Anda di halaman 1dari 14

Stefinna Eka Maharani

EVOLUSI KUALITAS MUTU


Perkembangan Kualitas Mutu di Jepang
Sejarah perkembangan mutu di Jepang ditunjukkan secara ringkas pada tabel 1 berikut ini:
Tahun Perkembangan Mutu
1950 DEMING membantu Jepang melakukan sensus dan memperkenalkan Statistical
Proces Control (SPC) dan teknik pemecahan masalah (Siklus PDCA)
1954 J.M. JURAN melatih para Top Manajer perusahaan Jepang
1956 Serial radio (13 minggu), pelatihan supervisor
1959 Serial TV mingguan untuk Foremen disusun oleh ISHIKAWA
1968 dicetuskan CWQC oleh ISHIKAWA

W. Edwards Deming
Banyak yang menganggap bahwa Deming adalah bapak dari gerakan Total Quality
Management. Deming mencatat kesuksesan dalam memimpin revolusi kualitas di Jepang,
yaitu dengan memperkenalkan penggunaan teknik pemecahan masalah dan pengendalian
proses statistic (Statistical Proses Control). Deming menganjurkan penggunaan SPC (yang
dikembangkan pertama kali oleh Shewhart) agar perusahaan dapat membedakan penyebab
sistematik dan penyebab khusus dalam menangani kualitas. Kontribusi utama yang
membuatnya terkenal adalah Deming Cycle, Deming Fouteen Points, dan Seven Deadly
Diseases.
Siklus Deming (Deming Cycle)
Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara produksi suatu
produk dengan kebutuhan pelanggan, dan memfokuskan sumber daya semua departemen
(riset, desain, produksi, pemasaran) dalam suatu usaha kerja sama untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Tahap-tahap dalam Siklus Deming terdiri dari:

1. Mengadakan riset konsumen dan menggunakannya da-lam perencanaan produk


(Plan).
2. Menghasilkan produk (do)
3. Memeriksa produk apakah telah dihasilkan sesuai dengan rencana (Check).
4. Memasarkan produk tersebut (act).
5. Menganalisis bagaimana produk tersebut diterima di pa-sar dalam hal kualitas, biaya,
dan criteria lainnya (analyze).
Empat Belas Point Deming (Deming’s Fourteen Points)
Empat belas point Deming ini merupakan ringkasan dari keseluruhan pandangan W.
Edwards Deming terhadap apa yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk melakukan
transisi positif dari bisnis sebagaimana biasanya sehingga menjadi bisnis berkualitas tingkat
dunia. Berikut ini adalah ringkasan dari keempat belas point Deming:
1. Ciptakan keajegan tujuan dalam menuju perbaikan produk dan jasa, dengan maksud
untuk menjadi lebih dapat bersaing, tetap berada dalam bisnis, dan untuk menciptakan
lapangan kerja.
2. Adopsilah Falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya era ekonomi baru dan
siap menghadapi tantangan, belajar bertanggung jawab, dan mengambil alih
kepemimpinan guna menghadapi perubahan.
3. Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam memben-tuk mutu produk. Bentuklah
mutu sejak dari awal.
4. Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawar-an yang rendah.
5. Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa, untuk
menignkatkan kualitas dan produktivitas, yang pada gilirannya secara konstan
menurukna biaya.
6. Lembagakan on the job training.
7. Lembagakan kepemimpinan. Tujuan dari kepemimpinan haruslah untuk membantu
orang dan teknologi dapat bekerja dengan lebih baik.
8. Hapuslah rasa takut sehingga setiap orang dapat bekerja secara efektif.
9. Hilangkan dinding pemisah antar departemen sehingga orang dapat bekerja sebagai
suatu team.
10. Hilangkan slogan, desakan, dan target bagi tenaga kerja. Hal-hal tersebut dapat
menciptakan permusuhan.
11. Hilangkan kuota dan manajemen bersadarkan sasaran. Gantikan dengan
kepemimpinan.
12. Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebanggan karyawan atas keahliannya.
13. Giatkan program pendidikan dan self-improvement.
14. Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk
mengerjakannya.
Deming’s Seven Deadly Diseases
Deming’s Seven Deadly Diseases ini merupakan ringkas-an dari pandangan Deming
terhadap faktor-faktor yang dapat merintangi transformsi menuju kemajuan bisnis berkualitas
tingkat dunia. Ketujuh faktor tersebut yaitu:

