Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MANAJEMEN OPERASIONAL RS

“MEMBUAT INDIKATOR KINERJA PELAYANAN”

Dosen Pembimbing :
Dr. Alih Germas, SKM,MARS

Disusun Oleh Kelompok E :


Ashrori
Muhammad Zakaria
Luthfi Ocatyan Prakoso
Najuwa Prischa Alen
Rr. Yunisa Putri Ryanti

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA JAKARTA


MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga tugas
ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

  Jakarta, November 2020

                                                                                        Penyusun

ii
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i


KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………………….. 2
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………… 2
D. Manfaat Penulisan ……………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………………… 3
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………. 14
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………….. 14

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh suatu


perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang
ditetapkan. Dengan demikian, penilaian kinerja perusahaan (companies
performance assessment) mengandung makna suatu proses atau system
penilaian mengenai pelaksanaan kemampuan kerja suatu perusahaan
(organisasi) berdasarkan standar tertentu (Kaplan dan Norton, 1996).
Selama ini, pengukuran kinerja hanya dilakukan secara tradisional dan
hanya menitikberatkan pada sisi finansial atau keuangan saja. Perusahaan
dengan pencapaian hasil keuangan yang tinggi dianggap sebagai perusahaan
yang berhasil. Padahal dalam mengukur kinerja suatu perusahaan tidak bisa
hanya melihat dari sisi keuangan saja, tapi juga non keuangan. Dengan kata
lain, hanya melihat ukuran-ukuran keuangan atau finansial saja tidak akan
dapat memberikan gambaral yang nyata mengenai keadaan perusahaan.
Untuk mengatasi kekurangan ini, maka diciptakan suatu metode
pendekatan yang mengukur kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan 4
aspek, antara lain keuangan atau finansial, pelanggan, proses bisnis internal
serta proses belajar dan berkembang. Upaya untuk menyeimbangkan
pengukuran aspek keuangan dengan aspek non keuangan menghasilkan suatu
balanced score card, yang pertama dikembangkan oleh Kaplan dan Norton
(1996). Dengan menerapkan metode balanced score card, para manajer
perusahaan akan mampu mengukur bagaimana unit bisnis mereka melakukan
penciptaan nilai saat ini dengan tetap mempertimbangkan kepentingan-
kepentingan masa yang akan dating.
Istilah balanced scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced
(berimbang) dan scorecard (kartu skor). Kata berimbang (balanced) dapat
diartikan dengan kinerja yang diukur secara berimbang dari 2 sisi yaitu sisi
keuangan dan non keuangan, mencakup jangka pendek dan jangka Panjang
serta melibatkan bagian internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu
skor (scorecard) adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil
kinerja baik untuk kondisi sekarang ataupun untuk perencanaan di masa yang
akan datang.
Rumah sakit pada umumnya difungsikan untuk melayani masyarakat
dan menyediakan sarana Kesehatan untuk masyarakat, bukan untuk mencari
keuntungan semata. Di dalam organisasinya, terdapat banyak aktifitas yang
diselenggarakan oleh pihak-pihak dari berbagai jenis profesi, baik profesi
dokter, karyawan administrasi, petugas pelayanan dan beberapa perencanaan
strategik (renstra), baik untuk jangka Panjang maupun jangka pendek. Suatu
perencanaan strategik dapat disebut baik apabila dikelola secara efektif dan
efisien, melayani segala lapisan masyarakat dengan memberikan pelayanan
yang berkualitas. Rumah sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan

1
yang memuaskan, professional dengan harga bersaing sehingga strategi dan
kinerja rumah sakit tersebut harus berorientasi pada keinginan pelanggan
(pasien). Untuk itu, diperlukan pengukuran dengan Balanced Scorecard (BSC)
yang diharapkan dapat menjawab tuntutan dan tantangan zaman.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan akan dikaji dalam:

 Bagaimana contoh kinerja RS jika dinilai dengan balanced scorecard dalam


perspektif keuangan?
 Bagaimana contoh kinerja RS jika dinilai dengan balanced scorecard dalam
perspektif pelanggan?
 Bagaimana contoh kinerja RS jika dinilai dengan balanced scorecard dalam
perspektif proses bisnis internal?
 Bagaimana contoh kinerja RS jika dinilai dengan balanced scorecard dalam
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran?

