial hepar, limpa dan sumsum
tulang untuk proses eritropoiesis serta mempunyai risiko
minimal reaksi alergi.7
Pemberian besi oral dalam jangka waktu lama sering tidak
dapat diterima dengan baik, sehingga tingkat kepatuhan
pasien menjadi rendah. Masalah waktu juga merupakan
pertimbangan dalam mengobati anemia defisiensi besi dalam
kehamilan. Untuk menghindari transfusi darah pada pasien

107

Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kandungan
yang menderita anemia defisiensi besi yang akan menjalani
proses persalinan dapat diberikan preparat besi intra vena.
Untuk itu perlu diuji efektivitas terapi besi intra vena sebagai
terapi alternatif anemia defisiensi besi dalam kehamilan.
Metode
Penelitian ini dirancang sebagai uji klinis cara random
tanpa tersamar. Penelitian dilaksanakan di poliklinik dan IGD
Obstetri dan Ginekologi RSCM dan RS Budi Kemuliaan mulai
bulan November 2004 hingga Maret 2006.
Populasi adalah ibu hamil dengan usia gestasi antara
14 minggu hingga 36 minggu yang menderita anemia
defisiensi besi yang datang ke IGD atau Poliklinik Obstetri
dan Ginekologi RSCM dan RS Budi Kemuliaan pada bulan
November 2004 hingga Maret 2006 yang memenuhi kriteria
inklusi yaitu ibu hamil normal usia gestasi 14 - 36 minggu,
menderita anemia defisiensi besi dengan nilai feritin <30 ug/
L, Hb 7-10,5 gr/dL, tidak mempunyai riwayat reaksi hipersensitivitas terhadap preparat besi, tidak menderita penyakit
berat yang melibatkan organ hati, jantung dan ginjal, tidak
sedang menderita infeksi berat yaitu suhu badan >38o C dan
nilai lekosit >18.000/uL, kehamilan janin tunggal, tidak
mempunyai kelainan darah yang telah diketahui sebelumnya,
tidak sedang mengalami perdarahan, tidak sedang mendapat
preparat besi intravena dalam dua puluh hari sebelumnya,
tidak sedang mengikuti penelitian lain mengenai obat lain
dalam jangka satu bulan sebelumnya, tidak mempunyai
riwayat asma, eksim atau atopi lain dan bersedia mengikuti
alur penelitian.
Pada pasien yang memenuhi persyaratan dilakukan
randomisasi blok untuk menentukan pada pasien mana akan
diberikan preparat besi intravena atau besi oral.
Jumlah sampel dihitung berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Bayoumeu8 yang membandingkan terapi iron
sucrose dengan terapi besi sulfat pada anemia dalam
kehamilan pada 50 orang pasien. Kemungkinan drop out
10%, maka besar sampel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah 50 orang pada masing-masing kelompok.
Karena keterbatasan dana dan waktu maka penelitian ini
hanya dilakukan pada 21 pasien.
Ibu hamil dengan usia gestasi antara 14 hingga 36
minggu dengan hasil Hb antara 7-10,5 gram/dL dilakukan
pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk menegakkan diagnosis defisiensi besi dan pemeriksaan CRP untuk menyingkirkan adanya reaksi inflamasi yang dapat menyebabkan
nilai feritin tidak dapat dipercaya. Selanjutnya dilakukan
penyuluhan tentang anemia defisiensi besi dan akibatnya
terhadap kehamilan, diberi penjelasan tentang preparat besi
intravena dan besi oral serta penjelasan tentang rencana
penelitian dan diminta untuk melakukan persetujuan tertulis,
kemudian dilakukan pencatatan semua data dan pemeriksaan
fisik umum dan obstetri yang diperlukan pada formulir yang
telah disediakan dan apabila memenuhi kriteria diberi nomor
kode penelitian. Setiap pasien yang telah memenuhi kriteria
108