1. Kurangnya keajegan tujuan untuk merencanakan produk dan jasa yang memiliki pasar
yang cukup untuk dapat mempertahankan perusahaan dalam bisnis dan menyediakan
lapangan kerja.
2. Penekanan pada laba jangka pendek; pemikiran jangka pendek yang didorong oleh
ketakutan akan usaha-usaha pengambilalihan dan tekanan dari bankir dan pemilik
saham untuk menghgasilkan dividen.
3. Sistem pemeriksaan personal bagi para manajer dan manajemen berdasarkan sasaran
tanpa menyediakan metode-metode atau sumber daya untuk mencapai sasaran
tersebut. Evaluasi prestasi, merit ratings, dan penilaian tahunan merupakan bagian
dari penyakit ini.
4. Job hopping oleh para manajer.
5. Hanya menggunakan data dan informasi yang tampak dalam pengambilan keputusan,
hanya memberikan sedikit pertimbangan atau bahkan tidak sama sekali terhadap apa
yang tidak diketahui atau tidak dapat diketahui.
6. Biaya medis yang terlalu berlebihan.
7. Biaya hutang yang berlebihan, yang dikarenakan para pengacara yang bekerja
berdasarkan tarif kontingensi.

Joseph M. Juran
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok/ sesuai untuk digunakan (fitness for use),
yang mengandung pengertian bahwa suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi apa yang
diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini mengandung 5
dimensi utama, yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan, keamanan, dan field
use.
Juran pernah mendapat penghargaan dari Kaisar Jepang berupa medali Order of the
Sacred Treasure atas usahanya dalam mengembangkan kualitas diu Jepang dan membina
pesahabatan antara Jepang dan Amerika Serikat. Kontribusi Juran yang paling terkenal antara
lain Juran’s Three basic Steps to Progress, Juran’s Ten Steps to Quality Improvement, The
pareto Principle, dan The Juran Trilogy. Selain itu Juran juga mengembangkan konsep
Managing Business Process Quality, yang merupakan suatu teknik untuk melaksanakan
penyempurnaan kualitas secara fungsional silang (corss-functional).
Juran’s Three Steps to progress
Menurut Juran, tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang harus diambil
perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia. Juran juga yakin bahwa ada
titik diminishing return dalam hubungan antara kualitas dan daya saing. Ketiga langkah
tersebut teridiri dari:
1. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambung-an yang dikombinasikan
dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
2. Mengadakan program pelatihan secara luas.
3. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih tinggi.
Juran’s Ten Steps to Quality Improvement

1. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk


melakukan perbaikan.
2. Menetapkan tujuan perbaikan.
3. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Menyediakan pelatihan.
5. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
6. Melaporkan perkembangan.
7. Memberikan penghargaan.
8. Mengkomunikasi hasil-hasil.
9. Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
10. Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam system regular
perusahaan.
The Juran Trilogy
The Juran Trilogy merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajerial yang utama.
Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai berikut:
Perencanaan Kualitas. Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, system,
dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. langkah-
langkah yang dibutuhkan untuk itu ialah:

1. Menentukan siapa yang menjadi pelangan.


2. Mengidentifikasi kebutuhan para pelanggan.
3. Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi kebutuhan
pelanggan.
4. Mengembangkan system dan proses yang memungkinkan organisasi untuk
menghsilkan keistimewaan tersebut.
5. Menyebarkan rencana kepada level operasional.
Pengendalian Kualitas. Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah berikut:

1. Menilai kinerja kualitas aktual.


2. Membandingkan kinerj dengan tujuan.
3. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
Perbaikan Kualitas. Perbaikan kualitas harus dilakukan secara ongoing dan terus-
menerus. Langakh-langkah yang dapat dilaku-kan adalah:

1. Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan kualitas


setiap tahun.
2. Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan melakukan proyek
perbaikan.
3. Membentuk suatu tim-tim tersebut apa yang mereka buntuhkan agar dapat
mendiagnosis masalah guna menentu-kan sumber penyebab utama, memberikan
solusi, dan melakukan pengendalian yang akan mempertahankan keuntungan yang
diperoleh.

