Anda di halaman 1dari 14

Makalah Manajemen Industri

Problem Solving pada Industri Katering


dengan Metode Analisis PDCA dan SWOT
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S

Disusun Oleh:
Itqon Harokah Harahap
125061107111012

TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat terselesaikannya tugas makalah
pengganti UAS matakuliah Manajemen Industri. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. selaku dosen
pengampu matakuliah Manajemen Industri.
Makalah ini berisikan pembahasan mengenai isu yang ada pada sebuah
industri, tepatnya industri kareting. Isu yang menjadi masalah tersebut akan
dianalisa dan didapatkan solusi menggunakan analisa PDCA (Plan Do Check
Act) dan SWOT (Strength Weakness Opportunity Threats). Penyusun
berharap semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah
pengetahuan bagi para pembaca. Penyusun juga menyadari bahwa penyusunan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih terdapat kekurangankekurangan, oleh karenanya saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sehingga dapat memberikan kesempurnaan pada
makalah ini.
Malang, 06 Januari 2016
Penyusun

BAB I
ISU STRATEGIS INDUSTRI
Industri jasa makanan (katering industri) meliputi tempat-tempat, institusi
dan perusahaan yang menyediakan makanan. Industri ini termasuk restoran,
sekolah dan kafetaria rumah sakit, operasi katering, dan bentuk lainnya. Catering
adalah segmen multifaset pelayanan makanan industri. Ada banyak jenis usaha
katering dalam segmen katering.
Industri jasa makanan dibagi menjadi tiga klasifikasi umum: segmen
komersial, segmen nonkomersial, dan segmen militer. Manajemen katering
mungkin

didefinisikan

sebagai

tugas

perencanaan,

pengorganisasian,

pengendalian dan mengeksekusi. Setiap kegiatan mempengaruhi persiapan dan


pengiriman makanan, minuman, dan layanan terkait di kompetitif tersebut, namun
menguntungkan harga. Kegiatan ini bekerja sama demi memenuhi dan melampaui
persepsi pelanggan nilai untuk uang.
Manajemen katering dijalankan dalam banyak cara yang beragam dalam
masing-masing dari empat segmen. Pertama, segmen komersial, tradisional
dianggap operasi yang banyak menghasilkan keuntungan, termasuk katering
mandiri, restoran katering, dan rumahan katering. Selain itu, hotel / motel dan
operasi katering klub swasta juga ditemukan dalam kategori ini.

Gambar 1.1 Logo Katering Bumbu Rempah


Katering Bumbu Rempah merupakan sebuah lembaga jasa boga yang terus
berusaha memberikan pelayanan yang utuh dan memuaskan bagi mitra
penggunanya. Berdiri tahun 2006 usaha katering ini merintis kiprahnya di dunia

tata boga dengan menanangani kegiatan training dan seminar di kalangan


mahasiswa, dosen dan karyawan.
Tahun 2010 hingga 2014 Katering Bumbu Rempah semakin mengokohkan
perannya dalam menyediakan kebutuhan jasa boga sejumlah karyawan, baik
berupa lunch box, prasmanan, snack box, aneka kue bingkisan lebaran, lasagna,
rendang bumbu rempah untuk biro haji dan lainnya. Sejumlah mitra yang sering
menggunakan jasa Katering Bumbu Rempah antara lain: Bank Indonesia,
Departemen Budaya Pariwisata, PT Kiroyan Partner, PT Credit Suisse, PT
Pertamina EP, PT Fatta Angkasa Nusantara, TNI AL Cilandak Jakarta, Korem 510
Cikarang, serta keluarga-keluarga besar anggota DPR dan pejabat tinggi negara
lainnya. Tahun 2015 hingga kini Katering Bumbu Rempah mulai merambah dunia
katering wedding dan diklat, menambah jumlah chef dan waiter, meningkatkan
kualitas/grade dapur katering sesuai arahan Dinas Kesehatan, mengikutsertakan
karyawan dalam pelatihan sanitasi dan terus belajar dan bersungguh sungguh
menjadi katering yang profesional dalam menghidangkan yang terbaik.
Namun ada kendala yang dialami Katering Bumbu Rempah, yaitu
keterlambatan

pembayaran

oleh

konsumen.