inklusi diberikan daftar menu yang sesuai dengan menu gizi


seimbang sesuai untuk ibu hamil untuk memastikan masalah
makanan tidak mempengaruhi hasil penelitian. Setelah itu
dilakukan randomisasi untuk menge-tahui obat yang akan
diberikan. Pada pasien yang akan mendapatkan terapi besi
intravena dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan ginjal.
Dilakukan penghitungan total defisit besi dengan formula sebagai berikut:
Total defisit besi (mg) = berat badan (kg) x (target HbHb saat ini) (gr/dL) x 0,24 + depot besi (mg). Angka 0,24
adalah faktor yaitu 0,0034 x 0,07 x 1000 (jumlah besi dalam
hemoglobin 0,34%; volume darah 7 % dari berat badan; faktor
1.000 adalah konversi gram menjadi mg). Depot besi dihitung sebesar 500 mg. Target Hb yang digunakan adalah 11
gram/dl.
Preparat besi intravena yang diberikan adalah iron sucrose dengan merk dagang VenoferR. Sebelum dilakukan
penyuntikan dilakukan pemeriksaan tanda vital terlebih
dahulu. Cara pemberian adalah dengan melakukan dosis tes
terlebih dahulu dengan pemberian suntikan iron sucrose 20
mg (1 cc) secara perlahan selama 1 hingga 2 menit. Jika selama
15 menit tidak terdapat efek samping maka pemberian dapat
dilanjutkan.
VenoferR diberikan dalam dosis tunggal 100 mg, 2-3 kali
seminggu, hingga dosis total defisit besi terpenuhi, selama
kurang dari 30 hari. Fasilitas untuk melakukan resusitasi
jantung paru dan obat-obatan untuk menghadapi reaksi
anafilaktik atau alergi serta bila terjadi episode hipotensi harus
sudah tersedia.
Setelah pemberian suntikan dilakukan pengukuran tanda
vital pasien dan pengisian formulir untuk menilai keluhan
subjektif pasien dan efek samping yang terjadi.
Pada kelompok kedua, pasien diberikan preparat besi
sulfas ferosus 300 mg setengah jam setelah makan tiga kali
sehari. Pasien diberi penjelasan untuk tidak mengkonsumsi
makanan dan minuman yang dapat menghambat absorbsi
besi seperti teh dan kopi.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah perifer
lengkap, retikulosit, dan pemeriksaan serum feritin 30 hari
setelah pengobatan dimulai pada pasien dengan pemberian
iron sucrose intravena. Setiap pemberian suntikan dilakukan
pengisian formulir yang mencantumkan keluhan pasien dan
efek samping yang terjadi dan kepatuhan pasien untuk
mengikuti pengobatan.
Pada pasien yang mendapat terapi besi oral dilakukan
pemeriksaan laboratorium darah perifer lengkap, retikulosit
dan pemeriksaan serum feritin setelah 30 hari pengobatan.
Dilakukan pula pencatatan keluhan subjektif pasien, efek
samping gastrointestinal yang ada dan kepatuhan pasien
dari jumlah preparat besi yang tersisa.
Perbandingan nilai Hb dan feritin pasien yang mendapat
terapi besi oral dan nilai feritin pasien yang mendapat terapi
besi intravena dilakukan dengan uji T-test tidak berpasangan,
bila tidak memenuhi syarat digunakan uji Mann-Whitney.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kandungan
Hasil
Penelitian ini berlangsung selama 18 bulan, yaitu sejak
November 2004 Maret 2006. Didapatkan 21 pasien dalam
kehamilan trimester dua dan tiga yang menderita anemia
defisiensi besi dan mengikuti alur penelitian ini hingga
selesai.
Tabel 1. Sebaran Karakteristik Pasien
Ciri
Umur ( tahun)
<20 th
20-35 th
>35 th
Pendidikan
SD
SLTP
SLTA
PT
Pekerjaan
Ibu rumah tangga
Karyawan
Pedagang
Perawat
Dokter
Gravida
Primigravida
Multigravida
Usia gestasi saat inklusi (minggu)
<28 minggu
>28 minggu
IMT
Underweight (<18,5)
Normoweight (18,523)
Overweight (>23)