Dr. Kaoru Ishikawa


Ishikawa yang mempioneri quality management process di Kawasaki shipyards,
dikenal sebagai salah satu pencetus konsep manajemen modern. Pada 1949, Ishikawa
bergabung dengan Japanese Union of Scientists and Engineers atau JUSE, sebuah kelompok
yang fokus di bidang kontrol kualitas. Setelah Perang Dunia II usai, Jepang berinisiatif
membangun kembali negaranya dan melakukan transformasi di sektor industri. Ishikawa
turut ambil bagian dalam inisiatif ini; kemampuannya mendorong massa untuk mewujudkan
target bersama yang spesifik adalah salah satu sumbangan terbesar dalam quality-
movement di Jepang. Ia menerjemahkan, menerapkan dan mengembangkan konsep
manajemen W. Edwards Deming dan Joseph M. Juran kedalam sistem industri Jepang.
Setelah menjadi dosen tetap di Universitas Tokyo pada 1960, Ishikawa
memperkenalkan konsep quality circles (1962) dalam konjungsinya dengan JUSE. Konsep
ini lahir dari sebuah eksperimen untuk menelifi efek “leading hand” atau Gemba-
cho terhadap kualitas. Banyak perusahaan yang diundang untuk mencoba quality circles ini,
namun hanya satu yang menerima, yaitu Nippon Telephone & Telegraph. Nyatanya,
konsep quality circles segera menjadi sangat populer dan membentuk hubungan penting
kepada sistem Total Quality Management.
Total Quality Management merupakan filosofi layanan yang berpaku kepada
kepuasan pengguna dan perbaikan layanan yang berkesinambungan (Wheelan, Hunger 318 in
Wallach, Darren 1). Dalam bahasa Indonesia, TQM dapat juga disebut sebagai Pengelolaan
Mutu Total atau PMT. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, fokus dari PMT adalah
klien, konsumen, pembeli. Apapun itu namanya, merupakan bagian terpenting dari
organisasi, terutama yang bergerak dalam bidang pelayanan/jasa.
Dr. Kauro Ishikawa merupakan pencetus dari konsep/teori Lingkaran Kualitas
(Quality Circle) dan Diagram Sebab-Akibat atau juga dikenal dengan Diagram Tulang Ikan
(Fishbone Diagram) atau Diagram Ishikawa (Ishikawa Diagram). Diagramnya adalah alat
praktis yang banyak digunakan bagi suatu kelompok untuk mengatur pemahamannya tentang
penyebab variasi dalam hasil pekerjaan mereka. Produk berkualitas tinggi akan laku, dan
pembuatnya akan makmur.
Ishikawa percaya bahwa kualitas dimulai dengan interaksi orang. Keterlibatan top-
down (goals) dan bottom-up (means) oleh semua anggota organisasi diperlukan untuk
mengoptimalkan kualitas. Menarik potensi karyawan adalah keterampilan kepemimpinan
utama. Meningkatkan kualitas hidup orang meningkatkan kualitas hasil dan produktivitas
layanan mereka. Orang yang bahagia lebih produktif dan memiliki lebih banyak kebanggaan
dan tanggung jawab atas pekerjaan mereka. Ishikawa adalah salah satu orang pertama yang
menekankan "pelanggan internal."
Setelah keluar dari Angkatan Laut, pada tahun 1943, Ishikawa mendesain Diagram
Sebab-Akibat (Diagram Tulang Ikan) bagi Kawasaki Steel Works. Lalu pada akhirnya, di
tahun 1949, Ishikawa begabung dengan JUSE (Japanese Union of Scientists and
Engineerings) yang notabene merupakan kelompok penelitian pengawasan kualitas, karena
pada saat itu, industri Jepang memproduksi barang murah dengan kualitas yang rendah.
1962, Ishikawa mengembangkan Quality Circles, di mana sekumpulan orang belajar
untuk mengidentifikasi masalah lalu memberikan solusi atas masalah tersebut. Solusi yang
diberikan selanjutnya kaan dipresentasikan kepada manajemen tingkat atas dari suatu
organisasi. Kontribusi Ishikawa yang juga tak kalah pentingnya adalah menyempurnakan
model PDCA (Plan Do Check Act) yang dikembangkan oleh Edward Deming, penemu
konsep PMT. Ishikawa mengkolaborasikannya menjadi rencana enam langkah:
1. Tentukan target dan tujuan;
2. Tentukan metoda pencapaian;
3. Lakukan sosialisasi melalui pelatihan;
4. Terapkan pekerjaan;
5. Lakukan pemeriksaan dari implementasi yang berjalan;
6. Lakukan hal-hal yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Quality Circles yang dikembangkan oleh Ishikawa, seringkali menggunakan metode
ini untuk memberikan solusi dari suatu permasalahan dan pertama kali menggunakan metode
ini awal tahun 60-an. Mereka juga menggunakan  salah satu metoda yang paling terkenal,
yang didesain oleh Ishikawa, Diagram Sebab-Akibat (Diagram Tulang Ikan). Diagram ini
diilustrasikan sebagai alat untuk memecahkan masalah.
Menggunakan diagram ini, letakkan permasalahan pada bagian tulang utama yang
mengarah ke kepala ikan. Lalu letakkan masalah-masalah potensial pada tulang-tulang kecil
yang menjadi bagian dari tulang utama. Kategori umum untuk masalah potensial tersebut
adalah:
 Material
 Mesin
 Pengukuran
 Orang
 Metode