C. Tujuan

 Untuk mengetahui kinerja Rumah Sakit jika dinilai dengan balanced


scorecard dalam perpektif keuangan.
 Untuk mengetahui kinerja Rumah Sakit jika dinilai dengan balanced
scorecard dalam perpektif pelanggan.
 Untuk mengetahui kinerja Rumah Sakit jika dinilai dengan balanced
scorecard dalam perpektif proses bisnis internal.
 Untuk mengetahui kinerja Rumah Sakit jika dinilai dengan balanced
scorecard dalam perpektif pertumbuhan dan pembelajaran.

D. Manfaat Penulisan
Merupakan sarana untuk meningkatkan kemampuan dalam memecahkan
masalah dengan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

 Kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah dilakukan


dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan Bersama (Stephen Robbins, 2008 dalam
Rai, 2008).
Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodic efektifitas operasional suatu
organisasi, bagian organisasi, dan personilnya berdasarkan sasaran strategik, standar, kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya ( Mulyadi, 2007)
Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan
dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas : efisiensi
penggunaan sumber daya dalam menghasilkan jasa; kualitas jasa yakni seberapa baik jasa
diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan; hasil kegiatan
dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektifitas Tindakan dalam mencapai
tujuan ( Mahsun, 2006:25)
Pengukuran kinerja merupakan bagian penting bagi proses pengendalian manajemen
bagi sector public. Pengukuran kinerja pada sector public bertujuan untuk membantu manajer
public menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial
Menurut Mahmudi (2010) terdapat enam tujuan dalam pengukuran kinerja sector
public, yaitu:
1. Untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi.
2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai.
3. Memperbaiki kinerja pada periode berikutnya.
4. Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan
reward dan pumishment.
5. Memotivasi pegawai.
6. Menciptakan akuntabilitas public.
Manfaat pengukuran kinerja sector public menurut Lynch dan Cross (1993) adalah:
1. Menelusuri kinerja terhadap pelanggan sehingga akan membawa perusahaan
lebih dekat kepada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan,
2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata
rantai pelanggan dan pemasok internal.
3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya
pengurangan terhadap pemborosan tersebut.
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih
konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran.
5. Membangun consensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi
reward atas perilaku tersebut.