Jumlah

2
16
3

9,52
76,19
14,29

1
6
9
5

4,76
28,57
42,86
23,81

15
2
2
1
1

71,43
9,52
9,52
4,76
4,76

6
15

28,57
71,43

4
17

19,05
80,95

1
7
13

4,76
33,3
61,9

Tabel 2. Kesetaraan Karakteristik Demografik Pasien*


Karakteristik Demografik

Umur
<31 thn
31+ thn
Pendidikan
SD/SLP
SLA/AKAD/PT
Pekerjaan
Bekerja
IRT
Suku
Jawa/Sunda
Lain
Asal
RS
Puskesmas

Kelompok
Oral
IV

Tabel 3. Nilai Mean dan SD Data Awal Kedua Kelompok dan


Kesetaraannya
Variabel awal

Oral (n=9)
Mean
SD

Umur
Usia gestasi
Gravida*
Berat badan
Tinggi badan
Indeks masa tubuh
Hemoglobin
Hematokrit
Feritin*
MCV
MCH
MCHC
CRP*
Retikulosit*
Albumin

27,67
30,78
2,22
56,11
157,56
24,44
9,84
30,02
15,66
82,64
27,99
33,07
4,29
1,54
3,40

5,12
31,17
3,56
32,25
0,83
3,08
9,11
64,17
3,47
155,50
4,0735 25,18
0,88
8,81
2,28
27,53
8,77
8,42
6,84
74,63
3,20
24,20
1,85
32,33
1,74
7,33
0,38
1,43
0,20
3,21

7,69
3,25
1,88
10,87
4,48
5,15
0,69
2,07
6,02
11,58
4,36
1,49
7,34
0,39
0,23

0,253
0,336
0,382
0,088
0,268
0,726
0,007
0,017
0,034
0,081
0,041
0,326
0,862
0,508
0,061

Keterangan: * Uji Mann-Whitney

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil randomisasi


menunjukkan tidak terdapat perbedaan umur, usia gestasi,
indeks massa tubuh, pemeriksaan retikulosit dan albumin
pada kedua kelompok. Pada perbandingan kadar Hb kedua
kelompok didapatkan perbedaan yaitu Hb awal kelompok iron
sucrose lebih rendah dibandingkan dengan kelompok oral.
Selain itu didapatkan pula perbedaan rata-rata nilai feritin
kedua kelompok, yaitu feritin pada kelompok oral lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok iron sucrose.
Setiap pasien rata-rata menghabiskan 500 mg hingga
560 mg iron sucrose, sehingga pengobatan untuk kelompok
yang dilakukan terapi iron sucrose sudah selesai dalam dua
minggu, namun penilaian hasil terapi tetap dilakukan pada
hari ke-30.

p
Tabel 4. Perbandingan Data Laboratorium Pasien Setelah
Terapi

7
2

6
6

0,367

Variabel akhir

4
5

3
9

0,397

1
8

5
7

0,178

3
6

6
6

0,660

Hemoglobin akhir
10,90
Retikulosit akhir*
1,36
Feritin akhir*
29,71
CRP akhir*
4,30
Perubahan kadar HB*
1,06
Perubahan feritin*
14,06

7
2

11
1

0,553

Oral (n=9)
Mean
SD
1,52
0,67
18,37
2,78
0,85
18,91

IV (n=12)
Mean
SD
10,40
2,10
68,21
5,76
1,60
59,79

0,83
2,75
55,69
4,23
0,92
50,31

0,651
0,041
0,651
0,382
0,012

Keterangan: *Uji Mann-Whitney

*Dilakukan uji mutlak Fisher

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan karakteristik


demografik yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, suku maupun
tempat asal pasien berobat setara antara kedua kelompok.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