Evolusi Mutu di Amerika Serikat


Tahun Pengembangan Mutu
1930 SHEWHART SQC
1940-an Produksi massal  mutu menurun (Delivery Time  prioritas) Perang Dunia II
1960 Konsep TQC (Feigenbaum), tapi pendekatan “scientific management” sulit
dihilangkan
1970-an Kalah dari Jepang (elektronik, automobil, mesin dsb)
1980-an Mulai melakukan praktek-praktek mutu Jepang (GKM, KAIZEN, Just in Time,
House of Quality
1987 The National Institute of Standards & Tech

 Awal Abad 19
Pengendalian mutu pertama kali diperkenalkan oleh Ellias Whitney pada awal abad 19. Ia
memperkenalkan pengendalian mutu dalam bentuk pengecekan barang barang yang akan
disampaikan pada pelanggan dengan cara memisahkan barang cacat dan barang yang tidak
cacat baik dari segi penampilan dan karakteristik agar konsumen merasa puas karena
mendapatkan barang kualitas baik (tidak cacat). Pendekatan ini disebut sebagai pengendalian
mutu tradisional.
 Tahun 1924
Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an kelompok mutu utama adalah
inspector yang mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi kemudian melapor ke pabrik.
Tokohnya: Walter A. Shewhart (1924), H.P. Dodge & H.G. Romig (1920). Dr. Walter
Shewhart memperkenalkan bagan kendali control (control chart) dalam proses pengendalian
mutu. Bagan ini bermanfaat untuk mengetahui apakah mutu produk yang dihasilkan berada
pada batas yang dikehendaki. Ia berpendapat bahwa dengan menggunakan statistic control
(dalam bentuk bagan) dapat mengurangi kegiatan inspeksi. Inspeksi dilakukan hanya pada
sampel barang sehingga dapat mengurangi biaya pengendalian mutu/inspeksi. Fungsi
pengendalian mutu ini mulai dikembangkan dalam berbagai perusahaan.
Shewhart dari Nell Telephone Laboratories, mengembangkan banyak ide yang dikenal
Deming, termasuk siklus Deming, yang lebih tepat disebut siklus Shewhart. Dia memandang
pencarian dari Statistical Quality Control sebagai bagian kecil dari masalah yang lebih besar
tentang bagaimana sains dapat membantu manusia memberikan pengaruh dan kontrol atas
alam, yang menurutnya dapat dicapai dengan alat statistik yang tepat. Mengembangkan
konsep-konsep pengendalian mutu secara statistik (statistical quality control) dan
memperkenalkan konsep pengendalian mutu dari sebuah produk yang sedang diproduksi,
berbeda dengan pemeriksaan mutu produk setelah produk tersebut diproduksi. Shewhart
mengembangkan teknik pembuatan diagram untuk mengendalikan pelaksanaan proses
produksi perusahaan. Selain itu juga, ia memperkenalkan konsep dari inspeksi sampel
statistik untuk mengukur kualitas produk yang sedang diproduksi. Konsep ini menggantikan
metode lama dari pemeriksaan setiap bagian produksi setelah produk diselesaikan di dalam
pelaksanaan produksi (Marchal, 2007).
Semenjak PD II, teknik statistik ini telah dikembangkan dan dipertajam. Penggunaan
computer juga telah memperluas kegunaan teknik-teknik tersebut. Perang Dunia II hampir
secara total menghasutkan kapasitas produksi Jepang. Alih-alih memperlengkapi metode-
metode produksi mereka yang lama, orang Jepang lebih memilih untuk mengumpulkan
bantuan dari alm. Dr. W. Edwards Deming, dari Departemen Pertanian AS untuk membantu
mereka mengembangkan suatu rencana keseluruhan. Pada beberapa seminar dengan
perencana Jepang, ia menekankan sebuah filosofi yang saat ini dikenal sebagai 14 Prinsip
Deming. Ia menekankan bahwa mutu berasal dari perbaikan proses, bukan dari pemeriksaan
dan mutu tersebut ditentukan oleh pelanggan (Marchal, 2007).
Definisi Statistical Process Control  (SPC)
Pengendalian kualitas statistik merupakan teknik penyelesaian masalah yang
digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki
produk dan proses menggunakan metode-metode statistik. Pengendalian kualitas statistik
(statistical quality control) sering disebut sebagai pengendalian proses statistik (statistical
process control). Pengendalian kualitas statitik dan pengendalian proses statistik memang
merupakan dua istilah yang saling dipertukarkan, yang apabila dilakukan bersama-sama
maka pemakai akan melihat gambaran kinerja proses masa kini dan masa mendatang. Hal ini
disebabkan pengendalian proses statistik dikenal sebagai alat yang bersifat online untuk
menggambarkan apa yang sedang terjadi dalam proses saat ini. Pengendalian kualitas statistik
menyediakan alat-alat offline untuk mendukung analisis dan pembuatan keputusan yang
membantu apakah proses dalam keadaaan stabil dan dapat diprediksi setiap tahapannya, hari