Konsumen

yang

umumnya

merupakan perusahaan besar terkadang baru melunasi 3 bulan setelah transaksi


dengan alasan birokrasi perusahaan yang rumit. Keterlambatan pembayaran
tersebut menimbulkan masalah berupa kurangnya pendapatan industri katering
sehingga terdapat kesulitan untuk memutar kembali pendapatan menjadi modal.

Gambar 1.2 Hidangan Ayam Bakar Khas Bumbu Rempah

BAB II
TEORI PDCA DAN SWOT
2.1 Teori PDCA
PDCA, singkatan bahasa Inggris dari "Plan, Do, Check, Act" (Indonesia:
Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti), adalah suatu proses pemecahan
masalah empat langkah iteratif yang umum digunakan dalam pengendalian
kualitas. Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering
dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga
disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai
siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai
bapak pengendalian kualitas statistis. Belakangan, Deming memodifikasi PDCA
menjadi PDSA ("Plan, Do, Study, Act") untuk lebih menggambarkan
rekomendasinya.

Gambar 2.1 Siklus PDCA


Siklus PDCA menghasilkan proses problem solving yang bermanfaat dan
terkontrol. Hal ini terutama efektif untuk:

Membantu menerapkan pendekatan Continuous Improvement, ketika


siklus diulang lagi dan lagi sebagai daerah baru untuk perbaikan dicari dan

diselesaikan.
Mengidentifikasi solusi baru dan mengembangkan suatu proses yang dapat
diulangi secara berkala. Dalam situasi ini, kita akan mendapatkan

keuntungan dari perbaikan tambahan dibangun untuk proses berkali-kali

selama setelah diimplementasikan.


Menjelajahi berbagai solusi baru yang mungkin untuk masalah, dan
mencoba mereka keluar dan meningkatkan mereka dengan cara yang

terkontrol sebelum memilih satu untuk implementasi penuh.


Menghindari pemborosan besar-besaran sumber daya yang datang dengan

implementasi skala penuh dari solusi biasa-biasa saja atau miskin.


Jelas, penggunaan pendekatan Siklus PDCA lebih lambat dan lebih terukur
dan dapat langsung diimplementasikan. Dalam situasi darurat benar, ini
berarti bahwa hal itu mungkin tidak tepat.
PLAN
Menetapkan tujuan dan proses yang penting untuk memebrikan
hasil yang sesuai dengan output yang diharapkan (target atau sasaran).
Dengan membangun harapan keluaran, kelengkapan dan keakuratan spek
juga merupakan bagian dari perbaikan yang ditargetkan. Bila mungkin
mulai dalam skala kecil untuk menguji kemungkinan efek.
DO
Melaksanakan rencana tersebut, melaksanakan proses, membuat
produk. Mengumpulkan data untuk charting dan analisis di CHECK dan
ACT langkah-langkah berikut. Fase ini melibatkan beberapa kegiatan:

Menghasilkan solusi yang mungkin.


Pilih yang terbaik dari solusi ini, mungkin menggunakan teknik
seperti Analisis Dampak Tambahkan ke Rencana Pembelajaran

Pribadi saya untuk meneliti mereka.


Melaksanakan proyek percontohan secara skala kecil, dengan
sebuah kelompok kecil, atau di daerah geografis yang terbatas, atau
menggunakan beberapa desain percobaan lain yang sesuai dengan
sifat masalah Anda, produk atau inisiatif.

CHECK
Mempelajari hasil aktual (diukur dan dikumpulkan dalam DO di
atas) dan membandingkan terhadap hasil yang diharapkan (target atau
tujuan dari PLAN) untuk memastikan perbedaan. Carilah penyimpangan
dalam pelaksanaan dari rencana dan juga mencari kesesuaian dan