IV (n=12)
Mean
SD

Peningkatan nilai Hb yang didapatkan pada kelompok


pasien yang mendapat terapi iron sucrose adalah 1,6 g/dL
0,92 g/dL, dengan nilai maksimum peningkatan Hb yang
dicapai adalah 3,8 g/dL. Peningkatan nilai Hb pada kelompok
yang mendapat terapi oral adalah 1 g/dL 0,85 g/dL dengan
nilai maksimum peningkatan Hb 2,2 g/dL Perbandingan kedua
109

Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kandungan
kelompok tersebut secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna.
Perbedaan yang bermakna secara statistik (p = 0,041)
didapatkan pada perbandingan nilai feritin akhir. Nilai feritin
akhir pada kelompok oral adalah 29,71 ug/L18,37 ug/L,
sedangkan nilai feritin pada kelompok iron sucrose sebesar
68,21 ug/L 55,69 ug/L.
Tabel 5. Efek Samping Setelah Terapi Iron Sucrose
Jumlah pasien
Nyeri pada daerah suntikan
Nyeri Kepala
Rasa Metal pada mulut
Gangguan saluran cerna
Hipotensi
Reaksi alergi
Reaksi anafilaktik
Tidak ada keluhan

9
2
2
0
0
0
0
3

%
75
16,6
16,6
0
0
0
0
25

Tidak ada satu pasien pun yang dapat menghabiskan


seluruh terapi oral yang diberikan, dan terdapat 1 orang
pasien yang hanya minum 2 tablet saja karena keluhan
muntah-muntah hebat setelah terapi.
Tabel 6. Efek Samping Setelah Terapi Besi Oral
Jumlah pasien
Mual
Muntah
Nyeri ulu hati
Reaksi alergi
Tidak ada keluhan

3
1
1
0
4

%
33,3
11,1
11,1
0
44,4

Tabel 7. Kejadian Efek Samping Menurut Kelompok


Kelompok

IV
Oral
Jumlah

Efek samping
Pos
Neg
9
5

3
4

14

0,397

RR

95% CI
Low
High

1,35 0,69

2,64

Keterangan: Dilakukan uji mutlak Fischer

Perbandingan efek samping antara kelompok yang


diberikan terapi besi oral dengan kelompok yang diberi terapi
iron sucrose tidak berbeda bermakna.
Diskusi
Kelemahan Penelitian
Kelemahan penelitian ini terutama jumlah sampel yang
sedikit. Sesuai perhitungan jumlah sampel yang dibutuhkan
pada penelitian ini adalah 50 pasien pada setiap kelompok.
110