3
Dalam pengukuran kerja tentunya memiliki suatu kendala. Pengukuran kinerja pada
sector swasta bertumpu pada aspek finansial karena tujuannya adalah mencari laba sehingga
mudah diukur karena bersifat kuantitatif fan nyata. Namun, kondisi ini berbeda dengan
organisasi sector public dalam menjalankan fungsinya adalah kepuasan yang dirasakan oleh
masyarakat atas penyediaan barang dan jasa public yang bersifat kualitatif.
Dalam pengukuran kinerja tentunya ada hal yang sangat berpengaruh didalamnya,
yaitu visi, misi dan strategi. Pengertian visi menurut Mulyadi (2001) sebagai “gambaran
kondisi organisasi yang akan diwujudkan dimasa depan”. Visi yang baik adalah yang
realistis untuk dicapai, mempersatukan dan memotivasi seluruh anggota yang akan berperan
sebagai sumber inspirasi dan komitmen yang mendorong perilaku dan kinerja baru bagi
setiap personel organisasi dan menunjukkan jalan mereka mencapai solusi. Karenanya,
tantangan terbesar bagi organisasi pada decade mendatang adalah bagaimana menerjemahkan
visi strategiknya ke dalam berbagai praktek yang dapat dieksekusi di semua jajaran
perusahaan. Sedangkan misi itu adalah tujuan yang unik yang dimiliki organisasi yang
membedakan dari organisasi lain yang sejenis yang akan mencerminkan cakupan organisasi
kegiatan dari organisasi yang bersangkutan.
Perbedaan antara visi dan misi adalah bahwa visi yang telah ditetapkan dapatlah
berganti bila enitas sudah dapat mencapainya. Sedangkan misi lebih menekankan pada situasi
masa kini tetapi cenderung relative tetap dan relevan sepanjang waktu.
Sedangkan strategi adalah cara yang dipilih oleh manajemen puncak untuk
mewujudkan visi organisasi melalui misi. Strategi yang baik adalah adanya Tindakan
fungsional bukan memberikan gambaran rinci tentang apa yang harus dilakukan pada setiap
keadaan.
Untuk itu untuk mewujudkannya, dibutuhkan pengukuran kinerja yang diaplikasikan
melalui alat ukur yang memalui suatu pendekatan yang akan menilai kinerja keuangan dan
kinerja bukan keuangan yaitu dengan konsep balanced scorecard.
Pada konsep balanced scorecard tidak hanya aspek keuangan (finance) saja yang
menjadi tolak ukur kinerja perusahaan, ada tiga sudut pengukuran lain yang juga
diperhitungkan aspek tersebut yaitu Customer, Internal Business Process dan Learning and
Growth.
Menurut Kaplan dan Norton (1996) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu:
a. Scorecard
Yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang
nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang
sesungguhnya.
b. Balanced
Menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang
dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek
dan jangka Panjang dan dari segi intern maupun ekstern.

4
Dari definisi tersebut pengertian sederhana dari balanced scorecard adalah kartu skor
yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi
keuangan dan non keuangan, jangka Panjang dan pendek.
Balanced scorecard merupakan suatu kerangka kerja, suatu Bahasa yang
mengkomunikasikan visi, misi, dan strategi kepada seluruh karyawan tentang kunci penentu
sukses saat ini dan masa dating. Selain itu, balanced scorecard juga menekankan bahwa
pengukuran kinerja keuangan maupun non keuangan tersebut haruslah merupakan bagian dari
system informasi seluruh karyawan baik manajemen tingkat atas maupun tingkat bawah,
semua para pekerja di semua tingkat perusahaan.
Menurut Kaplan dan Norton, Langkah-langkah balanced scorecard meliputi 4 proses
manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka Panjang
dan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah:
1. Menerjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
3. Merencanakan, menetapkan, sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.

Balanced scorecard memiliki empat perspektif kinerja bisnis, yaitu:


1. Perspektif keuangan ( financial perspective)
Menurut mardiasmo (2002) balanced scorecard memakai tolak ukur
kinerja keuangan dengan menggunakan metode value for money yang merupakan
konsep pengelolaan organisasi sector yang mendasarkan pada tiga elemen, yaitu:
1) Ekonomi: perolehan input dengan kuantitas tertentu pada harga yang
terendah yang mendekati harga pasar. Ekonomi merupakan perbandingan
input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
2) Efisiensi : pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau
penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi
merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar
kinerja atau target yang telah ditetapkan.
3) Efektifitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapakan secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome
dengan output.

Didalam balanced scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua


peranan penting, dimana yang pertama adalah semua perspektif tergantung
pada pengukuran financial yang menunjukkan implementasi dari strategi
yang sudah direncakan dan yang kedua akan memberi dorongan kepada 3
perspektif yang lainnya tentanng target yang harus dicapai dalam
mencapai tujuan organisasi.