kelengkapan rencana untuk memungkinkan eksekusi, yaitu DO. Charting


data dapat membuat ini lebih mudah untuk melihat tren selama beberapa
siklus PDCA dan untuk mengkonversi data yang dikumpulkan menjadi
informasi. Informasi adalah apa yang kita butuhkan untuk selanjutnya
langkah ACT.
ACT
Jika CHECK menunjukkan bahwa PLAN yang dilaksanakan di DO
merupakan perbaikan standar sebelumnya (baseline), maka yang menjadi
standar baru (baseline) untuk bagaimana organisasi harus melakukan ACT
akan maju ke tujuan yang lebih baru (standar baru diberlakukan). Jika
CHECK menunjukkan bahwa PLAN yang dilaksanakan di DO bukan
perbaikan, maka standar yang ada (baseline) akan tetap di tempat. Dalam
kedua kasus, jika CHECK menunjukkan sesuatu yang berbeda dari yang
diharapkan (apakah baik atau lebih buruk), maka ada beberapa pelajaran
yang harus dilakukan dan yang akan menyarankan potensi masa depan
siklus PDCA. Perhatikan bahwa beberapa yang mengajar PDCA
menegaskan bahwa ACT melibatkan membuat penyesuaian atau tindakan
perbaikan, tetapi umumnya akan bertentangan dengan PDCA berpikir
untuk mengusulkan

dan memutuskan perubahan alternatif tanpa

menggunakan fase PLAN tepat, atau untuk membuat mereka standar baru
(baseline) tanpa melalui langkah DO dan langkah CHECK.
2.2 Teori SWOT
Analisis SWOT (aatau disebut juga matriks SWOT) adalah metode
perencanaan

terstruktur

yang

digunakan

untuk

mengevaluasi

kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada suatu proyek atau usaha bisnis.
Sebuah analisis SWOT dapat dilakukan untuk produk, tempat, industri ataupun
orang (pegawai). Ini melibatkan penentuan tujuan dari usaha bisnis atau proyek
dan pengidentifikasian faktor internal dan eksternal baik yang menguntungkan
maupun yang tidak menguntungkan untuk mencapai tujuan itu. Beberapa penulis
mengatakan bahwa metode analisis SWOT dipopulerkan pertamakali oleh Albert
Humphrey, yang memimpin sebuah konvensi di Stanford Research Institute (SRI

sekarang Internasional) pada tahun 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan


data dari perusahaan Fortune 500. Namun, Humphrey sendiri tidak mengklaim
penciptaan SWOT, dan asal-usul tetap jelas. Sejauh mana lingkungan internal
perusahaan sesuai dengan lingkungan eksternal dinyatakan oleh konsep cocok
strategis.

Strengths: karakteristik usaha atau proyek yang memberikan keuntungan

atas orang lain.


Weaknesses: karakteristik yang menempatkan bisnis atau proyek pada

kerugian relatif terhadap orang lain.


Opportunities: elemen yang proyek bisa memanfaatkan untuk keuntungan

perusahaan.
Threats: elemen dalam lingkungan yang dapat menyebabkan masalah bagi
bisnis atau proyek.
Tabel 2.1 Matriks SWOT

Identifikasi SWOT sangat penting karena mereka dapat menginformasikan


langkah-langkah selanjutnya dalam perencanaan untuk mencapai tujuan. Pertama,
para pengambil keputusan harus mempertimbangkan apakah tujuan dapat dicapai,
mengingat SWOTs. Jika tujuannya adalah tidak dicapai tujuan yang berbeda harus
dipilih dan proses berulang.
Pengguna analisis SWOT perlu bertanya dan menjawab pertanyaanpertanyaan yang menghasilkan informasi yang berarti untuk setiap kategori
(kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) untuk membuat analisis yang
berguna dan menemukan keunggulan kompetitif mereka. Analisis SWOT

bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal kunci


dianggap penting untuk mencapai tujuan. Kelompok analisis SWOT informasi
kunci ke dalam dua kategori utama:
1. Faktor internal, yaitu kekuatan dan kelemahan yang disebabkan dari
internal suatu organisasi.
2. Faktor eksternal, yaitu peluang dan ancaman yang berasal dari lingkungan
luar organisasi.
Analisis SWOT dapat melihat faktor internal sebagai kekuatan atau
sebagai kelemahan tergantung pada efeknya pada tujuan organisasi. Apa yang
mungkin mewakili kekuatan sehubungan dengan satu tujuan mungkin kelemahan
(gangguan, persaingan) untuk tujuan lain. Faktor-faktor mungkin termasuk semua
4P; serta personil, keuangan, kemampuan manufaktur, dan sebagainya.
Faktor eksternal dapat mencakup hal-hal makro ekonomi, perubahan
teknologi, undang-undang, dan perubahan sosial budaya, serta perubahan di pasar
atau di posisi kompetitif. Hasilnya sering disajikan dalam bentuk matriks.
Analisis SWOT adalah salah satu metode kategorisasi dan memiliki
kelemahan sendiri. Sebagai contoh, mungkin cenderung untuk membujuk
pengguna untuk menyusun daftar daripada memikirkan faktor penting yang
sebenarnya dalam mencapai tujuan. Hal ini juga menyajikan daftar yang
dihasilkan tidak kritis dan tanpa prioritas yang jelas sehingga, misalnya, peluang
lemah mungkin muncul untuk menyeimbangkan ancaman kuat.
Adalah bijaksana untuk tidak menghilangkan calon opsi dalam SWOT
dengan terlalu cepat. Pentingnya SWOT individu akan diungkapkan oleh nilai
strategi yang mereka hasilkan. Sebuah item SWOT yang menghasilkan strategi
berharga adalah penting. Sebuah item SWOT yang tidak menghasilkan strategi
yang tidak penting.