Karena keterbatasan dana dan waktu, dilakukan penelitian


pendahuluan lebih dahulu.
Jumlah sampel yang sedikit ini, mempunyai kelemahan
lain yaitu ketidaksetaraan pada data awal Hb dan feritin kedua
kelompok terapi. Ditemukan rata-rata nilai Hb dan feritin
kelompok iron sucrose lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok besi oral. Diharapkan perbedaan tersebut tidak
mempengaruhi hasil penelitian karena yang dinilai adalah
selisih peningkatan Hb yang terjadi dari data awal. Mengingat
peningkatan absorbsi besi pada pasien dengan anemia
defisiensi besi dibandingkan dengan pasien normal maka
ketidaksetaraan ini tetap perlu dipertimbangkan.
Anemia defisiensi besi dalam kehamilan merupakan
keadaan yang sering ditemukan dan dapat menimbulkan
komplikasi yang cukup serius dan harus ditangani dengan
baik. Pada penelitian ini, seperti pada penelitian oleh Bayomeu
et al8 tidak didapatkan perbedaan bermakna pada peningkatan
Hb pasien setelah terapi, tetapi terdapat perbedaan yang
bermakna pada nilai feritin kedua kelompok. Hal itu
menunjukkan simpanan besi pasien dikembalikan lebih cepat
pada pasien yang mendapat terapi iron sucrose dibandingkan
dengan terapi besi oral. Berbeda dengan penelitian Al-Momen
et al9 dan Al RA et al10 yang menyatakan bahwa terdapat
perbedaan peningkatan Hb yang bermakna pada kedua
kelompok. Perbedaan hasil tersebut mungkin dipengaruhi
oleh beberapa hal seperti dosis obat, rumus yang digunakan:
target Hb dan koefisien, berat badan pasien, waktu pemberian,
waktu evaluasi, jenis obat oral yang digunakan, dan jumlah
sampel yang masih sedikit.
Dosis Obat dan Waktu Pemberian
Perbedaan hasil yang dicapai pada penelitian ini dengan
penelitian Al-Momen8 mungkin disebabkan oleh perhitungan
dosis obat yang diberikan lebih besar daripada penelitian ini
dan penelitian Bayomeu et al8. Al Momen et al9 menggunakan
target Hb 13 g/dL dan faktor yang digunakan pada rumus
adalah 0,3, sedangkan pada penelitian ini digunakan target
Hb 11 g/dL dengan faktor 0,24 sesuai rumus yang telah
dipublikasikan farmasi.11 Pada studi Al Momen et al9 penelitian dilakukan pada 111 pasien dengan anemia defisiensi
besi dalam kehamilan dan dibagi menjadi dua kelompok.
Pemberian iron sucrose dilakukan dengan dosis 200 mg iron
sucrose dalam 100 cc NaCl 0,9 % selama 1 jam setiap 1-3 hari.
Umumnya pasien menerima terapi setiap hari. Nilai Hb yang
dicapai oleh kelompok yang mendapat iron sucrose adalah
12,8 g/dL dalam waktu 7 minggu, sedangkan pada kelompok
oral nilai Hb 11,4 g/dL dalam waktu 14,9 minggu.
Penelitian Al RA et al10 menggunakan dosis obat yang
sama dengan penelitian ini seperti juga penelitian oleh
Bayomeu et al.8 Penelitian dilakukan pada 90 pasien dengan
anemia defisiensi besi dalam kehamilan dengan pemberian
iron sucrose per infus dengan dosis maksimal pemberian 200
mg dalam 100 cc NaCl 0,9 % selama 20 - 30 menit. Pada kelompok kontrol diberikan besi oral berupa kompleks polimaltosa.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kandungan