5
2. Perspektif Pelanggan
Perspektif pelanggan memiliki dua kelompoj pengukuran ( Kaplan dan
Norton, 1996: 63-73, yaitu:
1) Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen pengukuran,
yaitu:
a) Pangsa pasar (market share): pangsa pasar ini menggambarkan
proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu.
Hal itu diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang
dibelanjakan atau volume satuan yang terjual.
b) Retensi pelanggan ( customer retention) : menunjukkan tingkat
dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan
pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui
besarnya presentase pertumbuhan bisnsi dengan pelanggan yang
ada saat ini.
c) Akuisisi pelanggan ( customer acquisition): pengukuran ini
menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik
pelanggan baru memenangkan bisnis baru, akuisisi ini dapat diukur
dengan membandingkan jumlah pelanggan baru di segmen yang
ada.
d) Kepuasan pelanggan (custumor satisfaction): pengukuran ini
berfungsi untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait
dengan kriteria spesifik dalam value proportion.

2) Customer value proportion yang merupakan pemicu kinerja yang terdapat


pada core value proportion didasarkan pada atribut sebagai berikut:
a) Product/ service attributes yang meliputi fungsi produk atau jasa,
harga dan kualitas. Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang
diinginkan pelanggan atas produk atau jasa yang ditawarkan.
b) Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan
mengadakan pendekatan agar perasaan pelanggan merasa puas atas
produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan.
c) Image and reputation membangun image dan reputasi dapat
dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang
dijanjikan.
Untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan, Zeithaml dan Berry (1996) telah
mengembangkan sebuah instrument yang dinamakan Service Quality yang terbukti
mampu mengukur tingkat kepuasan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima ke
dalam 5 dimensi, yaitu:
1. Wujud fisik (tangibles) adalah penampilan fisik seperti: tempat pelayanan,
sarana dan prasarana yang dapat dilihat langsung secara fisik oleh
pelanggan,
2. Keandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk memberi pelayanan yang
dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan.

6
3. Daya tanggap (responsiveness) adalah kemampuan pegawai untuk
membantu pelanggan dan memberi pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan ( assurance) adalah pengetahuan dan keramahan pegawai yang
dapat menimbulkan kepercayaan diri pelanggan terhadap organisasi.
5. Empati (emphaty) adalah ketersediaan pegawai perusahaan untuk peduli,
memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan dan kenyamanan dalam
melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan
pelanggan.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal


Dalam perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua
aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan baik manajer maupun karyawan untuk
menciptakan suatu produk yang dapat memberikan kepuasan tertentu bagi
pelanggan dan juga para pemegang saham.
Menurut Kaplan dan Norton (1996: 96) membagi proses bisnis internal
kedalam tiga proses bisnis utama, yaitu:
1) Proses inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses inovasi
merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas
srta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya
efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan.

2) Proses Operasi
Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi
bisnis lebih menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan
ketepatan waktu dari barang dan jasa yang diberikan kepada
pelanggan.

3) Pelayanan purna jual


Pengukuran ini menjadi bagian yang cukup penting dalam proses
bisnis internal karena pelayanan purna jual ini akan berpengaruh
terhadap tingkat kepuasan pelanggan.

4. Perspektif pertumbuhan dan pembelajaran

Perspektif ini menyediakan infrastuktur bagi tercapainya ketiga perspektif


sebelumnya dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka Panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada
peralatan untuk menghasilkan produk/ jasa, tetapi juga melakukan investasu pada
infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, system dan prosedur.

7
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitis
yang terkait dengan kondisi internal perusahaan ( Kaplan dan Norton, 1996: 127),
yaitu:
1) Kapabilitas pekerja
Merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan. Sehubungan
dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh
manajemen:

a) Kepuasan pekerja
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan
produktivitas, tanggung jawab, kualitas, dan pelayanan kepada
konsumen. Unsur yang dapat diukur dalam kepuasan pekerja
adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan,
pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk
bekerja kreatif fan menggunakan inisiatif serta dukungan dari
atasan.

b) Retensi pekerja
Adalah kemampuan untuk mempertahankan pekerja terbaik dalam
perusahaan. Dimana kita mengetahui pekerja merupakan investasi
jangka Panjang bagi perusahaan. Jadi, keluarnya seorang pekerja
yang bukan karena keinginan perusahaan. Retensi pekerja diukur
persentase turnover di perusahaan.

c) Produktivitas pekerja
Merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan
keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan
pelanggan. Tujuannya adalah unutk menghubungkan output yang
dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya
untuk menghasilkan output tersebut.