BAB III
ANALISIS KASUS DAN SOLUSI
2.1 Analisis Kasus menggunakan metode SWOT
Katering Bumbu Rempah memiliki permasalahan internal kekurangan
pendanaan untuk diputar kembali sebagai modal usaha. Permasalahan ini
disebabkan oleh satu akar permasalahan, yaitu keterlambatan pembayaran
konsumen.
Beberapa perusahaan besar, sebagai konsumen katering, terkadang baru
melunasi biaya katering 3 bulan setelah pesanan makanan diterima. Alasan dari
pihak konsumen adalah karena birokrasi di perusahaan mereka amat rumit
sehingga untuk menurunkan uang terbilang sulit.
Tabel 3.1 Analisis Akar Masalah dengan SWOT
Akar Masalah
- Keterlambatan
pembayaran oleh
konsumen

Strengths
- Perjanjian
- Akad jual beli

Opportunities
SO
- Pinjaman dana bank - Perjanjian dan akad jual
- Terdapat sanksi
beli yang tegas dapat
hukum untuk pelaku
mengikat konsumen
pelanggaran
dengan payung hukum
perjanjian bisnis
yang jelas sehingga
konsumen takut untuk
melanggarnya
Threats
- Konsumen merasa
kurang bebas

Weaknesses
- Tidak ada pegawai yang
bertugas sebagai
penagih keterlembatan
pembayaran
OW
- Pinjaman dana bank
malah menyebabkan
perusahaan menjadi
pihak yang berhutang
padahal terdapat
piutang yang belum
dilunasi

TO
TW
- Konsumen harus bersifat - Keberadaan pegawai
konsisten dan konsekuen
penagih keterlambatan
dan menjunjung tinggi
pembayaran dapat
nilai profesionalitas
membuat takut
konsumen dan
menimbukan citra
buruk

Hal ini menunjukkan bahwa akar permasalahan ini berada pada konsumen
yang bersikap kurang profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat) dan analisis PDCA (Plan,
Do, Act, dan Check) agar permasalahan tersebut bisa terselesaikan baik dari segi
internal maupun segi eksternal
Dari Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa untuk mengatasi hal ini terdapat satu
solusi yang perlu dilakukan oleh Manajemen Katering Bumbu Rempah serta
terdapat satu solusi yang dapat dilakukan oleh konsumen, yaitu Manajemen
Katering Bumbu Rempah lebih menegaskan perjanjian di awal atau bahkan bisa
dengan menguatkan payung hukum akad jual beli sehingga dapat mencegah
terjadinya keterlambatan pembayaran oleh konsumen serta konsumen harus
bersifat konsisten dan konsekuen dengan perjanjian atau akad jual beli di awal dan
menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalitas dalam melaksanakan bisnis.
2.1 Analisis Solusi menggunakan metode PDCA
Kasus yang telah dianalisis menggunakan metode SWOT menghasilkan
suatu solusi. Berikutnya solusi tersebut dianalisis menggunakan analisis PDCA.
Solusi yang sudah didapatkan berikutnya akan dibentuk menjadi suatu rencana
(PLAN) yang nantinya akan dilakukan dalam suatu bentuk aplikasi di lapangan
(DO). Hasil dari proses aplikasi di lapangan adalah dapat melihat perkembangan
hasil yang kontinyu (Continual Improvement) (CHECK). Apabila dengan solusi
tersebut tidak ada perkembangan yang dihasilkan, maka perlu ditelaah kembali
aspek-aspek terkait hingga tujuan dapat tercapai (ACT).
a) Plan
- Mencaritahu payung hukum yang tepat berkaitan dengan perjanjian
-

dan akad jual beli.