Terdapat perbedaan peningkatan Hb dan feritin yang
bermakna antara kedua kelompok yaitu pada kelompok yang
mendapatkan iron sucrose mencapai hasil yang lebih tinggi.
Pada studi oleh Al RA et al10 perhitungan dosis menggunakan
rumus yang sama dengan penelitian ini yaitu dengan target
Hb dan koefisien yang sama, tetapi dosis yang diberikan
lebih besar yaitu antara 500 hingga 900 mg dengan nilai median 600 mg. Pada penelitian ini dosis obat yang diberikan
berkisar antara 500 hingga 560 mg. Perbedaan itu mungkin
karena perbedaan berat badan pasien yang mengikuti
penelitian dan pembulatan yang dilakukan oleh Al RA et al10
sehingga kelipatan 100 merupakan angka yang terdekat.
Pada penelitian oleh Bayomeu et al8 yang menjadi
pertimbangan adalah indeks masa tubuh pasien, yaitu pasien
dengan berat badan berlebih kebanyakan tidak mencapai
target Hb yang ditentukan, karena perhitungan dosis yang
diberikan berdasarkan berat badan pasien sebelum hamil.
Sama dengan penelitian ini dan penelitian Al RA et al,10 berat
badan yang digunakan adalah berat badan sebelum pasien
hamil. Pada penelitian Al Momen et al9 dilakukan perhitungan
berat badan pada saat awal penelitian /awal kehamilan inklusi.
Perbedaan tersebut menyebabkan dosis obat yang diberikan
berbeda dan pada penelitian Al Momen et al9 dosis obat
menjadi lebih besar.
Pada studi Permesuyk et al 7 dengan dosis rata-rata 1000
mg (400-1600 mg) selama rata-rata 25 hari (8-29 hari)
didapatkan peningkatan Hb 1,5 g/dL dan pada masa nifas
didapatkan peningkatan Hb 3,2 g/dL selama 14 hari.
Waktu Evaluasi
Pada penelitian ini pasien dievaluasi pada hari ke-30
setelah pemberian obat pertama. Peningkatan nilai Hb pada
kelompok pasien yang mendapat terapi iron sucrose adalah
1,6 g/dL 0,92 g/dL, dengan nilai maksimum peningkatan Hb
yang dicapai adalah 3,8 g/dL. Peningkatan nilai Hb pada
kelompok yang mendapat terapi oral adalah 1 g/dL 0,85
g/dL dengan nilai maksimu Hb 2,2 g/dL Perbandingan kedua
kelompok ini secara statistik tidak berbeda bermakna.
Perbedaan yang bermakna secara statistik (p=0,041)
didapatkan pada perbandingan nilai akhir feritin, yaitu nilai
akhir feritin pada kelompok oral adalah 29,71 ug/L 18,37
ug/L, sedangkan nilai feritin pada kelompok iron sucrose
sebesar 68,21 ug/L 55,69 ug/L.
Pada penelitian Bayomeu et al8 evaluasi Hb dilakukan
setiap minggu sampai minggu ke-4. Penilaian Hb setiap
minggu cukup sulit dalam pelaksanaannya karena pasien pada
umumnya keberatan dengan kunjungan yang lebih sering
dan pengambilan darah setiap minggu, sehingga penilaian
dilakukan hanya pada akhir terapi. Pada penelitian Bayomeu
et al8 pada setiap minggu dilakukan perhitungan perbedaan
kenaikan Hb yang terjadi antara kedua kelompok dan tidak
didapatkan hasil yang bermakna. Peningkatan rata-rata nilai
Hb pada minggu ke-4 dengan terapi iron sucrose adalah 1,5