demi hari, dan dari pemasok ke pemasok (Cawley dan Harold, 1999).
Pengendalian kualitas statistik mempunyai cakupan yang lebih luas karena di
dalamanya terdapat pengendalian proses statistik, pengendalian produk (acceptance
sampling), dan analisis kemampuan proses. Konsep terpenting dalam pengendalian kualitas
statistik adalah variabilitas, dimana semua prosedur pengendalian kualitas statistik membuat
keputusan berdasar sampel yang diambil dari populasi yang lebih besar. Variabilitas yang
dimaksud adalah variabilitas antar sampel (misalnya range  atau standar deviasi). Apabila
diambil sampel dari populasi yang sama, variasi statistik akan terjadi dari sampel ke sampel
dan variasi range dapat dihitung. Bentuk ini merupakan dasar dari batas yang dihitung pada
peta pengendali (control chart) dan banyaknya penerimaan yang digunakan pada acceptance
sampling. Apabila penyimpangan atau variabilitas tidak dikenal, maka dilakukan pencarian
dengan penyesuaian proses dan klasifikasi bahan baku yang datang (Maleyeff, 1994).
Pengendalian kualitas proses statistik (statistical process control) merupakan teknik
penyelesaian masalah yang digunakan sebagai pemonitor, pengendali, penganalisis,
pengelola, dan memperbaiki proses menggunakan metode-metode statistik. Filosofi pada
konsep pengendalian kualitas proses statistik atau lebih dikenal dengan pengendalian proses
statistik (statistical process control) adalah output pada proses atau pelayanan dapat
dikemukakan ke dalam pengendalian statistik melalui alat-alat manajemen dan tindakan
perancangan (Ariani, 2004).
Pengendalian proses statistik merupakan penerapan metode-metode statistik untuk
pengukuran dan analisis variasi proses. Dengan menggunakan pengendalian proses statistik
ini maka dapat dilakukan analisis dan minimasi penyimpangan atau kesalahan,
mengkuantifikasikan kemampuan proses, menggunakan pendekatan statistik dengan
dasar six-sigma, dan membuat hubungan antara konsep dan teknik yang ada untuk
mengadakan perbaikan proses. Selain itu, tujuan utama dalam pengendalian proses statistik
adalah mendeteksi adanya khusus (assignable cause atau special cause) dalam variasi atau
kesalahan proses melalui analisis data dari masa lalu maupun masa mendatang. Variasi
proses sendiri terdiri dari dua macam penyebab, yaitu penyebab umum (random
cause atau chance cause atau common cause) yang sudah melekat pada proses, dan penyebab
khusus (assignable cause  atau special cause) yang merupakan kesalahan yang berlebihan.
Idealnya, hanya penyebab umum yang ditunjukkan atau yang tampak dalam proses, karena
hal tersebut menunjukkan bahwa proses berada dalam kondisi stabil dan dapat diprediksi.
Proses pelayanan dikatakan dalam pengendalian statistik apabila penyebab khusus
(assignable cause atau special cause)  dari penyimpangan atau variasi tersebut seperti
penggunaan alat, kesalahan operator, kesalahan dalam penyiapan mesin, kesalahan
penghitungan, kesalahan bahan baku, dan sebagainya tidak tampak dalam proses
(Montgomery, 1991). Atau dengan kata lain, sasaran pengendalian proses statistik adalah
mengurangi penyimpangan khusus dalam proses dan dengan cara mencapai stabilitas dalam
proses. Apabila stabilitas proses tercapai, kemampuan proses dapat diperbaiki dengan
mengurangi penyimpangan karena sebab umum (common cause) seperti penyimpangan
dalam bahan baku, kondisi emosional karyawan, penurunan kinerja mesin, penurunan suhu
udara, naik-turunnya kelembaban udara, dan sebagainya (Antony, 2000).
Penentuan apakah proses berada dalam pengendalian, pengendalian proses statistik
menggunakan alat yang disebut peta pengendali (control chart) yang merupakan gambar
sederhana dengan tiga garis, di mana garis tengah yang disebut garis pusat (center line)
merupakan target nilai pada beberapa kasus, dan kedua garis lainnya merupakan batas
pengendali atau dan batas pengendali bawah. Peta pengendali (control chart) tersebut
memisahkan penyebab peyimpangan menjadi penyebab umum dan penyebab khusus melalui
batas pengendalian. Bila penyimpangan atau kesalahan melebihi batas pengendalian,
menunjukkan bahwa penyebab khusus telah masuk ke dalam proses dan proses harus
diperiksa untuk mengidentifikasi penyebab dari penyimpangan atau kesalahan yang
berlebihan tersebut. Kesalahan yang disebabkan karena sebab umum berada di dalam batas
pengendalian. Hal ini berarti dalam proses sebaiknya hanya penyebab umum yang terjadi,
sehingga secara langsung kesalahan tersebut dapat distabilkan  (Caulcutt, 1996).