2) Kapabilitas system informasi


Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas system informasi
adalah tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang
tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan.

3) Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan


pemberdayaan adalah penting untuk menciptakan pekerja yang
berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas adalah
jumlah saran yang diberikan pekerja.

8
Sedangkan menurut Mahsun (2006), keempat perspektif yang digunakan untuk
mengukur kinerja menggunakan model BSC adalah sebagai berikut:
a. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat kinerja dari sudut pandang profitabilitas ketercapaian target
keuangan, sehingga didasarkan atas sales growth, return on investment, operating
income, dan cash flow.
b. Perspektif Pelanggan
Merupakan factor-faktor seperti customer satisfaction, customer retention,
customer profitability, dan market share.
c. Perspektif Proses Internal
Mengidentifikasi factor kritis dalam proses internal organisasi dengan berfokus
pada pengembangan proses baru yang menjadi kebutuhan pelanggan.
d. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran
Menggunakan factor-faktor yang berhubungan dengan teknologi, pengembangan
pegawai, system dan prosedur, dan factor lain yang perlu diperbaharui,

Dari hasil Tinjauan Pustaka diatas, berikut ini adalah contoh indicator kinerja yang kami
buat:
Sasaran Hasil Pemacu Kinerja Target Langkah
Strategis (Parameter) Startegis
Perspektif
Keuangan
Realisasi % Rasio Program
Kehematan pengeluaran Ekonomis <100 % setiap peningkatan
Penggunaan lebih kecil tahun kehandalan
Anggaran daripada managerial
anggaran

Perspektif
Pelanggan Survey
Kepuasan % Data Survey >75% / bulan Program
Kecepatan pelanggan kepuasan peningkatan
Respon meningkat pelanggan kehandalan
Terhadap laporan, keluhan manajerial
Komplain rekapitulasi
(KRK) komplain atau
keluhan
berkurang

9
Perspektif
Proses Bisnis
Internal
Optimalisasi % jumlah <3% insiden Program
Persentase perawatan pasien jatuh di pasien jatuh / peningkatan
Kejadian Pasien berbasis mutu rawat inap bulan standart
Jatuh dan pelayanan
keselamatan
pasien
Perspektif
Pembelajaran
dan
Pertumbuhan
% staff nakes di Program
area kritis yang >70% per-tahun pengembangan
Persentase staff Peningkatan mendapat SDM dan
di area kritis kompetensi dan pelatihan 20 Keselamatam
yang mendapat kapabilitas staff jam per orang pasien.
pelatihan 20 per tahun
jam / orang /
tahun

1. Pembahasan Perspektif Keuangan

Pada perspektif ini kami menggambarkan mengenai kehematan dalam


penggunaan anggaran yang mencakup pengelolaan secara hati-hati atau hemat
dan tidak ada pemborosan menggunakan Rasio Ekonomis.

Rasio Ekonomis = (Realisasi Belanja Operasional : Anggaran Belanja


Operasional ) x 100%

Rasio ekonomi dikategorikan ekonomis karena kinerja keuangan institusi


diperoleh nilai kurang dari 100% (<100% ) setiap tahunnya.

Kemungkinan Rincian Belanja yang dilakukan RS antara lain belanja pegawai,


belanja barang dan jasa, belanja modal, belanja program kegiatan yang
dilakukan oleh RS dll.