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007

g/dL, sama dengan pada penelitian ini.


Pada penelitian Al RA et al10 evaluasi Hb dan feritin
dilakukan pada hari ke-14 dan ke-28 setelah terapi diberikan.
Peningkatan Hb yang dicapai pada minggu ke-4 setelah terapi
adalah 1,2 g/dL. Hal itu lebih rendah dari peningkatan Hb
yang dicapai penelitian ini yaitu rata-rata 1,6 g/dL. Perbedaan
itu mungkin disebabkan jumlah pasien pada penelitian Al
RA et al10 jauh lebih banyak yaitu 90 orang, sedangkan pada
penelitian ini hanya 21 orang.
Perbandingan Pemberian Preparat Besi Oral
Pemberian preparat besi oral pada penelitian ini sama
dengan pada penelitian Al Momen et al9 dan Bayomeu et al8
yaitu dengan menggunakan sulfas ferosus dengan dosis 3
kali 300 mg (setara dengan 180 elemental iron). Pada penelitian
oleh Bayomeu et al 8 diberikan juga sulfas ferosus
(TardyferonR) dengan dosis 3 kali 80 mg elemental iron.
Peningkatan Hb yang terjadi dengan pemberian oral pada
penelitian ini adalah 1 g/dL sedangkan pada penelitian
Bayomeu et al8 peningkatan yang terjadi 1,3 g/dL. Peningkatan Hb pada pasien yang diberi terapi besi oral pada
penelitian Al Momen et al9 dinilai pada minggu ke-14 dengan
nilai rata-rata 11,1 g/dL.
Respons terapi pada pemberian besi oral tergantung
pada beberapa faktor. Kebiasaan makan pasien sangat
berpengaruh karena efek penghambat absorbsi besi oleh
makanan tertentu dapat mempengaruhi respon terapi.
Peningkatan penyerapan besi dapat dilakukan dengan
pemberian asam askorbat. Preparat oral yang diberikan oleh
Bayomeu et al8 yaitu TardyferonR juga mengandung asam
askorbat. Hal itu dapat menerangkan terjadinya peningkatan
nilai Hb yang sangat baik pada penelitian ini. Pada penelitian
ini pemberian preparat besi tidak dilakukan bersamaan
dengan pemberian asam askorbat, tetapi pasien dianjurkan
untuk tidak minum teh atau kopi yang dapat menghalangi
penyerapan besi. Untuk mengurangi keluhan gastrointestinal, pasien dianjurkan untuk minum obat jam setelah makan.
Pada penelitian Al RA et al10 preparat besi yang digunakan adalah kompleks besi polimaltosa dengan jumlah
elemental iron 300 mg. Rata-rata peningkatan Hb yang terjadi
setelah minggu ke empat adalah 0,6 g/dL; nilai ini lebih rendah
dari peningkatan Hb pada penelitian ini dan Bayomeu et al.8
Peningkatan Hb yang lebih rendah pada penelitian Al RA et
al10 mungkin disebabkan oleh jenis besi yang diberikan yaitu
kompleks besi polimaltosa yang berbeda dengan penelitian
ini yaitu sulfas ferosus. Perbedaan hasil ini tidak disebabkan
oleh perbedaan kepatuhan pasien, karena pasien pada
penelitian Al RA et al10 sebesar 88,9 % menghabiskan lebih
dari 90 % terapi yang diberikan.
Peningkatan nilai Hb yang rendah pada pasien terapi
besi oral pada penelitian Al RA et al10 menyebabkan perbedaan antara terapi iron sucrose dengan terapi besi oral menjadi
lebih besar dan secara statistik bermakna (p = 0,031).

111

Efektivitas Terapi Besi Intravena dan Oral pada Anemia Defisiensi Besi dalam Kandungan
Efek Samping Terapi
Penerimaan pasien terhadap terapi ini juga dipengaruhi
oleh efek samping terapi yang terjadi. Pada penelitian ini
pasien yang mendapat terapi besi oral terutama memiliki
keluhan pada saluran cerna yaitu mual sebanyak 33,33%,
muntah pada 11,1 % pasien dan nyeri ulu hati pada 11,1 %
pasien. Terdapat 1 pasien yang menghentikan terapi karena
efek samping yang terjadi. Pada penelitian Al Momen et al9
terdapat 6% pasien yang menghentikan pengobatan karena
tidak dapat mentoleransi pengobatan, dan sebesar 30%
pasien mengeluh gangguan gastrointestinal.
Pada penelitian Al RA et al,10 keluhan gastrointestinal
terdapat pada 31,1% kasus tetapi tidak terdapat pasien yang
menghentikan terapi karena keluhan ini.
Pada penelitian pemberian iron sucrose ini efek samping
terbanyak yang terjadi adalah nyeri di daerah suntikan yang
ditemukan sebesar 75%. Penyuntikan secara intravena pada
penelitian ini dilakukan tanpa pengenceran dan diberikan
secara perlahan. Keluhan nyeri terutama terjadi bila terjadi
kebocoran paravena, hal ini dihindari dengan menyuntikkan
secara perlahan dan menekan daerah suntikan. Pada
penelitian Al Momen et al9 dan Al RA et al10 pemberian
dilakukan dengan infus yaitu iron sucrose yang diberikan
dalam NaCl 0.9% dan tidak didapatkan keluhan nyeri di daerah
suntikan. Pada penelitian Bayomeu et al8 pemberian dilakukan
suntikan intravena dan bila melebihi 200 mg dilakukan dengan
infus, tetapi tidak terdapat keluhan nyeri pada daerah
suntikan.
Selain itu ditemukan keluhan nyeri kepala pada 16,67%
pasien dan rasa metal pada mulut pada 16,67% pasien. Reaksi
alergi, reaksi anafilaktik maupun hipotensi tidak didapatkan
pada penelitian ini. Pada 25% pasien tidak didapatkan keluhan
apapun. Pada penelitian Al RA et al10 terdapat 11 kasus
dengan rasa metal pada mulut, nyeri kepala delapan kasus,
mual ada lima kasus dan muntah ada satu kasus. Tidak
terdapat anafilaktik, hipotensi atau efek samping serius
lainnya. Pada penelitian Bayomeu et al8 keluhan yang timbul
hanya rasa tidak enak pada lidah selama penyuntikan dan
tidak didapatkan efek samping lainnya. Pada penelitian
Permesuyk et al 7 dan Al Momen et al9 juga tidak didapatkan
efek samping yang serius. Dari data di atas dapat dilihat
bahwa pemberian iron sucrose cukup aman dan tidak
mempunyai efek samping serius.
Kesimpulan
Peningkatan nilai Hb pasien setelah terapi iron sucrose
lebih tinggi (1,6 g/dL) dibandingkan dengan peningkatan