Alat Statistical Process Control (SPC)


Statistical process control berkaitan dengan upaya menjamin kualitas dengan
memperbaiki kualitas proses dan upaya menyelesaikan segala permasalahan selama
proses. Statistical process control  bisa diterapkan, baik untuk industri manufakturing maupun
jasa. Statistical process control banyak menggunakan alat-alat statistik untuk membantu
mencapai tujuannya. Statistical process control mempunyai alat, yaitu (Iriawan, 2006):
1.    Peta kendali
2.    Histogram
3.    Diagram pareto
4.    Lembar periksa
5.    Diagram konsentrasi cacat
6.    Diagram scatter
7.    Diagram sebab dan akibat

 Tahun 1950
Dr. W. Edward Deming memperkenalkan konsep pengendalian mutu menyeluruh dalam
perusahaan. Deming menekankan pentingnya statistic control dalam proses produksi dan
perbaikan mutu produksi. Deming memberikan kontribusi dengan teori “14 Butir Untuk
Manajemen”
Deming dan Schewart mengembangkan konsep siklus PDCA (plan-do-checkaction). Plan
meliputi identifikasi masalah, memperoleh data, dan mengembangkan rekomendasi. Do
meliputi penerapan solusi berbagai percobaan. Check berupa pengamatan setelah penerapan
untuk memastikan apakah hasil yang diperoleh sesuai rencana. Act melibatkan kegiatan
perubahan permanen jika hasilnya efektif bagi peningkatan atau kembali pada kondisi
sebelumnya jika penerapannya bermasalah.
 Pertengahan 1950-an
Pada tahun 1955 Peter Drucker mengembangkan Manajement By Objective (MBO) yang
memberikan penekanan pada “Strategic Planning Management Development“. Selain itu, Dr.
Joseph M. Juran memperkenalkan Statistics Process Control. Juran menekankan pentingnya
pendekatan keseimbangan menggunakan manajerial, statistic, konsep teknologi dan mutu.
Juran juga menemukan diagram pareto. Diagram pareto adalah sebuah cara menggunakan
diagram untuk mengidentifikasi masalah yang sedikit tetapi kritis tertentu dibandingkan
dengan masalah yang banyak tetapi tidak penting. Dan memopulerkan pekerjaan
paretodengan menyatakan bahwa 80% permasalahan perusahaan merupakan hasil dari
penyebab yang hanya 20%. Selain itu, Juran mengemukakan “Trilogi Proses Mutu”, yang
terdiri dari perencanaan mutu, pengendalian mutu, dan peningkatan mutu.
 Tahun 1961
Dr. A.V. Feigenbaum memperkenalkan konsep make it right at the first time. Konsep ini
akan berkembang dan menjadi salah satu dasar Total Quality Management (TQM).
 Tahun 1979
Philip B. Crosby terkenal dengan anjuran manajemen zero defect dan pencegahan, yang
menentang tingkat kualitas yang dapat diterima secara statistik (aceptable quality level). Ia
juga dikenal dengan Quality Vaccine dan Crosby’s Foruteen Steps to Quality Improvement.
Definisi kualitas menurut Crosby adalah memenuhi atau sama dengan persyaratannya
(conformance to requirements). Meleset sedikit saja dari persyaratannya, maka semua produk
atau jasa dikatakan tidak berkualitas. Persyaratan itu dapat berubah sesuai dengan keinginan
pelanggan, kebutuhan organisasi, pemasok dan sumber, pemerintah, teknologi, serta pasar
atau persaingan.
Sistem kualitas adalah pencegahan: Pada masa lalu sistem kualitas adalah penilaian
(appraisal). Misalnya dipabrik TV, pada akhir proses dinyatakan apakah TV yang dihasilkan
tergolong buruk atau bagus. Penilaian akhir ini hanya menyatakan bahwa apabila baik maka
akan diserahkan kepada distributor, sedangkan bila buruk akan disingkirkan. Penilaian seperti
ini tidak menyelesaiakan masalah, karena yang buruk akan selalu ada. Mengapa tidak
dilakuak pencegahan sejak awal sehingga outputnya dijamin bagus serta hemat biaya dan
waktu. Dalam hal ini dikenal the law of tens. Maksudnya, bila kita menemukan suatu
kesalahan di awal proses kedua, maka biayanya menjdi 10 rupiah. Diketemukan di proses
berikutnya lagi biayanya menjadi 100 rupiah. Jadi sistem kualitas menurut Crosby merupakan
pencegahan.
Dalam suatu proses pasti ada input dan output. Di dalam proses kerja internal sendiri
ada 4 kendali input dimana proses pencegahan dapat dilakukan, yaitu:

1. Fasilitas dan perlengkapan.


2. Pelatihan dan pengetahuan.
3. Prosedur, pedoman/ manual operasi standar, dan pedo-man standar kualitas.
4. Standar kinerja/ prestasi.
Kerusakan nol (zero defect) merupakan standar kinerja yang harus digunakan. Konsep
yang berlaku di masa lalu, yaitu konsep yang mendekati (close enough), misalnya efisiensi
mesin mendekati 95 persen. Tetapi coba dihitung berapa besarnya inefisiensi 5 persen
dikalikan penjualan. Bila diukur dalam rupiah maka baru disadari besar sekali nilainya.
Orang sering terjebak dengan nilai presentase, sehingga Crosby mengajukan konsep
kerusakan nol yang menurutnya dapat tercapai bila perusahaan melakukan sesuatu secara
bener semenjak pertama kali dan setiap kali.
Ukuran kualitas adalah price of non conformance. Kualitas harus merupakan sesuatu
yang dapat diukur. Biaya untuk menghasilkan kualitas juga harus terukur. Menurut Crosby,
biaya mutu merupakan penjumlahan antara Price of non Conformance dan price of
Conformance.
Price of non Conformance (PONC) adalah biaya yang dikeluarkan bila tugas
dilakukan karena melakukan kesalahan. Contohnya ketika terjadi salah kirim kertas ke
Jakarta ke Jogjakarta. Pelanggan meminta kertas CD tetapi dikirim kertas HVS. Misalnya
tidak ada yang mau menerima kertas HVS, maka biaya angkut Jakarta-Jogjakarta, sewa
gudang, biaya administrasi, biaya lain serta kemungkinan kerugian penjualan ditanggung oleh
produsen. Dengan konsep zero defect, diharapkan PONC ini tidak ada sehingga dapat
menurunkan biaya kualitas.
Price of Conformance (POC) adalah biaya yang dikeluarkan bila tugas dilakukan
secara benar semenjak pertama kalinya. Untuk keperluan ini dibutuhkan konfirmasi
persyaratan dari para pelanggan. Sebelum pengiriman, DO-nya diperiksa apakah benar yang
dikirim kertas CD? Truknya juga diperiksa, apa betul yang dimuat kertas CD? Ekspedisi
dicek, apa betul truk menuju ke Jogjakarta? Dari semua langkah berapa biayanya.
Kesemuanya merupakan POC. Dalam praktik sehari-hari POC mencakup biaya pelatihan dan
pendidikan kualitas, inspeksi dan kalibrasi.
Crosby’s Quality Vaccine
Crosby’s Quality Vaccine terdiri atas tiga unsur, yaitu Determinasi (Determination),
Pendidikan (Education), dan Pelaksanaan (Implementation). Determinasi adalah suatu sikap
dari manajemen untuk tidak menerima proses, produk atau jasa yang tidak memenuhi
persyaratan, seperti reject, scrap, lead delivey, wrong shipment, dan lain-lain.
Menurut Crosby, setiap perusahaan harus divaksinasi agar memiliki antibodi untuk
melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (non-confronmances). Ketidaksesuaan ini
merupakan sebab, sehingga harus dicegah dan dihilangkan. Dalam menyiapkan vaksinasi,
suatu perusahaan perlu membuat lima unsur, yaitu:

1. Integritas

CEO (Cheif Executive Officer) harus dapat menjamin bahwa pelanggan menerima
apa yang telah dijanjikan, seperti kualitas produk/jasa, kualitas penyampaian, keamanan
dan lain-lain. COO (Chief Operating Officer) harus memiliki pemikiran bahwa kualitas di
atas segala-galanya.