10
Untuk dapat menghemat anggaran kemungkinan dapat dilakukan dengan
survey harga pasar untuk perbandingan harga sehingga bisa menentukan harga
terendah suatu pembelian barang/jasa dengan kualitas tertentu yang
diinginkan. Atau bisa dengan system tender pengadaan barang dan jasa public
yang telah diatur menurut ketentuan perundang-undangan.

2. Pembahasan Perspektif Pelanggan


Pada perspektif ini kami menggambarkan Kecepatan Respon Terhadap
Komplain. Tujuannya adalah untuk terselenggaranya pelayanan di semua unit
yang mampu memberikan kepuasan pelanggan.

Kecepatan Respon terhadap complain adalah kecepatan rumah sakit dalam


menanggapi complain baik tertulis, lisan, atau melalui media masa yang sudah
diidentifikasi tingkat resiko dan dampak resiko dengan penempatan grading
dampak risiko berupa ekstrim (merah), tinggi (kuning), Rendah (hijau), dan
dibuktikan dengan data dan tindak lanjut atas waktu respon complain tersebut
sesuai dengan kategorisasi.

Warna Merah : cenderung berhubungan dengan polisi, pengadilan, kematian,


mengancam system/kelangsungan organisasi, potensi kerugian material, dll.

Warna kuning : cenderung berhubungan dengan pemberitaan media masa,


potensi kerugian in material dll.

Warna hijau : tidak menimbulkan kerugian berarti baik material maupun in


material.

Kriteria penilaiannya adalah:


1) Melihat data rekapitulasi complain yang dikategorikan merah, kuning,
hijau.
2) Melihat data tindak lanjut complain setiap kategori yang dilakukan dalam
kurun waktu sesuai standar.
3) Membuat persentase jumlah complain yang ditindaklanjuti terhadap
seluruh complain disetiap kategori.
a) Complain kategori merah (KKM) ditanggapi dan ditingdak lanjuti
maksimal 1 x 24 jam.
b) Complain kategori kuning (KKK) ditanggapi dan ditindak lanjuti
maksimal 3 hari.
c) Complain kategori hijau (KKH) ditanggapi dan ditindaklanjuti
maksimal 7 hari.
Pengumpulan data dikumpulkan setiap bulanan, dengan bersumber dari survey
kepuasan pelanggan, laporan, rekapitulasi complain dan keluhan.
Dengan rumusan KKM + KKK+ KKH (%) : 3

11
Kecepatan dan ketepatan waktu pelayanan rumah sakit untuk merespon
sangatlah penting dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Hal ini dapat
mencerminkan tingkat profesionalisme rumah sakit dalam menanggapi kritik
dan complain customer supaya tidak menimbulkan kekecewaan dan juga dapat
menjadi masukan dalam perbaikan pelayanan supaya dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap RS.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Pada perspektif ini kami membuat gambaran mengenai Persentase Kejadian


Pasien Jatuh, dengan tujuan terselenggaranya pelayanan keperawatan yang aman
dan efektif bagi pasien,
Tidak adanya kejadian pasien jatuh adalah tidak terjadinya pasien jatuh selama
pasien mendapatkan pelayanan rawat inap di RS, baik akibat jatuh dari tempat
tidur, di kamar mandi dsb.

Ketika pasien baru pertama kali masuk perawatan maka dalam 24 jam harus
dilakukan asesmen awal keperawatan dimana dalam asesmen tsb dapat diketahui
kemungkinan pasien berisiko jatuh dengan skoring tertentu menggunakan
instrument penilaian resiko jatuh.

Penilaian resiko jatuh menggunakan skala Morse untuk pasien dewasa, skala
Humpty Dumpty untuk pasien anak-anak , dan skala jatuh untuk pasien geriatric.
Tujuannya untuk dilakukan intervensi dan monitoring yang intensif terhadap
pasien berisiko jatuh dan harus dilakukan re-asesmen jatuh dengan waktu sesuai
derajat skornya.