Mengubah mindset konsumen agar lebih profesional dalam

berbisnis.
b) Do
- Merekrut ahli ilmu hukum untuk membantu dalam hal hukum
niaga yang berkaitan dengan perjanjian dan akad jual beli.

Melakukan kampanye melalui iklan Katering Bumbu Rempah


maupun dengan menggunakan surat yang ditujukan ke konsumen
tentang pentingnya profesionalitas dalam berbisnis.

Memperbaharui SOP sehingga sejalan dengan solusi yang baru


ditetapkan.

c) Check
-

Evaluasi berkala setiap jangka waktu tertentu, ataupun setiap


selesainya

satu

proyek

untuk

mengetahui

apakah

ada

perkembangan yang terjadi serta apakah ada tindakan pelanggaran


SOP.
d) Act
-

Memperbaiki sistem yang bermasalah, melakukan standarisasi atau


penyesuaian prosedur untuk mencegah terjadinya masalah yang
sama timbul dalam evaluasi berikutnya. Apabila telah sesuai
dengan SOP, maka dilakukan peningkatan standar penilaian dari
hasil proyek sehingga bisa menghasilkan target yang lebih baik
pada evaluasi berikutnya.

BAB VI
PENUTUP
Dari penjelasan di BAB sebelumnya diambil sebuah kesimpulan bahwa
dalam industri katering perlu kita untuk memperhitungkan berbagai aspek,
khususnya aspek pendanaan. Cash flow atau aliran keluar masuk uang harus
selalu berputar dengan sehat. Salah satu masalah ang dihadapi adalah
terlambatnya pembayaran. Dalam hal ini dapat dibuat perjenjian yang bersifat
lebih mengikat dan memiliki payung hukum yang kuat agar biaya dibayar pada
waktu yang tepat sehingga arus keluar masuk uang dapat berjalan dengan normal.
Setiap industri, termasuk industri katering harus dijalankan oleh orang
yang memiliki kemampuan dalam hal manajemen sehingga dapat memecahkan
masalah yang terdapat dalam industri trsebut. Seorang manajer tidak hanya bisa
memanajemen ke dalam, tetapi dituntut untuk dapat memanaje keadaan
lingkungan. Dalam hal keterlambatan pembayaran oleh konsumen, seorang
manajer harus dapat melakukan tindakan peruasi untuk mengubah mindset
konsumen sehingga konsumen menjadi lebih komitmen dan profesional.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Michael (1990). Management Processes and Functions. London:


Institute of Personnel Management.
Armstrong, Michael (2006). A Handbook of Human Resource Management
Practice. London: Kogan Page.
Birkenmaier, Julie (2001). The Practice of Generalist Social Work. New York,
NY: Routledge.
Chermack, Thomas J. dan Bernadette K. Kasshanna (2007). The Use of and
Misuse of SWOT Analysis and Implications for HRD Professionals.
Human Resource Development International 10 (4): 383399.
Deming, W. Edwards (1986). Out of the Crisis. Cambridge, Mass: Massachusetts
Institute of Technology, Center for Advanced Engineering Study.
Langley, Gerald J.; Ronald Moen; Kevin M. Nolan; Thomas W. Nolan; Clifford L.
Norman; dan Lloyd P. (2009). The Improvement Guide: A Practical
Approach to Enhancing Organizational Performance. San Francisco, CA:
Jossey-Bass.
Menon, Anil; Sundar G. Bharadwaj; Phani Tej Adidam; dan Steven W. Edison
(1999) Antecedents and Consequences of Marketing Strategy Making: A
Model and a Test. Journal of Marketing 63 (2):1840.
Shewhart, Walter A. (1980). Economic Control of Quality of Manufactured
Product / 50th Anniversary Commemorative Issue. Milwaukee, Wis:
American Society for Quality.
Shewhart, Walter A. dan W. Edwards Deming (1986). Statistical Method from the
Viewpoint of Quality Control. New York, NY: Dover.
Westhues, Anne; Jean Lafrance; dan Glen Schmidt (2001). A SWOT Analysis of
Social Work Education in Canada. The International Journal 20 (1): 35
56.

Anda mungkin juga menyukai