112

nilai Hb yang mendapat terapi besi oral (0,6 g/dL), tetapi


secara statistik tidak didapatkan perbedaan yang bermakna.
Nilai feritin pasien setelah terapi iron sucrose lebih tinggi
secara bermakna dibandingkan nilai feritin pasien yang
mendapat terapi besi oral (p=0,041). Hal tersebut menunjukkan bahwa simpanan besi pasien dikembalikan lebih baik
pada pasien yang mendapat iron sucrose.
Pemberian iron sucrose cukup aman tanpa efek samping
yang berat. Penerimaan pasien terhadap terapi iron sucrose
cukup baik mengingat seluruh pasien mengikuti pengobatan
hingga selesai.
Iron sucrose merupakan terapi alternatif untuk anemia
defisiensi besi dalam kehamilan yang dapat mengembalikan
simpanan besi tubuh dengan cepat tanpa efek samping yang
serius.
Daftar Pustaka
1.

Hercberg G, Galan P, Preziosi P, et al. Consequences of iron


deficiency in pregnant women. Clin Drug Invest 2000: 19[Suppl.
1]:1-7
2. Soemantri S, Ratna L, Budiarso, et al Survei kesehatan rumah
tangga (SKRT), 1995. Jakarta: Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. 1997:39-40
3. Cunningham FG. Maternal adaptation in pregnancy. In:
Cunningham FG (ed). Williams Obstetrics. 21ed. New York: Mc
Graw Hill; 2001.178.
4. Klebanoff MA, Shiono PH, Selby JV. et al. Anemia and spontaneous preterm birth. Am J Obstet Gynecol 1991;164:59-63.
5. Barker DJP, Bull AR, Osmond C. Fetal and placental size and risk
of hypertension in adult life. BMJ 1990;301:259.
6. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med 1999;
341:1986-94.
7. Permesuyk G. Huch R, Breyman C. Parenteral iron therapy in
obstetrics: 8 years experience with iron sucrose complex. Br J
Nutr 2002;88(1):3-10.
8. Bayoumeu F. Subiran-Buisset C. Baka N et al. Iron therapy in
iron deficiency anemia in pregnancy: intravenous route versus
oral route. Am J Obstet Gynecol 2002;186:518-22.
9. Al-Momen AK. Al-Meshari A. Al-Nuaim L et al. Intravenous
iron sucrose complex in the treatment of iron deficiency anemia
during pregnancy. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 1996; 69(2):
121-4.
10. Al RA, Unlubilgin E, Kandemir O, et al. Intravenous versus oral
iron for treatment of anemia in pregnancy. Obstet Gynecol 2005;
106:1335-40.
11. Summary of Product Charateristics (SPS). Venofer monographs.
Redefines intravenous iron therapy. Vifor (Int). Inc. Switzerland.

SS/S

Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 3, Maret 2007

Anda mungkin juga menyukai