Sumber yang didapat dari data rekam medik yang dikumpulkan dalam waktu 1
bulan. Dengan rumus (jumlah kejadian pasien jatuh : jumlah pasien rawat inap) x
100%.

4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran

Pada perspektif ini kami menggambarkan mengenai persentase staff di area kritis
yang mendapat pelatihan 20 jam/ orang/ tahun. Dengan tujuan tersedianya staff
rumah sakit yang kompeten, kapabel dan berkinerja tinggi.

Staff di area kritis mendapatkan pelatihan 20 jam / orang per tahun adalah staf
tenaga Kesehatan yang bertugas di area kritis seperti IGD, HCU/ICU, HD, ICCU,
unit pelayanan kritikal lainnya sesuai kebutuhan RS yang telah mendapat
pelatihan khusus sesuai gap kompentemsi dan kebutuhan unit kerjanya sebanyak
minimal 20 jam/staff/tahun.

Sumber data diambil dari data kepegawaian unit kerja area kritis, daftar agenda
diklat tahunan, data staff yang ikut pelatihan, laporan evaluasi kinerja staff,

12
dengan frekuensi pengumpulan data selama setahun, dengan menggunakan
hitungan (staf nakes di area kkritis yang mendapat pelatihan 20 jam/orang/ tahun :
jumlah nakes di area kritis RS ) x 100%

Pengembangan karyawan tentunya dibutuhkan guna menambah kualitas kerja


karyawan. Pengembangan tersebut dilakukan dengan memberikan
training/pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kepada karyawan. Semakin
banya pelatihan tentunya akan menambah keterampilan karyawan yang berujung
pada peningkatan kepuasan pasien.

Target kehandalan
Program Peningkatan < 100% / tahun
Managerial

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengukuran kinerja merupakan bagian penting bagi proses pengendalian manajemen


bagi sector public. Pengukuran kinerja pada sector public bertujuan untuk membantu manajer
public menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial
Dalam pengukuran kinerja tentunya ada hal yang sangat berpengaruh didalamnya,
yaitu visi, misi dan strategi.
Untuk itu untuk mewujudkannya, dibutuhkan pengukuran kinerja yang diaplikasikan
melalui alat ukur yang memalui suatu pendekatan yang akan menilai kinerja keuangan dan
kinerja bukan keuangan yaitu dengan konsep balanced scorecard.
Pada konsep balanced scorecard tidak hanya aspek keuangan (finance) saja yang
menjadi tolak ukur kinerja perusahaan, ada tiga sudut pengukuran lain yang juga
diperhitungkan aspek tersebut yaitu Customer, Internal Business Process dan Learning and
Growth.
Menurut Kaplan dan Norton, Langkah-langkah balanced scorecard meliputi 4 proses
manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi jangka Panjang
dan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah:
5. Menerjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
6. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
7. Merencanakan, menetapkan, sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis.
8. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Rumah sakit pada umumnya difungsikan untuk melayani masyarakat dan
menyediakan sarana Kesehatan untuk masyarakat, bukan untuk mencari keuntungan semata.
Di dalam organisasinya, terdapat banyak aktifitas yang diselenggarakan oleh pihak-pihak dari
berbagai jenis profesi, baik profesi dokter, karyawan administrasi, petugas pelayanan dan
beberapa perencanaan strategik (renstra), baik untuk jangka Panjang maupun jangka pendek.
Suatu perencanaan strategik dapat disebut baik apabila dikelola secara efektif dan efisien,
melayani segala lapisan masyarakat dengan memberikan pelayanan yang berkualitas. Rumah
sakit dituntut untuk mampu memberikan pelayanan yang memuaskan, professional dengan
harga bersaing sehingga strategi dan kinerja rumah sakit tersebut harus berorientasi pada

14
keinginan pelanggan (pasien). Untuk itu, diperlukan pengukuran dengan Balanced Scorecard
(BSC) yang diharapkan dapat menjawab tuntutan dan tantangan zaman.

15

Anda mungkin juga menyukai