2. Sistem

Sistem adalah serangkaian prosedur dan kegiatan individu di dalam tim untuk
menjamin kualitas. Untuk itu diperlukan pendidikan kualitas yang merupakan proses
untuk membantu karyawan agar memiliki bahasa yang sama dalam kualitas dan mengerti
peran mereka dalam upaya peningkatan kualitas.

3. Komunikasi
Setelah memiliki bahasa yang sama, maka komunikasi akan lebih mudah
terjalin. Komunikasi disini adalah proses mengirim dan menerima informasi mengenai
kualitas dan mendukung peningkatan kualitas. Semua informasi mengenai usaha
peningkatan kualitas disampaikan kepada seluruh karyawan.

4. Operasi

Operasi dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan organisasi untuk menjaga agar
tetap berfungsi. Hal ini dilaksanakan dengan mendidik pemasok agar mengirim produk
dan jasa sesuai dengan persyaratan. Selain itu prosedur, produk, dan sistem dikualifikasi
dan dibuktikan sebelum pelaksanaan dan diuii secara terus-menerus.

5. Kebijakan

Dibutuhkan pula adanya pernyataan dan pengarahan dari manajemen yang


memperjelas dimana mereka berdiri dan menentukan sikap tentang kualitas. Kebijakan
harus jelas dan tidak ragu-ragu.

Corsby’s Fourteen Steps to Quality Improvement

1. Menjelaskan bahwa manajemen bertekad meningkatkan kualitas untuk jangka


panjang.
2. Membentuk tim kualitas antar departemen.
3. Mengindetifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial.
4. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan sebagai alat
manajemen.
5. Meningkatkan kesadaran akan koalitas dan komitmen pribadi pada semua karyawan.
6. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah yang telah
diidentifikasi.
7. Mengadakan program zero defects.
8. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalamprogram kualitas tersebut.
9. mengadakan Zero Defects Day untuk meyakinkan seluruh karywan agar sadar akan
adanya arah baru.
10. Mendorng individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan tim.
11. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa hambatan-
hambatan yang mereka hadapi dalam upaya mencapai tujuan kualitas.
12. Mengakui/ menerima para karyawan yang berpartisipasi.
13. Membentuk Dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terus-
menerus.
14. Mengulangi setiap tahap tersebut, karena perbaikan kualitas dalah proses yang tidak
pernah berakhir.
Pada bagian diatas telah diuraikan beberapa pemikiran dari tiga pakar kualitas. Ada
sejumlah kesamaan yang dikemukakan oleh ketiga pakar tersebut, yaitu:

1. Inspeksi bukanlah jawaban atau kunci untuk melaksanakan perbaikan kualitas.


2. Ketelibtan dan kepemimpinan manajemen puncak sangat penting dan esensial dalam
menciptakan komitmen dan budaya kualitas.
3. Program kualitas membutuhkan usaha dari seluruh/ pihak dalam organisasi dan
merupakan komitmen jangka panjang. Untuk itu dibutuhkan pula pendidikan dan
pelatihan.
4. Kualitas merupakan faktor primer, sementara scheduling merupakan faktor sekunder.
.

 Tahun 1987
Lahir suatu standar tentang sistem manajemen mutu yaitu ISO 9000, Quality
Management System. ISO 9000 merupakan suatu rangkaian standar yang terdiri dari:
 ISO 9000:2000, menguraikan dasar-dasar sistem manajemen mutu dan merincikan istilah
bagi sistem manajemen mutu.
 ISO 9001:2000, erinci persyaratan dalam sistem manajemen mutu, bila organisasi perlu
menunjukkan kemampuannya dalm menyediakan produk yang memenuhi persyaratan
pelangan dan peraturan yang berlaku serta meningkatkan kepuasan pelanggan.
 ISO 9004:2000, menyediakan panduan yang mempertimbangkan baik keefektifan
maupun efisiensi sistem manajemen mutu.
 ISO 19011:2002, member panduan tentang pengauditan sistem manajemen mutu dan
lingkungan
References
Stauffer, Joe. 2003. SQC Before Deming: The Works of Walter Shewhart. Texas A & M
University
M Best, D Neuhauser. 2008. Kaoru Ishikawa: From Fishbones to World Peace.
https://qualitysafety.bmj.com/content/17/2/150
http://anuragaja.staff.ipb.ac.id/files/2012/02/Lecture-14a-Quality-assurance.pdf
https://widyasari-press.com/kualitas-versi-deming-juran-dan-crosby/
http://tamrinhayat.blogspot.com/2014/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://marullohtekindustri.blogspot.com/2013/10/statistical-process-control-spc.html

Anda mungkin juga menyukai